"Perkenalkan nama saya Kiranti Mayangsari, sebenarnya saya adalah istri Mas Ariel juga entah yang kedua atau yang ketiga," jawabnya dengan tegas.Semua memandang kearah Kiran, kaget, syok dan tentu saja aku merasa lega karena akhirnya berlabuhnya hati Mas Ariel sudah mentok di dasar jurang, tinggal di lempar saja.""Apa-apain ini Ariel, saya maklum kalau Lira menjadi istrimu karena dia cinta pertamamu, tetapi bukan berarti kamu seenaknya menikah yang ketiga kalinya, benar saja kalau almarhum Pak Sugeng tidak memberikan harta warisan yang susah payah beliau bekerja keras kepada kalian ternyata sifat dan tingkah laku kalian masih belum berubah dari dulu," ucapnya geram.Ibu Sumi, Ibu sebagai orang tuanya mengapa Ibu biarkan anak-anak Ibu terjerumus ke dalamnya, jangan bilang Ibu tidak tau ya, karena saya hafal betul sifat Ibu yang gila harta,” hardik Pak Alex."Jaga omongan Bapak ya," jawab Mamah mertua dengan emosi."Saya nggak terima kalau Bapak menghina Ibu saya, saya bisa tuntut Ba
Sedangkan Lira, kembali meratapi nasibnya, dia menangis kesegukan mungkin karena hartanya di butik itu sudah hilang, padahal baru hitungan bulan saja bangunan kokoh itu berdiri."Apakah ini kuasa-Mu Ya Allah, engkau Maha Adil, engkau Maha Mengetahui segalanya, Ya Robbi."Setelah dua jam berlalu, dan melihat mereka sudah tenang, akhirnya aku bersuara kembali, namun tak ada balasan dari mereka, hanya keheningan dalam diam, mereka pun pergi meninggalkan rumah ini, ada rasa kasihan kepada mereka tetapi biarlah ini sebagai pelajaran, mudah-mudahan saja dengan kejadian ini perilaku mereka juga berubah baik.Setelah kepergian mereka aku kembali tenang, semua sudah kembali seperti semula, tetapi ada ruang hati yang kosong, hampa, sakit yang teramat dalam.Walau bagaimanapun juga Mas Ariel dulu telah mengisi hidupku yang kosong, kini kembali kosong dan apa yang di katakan Mas Ariel aku tak pernah disentuh apa mungkin?Pantas saja setiap ingin melakukan itu, Mamah selalu memintaku untuk minum t
"Duh, biasa aja kali, udah di makan ngomong terus dari tadi," jawabku dengan cemberut."Ini orang sengaja panas-panasi atau memang nggak peka sih, kalau sudah punya cewek jangan diomongin dong bikin panas hati saja," gerutuku dalam hati.Tiba-tiba aku tak sengaja melihat Dion duduk bersama wanita lain, ada apa lagi ini? bukannya pacar Dion adalah Lira mengapa bukan Lira yang di sana, aduh tambah pusing aku jadinya."Mas ... Mas ... ada Dion di sini," ucapku sedikit berbisik tetapi entah kenapa tanganku memegang tangan Mas Lingga yang putih bersih."Mas ... Mas ... jawab dong, Dion sama wanita lain bukan Lira, aneh banget ini, atau mereka sedang merencanakan sesuatu ya?" pikirku.Mas Lingga hanya menatapku dalam, tajam penuh misteri di dalam matanya, kami jadi saling berpandangan.""Kenapa Mas, ada apa?" ternyata aku baru sadar kalau aku sudah memegang tangan Mas Lingga segera aku lepaskan dan beristigfar cepat-cepat dalam hatl.Mas Lingga menatapku dan tersenyum kembali."Maaf Mas,
{Apa kamu bingung siapa aku, tunggulah aku akan memberi sebuah kejutan} Aku tak menanggapi pesan itu, mungkin salah sambung, tetapi nomor pengirimnya di sembunyikan, sudah dua kali aku menerima pesan yang mengancamku.Akhirnya aku putuskan untuk menghubungi Mas Lingga malam-malam. Sebenarnya aku enggan tapi ini sepertinya bukan salah sasaran sepertinya pesan ini memang untukku.Terpaksa aku tekan nomor ponsel Mas Lingga berharap dia belum tidur.Tut! Tut! Tut!"Alhamdulillah nada sambung," lirihku.{Halo Mas, Assalamualaikum}{Walaikumsalam, ada apa}{Mas, ada yang neror aku, tapi nggak tau siapa, dia dua kali sudah mengirim pesan kepadaku, Mas}{Emmm....}{Mas, kamu ...keeerr ...keerr terdengar suara dengkuran}"Ya elah Mas, mau curhat eh malah orangnya tidur, ya sudahlah."Aku mematikan sambungan teleponku, dan berusaha untuk tidur walau mata ini tetap ingin terbuka.Namun sampai jam tiga subuh mata ini tetap terjaga, daripada aku melamun segera kuambil air wudu dan salat sunnat ta
"Mah ... Mamah kok melamun, mikiyin apa cih Mah?" "Ah nggak Sayang, sana main aja dulu, nanti kalau udah jam makan siang, Mamah panggil ya ... Mamah mau telepon Om Lingga dulu," jawabku.Raina pun kembali bermain di dalam kamar bersama Mbok Darmi."Uhuh ... sudah jam sebelas siang nih Bu, tapi Mas Lingga belum juga nongol orangnya," gerutuku."Kemarin katanya pingin diundang, eh giliran sudah diundang nggak datang orangnya, di SMS nggak dibalas, ditelepon nggak diangkat, apa sih maunya itu orang?" ucapku dengan kesal.Setelah menunggu satu jam tepatnya jam 12 siang, akhirnya aku menerima sebuah pesan dari aplikasi berlogo hijau itu, dan kulihat memang dari Mas Lingga .Dia mengatakan akan datang setelah salat zuhur, katanya nanggung mau ke rumahku.Tak lama azan berkumandang dan lagi-lagi aku terhanyut dengan suara itu. Ya nggak salah lagi itu suara Mas Ariel yang syahdu."Sabar Arum, sabar kamu harus move on dari Mas Ariel," batinku.Segera kutunaikan salat dan setelahnya tak lama
"Cape ya Mas, kasihan makanya harus terlatih dari sekarang menghadapi anak yang aktif kaya mereka," ucapku yang menyindir Mas Lingga."Mbak, aku ke toilet sebentar ya," ucap Kiran."Oh ya, Ibu antar sekalian mau ke dapur, ayuk!" ajak Ibu dan Kiran mengikutinya dari belakang.Tinggallah kami berdua di taman belakang rumah ini, udaranya sejuk dan adem."Mengapa kamu Rum, apa kamu tidak nyaman dengan kehadiran Kiran di sini?" tanya Mas Lingga saat aku duduk menikmati udara yang sejuk dengan santai."Ya nggak lah Mas, buat apa aku merasa tidak nyaman, dia itu juga teman aku Mas," jawabku tanpa menatap wajahnya."Apa kamu nggak cemburu jika aku berteman dengan seorang wanita?" "Mas, ini kenapa kok nanya begitu, hallo ada apa sih? katanya mau nikah sama Mbak Kiran kok sekarang tanya aku cemburulah, aneh!"Saat aku hendak berdiri tiba-tiba mata kami beradu pandang. Wajah Mas Lingga yang rupawan hampir saja membuat hatiku bergejolak namun segera menghindar darinya, karena takut tidak bisa me
{Untuk itu sengaja aku ambil foto Ariel dan Lira pada saat mereka bersama dalam keadaan ... ya seperti dalam foto itu}{Seperti kamu lihat akhirnya rumah tangganya berantakan, tetapi aku belum puas karena dia masih bisa hidup dengan tenang karena dia masih memegang perusahaan itu, aku akan membuatnya bangkrut kembali}@Dion{Apa Lira tahu semua ini dan kebakaran itu untuk apa kamu menyuruhku untuk membakar butik itu}@Shakira{Itu supaya Lira tidak balik lagi ke Solo, karena aku tahu satu-satunya harta yang paling berharga adalah butik itu dan aku sudah mengasuransikan butik itu dengan nilai yang fantastis}{Hanya dengan meniru tanda tangan Lira yang bodoh itu, aku bisa mendapatkan keuntungan dua kali lipat, bahkan penjualan tiap bulan Lira tidak tahu kalau omzetnya sangat besar, aku hanya memberi seperempat hasil omzet di butik itu}{Aku hanya memanfaatkan Lira agar aku mempunyai banyak harta, sangat bodoh memang Lira, dia pikir dengan berhubungan dengan kamu Dion, uang semua lancar,
"Aku .... augh! ... aku hanya ingin menemui anakku Raina, Rum," jawabnya sambil menahan sakit di area vitalnya."Makanya jangan kaya maling ngendap-ngendap gitu, sakit toh, sebelum nikah sama kamu, dulu Arum ini sering berkelahi dengan preman jadi nggak salah dong untuk membela diri sama orang yang nggak waras kaya kamu!" jawab Ibu dengan sewot."Terus kenapa mau ketemu Raina malam-malam, masih ada waktu lain bisa pagi atau siang, lagian juga kenapa baru sekarang nggak dari dulu ?" tanyaku kesal."Aku tahu Mas, niatmu ke sini bukan mencari Raina anakmu, karena kamu tidak menyayanginya, katakan sebenarnya apa maumu Mas?" tanyaku lagi dengan tatapan nyalang."Sebenarnya aku hanya ingin melihatmu Rum, tak ada lagikah rasa sayangmu, apakah kamu tidak mencintaiku lagi, apa karena kamu sudah dekat dengan si Lingga itu?" "Apa pedulimu Mas, kita sudah nggak punya ikatan apa pun, terserah aku mau dekat dengan siapa pun, itu bukan urusan kamu lagi," jawabku lantang."Ada Rum, ada urusannya den
Hari ini aku sangat bahagia karena. Aku sudah menemukan tambatan hati yang aku mau. Ya namaku Devan Fahrizi Sanjaya. Aku seorang pengusaha dan aku cukup di kenal banyak orang. Pengalaman hidup bersama ibuku yang miskin dan dicemooh oleh orang lain telah mengantarkanku menuju gerbang kesuksesan.Namanya Arumbi Lestari, kami bertemu di sebuah masjid saat aku menjadi marbot di sana, ya karena dari menjadi tukang marbot lah aku bisa sukses seperti sekarang ini.Pandangan pertama aku sudah mulai suka dengannya, cantik, sederhana dan jutek dan itu yang aku suka dengannya. Aku pikir dia akan terpesona dengan ketampananku yang paripurna ini nyatanya tidak dia sangat acuh tetapi itu membuatku menjadi lebih penasaran dengannya.Biasanya wanita yang melihatku langsung meminta perkenalan dan langsung bermain itu, tetapi aku bukan pria seperti ya ... “Aku diajarkan oleh orang tua yang aku panggil mama itu untuk tidak menyakiti seorang wanita dan aku juga tidak mau berhubungan lebih jika
Aku menemukan Lira dan Raina. Ibu dan anak itu akhirnya selamat. Lira memelukku dengan hangat, dia menangis bahagia akhirnya bisa terlepas dari jeratan Lingga.Selama ini ternyata Mas Lingga sudah menjual Lira ke tempat hiburan menjijikkan ini, jika melawan maka Raina akan menjadi tumbalnya. Raina memelukku dengan hangat, dia sangat takut dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Dia masih menangis dan belum bisa menenangkan pikirannya.Anak seumur Lina tahun itu mengalami trauma dia harus segera di sembuhkan.“Maafkan Mama Sayang, maafkan Mama.”“Sekarang semua sudah berakhir tidak ada yang akan menyakiti Raina lagi, mereka sudah di tangkap,” ucapku berusaha menenangkan Raina.Raina tetap menangis tetapi tetap memelukku dengan erat. Aku tahu Lira sangat ingin memeluk Raina karena dia ibu kandungnya sendiri.“Mama jangan tinggalkan Raina lagi ya, Raina takut kehilangan Mama, hanya Mama yang Lira punya,” ucapnya dengan penuh haru.Iya Sayang, Mama akan selalu ada buat Rainya,
“Apa maksud semua ini Arum? Kamu tahu kan aku menjabat sebagai wakil direktur tetapi kenapa bukan aku yang menggantikan posisi kamu?” tanyanya dengan emosi.Aku masih bersikap tenang menghadapi orang itu untuk menghilangkan rasa takutku. Lalu aku mengambil semua berkas dan bukti tentang kecurangan yang dia lakukan di perusahaan.“Apa ini Arum?”“Apakah aku harus menjelaskan semuanya sat-satu Mas Lingga, masih syukur aku tidak membeberkan masalah ini ke rapat tadi, karena aku masih mempunyai hati untuk tidak mempermalukan kamu di hadapan mereka. Wajahnya kembali pucat ketika semua bukti yang dikumpulkan memang dia pelakunya, selama ini mencuri uang perusahaan.“Aku tidak menyangka Mas Lingga bisa melakukan hal ini denganku?” “Jangan katakan kamu khilaf ya Mas, aku sudah muak dengan kepintaranmu bersilat lidah. Aku selalu mengikuti arahan kamu tetapi apa yang kamu perbuat, kamu sengaja melakukannya kan?” “Apa yang ada di pikiranmu, aku tidak tahu semua ini, aku bodoh begitu?”“Ma
Semua pria sama saja nggak peka, ya pastilah cemburu, apalagi kami mau menikah dan dia tergoda dengan wanita lain, tentu saja aku tidak akan membiarkannya.Aku meninggalkan Mas Fahri dan tetap di tempat itu dan aku segera ingin menemuinya. Aku mau lihat bagaimana ekspresi nya saat bertemu denganku dengan gaya sok alimnya.Aku melangkah dengan penuh percaya diri untuk menghampirinya yang masih sibuk mencari gaun pengantin itu.“Halo, Kiran, apa kabar, masih ingat denganku?” tanyaku dengan tegas.Tampak wajahnya menegang, kedua matanya melotot kearah, dia terdiam terpaku melihat kedatanganku yang secara tiba-tiba menghampirinya. Mungkinkah aku sepeti hantu baginya?“Kenapa Kiran, kenapa kamu terkejut, apakah kamu melihat hantu di sini?” Aku menatap tajam ke arahnya, berani sekali dia membohongi ibu dan berputar -pura teraniaya padahal dia sendiri ikut andil dalam rencana busuk Mas Lingga. “A—Arum, kamu di sini?” “Syukurlah kamu masih mengingatku Kiran dan apa ini? Kamu sekejap me
Aku masih tidak percaya di dalam hidupku akan terjadi pernikahan yang kedua kalinya. Ada rasa bahagia sekaligus rasa takut.Entah kenapa aku merasa di lema, tetapi aku tidak mau menikah dengan Mas Lingga, orang yang pernah aku cintai ternyata hanya memanfaatkan aku sebenarnya. Dia masih berpikir kalau aku tidak mengetahui semuanya, tinggal menunggu waktu dan semuanya akan selesai.Aku juga belum bisa menemukan Lira, entah di mana dia sekarang. Nomor ponselnya sudah tidak aktif, apakah aku harus bertanya dengan Mas Lingga atau Shakira, kedua orang itu pasti tahu di mana Lira sekarang. Sudah seminggu ini semua berjalan dengan lancar, semua persiapan memang Mas Fahri yang melakukan bersama Ibu dan mam Yuni. Karena kami sudah bekerja sama, sehingga ada beberapa orang kepercayaan Mas Fahri ada di kantor ini untuk memastikan kalau Mas Lingga tidak melakukan apa-apa kepadaku.Mas Lingga juga tampak acuh kepadaku, tetapi sikapnya ini membuatku menjadi penasaran, apakah dia merencanakan ses
Aku sangat terkejut dan terdiam sesaat, mataku melotot untung saja tidak keluar. Pria tampan itu lalu menjentikkan jarinya agar aku tersadar.“Ma-Mas Fahri, kok ada di sini, jangan bercanda Mas, aku harus memberi sambutan kepada klien kami dari Kanada,” ucapku ragu tetapi kenapa penampilan Mas Fahri sangat berbeda dengan tampilan seperti orang kaya pada umumnya.“Hei kamu, ngapain lagi kamu di sini siapa yang menyuruhnya masuk ke ruangan ini, kamu itu orang luar Fahri, mau seperti orang kaya makanya kamu berpenampilan seperti ini hah?” hardiknya dengan nada mengejek.“Mas Lingga jaga ucapan kamu, jika kalau mau mengundurkan diri sekarang itu lebih baik dari pada kamu menghina orang lain.”“Ya bela saja tukang marbot itu dasar mental miskin!”“Pak Lingga begini cara kamu menyambut kami untuk menjalin kerja sama?” “Dengarkan baik-baik Pak Lingga. Orang yang kamu rendahkan ini adalah Tuan Devan dari Kanada,” sahutnya dengan meyakinkan. “A-apa maksud Pak Aldi, Anda pasti bercandak
Mas Lingga mengikuti kami pergi makan, aku semakin jengah dibuatnya, entah apa yang ada di pikirannya sekarang.“Aku ingin segera mengakhiri sandiwara ini yang pura-pura tidak mengetahui siapa Mas Lingga sebenarnya.Aku semakin takut dengan kehadiran Mas Lingga atau mencelakai Mas Fahri melalui anak buahnya mungkin saja kan, dia bertindak nekat? “Ada apa Arum, kenapa kamu begitu tegang?” tanyanya yang cukup beralasan.“Mas, itu Mas Lingga masih mengikuti kita bagaimana ini?” “Kamu maunya bagaimana?” “Kok malah bertanya denganku sih, yang kumau dia tidak mengikuti kita makan, bete tahu,” aku merajuk sedikit.“Biaklah, sesuai keinginanmu ,” jawabnya santai. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Mas Fahri saat ini, yang jelas dia berusaha menghilangkan ketakutanku kepada Mas Lingga. Aku menatap wajah Mas Fahri agar terus menerus membuat hatiku tenang.“Sudah Rum, jangan melihat saya seperti itu terus apakah saya seperti cokelat yang siap kamu makan?” “Iya nggak salah lagi,” jawa
Aku beranjak dari tempat dudukku dan menjauh dari tatapan Mas Lingga yang mengiba.“Maaf Mas untuk sekarang aku tidak bisa menjawabnya, karena sekarang kita berada di kantor, bukannya kamu tidak ingin masalah pribadi di campuradukkan di kantor untuk di bahas?”“Hari ini kita fokus tentang proyek kita bersama investor dari Kanada itu bukan?” tanyaku dibalikkan ke dia.“Dan ini apa maksud dari ini?’ kenapa kamu mengambil uang sebanyak ini tanpa persetujuan dariku, dan mulai hati ini Surat Kuasa itu sudah tidak bisa di gunakan lagi.”“Katakan untuk apa uang sebanyak itu?” “Kamu tidak percaya denganku, Rum?” “Kamu tinggal memberikan perincian untuk laporannya, apakah itu sulit?”Mas Lingga kembali menatapku, seolah-olah aku telah menekannya, dia lalu keluar dari ruanganku.Tak lama kemudian dia kembali datang dengan membawa sebuah mam dan melemparkannya di meja kerjaku.“Itu yang kamu mau kan, baiklah.”“Sepertinya aku tidak dibutuhkan lagi di sini, kamu ingin mengambil keputusan send
“Maaf Ibu tidak apa-apa?” Yola langsung memberikan tisu untuk membersihkan mulutku.“Kenapa kamu tidak memberitahukan saya?” “Maaf Bu, ponsel Ibu tidak aktif.”“Oh ya kamu benar, saya lupa memberikan nomor ponsel saya yang baru.”“Sebentar, mumpung saya ingat.” Aku langsung mengeluarkan ponsel milikku tepatnya punya Mas Fahri seketika kulihat wajah Yola sedikit bingung dengan ponsel yang aku pegang.“Kenapa wajahmu, kok begitu?” “Maaf Bu, itu ponsel lama Ibu?” “Iya kenapa, ada yang salah dengan bentuknya?” “Tidak Bu, siapa pun yang memberikan ponsel itu ke Ibu berarti orang itu sayang dan mencintai Ibu sepenuh hati.”“Kok kamu tahu kalau ini adalah pemberian dari orang lain?”“Sepertinya itu bukan dari Pak Lingga kan Bu?” “Kamu tuh ya dok tahu, tetapi kamu sudah siapkan semuanya kan tidak ada yang ketinggalan?” “Ibu tenang saja semua sudah saya siapkan sampai makanan camilan, tidak perlu khawatir.”“Dan ini semua proposal yang Ibu minta dan itu sesuai dengan Pak Lingga minta