Share

07. AMBIL KENDALI

Author: Linjaee
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Suasana tegang masih menyelimuti Layla. Perasaannya gundah-gulana dan merasa sangat terintimidasi oleh Ibunya Bara yang seolah seperti tidak menyukai Layla. Rasanya Layla ingin berteriak, kalau ini hanya pura-pura, tapi apa daya? Tidak mungkin pernikahan menjadi ajang permainan dimata keluarga.

Layla memandangi Bara yang masih berusaha melindungi Layla dengan segala upaya dan caranya meyakinkan sang Ibu untuk percaya dengan pilihannya kali ini.

Bahkan Layla masih belum memiliki jawaban untuk membantu Bara. Alhasil, dia hanya diam.

“Menikah itu susah, lho, kamu juga harus betul-betul yakin, Bara. Pernikahan itu terjadi sekali seumur hidup!” Suara Ibu meninggi. Bahkan dengan raut wajah menahan marah karena Bara dengan senang hati mengambil keputusan.

“Iya Bara tahu, Bu. Apa salahnya sih Bara mau menikah dengan Layla? Jangan karena Layla nggak bisa masak, Ibu jadi tiba-tiba nggak setuju gini.”

Situasi semakin menegang. Bahkan dugaan Layla salah, kalau kedua orang tua Bara akan setuju-setuju saja. Nyatanya, Layla harus dihadapkan dengan situasi perdebatan antara ibu dan anak. 

“Bukannya Ibu nggak setuju, Nak, bukan! Ibu hanya ingin kamu pikir-pikir lagi keputusan kamu. Apa kamu benar-benar udah sembuh dari luka lama kamu?”

“Bu, Bara sudah sembuh. Bara sudah ikhlas juga. Bara nggak merasa terbebani sama masa lalu Bara, justru Bara pengen bangkit lagi dari keterpurukan yang hampir bikin Bara gila, kan? Bahkan Ibu sama Ayah sempet takut kalau Bara nggak normal, kan?”

Respons Layla langsung kentara terkejut. Dia refleks menatap Bara dengan sorot mata tidak menyangka sekaligus penuh tanda tanya. Apa maksud dari perkataan Bara? Ada apa dengan masa lalu Bara? Pertanyaan itu berputar-putar di kepala Layla. Namun, dia berusaha mengembalikan konsentrasinya dan mengesampingkan rasa penasarannya terhadap privasi Bara.

“I—iya, tapi—”

“Jadi ini keputusan Bara untuk menikah dengan Layla. Bukan maksud Bara melawan Ibu atau Ayah. Maaf. Tapi kalau nggak sekarang, kapan lagi? Ibu sama Ayah mau, kalau Bara terus-terusan terpuruk dalam kesedihan?”

“Nggak dong,” sahut Ayahnya. “Ayah setuju dan senang malah, kamu punya calon sendiri tanpa harus Ibu atau Ayah carikan. Apalagi calonnya kayak Layla, baik, cantik, ramah juga,” Ayah berpaling menatap Layla, tersenyum simpul. “Ayah percaya kalau Layla istri terbaik buat Bara.”

Ibu menghela napas. Beliau menatap Bara dan berpaling pada Layla. Tatapannya dalam dan intens. “Layla, Tante berpesan sama kamu. Bara ini punya masa lalu yang kelam dengan mantan pacarnya bahkan sampai membuat Bara hampir stres dan linglung. Dulu Bara sempat mau menikah, segala sesuatu sudah disiapkan dan undangan juga sudah dicetak. Tapi perempuan itu justru menikah dengan orang lain yang dijodohkan orang tuanya dengan yang lebih mapan dari Bara.

“Saat itu Tante dan Om betul-betul kehilangan sosok Bara yang ceria. Dia seperti kehilangan jati dirinya sendiri. Tante nggak mau, kejadian ini terulang kedua kali untuk Bara.” Sorot mata Ibu berubah sendu. Ada perasaan sakit, takut, dan khawatir dari sorot matanya. Suaranya juga bahkan parau saat menceritakan kejadian yang menimpa Bara.

Layla tidak bisa menyembunyikan ekspresi wajahnya yang terkejut. Dia berpaling menatap Bara yang menampakkan senyum tipis yang dibalut duka. Bahkan semua pertanyaan yang ada di kepala Layla akhirnya terjawab sudah, mengapa Bara bisa dengan mudah menerima ajakan dari Layla. Bukan hanya ingin membalaskan dendamnya pada mantan pacar, tetapi juga ingin membuktikan pada kedua orang tuanya kalau Bara sekarang sudah sembuh dari rasa trauma masa lalu.

Tapi, kenyataannya, tidak begitu.

“Menikah itu susah, Nak. Tapi kalau kita menikah dengan orang yang tepat, hal susah bisa jadi mudah. Kita sebagai perempuan, harus menjadi rumah untuk suami.”

“L—lalu, kalau istri jadi rumah buat suami, suami seharusnya menjadi apa buat istri, Tan?” tanya Layla dengan suara pelan sekali nyaris tidak terdengar.

“Suami jadi fondasi, dengan tiang yang kokoh untuk melindungi keluarga dari segala bencana.”

Mendengar perkataan dari Ibunya Bara, Layla hanya bisa tersenyum miris. Nyatanya, setiap dia kenal dengan laki-laki, Layla tidak pernah merasa dirinya rumah. Tidak pernah merasa dirinya diperlakukan dengan baik, bahkan hal kecil saja, seperti menjaga perasaan, itu tidak ada sama sekali. Apalagi untuk menjadi fondasi yang kokoh untuk istri?

Meskipun Layla tidak tahu, bagaimana dengan Bara. Tapi hakikatnya, tidak ada satu pun laki-laki yang bisa Layla percaya untuk meratukan dirinya.

***

Akhirnya Layla bisa bernapas lega saat sudah berpamitan dengan keluarga Bara. Untuk sejauh ini, bisa dipastikan respons kedua orang tua Bara tidak ada yang curiga, meski Layla harus merasakan intimidasi dan terpojok, seolah-olah Layla bukan perempuan baik untuk Bara. Tapi dia sama sekali tidak peduli, dia hanya ingin rencananya berjalan dengan lancar. 

Layla sudah kembali berada di boncengan motor Bara, kembali berpegangan erat karena takut jatuh. Dia melihat-lihat sekeliling. Jalanan kota Jakarta yang penuh lampu gemerlap dari gedung-gedung pencakar langit, melihat dengan jelas aktivitas di jalanan, di trotoar, yang tidak pernah Layla lihat sebelumnya. Dia mendongak, menatap langit sehitam jelaga seolah sebagai lautan luas dengan bulan sebagai pulau dan bintang-bintang sebagai perahu-perahu kecil mengelilingi pulau.

Layla menarik senyumnya semringah melihat pemandangan itu. Nyatanya, naik motor seperti ini tidak seburuk yang dia pikirkan. Justru sangat menyenangkan, daripada di dalam mobil yang hanya ditemani suara alunan musik dari audio.

Bara melirik Layla dari spion kiri. Cowok itu menarik ujung bibirnya. "Suka?"

"Hm?" Layla mengernyit heran saat mendengar perkataan Bara. "Apa, Bar?"

"Kamu suka?"

"Suka?" Layla semakin dibuat kebingungan, dia menatap Bara dikaca spion kiri. "Suka apa? Kamu? Nggak kok."

Bara terkekeh geli. "Bukan. Maksud saya, kamu suka sama pemandangan langit malam?"

Layla ber-oh ria. Dia mengangguk dan tersenyum semringah. Bara melirik Layla lagi di kaca spion itu, mereka saling bertatapan. 

"Ya udah, kapan-kapan nanti saya ajak keliling deh pakai motor," kata Bara dan kembali membagi pandangan dengan jalanan di depan. 

Layla mengangguk histeris. Bahkan dia tidak menolak karena memang ini yang Layla inginkan. Mengelilingi kota Metropolitan menggunakan sepeda motor, melihat keindahan suasana malam dengan segala hiruk-pikuk. 

Tepat pukul delapan malam, Layla sampai di rumah. Gadis itu membuka helm saat sudah turun dari motor di depan gerbang.

Thanks, ya, La, buat hari ini.” Bara tersenyum, mengambil helm dari tangan Layla.

“Oke. Eh ada satu agenda lagi," katanya sambil merapikan rambut. 

Bara mengernyit heran. “Apa?”

“Ketemu sama keluarga besar saya.”

“Bukannya udah?”

Layla memutar bola matanya malas. “Itukan Papa sama Mama doang. Minggu depan, keluarga besar saya bakalan datang ke sini semuanya. Sekalian ada acara keluarga. So, nggak ada salahnya, kan, saya kenalin kamu ke mereka?”

Bara mengangguk-angguk paham. Dia berpaling ke arah lain. “Iya juga sih. Lambat-laun juga harus, ya?” Bara berpaling menatap Layla. “Tapi kok saya grogi, ya?”

Layla terkekeh geli. “Kok grogi sih? Belum apa-apa juga. Pokoknya kita jalanin sesuai alur aja. Kayak tadi di rumah kamu dan kayak di rumah saya juga. Nggak usah dianggap serius, kan?”

Bara mengangguk-angguk. “Ya udah kalau gitu, nanti kabarin lagi, ya?”

“Oke!” Layla tersenyum. “Nanti saya atur secepatnya supaya kita bisa segera menikah.”

Bara mengangguk, menyalakan mesin motornya. “Ya udah, saya pamit pulang, ya?”

“Oke, bye!”

Tidak ada kecupan mesra, pelukan hangat atau berjabat tangan seperti pasangan pada umumnya. Layla sudah masuk lebih dulu ke dalam rumahnya, tanpa menunggu Bara pergi terlebih dulu.

Layla pikir, misinya untuk kali ini berhasil dan complete. Hatinya sedang berbunga-bunga karena dengan demikian, Layla bisa terlolos dari acara perjodohan yang kelewat kuno itu. Tidak ada yang bisa mengendalikan dirinya, sekalipun itu kedua orang tuanya. 

Layla masuk kamar, mandi dan berganti baju menjadi piama. Setelah meyakinkan dirinya sudah bersih, barulah dia berbaring di ranjang singgasananya. Ponsel di atas nakas itu bergetar, ada pesan masuk di sana. Layla menyambar ponsel itu dan terdapat pesan masuk dari Yunda. 

Yunda :

[Gimana kesan pertama ketemu calon mertua?]

Bersambung... 

Related chapters

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   08. WEJANGAN

    Secangkir kopi espresso panas menemani cuaca sore yang cerah hari ini, di tengah-tengah hiruk-pikuk dunia yang bikin pusing kepala. Layla menyeruput cangkir itu perlahan, menikmati setiap komponen kopi melebur di dalam mulutnya. Suasana kafe coffee Almost sore ini tidak begitu ramai pengunjung, Yunda mengajak Layla untuk ke sana karena sudah lama juga mereka berdua tidak menghabiskan waktu bersama. Sibuknya bekerja membuat mereka hanya bertemu di kantor saja. “Ciut juga nyali lo ketemu Camer,” Yunda terkikik geli. Biasanya, Layla selalu open joy dan tidak pernah merasa dirinya berada di sebuah keadaan yang mengintimidasi, Layla selalu bisa mengendalikan suasana.Tapi ketika bertemu dengan orang tua Bara, semua kemampuannya mendadak lenyap ditelan udara. Layla menghela napas, menyimpan cangkir kopinya dia atas meja. Tatapannya terpusat pada Yunda yang duduk di hadapannya. “Nggak tahu deh, gue nggak bisa bantah. Lagian gue lihat-lihat, nyokapnya nggak percaya gitu sama gue.”“Mungkin

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   09. BUTIK

    Bara sedang berada di depan halte dekat kantornya, berdiri di sana dengan pandangan menengadah sekitar melihat hilir-mudik kendaraan yang berlalu lalang di depan halte. Laki-laki itu menggerakkan jemarinya, menerima panggilan telepon masuk di ponselnya.“Halo, La. Di mana?”[Sebentar lagi sampai, tungguin. Kamu itu di halte, kan?]“Iya.”[Oke.]Panggilan terputus. Bara menghela napas. Sesuai permintaan Layla kemarin malam, bahwa hari ini Bara harus menemaninya ke butik untuk melihat-lihat gaun yang akan dipakai untuk acara pernikahan mereka nanti. Meski sebetulnya Bara sudah menolak dan memberi pengertian pada Layla kalau masalah ini bisa dibicarakan lagi nanti.Namun, Layla yang keras kepala, justru dia tak peduli dan teguh pendirian. Alhasil, mau tidak mau Bara menurut.Mobil mewah milik Layla berhenti tepat di depan halte dengan Bara berdiri di sana. Gadis itu turun dari mobil. Aneh, seharusnya Layla tidak usah turun dan menunggu Bara naik saja ke kursi penumpang.“Kamu yang bawa,”

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   10. PERTEMUAN KELUARGA BESAR LAYLA

    Jalanan kota Jakarta di malam hari adalah musuh terbesar bagi para pekerja yang baru pulang dari kantor dan harus dihadapkan dengan rentetan kendaraan dengan suara klakson tiada henti silih berganti, memekakkan telinga dan menguji kesabaran.Bara sudah berkali-kali berdecak kesal, di saat dirinya mau menyalip kendaraan, ada saja halangan dan membuatnya harus bersabar demi segera sampai di tempat tujuan.Lima belas menit Bara menunggu kemacetan itu, akhirnya ada peluang untuk masuk ke sisi kendaraan dan menyalip. Beginilah enaknya pakai kendaraan roda dua di tengah-tengah kemacetan, bisa mencuri jalan orang lain untuk mendahului. Memang tidak dianjurkan karena bisa berakibat fatal. Tapi, sepertinya hampir semua pengendara motor melakukan itu, bukan?Motor Bara berhenti tepat di sebuah pelataran kafe. Cowok itu membuka helm dan turun dari motor. Masih mengenakan pakaian kerja, Bara sengaja mampir ke kafe itu karena sudah ada janji dengan Yunda. Dia ingin membahas terkait Layla.“Lama nu

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   11. REMBUKAN SARKASTIS

    Bara menelan ludah saat melihat tatapan dari pihak keluarga besar Layla terpusat padanya, dengan berbagai macam ekspresi dan tentunya menyelidik. Bara menghela napas, berusaha menguatkan diri untuk mendapatkan serentetan pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang ekstra hati-hati. “Selamat siang.” Bara menyapa, memecahkan suasana hening di aula sana. “Layla? Kamu nggak salah ngomong, kan?” pertanyaan itu meluncur dari bibir seorang perempuan tua. Dia Neneknya Layla, ibu dari Papa Layla. Tentu saja pertanyaan sarkastis itu berhasil membuat Bara ciut. Pasalnya, tatapan tajam dan sinis Neneknya itu tidak hentinya meneliti penampilan Bara. “Nggak dong, Nek. Ini Bara. Fernanda Bara. Calon suami Layla.” Layla dengan bangga memperkenalkan Bara. Namun justru respons tidak baik Bara dapatkan dari pasang mata yang menatap. Rasanya Bara kikuk, dia mengelus tengkuknya. Berada di situasi macam begini sungguh membuat Bara bingung harus melakukan apa, berkata apa, selain hanya diam dan melirik La

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   12. KEPUTUSAN

    Dengan perasaan gusar, Bara bergegas naik ke atas motornya, memakai helm dan menyalakan mesin. Sewaktu dia hendak pergi, teriakan Layla menginterupsi dari kejauhan.“BARAAA!!”Dilihat gadis itu berlari kencang menghampiri Bara. Ada yang berbeda dari Layla. Dia menangis.“Bara saya mohon jangan pergi!” pinta Layla dengan suara lirih dan terisak menangis saat berdiri tepat di depan motor Bara. Menghalangi jalan laki-laki itu dengan cara merentangkan kedua tangannya ke samping.Bara menatap dingin Layla. Bahkan Bara bingung harus berkata dan bersikap bagaimana lagi pada Layla. Bara tahu ini hanya pernikahan kontrak, tapi Bara juga punya harga diri yang tidak bisa diinjak seperti itu apalagi oleh orang-orang yang tidak dia kenal.“Minggir, La!” Mungkin jika orang-orang mendengar intonasi suara Bara akan menilai biasa saja. Tapi untuk Layla berbeda. Seolah suara itu sangat mengerikan apalagi dengan penekanan.“Bar, saya mohon, Bar.” Suara Layla penuh permohonan terdengar sangat lirih.Bahk

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   13. BUTUH BANTUAN

    Bara mengendarai motornya dengan gila-gilaan, bahkan dia tidak peduli dengan suara rentetan klakson kendaraan serta teriakan orang-orang bahwa kecepatan motor Bara bisa membahayakan sekitar. Perasaan cowok itu campur aduk tak karuan, bahkan dia tidak bisa berpikir jernih untuk saat ini. Bara merasa gagal. Gagal membahagiakan orang tuanya. Gagal menjadi anak yang baik dan membanggakan. Perkataan keluarga Layla sungguh berhasil masuk ke dalam kepala Bara, hingga dia tidak bisa berkonsentrasi sampai hampir saja menabrakkan diri. Untung saja dia segera sadar, ketika jarak antara motor Bara dan bak sampah hanya lima meter. Napasnya seolah tercekat, detak jantungnya berdegup kencang dan keringat dingin mulai bercucuran. Bara bingung, dia bingung dengan dirinya sendiri, dia bingung mengapa harus begini. Mengapa kejadian pahit selalu dia rasakan berulang-ulang kali. Bahkan di saat harapannya ada di Layla untuk bisa mengubah seluruh hidupnya, justru semakin menanam luka itu bertubi-tubi tan

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   14. INTIMIDASI

    Layla mengendap-endap keluar dari kamarnya. Bahkan dia seperti seekor cucak yang menempel di dinding untuk memastikan bahwa tidak ada orang yang melihat dirinya keluar dari kamar sana.Sesuai janjinya pada Yunda kalau malam ini mereka akan bertemu dan Layla akan menjelaskan secara detail masalah yang sedang dia hadapi bersama Bara. Karena mau bagaimanapun juga, Yunda lah yang sudah memperkenalkan mereka berdua dan Layla tidak mau kalau sampai di cap sebagai teman yang tidak punya akhlak. Sudah diwanti-wanti jangan menyakiti Bara, justru malah membuatnya kembali merasakan trauma. Padahal nyatanya bukan kesalahan Layla.Gadis itu menuruni anak tangga satu per satu dengan sangat hati-hati dan sebisa mungkin tidak menimbulkan suara yang dapat mengganggu. Meski, kemungkinan besar di jam delapan malam, kedua orang tua Layla belum tertidur dan bisa jadi mereka masih menonton televisi.Hingga langkah Layla berhenti tepat di anak tangga paling dasar. Kedua bola matanya menjelajah sekitar. Aman

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   15. BUJUK RAYU DAN HARAPAN

    Yunda memarkirkan mobilnya di pelataran toko kelontong persis sebelah sebuah gang kecil yang hanya muat satu motor. Sesuai permintaan Layla, Yunda memilih untuk ke rumah Bara sekaligus ingin bertanya persoalan yang menimpa mereka. Karena Yunda tidak ingin mendengar hanya sebelah pihak, dia butuh penjelasan dari Layla dan juga Bara.Gadis itu berjalan menelusuri gang yang mengantarnya menuju rumah Bara. Masih ramai orang di sana, ada sekelompok Ibu-ibu yang sedang mengobrol di warung. Ada anak-anak kecil yang berlarian ke sana kemari sembari teriak-teriak. Ada gerobak penjual nasi goreng keliling yang dikerumuni pembeli. Ada sekumpulan laki-laki sedang duduk di pos kamling.Suasana perkampungan di tengah kota Jakarta, jauh dari hiruk-pikuk kendaraan dan gedung-gedung pencakar langit. Suasana menyenangkan dan jiwa bersosialisasi yang sangat tinggi. Yunda tersenyum dan mengucapkan kata ‘Permisi' tiap kali melewati orang-orang di sana dan mereka menyambut serta menjawab dengan sopan dan r

Latest chapter

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   18. PENGHARAPAN TAK KUNJUNG USAI

    Semalaman Layla tidak bisa tidur. Insomnianya kambuh, dengan berbagai masalah yang beruntun dalam hidupnya membuat dia bertanya-tanya, dosa apa yang telah dia lakukan dalam kehidupan sebelumnya? Kenapa dia bereinkarnasi menjadi sosok Layla yang tak henti-hentinya mendapat masalah. Alhasil, yang Layla lakukan hanya mengurung diri di dalam kamar. Pagi ini dia memutuskan untuk tidak masuk kerja dan izin pada Yunda dengan alasan sakit tak enak badan. Yunda sempat cemas, namun Layla meyakinkan sahabatnya itu kalau dia baik-baik saja. Ketika semua orang tidak ada di rumah. Mama pergi bertemu dengan teman-teman arisannya, Papa bekerja dan Kevin sekolah. Alhasil, yang Layla lakukan adalah dia ingin menemui Bara. Layla berencana pergi ke kantor Bara. Dia betul-betul nekat untuk pergi ke sana, karena dirasa tidak ada cara lain lagi selain menemui laki-laki itu tanpa ke rumahnya. Gadis itu mengenakan dress di bawah lutut berwarna krim yang memperlihatkan tubuh rampingnya dan sepasang kaki jen

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   17. TAMU TAK DIUNDANG

    Layla merasa tubuhnya lelah luar biasa. Selama seharian dia bahkan nyaris belum istirahat. Dia harus menyelesaikan banyak kerjaan di kantor, apalagi banyak berkas-berkas yang harus dia tanda tangan. Belum lagi beberapa karyawan ada yang mengajukan cuti.Layla baru tiba di rumahnya di pukul enam sore tepat. Lapar dan harus berjibaku dengan kemacetan kota Jakarta adalah perpaduan yang harus dihindari. Kepala Layla kini terasa kunang-kunang, bahkan dia sangat lemas saat turun dari mobil.Layla melihat ada beberapa mobil mewah terparkir di pelataran rumahnya. Dia mengernyit heran dan bertanya-tanya, tamu siapa yang datang?Layla berusaha tidak peduli, dia melangkah masuk ke dalam rumah. Pikirannya hanya terpusat pada ranjang kamarnya yang melambai-lambai menunggu sang pemilik datang. Hingga langkah kakinya berhenti tepat di depan pintu utama yang terbuka. Kedua manik matanya menangkap ada tamu yang datang. Keluarga. Terlihat betul-betul asing dan tak Layla kenali.Gadis itu secepat kilat

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   16. HARAP-HARAP CEMAS

    Ada teori yang mengemukakan bahwa pada umumnya manusia memiliki banyak wajah. Pertama, wajah yang dia tampilkan di muka umum. Kedua, wajah yang dia tampilkan di depan sahabat. Ketiga, wajah yang ditampilkan di depan keluarga.Layla di depan orang-orang di muka umum bisa saja terlihat sebagai Layla yang banyak gaya, elegan, dingin, jutek, mengerikan sekaligus punya tatapan tajam, ditakuti banyak orang dan semena-mena. Berbeda kalau di hadapan keluarga, Layla yang selalu menurut dan kalah telak kalau sudah berurusan dengan Mamanya. Dia tidak bisa membantah apalagi melawan.Makanya Layla sering kali kesal kalau tiap kali ada orang yang bilang, “Sama orang lain aja kayak gitu sikapnya, gimana sama keluarga? Ngelawan aja kayaknya.” Tapi mereka tidak tahu apa yang dirasakan Layla bila sudah ditekan harus perfeksionis di hadapan keluarga.Kali ini, Layla sedang berada di ruang meeting bersama dengan beberapa rekan kerja dan tentunya Yunda. Beberapa karyawan menatapnya bingung, karena Layla s

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   15. BUJUK RAYU DAN HARAPAN

    Yunda memarkirkan mobilnya di pelataran toko kelontong persis sebelah sebuah gang kecil yang hanya muat satu motor. Sesuai permintaan Layla, Yunda memilih untuk ke rumah Bara sekaligus ingin bertanya persoalan yang menimpa mereka. Karena Yunda tidak ingin mendengar hanya sebelah pihak, dia butuh penjelasan dari Layla dan juga Bara.Gadis itu berjalan menelusuri gang yang mengantarnya menuju rumah Bara. Masih ramai orang di sana, ada sekelompok Ibu-ibu yang sedang mengobrol di warung. Ada anak-anak kecil yang berlarian ke sana kemari sembari teriak-teriak. Ada gerobak penjual nasi goreng keliling yang dikerumuni pembeli. Ada sekumpulan laki-laki sedang duduk di pos kamling.Suasana perkampungan di tengah kota Jakarta, jauh dari hiruk-pikuk kendaraan dan gedung-gedung pencakar langit. Suasana menyenangkan dan jiwa bersosialisasi yang sangat tinggi. Yunda tersenyum dan mengucapkan kata ‘Permisi' tiap kali melewati orang-orang di sana dan mereka menyambut serta menjawab dengan sopan dan r

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   14. INTIMIDASI

    Layla mengendap-endap keluar dari kamarnya. Bahkan dia seperti seekor cucak yang menempel di dinding untuk memastikan bahwa tidak ada orang yang melihat dirinya keluar dari kamar sana.Sesuai janjinya pada Yunda kalau malam ini mereka akan bertemu dan Layla akan menjelaskan secara detail masalah yang sedang dia hadapi bersama Bara. Karena mau bagaimanapun juga, Yunda lah yang sudah memperkenalkan mereka berdua dan Layla tidak mau kalau sampai di cap sebagai teman yang tidak punya akhlak. Sudah diwanti-wanti jangan menyakiti Bara, justru malah membuatnya kembali merasakan trauma. Padahal nyatanya bukan kesalahan Layla.Gadis itu menuruni anak tangga satu per satu dengan sangat hati-hati dan sebisa mungkin tidak menimbulkan suara yang dapat mengganggu. Meski, kemungkinan besar di jam delapan malam, kedua orang tua Layla belum tertidur dan bisa jadi mereka masih menonton televisi.Hingga langkah Layla berhenti tepat di anak tangga paling dasar. Kedua bola matanya menjelajah sekitar. Aman

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   13. BUTUH BANTUAN

    Bara mengendarai motornya dengan gila-gilaan, bahkan dia tidak peduli dengan suara rentetan klakson kendaraan serta teriakan orang-orang bahwa kecepatan motor Bara bisa membahayakan sekitar. Perasaan cowok itu campur aduk tak karuan, bahkan dia tidak bisa berpikir jernih untuk saat ini. Bara merasa gagal. Gagal membahagiakan orang tuanya. Gagal menjadi anak yang baik dan membanggakan. Perkataan keluarga Layla sungguh berhasil masuk ke dalam kepala Bara, hingga dia tidak bisa berkonsentrasi sampai hampir saja menabrakkan diri. Untung saja dia segera sadar, ketika jarak antara motor Bara dan bak sampah hanya lima meter. Napasnya seolah tercekat, detak jantungnya berdegup kencang dan keringat dingin mulai bercucuran. Bara bingung, dia bingung dengan dirinya sendiri, dia bingung mengapa harus begini. Mengapa kejadian pahit selalu dia rasakan berulang-ulang kali. Bahkan di saat harapannya ada di Layla untuk bisa mengubah seluruh hidupnya, justru semakin menanam luka itu bertubi-tubi tan

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   12. KEPUTUSAN

    Dengan perasaan gusar, Bara bergegas naik ke atas motornya, memakai helm dan menyalakan mesin. Sewaktu dia hendak pergi, teriakan Layla menginterupsi dari kejauhan.“BARAAA!!”Dilihat gadis itu berlari kencang menghampiri Bara. Ada yang berbeda dari Layla. Dia menangis.“Bara saya mohon jangan pergi!” pinta Layla dengan suara lirih dan terisak menangis saat berdiri tepat di depan motor Bara. Menghalangi jalan laki-laki itu dengan cara merentangkan kedua tangannya ke samping.Bara menatap dingin Layla. Bahkan Bara bingung harus berkata dan bersikap bagaimana lagi pada Layla. Bara tahu ini hanya pernikahan kontrak, tapi Bara juga punya harga diri yang tidak bisa diinjak seperti itu apalagi oleh orang-orang yang tidak dia kenal.“Minggir, La!” Mungkin jika orang-orang mendengar intonasi suara Bara akan menilai biasa saja. Tapi untuk Layla berbeda. Seolah suara itu sangat mengerikan apalagi dengan penekanan.“Bar, saya mohon, Bar.” Suara Layla penuh permohonan terdengar sangat lirih.Bahk

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   11. REMBUKAN SARKASTIS

    Bara menelan ludah saat melihat tatapan dari pihak keluarga besar Layla terpusat padanya, dengan berbagai macam ekspresi dan tentunya menyelidik. Bara menghela napas, berusaha menguatkan diri untuk mendapatkan serentetan pertanyaan yang membutuhkan jawaban yang ekstra hati-hati. “Selamat siang.” Bara menyapa, memecahkan suasana hening di aula sana. “Layla? Kamu nggak salah ngomong, kan?” pertanyaan itu meluncur dari bibir seorang perempuan tua. Dia Neneknya Layla, ibu dari Papa Layla. Tentu saja pertanyaan sarkastis itu berhasil membuat Bara ciut. Pasalnya, tatapan tajam dan sinis Neneknya itu tidak hentinya meneliti penampilan Bara. “Nggak dong, Nek. Ini Bara. Fernanda Bara. Calon suami Layla.” Layla dengan bangga memperkenalkan Bara. Namun justru respons tidak baik Bara dapatkan dari pasang mata yang menatap. Rasanya Bara kikuk, dia mengelus tengkuknya. Berada di situasi macam begini sungguh membuat Bara bingung harus melakukan apa, berkata apa, selain hanya diam dan melirik La

  • Terjebak Pernikahan Kontrak   10. PERTEMUAN KELUARGA BESAR LAYLA

    Jalanan kota Jakarta di malam hari adalah musuh terbesar bagi para pekerja yang baru pulang dari kantor dan harus dihadapkan dengan rentetan kendaraan dengan suara klakson tiada henti silih berganti, memekakkan telinga dan menguji kesabaran.Bara sudah berkali-kali berdecak kesal, di saat dirinya mau menyalip kendaraan, ada saja halangan dan membuatnya harus bersabar demi segera sampai di tempat tujuan.Lima belas menit Bara menunggu kemacetan itu, akhirnya ada peluang untuk masuk ke sisi kendaraan dan menyalip. Beginilah enaknya pakai kendaraan roda dua di tengah-tengah kemacetan, bisa mencuri jalan orang lain untuk mendahului. Memang tidak dianjurkan karena bisa berakibat fatal. Tapi, sepertinya hampir semua pengendara motor melakukan itu, bukan?Motor Bara berhenti tepat di sebuah pelataran kafe. Cowok itu membuka helm dan turun dari motor. Masih mengenakan pakaian kerja, Bara sengaja mampir ke kafe itu karena sudah ada janji dengan Yunda. Dia ingin membahas terkait Layla.“Lama nu

DMCA.com Protection Status