Sashi dan Nanda masih larut dalam ciuman mereka yang semakin dalam. Keduanya masuk dalam gelora asmara setelah perdebatan yang membuat gairah mereka membara.Sashi melepas pagutan bibir mereka. Dia meraup udara sebanyak-banyaknya saat napas tersengal karena kekurangan oksigen yang masuk ke paru-paru.Nanda memandang wajah Sashi yang memerah. Dia membelai lembut pipi istrinya itu, membuat gairah yang sudah terpancing semakin berhasrat untuk menuntut lebih.“Pindah kamar?” tanya Nanda malah menggoda istrinya itu.“Di sini bisa.” Sashi melirik sofa besar yang memang ada di ruangan itu.Nanda tersenyum nakal, bisa-bisanya Sashi langsung menangkap maksud ucapannya.Mereka beralih ke sofa. Kembali memagutkan bibir, hingga Nanda berada di atas tubuh Sashi yang ada di bawahnya. Keduanya benar-benar bergairah, pertengkaran sesaat ternyata membawa keduanya ke hubungan yang semakin dalam.Suara desahan mulai lolos dari bibir Sashi saat Nanda beralih mengecup dagu, leher, hingga turun ke dada. Ba
“Kamu ingin seperti ini terus? Tidak mau bangun? Kita harus ke rumah sakit melihat Mama, atau dia akan cemas menanyakan kita,” bisik Nanda karena Sashi masih terus memeluk. Meski siang tadi mereka sudah menemani Rihana, tapi Nanda yakin jika sang mama berharap mereka menemani di malam hari juga. “Aku ngantuk,” bisik Sashi masih tak mau melepas pelukan. Nanda tersenyum sambil mengelus rambut istrinya itu. Dia melirik ke bawah, melihat Sashi yang memejamkan mata. “Sudah sore, tidak baik tidur sore,” ucap Nanda mengingatkan. Sashi mengerucutkan bibir mendengar ucapan Nanda. Lantas mendongak sambil memasang wajah memelas. “Ayo bangun! Apa perlu aku gendong?” tanya Nanda dengan nada candaan. “Boleh kalau kuat,” jawab Sashi menanggapi candaan suaminya itu. Padahal dia tahu kalau suaminya beberapa kali menggendongnya pindah dari sofa ke kasur saat sudah tidur. Namun, ternyata itu tak hanya sebuah candaan. Nanda bangun lantas meraup tubuh Sashi. “Kamu serius mau menggendong?” Sashi be
“Apa dia akan baik-baik saja?” Sashi menghadang Nanda yang baru saja masuk setelah bicara dengan Clara. Nanda sedikit terkejut melihat Sashi di ruang tamu menunggu dirinya. “Dia akan baik-baik saja. Jika tidak seperti ini, bukankah dia tidak akan bisa berpikir. Jika tidak seperti ini, kamu pasti akan terus curiga kepadaku,” balas Nanda menjelaskan. Sashi diam berpikir. Memang benar dia cemburu saat Nanda memperhatikan Clara, tapi mendengar Nanda membentak dan bicara tegas ke Clara, Sashi pun sebenarnya tidak tega. “Aku hanya cemas jika dia pergi dalam kondisi kesal, lalu terjadi sesuatu di jalan, pasti kamu yang akan disalahkan,” ucap Sashi mengungkap ketakutannya. Nanda menatap Sashi yang memang cemas tanpa dibuat-buat. Dia mendekat ke sang istri, lantas mengusap pipi Sashi dengan lembut. “Sudah kuduga kamu tidak akan tega, padahal kamu yang minta aku membuktikan dan bersikap tegas. Percayalah, Clara akan baik-baik saja. Dia hanya butuh berpikir sendiri, tanpa ada yang membela
“Bukankah seharusnya kalian menjelaskan ini? Bagaimana bisa kalian melakukan itu. Kalian anggap semua ini hanya main-main?”Rihana menatap bergantian Nanda dan Sashi. Dia menuntut penjelasan, setelah sebelumnya mempertanyakan soal ucapan Clara tentang Nanda yang menikah terpaksa, juga foto draft perjanjian yang dikirimkan Clara ke Rihana setelah pergi.Sashi terlihat takut dan panik karena Clara memberitahukan masalah itu ke Rihana. Dia semakin menggenggam erat telapak tangan suaminya.Nanda sendiri masih berdiri tegap, tidak menunduk atau terlihat takut karena itu akan semakin membuktikan jika dirinya bersalah.“Awalnya, Ma. Memang awalnya aku ingin pernikahan ini hanya sebuah perjanjian saja,” ucap Nanda jujur sebelum menjelaskan.Semua orang terkejut mendengar ucapan Nanda. Mereka langsung menatap pria itu dengan rasa tak percaya.“Nanda!” teriak Rihana tak menyangka jika apa yang dikatakan Clara benar.“Tapi kumohon dengar penjelasanku,” ucap Nanda penuh keyakinan sambil menatap R
“Kamu sudah janji sama mama kalau tidak akan pernah meninggalkan Nanda. Jadi tepati janji itu jika memang kalian saling mencintai,” ujar Rihana saat Sashi membetulkan letak selimutnya.Sashi mengulas senyum mendengar ucapan Rihana, hingga kemudian membalas, “Iya, Ma. Tidak ada alasan untukku meninggalkan Nanda, kecuali Tuhan yang menginginkan.”“Mama sempat takut jika apa yang terjadi tadi adalah benar. Jujur mama benar-benar tak ingin Nanda kehilangan orang yang disayanginya,” ucap Rihana sambil menepuk-nepuk punggung tangan Sashi.Sashi tersenyum mendengar ucapan Rihana, sungguh tak menyangka jika Rihana akan secemas itu.“Mama sepertinya sangat menyayangi Nanda meski dia sudah dewasa dan mandiri, bahkan orang lain sangat takut padanya,” ujar Sashi karena merasa Nanda masih seperti anak mama jika berada di sekitar keluarga.Rihana memulas senyum mendengar ucapan Sashi, hingga kemudian membalas, “Kamu tidak tahu saja bagaimana dia dulu. Pendiam, sangat penurut, juga dia itu pekerja k
Clara melajukan mobil tak tentu arah. Dia bingung harus ke mana dan melakukan apa. Semua orang kini membenci karena sikap egoisnya.“Semua orang memang tak peduli kepadaku. Jika mereka memang tak menginginkanku, kenapa harus memberiku kasih sayang.”Clara menyetir sambil menangis, membuat jarak pandangnya terbatas karena mata tertutup bulir kristal bening yang terus luruh juga membendung di pelupuk mata.Jalanan yang gelap, serta kondisi emosi yang tak stabil membuat Clara tak fokus menyetir. Hingga saat di perempatan jalan, tanpa sadar Clara menerobos lampu lalu lintas yang sedang berwarna merah. Dia melaju ketika ada mobil lain yang juga melaju dari arah lain.Clara sangat terkejut ketika ada kilatan lampu menyilaukan mata dari arah kiri. Dia pun secara spontan membanting stir ke kanan dengan menambah kecepatan agar tidak terjadi tabrakan.Akan tetapi, meski sudah berusaha menghindar, ternyata mobil dari arah kiri tetap menabrak bagian belakang mobil Clara, membuat mobil gadis itu s
“Ada apa sebenarnya?” tanya Nanda setelah Sashi menerima telepon.“Clara kecelakaan,” jawab Sashi, kemudian memperlihatkan foto yang dikirimkan Zidan.“Sepertinya Clara memang sangat marah, sampai bilang kalau sedang terlantar dan tidak punya keluarga,” ujar Sashi kemudian.Nanda memperhatikan foto yang dikirimkan Zidan. Awalnya dia bersiap cemburu karena Sashi menerima panggilan dari Zidan, tapi sekarang tidak lagi karena dokter itu menghubungi untuk membahas masalah Clara.“Kamu ingin menemuinya?” tanya Sashi ketika melihat Nanda yang tampak cemas.“Jika Zidan mau membantu mencarikan Clara tempat sementara, aku tidak perlu menemuinya. Kamu tahu jika apa yang akan aku lakukan ke Clara, akan terus membuatnya salah paham,” jawab Nanda sambil memberikan alasannya.“Kamu yakin?” tanya Sashi yang melihat jika suaminya sebenarnya cemas, tapi ditutupi.“Yakin, itu demi kebaikan Clara. Agar dia berpikir jika membuat kesalahan, maka tidak akan ada yang membantunya,” jawab Nanda, “lagi pula, j
Clara diam di kamar hotel, memandang ke jendela yang sudah memperlihatkan matahari yang mulai menampakan diri. Dia bingung harus bagaimana sekarang, berulang kali mengecek ponsel, tapi tak ada satu pun yang menanyakan di mana dirinya sekarang.“Apa benar jika mereka sudah kesal sampai tak memedulikanku?”Clara terus berpikir, hingga ponselnya berdering karena ada pesan yang masuk. Clara pun membuka pesan itu.[Mobilmu sudah diderek ke bengkel, untuk perbaikan dan yang lainnya, akan aku kabari lagi.]Clara membaca pesan dari Zidan, lantas membalasnya. Dia mengira pesan itu dari orang tua atau kakaknya, tapi sayang tebakannya salah.“Mereka benar-benar sudah tidak peduli kepadaku.”Clara diam cukup lama, hingga terdengar suara ketukan pintu. Dia pun pergi membuka pintu, hingga sangat terkejut ketika melihat siapa yang datang.“Kenapa kamu ke sini? Dari mana kamu tahu aku di sini?” Clara tidak senang melihat Sashi muncul di sana.“Dokter yang menabrakmu adalah temanku. Aku ke sini hanya