“Zacharius sudah tertangkap.”Black melapor pada Raffael. Suara-suara di belakang sang bodyguard terdengar jelas bahwa mereka baru saja berhasil meringkus pria licik itu. Raffael bahkan bisa mendengar teriakan yang menyumpahi ayahnya. Satu hari setelah motif Zacharius terungkap lewat cerita Adam, mereka akhirnya berhasil menangkap si penjahat.“Sepertinya benar, dia dendam pada mereka.” Raffael menyimpulkan. Black kemudian menawarkan, “Apa Anda mau saya konfirmasi tuduhan itu?”“Nggak terlalu penting,” keluh Raffael. “Tapi kalau kau bisa, mungkin itu akan membuatku lebih baik.”Setelah bicara dengan Black, tak disangka, Camelia dan Reinhart datang berkunjung ke kediaman Manda. Dan kebetulan yang membukakan pintu adalah Raffael yang tidak sedang mengerjakan apa-apa. “Apa yang kalian lakukan, ada di rumahku tanpa pemberitahuan?” tanya Raffael dengan nada kesal, walau ia tetap membuka jalan bagi mereka. Reinhart terkekeh. “Masalah sudah beres, jadi kupikir jalan-jalan sejenak setel
“Ha?! Apa kau sudah gila?” tukas Raffael terkejut dengan permintaan yang ia dengar dari mulut Camelia. Camelia tahu, Raffael tidak akan pernah setuju dengan hal itu, makanya ia meminta bantuan Manda untuk melunakkan hati suaminya. Namun, ia tak menyangka bahwa apa yang diminta sang ayah ternyata terlalu besar. Karena bahkan Manda pun langsung menundukkan kepala, terdiam seribu bahasa. Menyadari bahwa reaksi Manda tidak seperti yang mereka bayangkan, Reinhart langsung mengambil alih percakapan. “Nggak, nggak. Ini bukan paksaan.” Suara renyahnya berhasil membuat Manda kembali fokus pada percakapan mereka. Lagi, Reinhart menjelaskan, “Amel cuma sekedar bercerita, kalau Dad sempat bilang begitu sama dia. Tolong jangan salah paham.”“Sudah cukup! Tidak ada lagi pembahasan soal ini di depan Manda!” sentah Raffael. Ia segera merangkul Manda dan berkata, “Honey, sebaiknya kamu istirahat saja di kamar.”Tak menolak, Manda segera pamit. Langkahnya terlihat lesu, dengan bahu yang turun, seo
5 tahun berlalu.Bintang sudah masuk sekolah taman kanak-kanak di usia 6 tahun. Dan hari ini adalah hari ulang tahunnya. Kali ini, Manda sudah siap menerima kedatangan mertuanya di rumah mereka, di Jakarta.Sejak Bintang mulai masuk usia sekolah, Manda dan keluarga memutuskan untuk kembali ke ibukota dan menyekolahkannya di sana. “Manda, mereka sudah datang.” Raffael masuk ke kamar dan mendapati istrinya malah menyembunyikan diri dengan selimut tebal. Raffael tersenyum lembut, kemudian memanggil, “Hon?”Manda menyembul dari balik selimutnya. “Raffa, kayaknya aku nggak siap.”Raffael tergelak sambil memeluk sang istri yang masih terbalut selimut. “It’s ok. Kau bisa di kamar saja. Kalau mereka sudah pulang, baru kamu keluar. Oke?”Wajah Manda terlihat merasa bersalah sementara ia bertanya, “Boleh begitu ya?”“Boleh. Kau nggak punya kewajiban apa-apa untuk menemui mereka. Aku tidak akan mempermasalahkannya. Begitu juga mereka.”Wanita yang usianya memang jauh lebih muda dari Raffael i
Butuh satu untuk memulai sebuah hubungan, tetapi untuk mempertahankan, kedua belah pihak harus sama-sama berjuang. Seperti itulah kondisi kamar Manda saat ini, dengan hadirnya Seria dan Adam di sana.Manda menghargai persistensi kedua orang tua Raffael untuk memperbaiki hubungan mereka. Namun, karena kepercayaan itu sudah pernah rusak dengan Seria berpura-pura setuju hanya untuk menghancurkan pernikahannya, hal semudah ‘percaya’ sulit untuk dilakukan.“Manda, kami tahu pasti berat untuk menemui kami.” Adam membuka percakapan mereka. “Untuk saat ini, kami hanya ingin mengucapkan langsung padamu.” Adam menghela napas sejenak sebelum mengutarakan permintaan maafnya. Ia membungkuk dalam-dalam kemudian berkata, “Atas semua yang kesusahan yang pernah kamu lewati karena keegoisan kami, kami mohon maaf, Manda.”Wajah Manda terlihat kaget karena dua orang tua itu sampai menundukkan kepala mereka di hadapannya. Lagi, Seria menambahkan, “Mom juga mohon maaf, Manda. Mom berharap bisa menjadi
10 tahun kemudian. “Tara, ada apa ini?!” Raffael terkejut melihat parkiran rumahnya penuh dengan mobil asing.Tanpa menunggu, Raffael langsung membuka paksa pintu mobilnya dan masuk ke dalam dengan wajah panik. “Honey! Manda!” pekik Raffael mencari-cari sang istri. Tepat saat ia hendak berbelok menuju ruang tengah rumah mereka, Manda muncul menggendong Alexa—putri mereka yang tengah menangis.“Sayang, kamu nggak apa-apa?!” pekik Raffael sambil mengamati kalau-kalau Manda terluka atau merasa sakit. “Ada apa dengan Alexa?”Manda terkekeh sambil meraih tangan suaminya yang terlihat panik. “Aku nggak pa-pa, Raff. Alexa mau ikut Bintang. Padahal kakaknya itu lagi mau belajar sama temen-temennya.”“Terus mobil siapa di depan rumah, Hon? Ada 8 mobil di luar sana.”Dahi Manda berkerut. Ia berpikir sejenak sebelum berkata, “Temennya Bintang ada 8 juga sih yang datang. Kayaknya itu mobil mereka.”“Satu-satu bawa mobil?” pekik Raffael heran. Manda memutar bola matanya. “Memangnya kau bukan s
Halo! Romero di sini!Kisah Manda dan Raffael yang dimulai dengan one night stand berakhir dengan season 1 yang happy ending! Hurray! Mereka bisa berbaikan dengan orang tua Raffael dan memiliki 2 orang anak. Anak pertama adalah anak laki-laki. Namanya Bintang Adinata. Dia adalah harapan Raffael untuk meneruskan posisi CEO di RAFT Entertainment. Bintang tumbuh menjadi pemuda yang punya sifat santai dan cuek. Tentu saja, ia sempurna dalam hal bisnis. Yang jadi kekurangannya adalah, ia sulit menolak permintaan wanita. Tahun ini usianya sudah mencapai 30 tahun dan ia tak kunjung menemukan wanita yang tepat.Anak keduanya adalah seorang perempuan. Namanya Alexa Adinata. Kesayangan Raffael dan Bintang. Tahun ini ia berusia 19 tahun. Ia memutuskan untuk menjadi artis wanita di bawah naungan RAFT Entertainment. Season 2 akan dimulai dari bab 210. Kisah Bintang yang menjadi penerus perusahaan RAFT Entertainment dan mencari teman hidup dari sekian banyak wanita yang berusaha mendekatinya. Ak
“Skandal lagi?!” sentak Raffael. Ia membanting koran ibukota ke atas meja ruang tamu. Koran itu menaikkan berita mengenai putranya, di halaman paling depan. Di mana foto Bintang Adinata tengah memasuki sebuah hotel dengan seorang wanita yang dikenal sebagai aktris film layar lebar.Regan tak lagi kaget melihat reaksi Raffael. Karena skandal ini sudah tak bisa lagi ia hitung. Entah sudah yang ke berapa puluh, berita sejenis muncul di koran.“Ini sudah yang ke berapa kali, Gan?” keluhnya sambil memijat pelipis yang mulai terasa berdenyut sakit. “Kenapa media senang sekali menyorot kehidupan Bintang?!”“Apa nggak bisa ditarik lagi berita itu?” tanya Manda yang juga terlihat khawatir. Padahal 15 tahun yang lalu, ia masih sangat bangga memiliki putra sepandai Bintang. Selalu dikelilingi oleh teman-temannya untuk belajar bersama. Bintang yang manis sepertinya sudah tidak ada lagi. “Mereka tidak mau menarik beritanya, karena bukti foto itu nyata dan mereka tidak merasa menulis sesuatu ya
“Me–mereka sem–semua?!” pekik Alexa.Gadis muda yang masih berusia 19 tahun itu belum bisa membayangkan bagaimana sang kakak melakukan itu dengan semua wanita. Manda yang merasa kecolongan dengan jawaban Bintang langsung memarahinya. “Bintang! Kamu biarkan Alexa mendengar semua kelakuan burukmu itu!”“Oh, my! Kelakuanku nggak buruk, Ma. Aku cuma menopang mereka saat mabuk. Lagian aku cuma jawab pertanyaan Mama lho.” Bintang meringis serba salah. Sebenarnya, Bintang mengatakan dengan jujur sesuai dengan maksud dari kalimat itu, tetapi karena Manda sudah tidak percaya ia jadi mengartikan semua kalimat putranya sebagai sesuatu yang buruk. Tidak hanya satu dua kali, atau hanya belasan kali Bintang membuat gosip miring. Berita yang sekarang adalah skandal kesekian yang tak lagi bisa ia hitung. Manda menghela napas berat. Tangannya memijat-mijat pangkal hidung yang terasa berdenyut.“Mama nggak nyangka jawabannya bakal se-ekstrim itu,” keluh Manda. “Jadi, kamu tidur dengan semua artis-
“Ab—eh?!” Netra Adelia yang setengah terbuka tadi bertemu pandang dengan Bintang yang baru saja akan membilas rambut. Bintang tersenyum lembut. “Eh … kau mau mandi denganku, Lia?”“Pa—Pa–Pak Bintang?!” pekik Adelia, menutupi matanya.Menyadari kalau ternyata ia sedang berada di rumah Bintang membuatnya langsung panik dan kembali ke lantai 3. “Astaga!” Adelia membanting tubuhnya, tengkurap di atas kasur. “Apa yang kulakukan barusan?!”Ia mencoba menghilangkan rekaman ingatan mengenai tubuh atletis Bintang yang jarang terdeteksi di balik jas kerjanya, tetapi sia-sia. Karena hanya gambaran itu lah yang kini memenuhi pikiran Adelia. Semakin matanya tertutup, semakin sadar kalau ia melihat semuanya. Setelah menenangkan diri, Adelia mulai duduk di pinggir kasur dan mengamati tempat itu. “Aneh bentuk kamarnya. Naik ke atas begini. Di bawah ada kasur juga dan kayaknya tadi masih ada tangga turun ke lantai 1.”Ia mencoba mengingat-ingat kantor Bintang yang berada di apartemen, tetapi tak
“So, gimana penyelesaiannya?” tanya Manda. Bintang sengaja mampir ke rumah orang tuanya hari ini, karena sang ibu mengatakan kalau ia membuat sop buntut hari ini. Tak ia duga, wanita tua itu menaruh perhatian pada kasus Adelia dan Fleur. “Fleur mengakui kesalahan dan tak mau terlibat sampai ke jalur hukum, Ma.”Dahi Manda berkerut. Seolah menyuarakan kebingungan Manda, Raffael bertanya, “Minta Adel diberhentikan dari syuting, sampai kamu tuntut ke jalur hukum?”Bintang lupa, kalau mereka hanya tahu cerita pertamanya saja. “Ah … kalian belum tahu perkembangan terakhir hubungan Adelia dan Fleur?”“Ada masalah lagi?!” Manda sedikit kaget. Ia pikir masalah pertama akan selesai tanpa ada buntutnya.Bintang mengangguk. “Fleur merencanakan pembunuhan terhadap Lia, Pa. Dan Black merekam dengan jelas semua bukti itu.”Raffael dan Manda terdiam cukup lama sebelum akhirnya berkomentar satu sama lain. “Wajah cantik, berpendidikan dan kaya raya, nggak lantas membuat seseorang menjadi manusia,
“Apa yang sudah kau lakukan, Fleur?!” Pria tak berambut dengan tubuh tinggi kekar itu membanting pesawat telepon yang ada di meja kerjanya. Beliau adalah CEO rumah produksi Lightern—Bastian Moore. “Aku minta kamu dekati Bintang, supaya bisa merger dengan perusahaannya! Kenapa malah bikin masalah dan membuat marah produser Brian?!”Fleur hanya bisa menunduk, menyembunyikan wajahnya dari amarah sang atasan. Dua tangannya kuat-kuat meremas bahan gaun bertekstur floral itu, menahan diri untuk tidak marah atau menangis. Ia benar-benar tak menyangka, bahwa kebenciannya pada Adelia menyebabkan Bintang kehilangan minat terhadap Lightern.‘Aku terbakar cemburu saat perempuan sial itu membuka pintu dan dengan naturalnya mengira yang datang adalah Bintang,’ sesal Fleur. Di balik penyesalan itu, juga ada amarah yang besar pada Adelia. Kecemburuannya masih belum sirna. Sedikitpun tak berkurang. “Mau apa lagi kalau sudah begini, hm?!” sentak Bastian putus asa. “Sejak pagi sekretarisku sudah me
“Theo, apa kau yang menitipkan tas ini ke Fleur untuk diberikan pada Adelia?” Brian menunjuk tas yang masih di posisi awal.Tenda Fleur tidak tersentuh sama sekali. Brian membiarkannya demikian sampai ia menemukan siapa pelaku yang berani mengacaukan suasana di lokasi syuting.Sementara sutradara mengurus jalannya syuting hari ini, Brian memutuskan untuk bicara dengan manajer Adelia.“Tas?” Dahi Theo berkerut. Ia mengamati tas itu dan berpikir keras. “Hm … aku nggak pernah lihat tas ini,” klaimnya. “Adel juga nggak punya tas seperti ini. Kau tahu sendiri kondisi anak itu. Dia nggak punya uang lebih untuk beli tas yang nggak dia butuhkan.”Brian mengangguk setuju. “Tapi, Fleur menuduhnya meletakkan tas dan ular ini di kasurnya. Kita nggak punya bukti kalau tas ini bukan milik Adelia.”“Saya ada buktinya.” Seorang pria tinggi dengan pakaian serba hitam muncul dan bergabung dalam percakapan mereka. Membuat Brian dan Theo tertegun. “Siapa kamu?!”“Saya bertugas menjaga Nona Adelia. Jad
Staf yang mengikuti Brian masuk ke tenda Fleur tiba-tiba keluar dengan mulut tertutup tangan. Menahan mual karena sudah menyaksikan sesuatu yang menggelikan di dalam sana. “Ada apa?!” tanya peserta syuting lainnya. Mulai tak sabar karena tak satupun menjelaskan apa yang sudah mereka lihat.Bahkan Fleur kini masih berjongkok dekat pohon besar. Gemetar di dalam perlindungan tubuh Vildan.“Ular ….” Hanya itu yang berhasil diutarakan salah satu staf. Nada suaranya pun terdengar ngeri. Belum sempat mereka bertanya lebih jauh, Brian keluar dan segera menenangkan keributan. “Semua kembali ke ruang makan untuk sarapan!” serunya. “Fleur, kau pakai tendaku untuk sementara ini. Kami akan membuatkan tenda yang baru.”Seolah sadar dari rasa takutnya, ia pun berdiri dan meneriaki Adelia. “Ini semua gara-gara Adelia! Perempuan jalang itu!”Netra semua orang terbeliak mendengar ucapan Fleur. Pertanyaan mulai muncul di antara mereka, tentang kenapa Fleur memberi label kejam pada artis yang baru mem
“Kau satu tenda dengan Adelia kan?” Fleur mendatangi seorang artis muda yang jam terbangnya masih tergolong sedikit dibandingkan dengan Fleur yang sudah senior itu. Mereka baru saja tiba di tempat perkemahan dan semua orang tengah sibuk mengurus barang bawaannya masing-masing. “Oh! Iya, Kak Fleur.” Artis muda bernama Abby itu tersenyum ramah. “Ada apa?”“Ada yang menitipkan ini.” Fleur memberikan sebuah tas makan kecil pada Abby. “Katanya ini tas milik Adelia.”Abby menerima tas itu. “Ah! Terima kasih, Kak. Nanti saya kasih Adel.”Fleur tersenyum singkat kemudian kembali ke tendanya. Artis perempuan senior yang sedang naik daun itu mendapat perlakuan khusus. 1 tenda untuk dirinya sendiri. Sementara itu, Abby bergegas mencari Adelia untuk memberikan barang titipan tadi.“Adel! Ini katanya tas kamu!” seru Abby dengan senyum lebar. Produser memang menempatkan Adelia bersama dengan Abby karena ia tahu, mereka bisa dekat. “Dari siapa, By?” tanya Adelia dengan pandangan heran.Ia suda
“Jadi, baik aku atau perempuan miskin itu nggak diizinkan keluar dari ‘Survival Home’?!”Bintang menatap Fleur yang duduk dengan angkuh, bersedekap di hadapannya. Manda dan Dennis meninggalkan begitu saja masalah ini di tangannya.‘Kalau bisa aku mau mengeluarkan kau saja, Fleur. Dibanding Lia yang sudah jadi artisku.’ Bintang menjawab tanpa suara. “Bisakah kau menyaring kalimatmu, Fleur. Adelia juga perempuan, sama sepertimu,” tegur Bintang berusaha sabar.Karena menurut Manda, hubungannya dengan Adelia tidak boleh sampai ketahuan orang luar, apalagi mereka yang tidak terjamin bisa menjaga rahasia. Fleur mendengus geli. “Ha! Setidaknya aku nggak miskin seperti dia!”Bintang mencoba tenang, tapi bukan berarti ia tak bisa tegas. Bagaimana pun ia harus menegur perempuan angkuh itu. “Fleur, Aku harus mengusirmu kalau bicara nggak sopan soal artis di bawah naungan RAFTEN!”Walau tak menjawab, Bintang bisa melihat tubuh Fleur sedikit menyentak karena tegurannya.Kemudian, sang CEO menam
“Nona Fleur! Ini bukan saatnya untuk berdebat!” sentak sang produser, mencoba bersikap tegas. Sang manajer pun panik. Tidak paham kenapa tiba-tiba Fleur mengamuk di depan sang produser.Namun, Fleur merasa memegang kendali. Ia tahu kalau dirinya tidak mungkin dilepaskan dari acara itu. “Ha! Kalau memang Anda masih akan lanjut dengan kondisi seperti ini, saya mundur!” Fleur segera berbalik untuk meninggalkan lokasi syuting.Brian pun langsung berdiri dan menahannya dengan kalimat yang sudah Bintang anjurkan. “Ini keputusan Pak Bintang! Tidak ada yang akan keluar dari acara ini. Jika Nona Fleur memaksa, Pak Bintang mengatakan bahwa akan ada penalti.”Netra Fleur membulat. Ia berbalik dan menatap Brian seolah tidak percaya Bintang akan menimpakan penalti atas dirinya. Fleur mendengus geli. “Mana mungkin Bintang memperlakukanku seperti itu! Kau hanya membual!”“Silakan coba saja kalau berani, Nona Fleur!” Brian menantang. Setengah gemetar, karena di satu sisi, ia harus mempertahankan
“Fleur minta Adelia dikeluarkan dari survival home.”Dahi Bintang berkerut. “Apa dia sebut alasannya? Kenapa di hari kalian nggak syuting, bisa ada bentrok? Apalagi antara artis selevel Fleur dengan pendatang baru.”Brian menggeleng. “Fleur nggak menjelaskan keberatannya mengenai keberadaan Adelia. Tapi dia mengancam, kalau kami nggak mengeluarkan Adelia, dia yang akan keluar dari survival home.”Bintang menggaruk kepala belakangnya. Pusing dengan kelakuan Fleur yang tiba-tiba memusuhi kekasih barunya itu. “Saya nggak habis pikir apa yang membuat Fleur tiba-tiba memusuhi Lia, Pak Brian. Apa Anda punya clue?”Brian terdiam sesaat kemudian mengoreksi ucapan Bintang. “Sejak awal Fleur nggak suka dengan Adelia, Pak. Jadi, sepertinya rasa tidak suka itu menumpuk dan meledak sekarang.”Napas Bintang terdengar panjang dan lelah. “Ya sudah, keluarkan saja Fleur dari sana.”Mendengar itu spontan Brian berdiri dan menggebrak meja kerja sang CEO. “Nggak bisa, Pak! Dia wajah acara ini!”“Saya ju