Beranda / Romansa / Terjebak Perangkap Sang CEO / 53. Kembalinya Anindya

Share

53. Kembalinya Anindya

Penulis: nesitara
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-01 13:00:47

Aruna perlahan membuka matanya, cahaya putih dari lampu rumah sakit menusuk penglihatannya yang masih buram. Suara mesin medis berdetak pelan di sampingnya, sementara aroma antiseptik khas rumah sakit memenuhi hidungnya. Tubuhnya terasa berat, lemas, dan kepala masih berdenyut pelan.

Ia mencoba menggerakkan jarinya, lalu perlahan matanya berkeliling, mencoba mengenali tempat ia berada. Begitu kesadarannya semakin pulih, ia menyadari seseorang duduk di samping tempat tidurnya.

Baskara.

Pria itu menatapnya dengan sorot mata tajam yang terlihat terkejut. Ada kecemasan yang tertahan, seperti ia baru saja melewati neraka hanya untuk bisa berada di sini.

"Aruna?" suara Baskara serak, nyaris seperti bisikan.

Aruna menelan ludah, ten

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   54. Saling Memaafkan

    Tidak lama Baskara keluar dari ruang perawatan untuk memanggil Anindya, adiknya itu muncul. Gadis itu membuka pintu dan berdiri di ambang pintu, ragu-ragu, seolah masih mempertimbangkan apakah keputusannya untuk datang adalah hal yang benar.Aruna menatap adiknya dengan perasaan yang bercampur aduk. Ia ingin berbicara, ingin meminta maaf, ingin mengucapkan terima kasih, tapi tenggorokannya terasa tercekat.Anindya akhirnya melangkah masuk, menyilangkan tangan di depan dada. "Bagaimana kabar Kak Aruna? Sekarang Kakak sudah baik-baik saja sekarang?" tanyanya dengan nada datar.Aruna mengangguk pelan. "Terima kasih," ucapnya lirih. "Terima kasih sudah menyelamatkanku, Nin."Anindya mendesah, lalu duduk di kursi di samping tempat tidur Aruna. "Aku cuma melakukan apa yang har

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-01
  • Terjebak Perangkap Sang CEO   55. Kejujuran Baskara

    Setelah Anindya berpamitan dan keluar dari ruang perawatan, Aruna masih tersenyum kecil, hatinya terasa lebih hangat setelah berbincang dengan adiknya. Namun, senyum itu perlahan memudar saat ia menyadari tatapan Baskara yang masih berdiri di dekat pintu, baru kembali dari mengantar Anindya ke luar ruangan.Baskara melangkah mendekat, menarik kursi, dan duduk di samping ranjang Aruna. Ia tidak langsung berbicara, hanya mengamati wajah istrinya dengan sorot lembut yang jarang ditunjukkan. Hal itu membuat Aruna menelan ludah diam-diam.“Kalian bicara apa saja?” tanya Baskara, suaranya tenang tapi penuh rasa ingin tahu.Aruna menoleh ke arah Baskara, menatapnya sejenak sebelum menghela napas pelan. “Kami bermaafan dan saling menerima kesalahan masing-masing. Lalu kami mengingat masa kecil kami,”

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-02
  • Terjebak Perangkap Sang CEO   56. Ulang Tahun Oma

    Satu minggu setelah Aruna pulih sepenuhnya, ia dan Baskara tiba di kediaman Oma dengan tangan yang saling bertaut. Wajah keduanya tampak tenang, meskipun ada banyak pasang mata yang memperhatikan mereka dengan penuh rasa ingin tahu.Saat memasuki ruang utama, suasana hangat langsung menyambut mereka. Dekorasi bernuansa klasik memenuhi ruangan, dengan bunga-bunga segar yang menghiasi setiap sudut. Musik lembut mengalun, dan tamu-tamu yang hadir tampak menikmati suasana perayaan ulang tahun Oma yang ke tujuh puluh.Oma, yang mengenakan kebaya anggun berwarna krem, segera tersenyum lebar saat melihat mereka. “Aruna! Baskara! Akhirnya kalian datang!”Aruna melangkah maju dan memeluk Oma dengan lembut. “Selamat ulang tahun, Oma. Semoga selalu sehat dan bahagia.”“Terima kasih

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-03
  • Terjebak Perangkap Sang CEO   57. Progres Kecil

    Baskara melepas jasnya begitu mereka masuk ke dalam apartemen. Aruna yang duduk di sofa masih mengingat ajakan Oma tadi.Setelah hanya tinggal keluarga inti, Oma membahas tentang agenda perjalanan mereka ke sebuah vila keluarga di Lombok. Yang Aruna tangkap, acara itu untuk mengenang kematian kakek keluarga Adiwireja.“Baskara,” panggilnya pelan.Pria itu menoleh sambil menggulung lengan kemejanya. “Hm?”“Tadi Oma bilang soal perjalanan ke pantai. Itu acara tahunan keluarga, ya?”Baskara mengangguk, lalu duduk di sebelah Aruna. “Iya. Setiap tahun keluarga kami pergi ke vila di Lombok untuk mengenang Opa. Beliau meninggal di sana.”Aruna mengangguk pelan, mencoba memahami. “Aku bel

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-03
  • Terjebak Perangkap Sang CEO   58. Sebuah Pengakuan

    Siang itu, rumah Oma dipenuhi aroma kayu manis dan teh melati. Tercium juga aroma manis dari kue dan roti yang sedang dibuat ART untuk menyuguhi cucu-cucunya yang akan datang. Aruna melangkah masuk ke ruang tamu dengan senyum hangat, dan matanya langsung menangkap sosok Arga yang tengah duduk di sofa, tertawa kecil bersama Oma yang memegang cangkir teh.“Eh, Aruna!” seru Oma dengan semangat begitu melihat cucunya datang. “Kamu ke sini sendiri?”“Iya, Oma. Baskara tiba-tiba ada pekerjaan. Tapi katanya nanti sore dia akan menyusul ke sini.” Aruna menghampiri, duduk di sisi Oma, sementara Arga menyapanya dengan anggukan dan senyum lembut.Oma membalas dengan gerutuan. “Padahal ini akhir pekan, tapi dia tetap sibuk bekerja.”Ar

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-04
  • Terjebak Perangkap Sang CEO   59. Bisa Menggombal

    Di supermarket, Aruna dan Baskara mendorong troli bersama. Suasana di antara mereka terasa hangat dan ringan, seperti pasangan yang sudah terbiasa berbagi keseharian. Aruna berdiri di sisi troli, sementara Baskara dengan santai berjalan di sampingnya, kadang membantu mengambil barang dari rak."Aku mau masak ayam lada hitam, ebi furai, dan tumisan sayuran. Kamu suka, ‘kan?" tanya Aruna sambil melirik ke arah Baskara.Baskara tersenyum tipis. "Apa pun yang kamu masak pasti aku suka."Aruna mendelik manja, merasakan pipinya lagi-lagi memanas. "Berhenti menggombal, Baskara.""Lho, aku bukan menggombal. Itu aku bicara jujur," goda Baskara dengan tawa pelan."Kalau bicaramu manis terus, nanti aku bisa diabetes," jawab Aruna

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-04
  • Terjebak Perangkap Sang CEO   60. Si Peneror

    Harum aromatik dari bumbu masakan memenuhi udara di area dapur saat Aruna sibuk mengaduk wajan di atas kompor. Wajahnya terlihat fokus, dengan celemek bermotif bunga yang membalut tubuhnya. Di sampingnya, Baskara berdiri dengan tangan penuh tepung, hasil dari percobaannya yang gagal menguleni adonan untuk ebi furai yang akan dibuat oleh Aruna.“Ini memang seharusnya begini?” gerutu Baskara sambil menunjukkan mangkuk yang isinya lebih mirip adonan mainan anak-anak daripada makanan.Aruna melirik dan tertawa geli. “Ya tentu saja tidak. Itu jadi lebih mirip lem daripada adonan ebi furai,” godanya sambil mencubit lengan suaminya.Baskara pura-pura tersinggung. “Hei! Aku ini calon koki andalan kalau kamu kasih kesempatan,” ujarnya sambil mengambil coba mengupas kulit udang dengan pisau yang hanya berakhir dengan ia hampir memotong jari sendiri.Aruna refleks memegang tangan Baskara. “Astaga, hati-hati dong!” katanya dengan nada panik, lalu tertawa karena melihat ekspresi bingung suaminya.

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-05
  • Terjebak Perangkap Sang CEO   61. Makan Malam Berdua

    “Katanya mau merapikan meja? Kenapa malah dibiarkan?” omel Aruna saat ia mendengar suara pintu kamar Baskara akhirnya terbuka. Saat masakannya matang, Aruna tidak melihat suaminya itu di manapun. Namun ia terakhir mendengar Baskara masuk ke dalam kamar. Meja yang seharusnya menjadi tugas Baskara belum selesai ditata saat Aruna menyimpan menu masakannya ke sana. Akhirnya ia juga yang harus merapikan dengan kepalanya bertanya-tanya apa yang dilakukan Baskara di dalam kamar sejak tadi? Begitu keluar dari kamar, wajah Baskara terlihat tegang dengan rahang mengeras. Hal itu membuat Aruna dilanda heran dan sedikit cemas. Setiap wajah Baskara yang serius selalu mengingatkannya akan hubungan mereka di masa lalu yang sama sekali tidak ingin lagi Aruna jalani.

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-07

Bab terbaru

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   71. Hubungan Sepupu

    Oma memanggil semua anggota keluarga untuk berkumpul di ruang tengah vila. Aruna buru-buru merapikan dirinya dan mengikuti Baskara yang sudah lebih dulu melangkah keluar kamar. Di ruang tengah, suasana terlihat cukup hangat. Semua anggota keluarga telah duduk, beberapa membawa cangkir teh, yang lain hanya berbicara pelan sambil menunggu."Besok kita akan mulai lebih sore. Sepertinya pemandangannya akan lebih bagus jika kita pergi sore hari saat matahari mulai tenggelam," ucap Oma sambil menatap anggota keluarganya satu per satu. "Kita akan berdoa bersama, lalu menaburkan bunga seperti biasa."Semua mengangguk, hingga Baskara tiba-tiba berujar dengan nada tidak sepenuhnya setuju, "Kenapa tiba-tiba mengubah jadwal? Biasanya kita melakukannya di pagi hari? Aku sengaja memundurkan pekerjaanku ke sore hari karena acara ini biasa berlangsung sejak pagi."Aruna yang duduk bersisian dengan Baskara, langsung menoleh, ekspresinya berubah. Namun gadis itu tidak mengatakan apa pun.Ternyata apa y

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   70. Vila

    Langit Lombok sore berwarna biru dengan semburat jingga yang mulai menjalar perlahan menyambut kedatangan keluarga Adiwireja ke vila mereka, termasuk Aruna di dalamnya. Angin pantai membawa aroma laut yang asin dan segar, menyapu wajah Aruna saat ia berdiri di ambang pintu vila keluarga Baskara.Vila itu berdiri tenang di tepi pantai, menghadap langsung ke laut lepas. Bangunannya berarsitektur klasik tropis dengan jendela lebar berbingkai kayu, dan balkon luas yang menghadap ombak. Suasana di dalam vila hening, hanya suara debur ombak dan desir angin yang mendominasi.Baskara meletakkan koper di sudut kamar, lalu menghampiri Aruna yang masih berdiri terpaku memandangi pemandangan luar dari balik tirai tipis yang melambai.“Ada apa?” tanya Baskara lembut, memeluk tubuh istrinya dari belakang.Aruna hanya menggeleng pelan. “Tidak apa-apa. Aku cuma... ini terlalu indah. Juga sangat nyaman.”Baskara tersenyum, mengecup pelan pelipis Aruna. “Aku tidak pernah menyadari keindahan tempat ini

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   69. Kebersamaan Hangat

    Menjelang malam, Aruna akhirnya kembali ke apartemen. Begitu pintu dibuka, aroma khas apartemen yang familiar menyambutnya. Di ruang tengah, Baskara sedang duduk di sofa dengan laptop terbuka di pangkuannya, tapi langsung menoleh saat mendengar pintu terbuka.“Aku pulang,” ucap Aruna pelan, senyumnya tipis.Baskara mengangkat wajah. Mata pria itu berbinar begitu melihat Aruna masuk. Ia kemudian bangkit dan mendekat, menyambut Aruna dengan pelukan singkat. “Kamu kelihatan capek.”“Sedikit.” Aruna mengangguk. “Tadi habis dari rumah sekalian antar Anin pulang.”Mereka berdua lalu duduk di sofa, keheningan sejenak mengisi ruang.“Kamu sudah makan malam?” tanya Aruna.Baskara mengangguk. “Ya, aku makan lebih dulu karena kamu sudah makan dengan Anin. Tidak apa-apa?”“Ya, tidak apa-apa, Mas. Aku malah akan khawatir kalau kamu belum makan. Nanti kalau kamu sakit aku juga yang repot merawatmu,” ujar Aruna dengan senyum geli.Alis Baskara naik. “Maksudnya kamu tidak ikhlas merawatku kalau aku s

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   68. Pulang ke Rumah

    Aruna berdiri di depan rumah orang tuanya—rumah yang sudah lama sekali rasanya tidak ia kunjungi meski sebenarnya baru beberapa bulan saja. Banyaknya rentetan kejadian belakangan ini membuat kepergiannya dari rumah itu terasa sudah lama berlalu. Kini, Anindya yang tinggal di sana. Adiknya itu menolak untuk tinggal bersama Aruna dan memilih untuk tinggal sendirian di rumah orang tua mereka.Rumah itu menyimpan begitu banyak kenangan yang melekat dalam setiap dinding dan sudutnya. Udara senja terasa lebih berat ketika Aruna menatap pintu yang kini terbuka oleh Anindya.“Masuk aja, Kak. Mau istirahat dulu?” tanya Anindya sambil melepaskan sepatunya.Aruna mengangguk pelan dan mengikuti adiknya masuk. Saat melangkah melewati ruang tamu yang masih dipenuhi perabot lama, ada desir hangat sekaligus perih yang menghampiri dadanya. Ia merasa seperti kembali ke masa-masa kecil, masa saat semuanya masih utuh.Hidup keluarganya mungkin tidak bergelimang harta. Namun Aruna bisa ingat saat orang tu

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   67. Obrolan Bersama Anindya

    Sambungan terputus begitu saja, menyisakan hening yang menekan telinga Aruna lebih keras dari suara apa pun. Ia masih mematung di kursinya, jari-jarinya menggenggam ponsel dengan kaku. Keringat dingin mulai membasahi tengkuknya, meski udara di restoran tidak panas.Tidak lama denting singkat terdengar. Satu notifikasi masuk.Aruna menunduk dengan detak jantung tidak karuan. Layar ponselnya kembali menyala. Kali ini bukan panggilan, melainkan sebuah pesan dari nomor tak dikenal.Tidak ada teks. Hanya satu file video.Dengan tangan gemetar, Aruna memutar video itu. Butuh waktu beberapa detik hingga gambar mulai bergerak. Seketika saja dunia Aruna seperti jungkir balik.Di layar, tampak seorang pria tua terbaring di atas ranjang besi, dalam sebuah ruangan yang tampak seperti fasilitas medis atau rumah sakit. Dindingnya kusam, pencahayaannya redup. Tidak ada tanda-tanda modernitas atau perawatan profesional. Hanya ranjang sederhana, alat infus menggantung yang tidak terpasang, dan tabung

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   66. Belum Aman

    Aruna baru saja selesai menyiapkan sarapan saat Baskara keluar dari kamar mandi, masih mengenakan handuk dan wajah yang masih terlihat was-was.Pagi ini gerak-gerik Baskara lebih sigap dan waspada, Aruna bisa merasakannya. Sejak Aruna membuka mata, ke mana pun matanya tertuju, pasti ada Baskara di sana. Seakan suaminya itu tidak mau jauh-jauh dari Aruna, ingin memastikan bahwa dirinya bisa terlihat dan terlindungi dalam jangkauan Baskara."Aku bisa kerja dari rumah hari ini," ujar Baskara akhirnya setelah kembali muncul dengan pakaian kerjanya. Sambil berjalan ke arah Aruna dan bergabung di meja makan, ia berkata lagi, "Atau lebih baik aku tidak pergi ke kantor saja dan menemani kamu di sini?"Aruna menoleh, menatap mata suaminya yang menunjukkan kecemasan. Bibirnya tersenyum lembut. Ditambah hatinya terasa hangat karena sangat merasakan usaha Baskara yang masih berusaha menjaganya sejak ia memberitahu tentang teror itu.“Tidak usah, Mas,” ucap Aruna lembut sambil menyiapkan sarapan u

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   65. Lebih Waspada

    Senja mulai merayap perlahan, menggantikan cahaya matahari yang tadi menghangatkan ruangan. Lampu-lampu apartemen menyala lembut saat pintu utama terbuka dan suara langkah kaki Baskara terdengar memasuki apartemen. Aruna, yang sedari tadi menunggu di ruang tamu dengan secangkir teh yang sudah dingin di tangan, segera berdiri dan menyambut sang suami seperti biasa.“Capek, ya?” tanya Aruna sambil mengambil jas yang dikenakan Baskara.Baskara tersenyum kecil, lalu mengecup kening istrinya. “Tidak juga. Aku hanya ingin cepat pulang dan bertemu kamu.”Aruna terkekeh pelan, meski nada tawanya terdengar hampa. Ia berusaha bersikap seperti biasa dengan menyiapkan minuman, bertanya soal pekerjaan, dan menemani Baskara makan malam. Tapi pikirannya tidak pernah benar-benar fokus. Matanya sering melirik ke arah pintu. Tangannya kadang gemetar ringan saat mengambil sendok atau gelas.Baskara menyadarinya, tapi belum berkomentar. Sampai akhirnya mereka duduk berdua di sofa setelah makan, dan pria

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   64. Ketenangan Pagi

    Pagi itu, cahaya matahari yang hangat menyusup masuk lewat celah tirai kamar, menyorot lembut ke arah tempat tidur yang masih berantakan. Di sisi ranjang, Aruna duduk bersandar dengan selimut membungkus tubuhnya, rambutnya sedikit kusut namun wajahnya berseri. Di hadapannya, Baskara tengah mengenakan jasnya, bersiap untuk berangkat kerja.“Kenapa kamu tidak membangunkanku? Aku belum menyiapkan sarapan karena terlambat bangun,” gerutu Aruna, suaranya masih serak karena baru bangun.Tidurnya terlalu nyenyak hingga ia tidak menyadari hari sudah pagi. Ia bahkan tidak menyadari gerak-gerik Baskara yang pasti mengeluarkan suara-suara saat bersiap-siap. Apa yang terjadi semalam benar-benar membuat Aruna lelah dan hatinya penuh hingga tidur lelap.Baskara menoleh, lalu tersenyum kecil. Aruna perlahan mulai terbiasa dengan senyum sang pria yang hanya muncul untuk dirinya. Ia melangkah mendekat dan duduk di tepi ranjang, tangannya menyentuh pipi istrinya dengan lembut.“Kamu tidur nyenyak sekal

  • Terjebak Perangkap Sang CEO   63. Menyalurkan Perasaan

    Ciuman mereka tidak lagi sekadar sentuhan bibir. Ada hasrat yang tertahan terlalu lama, ada gairah yang meronta untuk dilepaskan. Baskara mendekap Aruna erat, seolah ingin menyatu, bukan hanya tubuhnya, tapi juga hati dan luka-luka yang selama ini mereka simpan dalam diam.Baskara menatap Aruna sejenak, seolah meminta izin, memastikan bahwa ini adalah keinginan mereka berdua. Saat Aruna mengangguk pelan, dengan mata yang berkaca, ia tahu tidak ada lagi yang perlu diragukan.Dengan satu gerakan lembut namun tegas, Baskara mengangkat Aruna ke dalam gendongannya dan membawanya ke kamar. Cahaya temaram lampu tidur menyinari kulit mereka, menciptakan bayang-bayang yang seolah ikut menyaksikan malam yang menjadi momen penting bagi dua insan itu.Begitu Aruna berada di atas ranjang, Baskara bergabung di sana. Tubuhnya bera

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status