Sanjaya dan Davinka sama-sama melangkah lebar lalu melompat tinggi dan mendarat di lantai dengan sedikit meluncur. Sanjaya yang jaraknya lumayan jauh dari Davinka dan Esti tidak dapat menjangkau tubuh mungil itu. Namun dengan sigap dan sisa kekuatannya Davinka dapat meraihnya dan memeluk anak itu di atas perutnya dan mendarat di lantai beralaskan permadani dengan selamat."Urgh!" Punggung dan sikunya berusaha menahan tubuhnya. Davinka berusaha menahan rasa sakit itu dan tetap tersenyum saat wajah seputih kapas itu menatapnya lalu menangis kencang dan menenggelamkan wajah di dada Davinka. Meminta perlindungan wanita itu."Tidak apa-apa, I'ts okay …." Davinka menepuk punggungnya dengan lembut.Esti yang tersungkur langsung bangun dan meneriakkan nama putranya. "Rae!" Wanita itu langsung duduk dan mendapatkan tubuh disisi Davinka yang masih terbaring di lantai. "Maafkan mommy, Rae!" ujarannya masih dengan bahasa Prancis.Anak itu sama sekali tidak mengangkat wajahnya. Malah semakin memel
"Halo sayang …," sapa Davinka saat satu kakinya baru saja turun. Davinka berusaha keluar dari dalam mobil dengan susah payah. Ternyata Renhart cukup berat apalagi fisiknya yang belum pulih betul.Reno terus menatap pergerakan Davinka dan anak dalam gendongannya."Mommy Tante ciapa Dia?" Suaranya terdengar tenang, tapi wajah Reno terlihat sangat kesal. Davinka datang dengan memeluk seorang anak seusianya. Apa-apaan ini?"Bisa kamu gendong Dia?" pintanya pada suaminya."Ya, tentu saja." Dengan hati-hati pria itu mengangkat tubuh Renhart dan menggendongnya. Membawanya masuk kedalam Rumah.Hati pria itu begitu membuncah, sekarang ia dapat memeluk putrinya sendiri dengan sesuka hatinya. Kebahagiaannya hampir sempurna bukan? Hanya tinggal menunggu Davinka mengingat jatidirinya.'Tidak, Davinka tidak boleh ingat siapa dirinya. Begini lebih baik, menjadi Davinka dan mengubur identitas sebagai Diandra.'"Vie, Mama ke atas, ya?" pamit Venti yang dibalas senyuman oleh Davinka. Dengan jelas Vent
Jantungnya benar-benar berhenti berdetak. Pertanyaan putrinya seperti tombak yang langsung dihantamkan tepat mengenai jantungnya dan membuatnya terkapar tak berdaya."Pu-putra Jay!" ulang wanita itu dengan tergagap. Tapi, dengan cepat wanita itu langsung mengendalikan diri dan mengubah rasa takut dan gugupnya, menyangkal dengan suara lantang, "bagaimana Reno bisa jadi anak Jay! Dia anak kamu dan Dodi, Rasty!" sunggut wanita itu. Matanya sudah mendelik tajam. Bahkan tangannya memukul kelapa putrinya pelan. Entah ide dari mana Rasty dapat mengatakan hal bodoh itu!Rasty tak kalah berteriak dari ibunya, "bisa saja kan Ma. Semua sikap dan karakternya sangat mirip dengan Kak Jay. Bagian mana yang tidak sama dengannya! Bibir tipisnya sangat mirip dengan Kak Jay mata bundar dan hidungnya memang milik Diandra. Di mana ada bagianku dan Dodi!"Sudah sejak lama Rasti selalu memikirkan hal ini. Sekarang setelah melihat semuanya dia tidak bisa lagi menyimpannya sendiri apalagi melihat penderitaan
Rasty bergegas kembali masuk ke dalam kamar dan melihat Davinka dari balik kaca, memperhatikan wanita itu dengan seksama dan semua yang ada dalam diri Davinka yang memang sama persis seperti Diandra; tingginya, warna kulitnya, senyumnya, terutama bibirnya dan bola mata itu yang begitu sama persis."Kakak!" Rasa rindunya sudah tidak bisa dibendung lagi. Apa ini mimpi? Apa ia sedang bermimpi? Atau jangan-jangan pria itu sudah membohonginya? Dia itu Davinka, bukan, adiknya?Tapi melihat semua kesamaan dan cinta kakaknya yang begitu besar kepada wanita ini, Rasty mengangguk berkali-kali dengan deraian air mata yang terus bercucuran tanpa henti."Cinta tidak pernah keliru kan? Cinta selalu menemukan jalannya. Entah bagaimana caranya jika cinta itu memang milik kita pasti akan selalu kembali kepada kita!" Rasty terus menghapus air matanya. Sekarang dengan bantuan Noel ia akan membantu kakaknya untuk mengetahui siapa putra mereka sebenarnya? Dan menyatukan keluarga yang tercerai berai ini.
Sanjaya mendengus kepada adiknya memberi tatapan agar wanita itu segera menarik Reno dan tidak membuat takut putranya. Rasty hanya mengangkat bahunya acuh, cepat atau lambat kakaknya memang harus berada di posisi seperti ini saat dimana dua bersaudara saling merebutkan sesuatu yang dia inginkan."Cek, ambil Reno!" pria itu menggeram dengan suara tertahan, berusaha untuk tidak berbicara terlalu kencang. Duduk santainya bahkan sudah tergantikan dengan raut kecemasan akan terjadi pertikaian antara keduanya. Sementara Rasty, wanita itu masih terus menonton tanpa berkeinginan untuk mengambil Reno dari pangkuan Davinka.Davinka yang tidak siap dengan itu semua hampir terjangkit ke belakang saat tiba-tiba pangkuannya diduduki oleh putra yang lainnya. Renhart yang sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Reno, hanya mengerutkan kening dan menatap wajah Davinka penuh tanya. Tapi ia sedikit paham apa yang ditanyakan oleh anak dihadapannya."Ini mama Davin-ku, aku mencari Mommy-ku. Ak
Belum selesai dengan suaranya yang memekik tinggi, kini pria itu melayangkan telapak tangannya yang tepat mengenai pipi bagian kiri Venti.Palak! Rasa perih itu bukan hanya membakar dan menjalar di pipinya tapi juga menusuk ulu hatinya, memilin jantungnya dengan kasar hingga dua garis lahar panas itu meluap dan terisak dengan tangan yang memegangi pipinya."Aku akan melakukan apapun untuk membuat putra kita melupakan wanita itu dan mengubur semua kenangannya sejauh mungkin!" Wanita itu menyahut dengan suara yang gemetar karena masih tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh suaminya yang selama ini selalu memperlakukannya dengan lembut walau ia seringkali melakukan kesalahan.Di bibirnya berkata begitu kejam, tapi jauh di lubuk hatinya ia menangisi apa yang ia lakukan."Termasuk membunuh dan menjauhkan cucu kita, darah daging kita, pewarisku, garis keturunanku?" Brata sama sekali tidak menyangka bahwa selama ini Ia menikahi wanita berhati dingin. Hanya karena dendamnya yang tidak
Noel tengah konsentrasi di ruang laboratorium. Pria itu memutuskan untuk menguji sendiri tiga jumput rambut yang berbeda. Rambut itu milik; Reno, Renhart dan Sanjaya. Sedangkan Davinka, ia masih memiliki sampel darahnya.Sanjaya terlihat enggan untuk melakukan tes DNA. Ada apa? Apa ada yang disembunyikan pria itu? Noel sedang mencari tahunya.Baginya Davinka segalanya saat ini. Hanya Davinka yang ia miliki di dunia. Mereka sama-sama sebatang kara, soal siapa identitas Davinka, Noel belum bisa memberitahunya pada siapapun, termasuk Davinka sendiri."Aku tau pria itu sangat mencintai Diandra, tapi Dia belum boleh tahu bahwa Davinka adalah istrinya," monolognya sambil terus mengamati cairan berwarna dihadapannya.Hari itu, saat ia mendapati Davinka bukanlah adik kandungnya, Noel sempat kecewa. Selama merawat Davinka ia sudah mengetahui identitas aslinya dan apa yang terjadi hingga Davinka berada di dekat mobil adiknya. Setelah tahu itu adalah sepupunya yang dibuang oleh ibu mertuanya, No
Ditempat lain, Esti selalu menyalahkan dirinya sendiri. Bagaimana ia begitu ceroboh, menakuti putranya sendiri. Sekarang Renhart pasti tidak ingin bertemu dengannya lagi. "Pih, aku harus bagaimana. Kita gak bisa pulang tanpa Renhart? Bagaimana kalau kita culik dia?" Hanya gagasan ini yang bisa ia dapatkan."Bodoh! Kamu tidak tahu seperti apa Sanjaya itu. Dia bahkan bisa menjebloskan ayahmu ke penjara dengan kasus yang sudah bertahun-tahun lamanya tenggelam dan tidak mungkin timbul ke permukaan. Tapi dengan mudah pria itu bisa mengoreknya dan menjebloskan ayahmu dengan berbagai tuduhan. Bisa Aku pastikan Sanjaya ini juga pasti sudah mengetahui semua soal keburukan dan kelemahan kita." Pria itu menatap istrinya dengan sedih, "Esti, kehidupan sekarang tidakku dapatkan dengan mudah. Aku harus menukar dengan keringat darah, jika semuanya sia-sia leluhurku pasti marah dan akan mengambilnya lagi dari tanganku. Apalagi jika soal kebenaran Renhart terkuak, kita benar-benar akan menjadi geland
Davinka kembali menoleh pada Wulan dan menggenggam tangannya, menatap wanita itu penuh hormat, berkata dengan suara yang lembut dan penuh permohonan, "Mah, aku tidak dibesarkan oleh seorang ibu dan tidak banyak orang yang aku kenal. Sekarang aku memanggilmu Mama. Emm, Mama mau, kan, menjadi ibuku dan merestui pernikahanku!"Pupil matanya melebar, terus menatap Wulan penuh harap. Akankah Wulan memenuhi keinginannya?Wulan sendiri kehilangan kata-katanya. Air mata kembali mengalir deras dengan isakkan tertahan. Wanita itu hanya mengangguk sebagai jawaban.Bodoh! Anak sebaik ini, bagaimana ia bisa menyakitinya dan menolaknya berulang kali!Davinka mengangguk dengan senyum lebarnya, lalu memeluk tubuh gemetar itu dengan penuh kehangatan."Terima kasih, mulai sekarang aku punya Mama." Bisik Davinka dengan elusan lembut di punggung Wulan.Davinka mengurai pelukan, menarik tangan Sanjaya agar menjabat tangan Wulan, "Sekarang Mama Wulan adalah ibu mertuamu, cepat sungkem!"Sanjaya tercengang.
Mendengar ibunya berkata seperti itu membuat Yudha bangun dari duduknya dan meraih tangannya."Ini semua karena Yudha. Mama hanya korban dari obsesi Yudha! Sudah, semua sudah selesai. Biar Yudha yang menanggung semua ini!" Tegas pria itu. Kini aura kehidupan sudah terlihat di wajahnya. Davinka yang asli sering menolaknya dengan kata-kata kasar karena ke keraskepalaannya.Penyesalan, kekecewaan, dan amarah terpancar jelas. Akan tetapi, semua ditujukan kepada dirinya sendiri."Tidak ada yang akan masuk penjara. Semua hanya karena kesalahpahaman!" tanam Sandy, "Tuan Sanjaya mengembalikan semua yang sudah diambilnya," ujarnya lagi yang membuat mereka semua tercengang."Mak-maksudnya?"Kebingungan jelas terlihat dari bagaimana cara mereka bereaksi. Entah apa yang diambil dan harus dikembalikan."Toko elektronik suami Anda beserta isinya dan beberapa calon investor sudah ada di dalam dokumen ini. Kalian tidak bisa menolak! Ja
"Udah malem! bye, Rani …." Davinka langsung menutup pintunya rapat.Rani membalikkan tubuhnya, kamar itu sudah temaram. Yang membuat ia menggigit bibir bawahnya adalah, Sandy berada di tengah ranjang dengan memeluk Inggi. Putrinya malah ada di sisi lainnya ranjang itu.'Ais … jadi gue harus tidur disamping dia?' jerit Rani dalam hatinya.Bersentuhan dengan kulitnya saja sudah hampir membuatnya seperti terbakar. Tapi ini ….Pikirannya terhenti."Mau sampai kapan kamu di sana!" Suara bariton itu menggema dalam remangnya kamar hingga mampu membuat bulu kuduk Rani meremang sempurna.Suara serak Sandy menandakan bahwa pria itu sudah sempat tertidur, terdengar sangat menggoda di telinganya hingga jantungnya mulai berdetak lebih hebat. Rani mulai melangkah dengan kaki beratnya. Ia tahu malam ini harus tidur di ranjang yang sama dengan Sandy. Mampukah?Ini memang bukan malam pertama mereka. Tapi, tidur tepat di sisi pria itu hampir tidak pernah terjadi selama tiga Minggu mereka menikah."Di-d
'Aku tahu, aku sedang dihukum atas semua kejahatan-kejahatanku. Tapi kenapa tidak ambil saja nyawaku daripada membuat semua orang menderita bersamaku!'Venti mulai merasa depresi dengan keadaannya. Kata-kata berikutnya semakin membuatnya tenggelam."Itu jauh lebih bagus. Di kantor Papa bisa fokus bekerja. Tadinya Papa hanya akan pergi saat mendesak saja. Tapi melihat cinta kalian, Papa merasa sangat lega!"Davinka melihat suster membawa sesuatu di tangannya. "Apa itu, Sus? Apa makan siang mama?""Ya, Nyon—""Panggil ibu saja. Saya lebih nyaman dengan itu!" pangkas Davinka cepat. Dia sudah sangat risih dengan sebutan nyonya-nonyaan.Suster itu mengangguk dan berjalan mendekati Davinka, memperlihatkan apa yang ia bawa."Ini bubur cair. Nyonya Venti hanya dapat makan ini sementara waktu sampai bisa mengunyah kembali," jelas suster itu.Dengan wajah murung dan dan air mata yang hampir jatuh, Davinka terus menatap ib
"Keadaannya tidak akan membaik hanya karena kamu membatalkan resepsi kita, Ra!" Dan ini akan selalu menjadi panggilan untuk Diandra walaupun kini sudah mengganti nama Davinka dan melupakan panggilan Davin-nya."Baiklah, aku kalah dari kalian!" desahnya sambil menatap kelima pria ini yang sekarang berada dikamar perawatan Venti."Ayo! Rasty dan yang lainnya sudah menunggu di rumah," ujar Noel mengingatkan.Mereka akan pulang ke apartemen mewah Sanjaya. Noel sendiri setelah resepsi akan kembali ke Singapura dan menetap disana. Insiden berdarah di rumahnya sama sekali tidak pernah terpublikasikan. Ada keinginan untuk menjual rumah itu, tapi Davinka menolaknya. Bagaimanapun, rumah itu memiliki kenangan untuk Davinka ataupun Diandra.Brata menyewa satu jasa suster untuk merawat istrinya. Sebenarnya ia ingin dua orang agar mereka bisa bergantian menjaga. Tapi, menantunya ini menolak dengan alasan Venti sekarang memiliki empat orang anak. Satu suster sudah cukup."Kenapa tidak pulang kerumah
Ketika semua tidak seperti apa yang kita rencanakan maka, pasrahkan, serahkan, ikhlaskan …. Biarkan tangan Tuhan yang melanjutkan karena, seberapa gigih pun kita mencoba, tanpa jamahan tangannya semua akan sia-sia.Venti sudah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk menyingkirkan Diandra agar menjauh dari putranya. Tapi apa? Semakin ia berusaha, semakin mendekatkan mereka hingga akhirnya membuat dirinya seperti ini sekarang. Bahkan, kematian lebih baik daripada kehidupan yang menyiksa ini.Dari tempatnya berbaring, Venti terus menatap wajah Davinka. Wajah cantik itu memang sangat berbeda dengan milik Diandra kecuali, mata, bibir, siluet dan suaranya yang sangat ia kenal.Seharusnya dia tahu akan hal ini karena Noel adalah bedah plastik terbaik di negaranya hingga mendapatkan pekerjaan di Singapura."Kita harus mencari dokter terapis terbaik, mama tidak bisa terus seperti ini!" bujuk Davinka disela isak tangisnya.'Apa dia menangis untukku? Menangisi aku yang jahat ini?' bagaimana mana
Para polisi langsung mengamankan Laura. Peluru mengenai dadanya dan langsung tembus ke jantung. Bukan hanya satu, tapi dua sekaligus hingga menewaskan wanita itu.Ambulance dan beberapa polisi sudah datang, mereka ditelpon oleh Noel dan Brata."Sanja!" panggil Davinka saat melihat suaminya terbaring lemas. Noel dan Sandy sudah ada disana memberikan pertolongan pertama."Aku gak papa," sahutnya menenangkan.Dengan kaki gemetar, Davinka membawa Renhart mendekat pada Sanjaya dan bersimpuh di hadapannya. Sanjay menyentuh wajah putranya dan bertanya dengan suara yang parau. Berusaha untuk tetap tersadar, "Kamu gak papa, kan? Apa ada yang sakit?"Pria itu melihat bagaimana Renhart di bekap oleh Laura.Renhart menggeleng, "Papa pasti kesakitan. Itu pasti sakit."Anak itu bicara di sela isak tangisnya. Merasa sangat khawatir. Renhart tahu Papanya sengaja melakukan itu agar peluru tidak mengenai tubuhnya. Ia melihat sendiri Papanya langsung melompat saat wanita jahat itu berteriak memintanya u
Suhu di ruangan itu mendadak berubah dibawah nol derajat. Suasananya lebih dingin dari kutub Utara. Siapapun tidak berani mengambil napas dengan semaunya. Mereka hanya tidak ingin mengeluarkan suara dan mengganggu konsentrasi.Laura masih menatap puas apa yang ada di hadapannya, bagaimana musuh terbesar ibunya kini sudah tidak terselamatkan lagi. Wajah Venti sudah terlihat bengkok dan kaku, napasnya sedikit terengah-engah, terlihat sangat kesakitan.Venti masih belum bisa memalingkan wajahnya dari tempat Davinka berdiri. Hanya suara geraman yang lolos dari bibir wanita itu yang sedikit membiru."Ini lebih bagus dari kematian. Kamu tersiksa sebelum ajal menjemput! Hahah!" Sandy melangkah maju. Tapi sial, ternyata telinga Laura sangat peka. Wanita itu kembali fokus pada Renhart dalam dekapan lengangnya."Apa kalian gila!" teriak wanita itu. Laura memutar tubuhnya dengan Renhart dalam lengannya, pistol terus menempel pada kepala anak itu dan siapa di tekan kapanpun. Ia menatap semua y
Suara benda jatuh dan teriakan menggema dari arah pintu dapur. Suara langkah kaki mulai terdengar semakin dekat. Venti yang masih menggenggam tangan Davinka merasa sangat bingung dengan nama ayah Davinka yang sama persis seperti nama ayah Diandra. Wanita itu masih berpikir keras dan berusaha mengenyahkan semua ketakutannya.'Ini pasti hanya kebetulan, kan?' tanyanya dalam hati, 'apa mereka saudara, satu ayah, atau—' Suaranya terhenti. Venti melihat genggaman tangannya yang masih menggenggam tangan Davinka yang kini dipaksa lepas oleh suaminya sudah terbuka dan tangan Davinka hilang dalam genggaman tangannya."Apa yang kamu pikirkan? Sekarang putra kita sudah sah menjadi suami Davinka," tukas pria berusia mengingat istrinya yang masih diam membisu. Pikirannya bahkan terlihat kosong.Brata membantu Davinka agar duduk disisi Sanjaya. Mereka mulai menandatangani berkas pernikahan. Namun, saat penghulu menyerahkan dua buku merah dan hijau, teriakan seseorang menghentikan pergerakannya.