Michael Hardianto duduk di sebuah villa kecil yang berada di tengah laut pada pulau yang terhubung dengan daratan melalui batuan yang dibuat jembatan cantik. Pria itu sibuk dengan laptop untuk mencari guci yang sama dengan milik keluarga mereka. Fendy ikut sibuk dibuat bosnya.
“Tuan, ini koleksi yang mereka punya.” Fendy memperlihatkan foto-foto guci yang ada di layar laptop.
“Kenapa setiap guci memiliki ciri khas sendiri? Tidak adalah yang benar-benar sama?” Michael kesal.
“Apa?” Fendy terkejut dengan kejelian mata yang dimiliki Tuannya.
“Apa mereka memesan guci itu secara khusus? Di mana?” Michael menatap Fendy. Pria itu mau jawaban pasti.
“Saya akan mencari tahu,” jawab Fendy.
“Kamu harus cari dengan cepat di mana ada pengrajin guci antic. Ah, temukan kembali pecahan guci.” Michael menjentikan jarinya.
“Apa?” Fendy terkejut.
“Sepertinya masih di dalam tempat sampah. Kamu segera ambil tanpa tersisa!” perintah Michael.
“Baik, Tuan.” Fendy segera berlari melewati jembatan yang cukup panjang menuju kamar Michael.
“Ada apa Fendy?” tanya Leo melihat Fendy yang sudah ngos-ngosan berlari cepat.
“Apa sampah di kamar Tuan Michael sudah dibersihkan?” tanya Fendy memegang kemeja Leo.
“Pasti sudah diambil tadi pagi,” jawab Leo tersenyum.
“Apa? di mana mereka membuang sampah itu?” Fendy menatap Leo.
“Ada apa?” tanya Leo.
“Aku harus menemukan pecahan guci milik Tuan Michael,” jawab Fendy.
“Kenapa baru di cari hari ini?” Leo menatap Fendy yang terlihat sangat khawatir.
“Aku mohon, bantu aku.” Fendy yang kelelahan berlutut di kaki Leo.
“Apa yang kamu lakukan?” Leo berusaha membantu Fendy duduk di kursi.
“Aku akan dibunuh, Tuan Michael.” Fendy memelas.
“Ayo kita ke tempat pembuangan pertama sebelum di bawa ke pembuangan akhir.” Leo membawa Fendy ke bagian belakang hotel dan mereka melihat bak sampah yang mulai penuh.
“Bagaimana kita mencarinya?” tanya Fendy.
“Ini adalah pembuangan dari kamar Tuan Michael.” Leo menunjukkan bak biru yang cukup tinggi.
“Aku akan naik.” Fendy bersiap untuk menaikki bak sampah.
“Apa yang kamu lakukan?” Leo menarik kemeja pria itu.
“Mencari pecahan guci yang terbungkus kain putih,” ucap Fendy menghentikan langkah kakinya.
“Tunggu saja. Kita minta tolong orang lain saja. Kamu cukup memberikan imbalan,” ucap Leo pada Fendy yang selalu melakukan perintah Michael sendiri.
“Pak, kemarilah!” Leo menyapa petugas kebersihan.
“Ada apa, Tuan.” Lelaki paruh baya berlari mendekati Leo.
“Tolong bapak cari kain putih yang berisi pecahan keramik,” ucap Leo.
“Baik, Tuan.” Pria itu segera menaiki bak sampah dan tidak sulit untuk dia menemukan kain putih yang terikat rapi.
“Apa ini, Tuan?” tanya petugas kebersihan.
“Bawa turun dulu. Kita periksa isinya,” ucap Leo.
“Semoga itu, Ya Tuhan.” Fendy berdoa.
“Baik.” Pria itu terjun dari bak sampah dan memberikan kain putih pada Leo.
“Letakkan di tanah saja!” perintah Leo melihat kain putih yang sudah tampak kotor. Pria itu menuruti perintah Leo.
“Terima kasih, Pak.” Leo memberikan selembar seratus ribu rupiah pada pria itu.
“Tidah usah, Tuan.” Pria itu menolak.
“Ambil saja.” Leo memasukan uang ke saku baju petugas.
“Terima kasih, Tuan.” Lelaki dengan seragam petugas kebersihan itu terlihat bahagia.
“Ya Tuhan, terima kasih.” Fendy sangat bahagia melihat serpihan guci yang masih sangat lengkap di dalam bungkusan kain putih.
“Saya permisi, Tuan.” Petugas kebersihan pamit.
“Ya.” Leo memperhatikan ukiran guci yang sedang dipegang Fendy.
“Ini guci pernikahan.” Fendy mengambil pecahan yang cukup besar.
“Iya, Tuan Michael harus membawa pulang ke Jakarta untuk di berikan pada Nyonya,” ucap Fendy dengan mata berbinar.
“Siapa yang memecahkan guci ini?” tanya Leo khawatir.
“Tuan Michael,” jawab Fendy membungkus kembali pecahan guci.
“Apa ada orang lain di sana?” tanya Leo lagi dan menatap Fendy.
“Saya tidak tahu.” Fendy berdiri.
“Michael akan mengalami kesialan selama tujuh hari akan berlanjut hingga dia menemukan wanita yang bisa menangkal kesialan itu,” jelas Leo.
“Bagaimana Anda tahu?” tanya Fendy heran.
“Aku keturuna Tionghoa,” jawab Leo.
“Oh. Terima kasih sudah membantu. Saya harus membawa benda berharga ini ke kamar.” Fendy berlari menuju kamarnya untuk menyimpan pecahan guci.
Michael terlihat tenang dengan pekerjaannya, sesekali dia menghubungi para kolektor benda antic untuk mencari guci yang sama dengan milik ibunya. Dia berani bayar mahal untuk menggantikan guci yang pecah. Dia telah menyibukkan banyak orang di seluruh dunia untuk membantunya mencari guci pernikahan.
“Aku harus makan siang.” Michael merapikan laptop dan berkas. Pria itu berdiri dan ombak besar tiba-tiba datang menghantam tempatnya. Dia terkejut sehingga seluruh tubuhnya basah bercampur pasir.
“Sial!” teriak Michael kesal.
“Apa-apaan ini?” Michael sangat marah.
“Arrrggh.” Pria itu sangat marah. Dia tidak bisa bergerak lagi dengan tubuh yang basah dan kotor.
“Menjijikan!” teriak Michael. Dia meletakkan kembali tas berisi laptop dan berkas di atas meja. Pria itu membuka jas dan membuangnya sembarang.
“Tuan.” Fendy terkejut melihat Michael yang basah di cuaca yang sangat panas.
“Bagaimana Anda bisa basah?” tanya Fendy.
“Bagaimana bisa ombak itu naik ke atas sini? Padahal laut sangat tenang.” Michael menatap tajam pada Fendy. Pria tampan itu terlihat seksi dengan kemeja basah yang menempel di tubuhnya.
“Bereskan semuanya! Aku harus membersihkan diri.” Michael berjalan menuju kamarnya.
“Apa Tuan benar-benar akan sial selama tujuh hari? Jika itu terjadi, aku juga akan kena imbasnya.” Fendy menggaruk kepala yang tidak gatal dan segera membawa semua barang milik Michael.
Michael menjadi pusat perhatian semua orang. Tubuh tinggi dengan wajah tampan dan kulit putih serta postur yang menggoda, tetapi pria itu tidak peduli sama sekali. Dia terus berjalan dengan percaya diri. Pakaian yang basah yang membuatnya tidak nyaman dan merasa geli.
“Michael,” sapa Leo.
“Apa gelombang sering menghantam tempat itu?” Michael menatap tajam pada Leo.
“Apa maksud, Anda?” Leo memperhatikan Michael yang basah kuyup, tetapi tidak mengurangi ketampanan pria itu.“Aku di terjang ombak besar hingga basah.” Michael melanjutkan langkah kaki menuju kamarnya.
“Apa?” Leo terkejut karena ombak tidak penah sampai setinggi itu.
“Tidak mungkin. Ini pertama kalinya aku mendengar obak masuk ke villa itu.” Leo melihat Fendy yang berjalan cepat.
“Apa yang terjadi?” tanya Leo.
“Tuan dihantam ombak,” jawab Fendy.
“Hm, ini sangat langka.” Leo terlihat berpikir.
“Apa Tuan Michael akan terus sial?” tanya Fendy pelan.
“Dia harus tahu pesan dari ibunya ketika diminta mengambil guci itu agar bisa menangkal kesialan yang didapat,” jelas Leo.
“Baiklah. Saya akan mengatakan ini pada Tuan Michael. Terima kasih.” Fendy melanjutkan langkah kaki yang sempat terhenti.
“Apa Fahima berada di dekat Michael ketika guci itu pecah?” Leo terlihat berpikir.
“Aku harap wanita itu bukan kamu, Imah. Jika, pria itu percaya dengan mitos guci penikahan, maka dia harus menikahi kamu.” Leo menatap punggung Fendy yang sudah menghilang.
“Sedang melamun apa?” tanya Fahima pelan.“Imah.” Leo tersenyum.
“Hari ini aku bekerja di daput dan jangan suruh aku ke kamar tamu lagi,” ucap Fahima.
“Iya.” Leo tersenyum lebar.
“Apa kamu mau makan siang bersamaku?” tanya Leo.
“Aku membawa bekal,” jawab Fahima.
“Aku juga membawa bekal. Kita bisa makan bersama di taman belakang.” Leo menatap Fahima.
“Baiklah.” Fahima mengikuti Leo. Mereka berdua berjalan bersama menuju saung yang ada di bagian belakang kamar hotel di tepi pantai.
Michael sudah berganti pakaian dan berjalan menuju restaurant yang ada di tepi pantai untuk menikmati makan siang bersama Fendy. Pria itu berjalan dengan sangat elegan. Pakaian yang rapi serta bersih.“Tuan, saya sudah menemukan pecahan guci,” ucap Fendy mengikuti langkah kaki Michael.“Bagus. Cari tahu dimana mereka membuat guci itu.” Michael menghentikan langkah kakinya dan melihat Leo sedang bersama Fahima.“Dia sudah menemukan gadis itu. Kenapa tidak membawanya menemuiku.” Michael melangkahkan kaki keluar dari bebatuan. Dia mau memanjat pembatas pantai agar bisa menemui Leo dan Fahima.“Tuan itu berbahaya. Kita harus mengitari pagar.” Fendy kebingungan.“Itu terlalu lama.” Michael masih kesal dengan kejadian di villa tengah laut. Dia sudah tidak sabar ingin memarahi Leo dan Fahima.“Tuan, k
Michael merebahkan tubuh di atas kasur empuk. Pria itu mengambil ponsel untuk mematikannya karena dia sudah bersiap untuk tidur. Sebuah nama muncul di layar dan lelaki tampan tanpa baju menggeserkan icon hijau menerima panggilan dari mamanya. Dia tidak perlu khawatir dengan guci pecah karena sedang berusaha mencari penggantinya.“Halo, Ma.” Michael menerima panggilan dari mamanya.“Sayang, apa guci pernikahan masih aman?” tanya nyonya Li.“Ah, aku sedang berusaha,” jawab Michael.“Apa maksud kamu sedang berusaha?” tanya nyonya Li.“Berusaha menjaganya,” jawab Michael lagi.“Sayang, hati-hati. Kamu akan mengalami kesialan tiada henti jika guci itu pecah tanpa ada wanita di dekat kamu,” jelas nyonya Li.“Jika, ada wanita?” tanya Michael yang segera
Michael dan Fendy terlihat sibuk bekerja. Fahima berdiri di tepi pantai. Tidak ada yang bisa dia lakukan. Pria yang suka memerintah itu terlihat sangat fokus ketika sedang bekerja dan tidak peduli apa pun seakan dunia itu hanya miliknya sendiri. Gadis berhijab berjalan menuju batuan. Dia duduk di atas batu dan menikmati deburan ombak dengan percikan air laut bersama angin. Wajah mulus itu telah basah begitu juga dengan ujung gamisnya.“Kemana dia?” tanya Michael.“Aku tidak tahu,” jawab Fendy melihat ke kursi dan mangkung yang telah kosong.“Apa dis pulang?” Michael berdiri dan melihat Fahima yang sedang bermain dengan air lau yang masuk ke dalam bebatuan. Ada siput dan kepiting kecil serta umang-umang.“Apa yang kamu lakukan?” tanya Michael berdiri di belakang Fahima. Dia bisa melihat ombak yang tenang tidak seperti kemarin, terlalu b
Mobil hitam telah memasuki kawasan ibu kota kepulauan itu. Kota kecil yang aman, nyaman dan damai. Penduduk yang berbaur dengan keanekaragaman budaya yang saling menghargai dan menghormati. Budaya melayu dan Chines adalah penduduk yang memiliki jumlah sama rata sehingga mereka semua seperti saudara tanpa memandang suku bangsa dan ras. Kesunyian yang terjadi selama perjalanan. Tidak ada yang berbicara. Fahima yang terus melihat ke jendela kaca seakan berusaha menghindari Michael hingga mereka tiba di galeri cantik.“Selamat datang, Tuan.” Seorang wanita chines dan masih muda menyambut kedatangan Michael. Dia melirik Fahima yang berpakain muslimah sangat kontras dengan pria tinggi itu.“Aku mau mencari guci pernikahan dengan ukir burung phonic dan bunga teratai,” ucap Michael langsung.“Apa Anda akan menikah?” tanya wanita paruh baya dengan pakaian tradisional Chines.
Tubuh tinggi dan seksi serta putih tanpa ditutupi kain itu berada di atas kasur empuk dengan posisi telentang. Mata tajam menatap langit-langit kamar yang masih terang. Michael seakan baru menyadari bahwa dirinya baru saja ditolak oleh seorang wanita miskin yang bisa dia beli begitu saja. Kejadian di kolam jodoh terus terbayang di dalam ingatan pria itu.“Apa aku sudah ditolak?” Michael duduk.“Aku tidak sedang melamarnya.” Mata Michael menatap guci pernikahan yang sama persis dengan miliknya. Dia meletakkan guci antic itu di atas meja dan jauh dari tempat tidur.“Aku tidak mungkin jatuh cinta pada wanita kampuangan itu. Kulitku bahkan lebih putih darinya.” Michaek tersenyum kecut. Dia berusaha menolak kekaguman yang ada di dalam hatinya pada Fahima.“Aku harus tidur dan besok langsung pulang ke Jakarta saja.” Michael melihat jam yang melingkar di perge
Pak Wang mengendarai mobil menuju desa Kunday mengantarkan Michael kembali ke rumah opa dan oma dari sebelah papa. Cleya mengikuti dari belakang yang juga ditemani seorang sopir dari hotel. Dia sangat penasaran dengan tujuan dari pria tampan itu karena belum bisa kembali ke Jakarta. Wanita itu sangat berharap menjadi menantu keluarga Hardianto yang memiliki dua putra, tetapi dia sangat ingin menikah dengan Michael˗Anak pertama yang paling membanggakan.Michael adalah pemegang utama perusahaan orang tua mereka dan milik pribadinya. Dia yang mengembangkan dan membuat semakin maju. Itu yang membuatnya menjadi jimat keberuntungan keluarga. Pria itu sangat terkenal di Indonesia dan dunia. Wajahnya selalu terpampang di majalah bisnis dan televisi. Di mata Cleya, hanya Michael yang pantas menjadi kekasih dan suaminya di masa depan.“Rumah siapa ini?” tanya Cleya pada dirinya sendiri, tetapi mampu didengarkan oleh sopir. Wanita itu melih
Pagi hari, Fahima melakukan rutinitas seperti biasa. Dia menyiapkan semuanya dengan sempurna untuk nenek dan mamanya. Air mata mengalir di wajah cantik ketika selesai mengerjakan semua pekerjaanya. Guru cantik itu harus pergi selama dua bulan dan meninggalkan dua wanita yang ia sayangi.“Ma, ayo makan.” Fahima menarik tangan mamanya.“Ya.” Mama tersenyum. Mereka berdua makan dengan tenang tanpa ada yang bersuara. Makanan dengan lauk dan sayuran sederhana.Selesai makan, Fahima langsung mencuci piring dengan sangat hati-hati agar tidak membat gamisnya basah dan kotor. Mama memperhatikan wajah cantik putri semata wayang yang terlihat sedih dan menanggung beban berat hingga menyelesaikan pekerjaanya.“Kenapa kamu bersedih? Ingat kamu harus lulus. Serang itu jauh dan kamu sudah menghabiskan banyak waktu untuk belajar dan bisa berangkat ke sana.” Mama mengusap kepala Fa
Mobil Leo kembali memasuki tempat parkir hotel. Dia melihat Michael yang langsung turun dari mobil dan berjalan menuju kamar tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Pria itu berbaring di atas tempat tidur, matanya menatap pada langit-langi kamar yang dihiasi lampu Kristal. Wajah Fahima seakan menari-nari di sana, senyuman, tawa dan marah membuat pria dengan wajah Chines itu tersenyum.“Apakah aku harus menyusulnya ke Serang?” tanya Michael pada dirinya.Ini adalah perjalanan pertama Fahima keluar dari Pulau Bangka. Pertama kalinya wanita itu melakukan penerbangan dnegan pesawat. Mata bulat dan indah melihat sekeliling melihat keluar jendela menikmati pemandangan dari ketinggian. Lima puluh menit berada di udara dan pesawat Garuda telah mendarat di bandara Soekarno Hatta.“Alhamdulilah ya Allah.” Fahima turun dengan perlahan dari pesawat. Dia mengikuti orang-orang untuk mengambil barang bawaan.
Jordan mendapatkan libur dari Michael dan pria itu langsung mengendarai mobilnya menuju Serang. Dia ingin bertanya pada Fahima alasan wanita itu memblokir nomor ponselnya. Mobil putih tinggi dengan ban besar telah berhenti di depan masjid kosan. “Di mana dia? Apa di kampus?” Jordan turun dari mobil dan berjalan menuju pintu pagar.“Permisi,” sapa Jordan.“Ada apa, Pak?” tanya petugas keamanan.“Maaf, Pak. Apa Fahima ada di dalam?” tanya Jordan.“Oh, mereka semua pergi ke kampus,” jawab petugas keamanan.“Kapan dia kembali?” tanya Jordan.“Siang nanti setelah salat zuhur,” jawab pria itu.“Tidak lama lagi.” Jordan tersenyum melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.“Terima kasih, Pak. Saya pamit dulu,” ucap Jorda.“Iya, sama-sama,” balas petugas keamanan.Jordan kembali ke mobil dan mengendarinya menuju ke kampus UNTIRTA. Pria itu menunggu di depan pintu gerbang kampus dengan tetap duduk di dalam mobil. Tidak butuh waktu lama, wanita yang ditunggu berjalan santai bersama den
Malam hari mereka tiba di depan musalah yang berhadapan dengan kosan Fahima. Wanita cantik dan masih sangat muda itu masih duduk diam di kursi. Michael membuka sabuk pangaman dan menoleh pada Fahima.“Apa aku harus membukakan sabuk pengaman untukmu?” tanya Michael tersenyum.“Tidak.” Fahima segera melepaskan sabuk pengaman.“Kita tidak akan bertemu lagi setelah ini.” Fahima menoleh pada Michael.“Hanya dalam satu minggu,” tegas Michael.“Tidak ada pesan dan panggilan,” ucap Fahima meyakinkan.“Aku janji.” Michael menatap Fahima dan wanita itu segera memalingkan wajahnya.“Aku sangat ingin memeluk dan menciumnya.” Michael memperhatikan lekukan wajah Fahima dari samping.“Terima kasih untuk hari ini dan hadiahnya,” ucap Fahima tanpa menoleh lagi. Dia sadar pria di sampingnya memang sangat tampan, tetapi keturunan dan asal Michael membuatnya tidak tertarik sama sekali pada lelaki itu. Masa lalu memang menjadi bayangan yang selalu mengikutinya karena tidak mampu untuk melupakan walaupun te
Mobil Michael berhenti di tempat parkir sebuah restaurant yang ada di Banten. Fahima menurut saja, karena dia kasihan pada orang kaya yang sudah terlambat makan siang karena buru-buru datang ke Serang.“Aku salat dulu,” ucap Fahima melihat musalah yang ada di samping restaurant.“Salat apa?” tanya Michael.“Asar,” jawab Fahima.“Aku akan menemani kamu.” Michael menatap Fahima.“Kamu masuk dan pesan makanan. Aku akan menyusul,” ucap Fahima.“Tidak,” tegas Michael memegang tas Fahima.“Kenapa?” Fahima menaikkan alisnya heran.“Kamu akan lari dariku,” jawab Michael menatap tajam pada Fahima yang tersenyum lucu melihat ketakutan pria di depannya. “Kenapa kamu tersenyum?” tanya Michael.“Bawa tas aku bersama kamu.” Fahima melepaskan tali tas dan memberikan pada Michael.“Pergi dan makanlah!” Fahima berjalan menuju musalah.“Hm, aku tidak bisa memesan makanan,” ucap Michael menghentikan langkah kaki Fahima.“Apa?” Fahima menoleh.“Ya. Aku tidak pernah memesan makanan sendiri,” ucap Michael
Jane sangat kecewa dengan perlakukan dua bersaudara yang telah menolaknya setelah mendapatkan tanda tangan kontrak kerja sama, tetapi dia cukup senang karena bisa bertemu dengan pria yang cerdas dan tidak mudah di dekati khususnya Michael.“Sepertinya aku akan betah berada di sini.” Jane dengan pakai renang seksi keluar dari air.“Silakan Nona.” Sekretaris Jane memberikan baju handuk kepada Jane.“Selidiki kekasih Michael dan Jordan!” perintah Jane.“Baik, Nona.” Assisten Jane membungkuk. Jane masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. Wanita itu lebih terpesona pada Michael dari pada Jordan yang lebih mudah didekati.Michael terlihat sibuk dengan pekerjaanya. Dia harus menandatangan banyak berkas kerja sama dan hasil laporan dari karyawan setiap awal tahun. Pekerjaan cukup bisa membuat pria itu lupa pada Fahima karena dia tipe orang yang sangat fokus. Pria itu tidak sadar dengan pesan yang telah masuk ke dalam ponsel khususnya.“Permisi, Pak.” Fendy berdiri di
Fahima dan rekannya pulang ke Serang dengan tumpangan dari dosen Reno. Tidak ada yang bisa menolak dan itu menjadi keberuntungan bagi mereka karena tidak mengeluarkan biasa untuk ojek online. Dosen Reno selalu mengantarkan Pak Dedy dan Pak Mer terlebih dahulu dengan alasan tidak perlu mengitari komplek perumahan. Padahal mereka tahu dosen tampan dan masih muda itu ingin mempunyai kesempatan untuk bersama Fahima.“Terima kasih, Pak. Maaf merepotkan,” ucap Pak Mer.“Sama-sama,” balas dosen Reno.“Dadah.” Fahima melambaikan tangannya. Dia duduk di samping dosen Reno karena tidak mungkin berdempetan dengan dua rekannya yang laki-laki.“Hati-hati ya!” teriak Pak Dedy tersenyum.“Ya.” Fahima balas tersenyum. Mereka sudah seperti keluarga karena suka duka bersama dan saling membantu sebagai anak rantai di tempat orang.“Apa kamu mau langsung pulang?” tanya dosen Reno mengendarai mobilnya.“Ya, hari sudah sangat sore,” jawab Fahima.“Bagaimana dengan pertanyaanku?” tanya dosen Reno lagi.“Pert
Michael tiba di perusahaannya. Dia menghentikan mobil di tempat parkir khusus. Pria dewasa itu berjalan memasuki lift yang akan mengantarkan dirinya langsung ke ruangan kerja. Wajah tampan, putih dan tubuh tinggi dengan setelan jas biru terlihat sempurna membuat semua kaum hawa menjadi terpana akan pesona yang tidak bisa digapai.“Selamat datang, Pak.” Para karyawan menyambut kedatangan Michael yang sudah cukup lama tidak muncul sejak kecelakaan jatuh dari tangga.“Selamat datang, Pak.” Mereka menyambut Jirdan yang berjalan tepat di belakang Michael dan masuk ke dalam lift bersama.“Siapa yang datang hari ini?” tanya Michael.“Miss Jane,” jawab Jordan.“Kenapa seorang wanita? Apa dia pemilik perusahaan A****n?” tanya Michael lagi.“Putrinya,” jawab Jordan tersenyum.“Apa arti senyuman itu? Aku tidak suka.” Michael menatap Jordan.“Dia suka. Apa kamu akan menikah dengan gadis Amerika, Eropa atau Inggris?” Jordan tersenyum lepas.“Aku suka wanita Indonesia,” jawab Michael keluar dari lif
Fahima masuk ke dalam mobil Michael yang berada tepat di depan rumah makan. Mereka melewati jalan raya dan mengitari komplek perumahan. Keduanya hanya diam hingga mobil berhenti di depan masjid. Michael masih mengunci pintu sehingga Fahima tidak bisa keluar.“Apa lagi?” tanya Fahima yang paham benar pria itu masih belum mengizinkannya turun dari mobil.“Besok aku akan kembali ke Jakarta,” ucap Michael.“Lalu?” Fahima merapikan duduknya untuk mendengarkan pria itu berbicara.“Kamu harus menerima panggilan dariku, membalas pesanku dan tidak boleh dekat dengan pria mana pun!” Michael menatap Fahima.“Kamu siapa?” Fahima menoleh dan mata mereka bertemu.“Calon suami kamu,” tegas Michael.“Aku tidak suka dengan wanita gampangan yang sangat mudah disentuh oleh pria lain.” Michael memperhatikan Fahima.“Aku senang karena kamu selalu menjaga jarak itu.” Michael tersenyum.“Kenapa kamu menjadi halu yang seharusnya dilakukan pemuja seorang Ceo seperti di dalam novel romansa?” Fahima tersenyum si
Waktunya makan malam para anak kosan empang. Nama itu mereka berikan karena kamar kos berada di atas air sungai yang kadang pasang dan surut. Cukup sering melihat hewan yang masuk seperti ular, biawak dan ikan. Tiga wanita siap pergi ke rumah makan Pemadam Kelaparan dengan berjalan kaki melewati gang perumahan yang padat. Dibandingkan dengan Bangka di Serang makanan di jual dengan harga yang murah.“Berangkat”! teriak Bu Sri semangat dengan menggandeng tangan Fahima dan Vina di kiri dan kanannya.“Hey, hey mau kemana?” tanya Susi yang baru saja datang bersama Eni. Dua orang itu baru pulang dari rumah keluarga yang ada di Banten.“Makan malam dong. Nanti mati tak makan sekalipun,” jawab Bu Sri mengedipkan matanya.“Tunggu dong, Bu Rt. Kita juga mau makan bersama,” ucap Eni.“Ya udah, cepetan. Kita tunggu di sini.” Bu Sri melotot.“Siap.” Susi dan Eni berlari ke kamar untuk mengantarkan barang bawaan mereka dan kembali secepat kilat agar tidak tertinggal.Seorang pria mempehatikan para w
Mobil Michael berhenti di depas Masjid. Pria itu menoleh pada Fahima yang tertidur. Dia benar-benar lelah dengan kegiatan yang padat dan malam hari kurang tidur.“Kamu sangat tidak waspada.” Michael memperhatikan wajah cantik yang terlelap. Pria itu sangat ingin menyentuhnya. Alis tebal berpadu dengan bulu mata lentik dan panjang. Hidung mancung dan bibir mungil tetapi penuh begitu menggoda.“Hm.” Fahima membuka matanya dan Michael menjauh.“Aw!” Kepala Michael terpantuk pintu.“Ada apa?” Fahima menatap Michael.“Tak apa. Kita sudah sampai,” ucap Michael mengusap kepalanya.“Ah, iya.” Fahima membuka pintu dan turun dari mobil tinggi itu.“Aku akan berada di Serang selama kamu ujian kinerja.” Michael sudah berdiri di depan Fahima.“Kenapa memberitahukan kepadaku?” Fahima melihat sekilas pada Michael.“Karena aku di Serang untuk menunggu kamu menyelesaikan PPG ini,” jawab Michael.“Apa urusannya denganku?” Fahima menaikan alisnya.“Setelah kamu menyelesaikan pendidikan ini. Kita akan ke