"Ayo sarapan bersama!" Aladrich mengusap lengan Eleanora lembut. Ia tahu, kejadian kemarin malam membuat suasana hati istri nya tak baik-baik saja. Apalagi, dengan ibunya yang langsung memaksa pulang karena Rea tak mendapat kan maaf. Aldrich tentu paham dengan kondisi Elea, juga paham dengan perasaan ibunya. Tapi, yang masih menjanggal adalah, Rea yang tak merasa bersalah sedikitpun."Mama marah padaku, bahkan semalam ia kembali menatapku sinis, Rich," desahnya palan. Ia baru saja menidurkan Calix dan masih enggan meninggalkan anaknya."Jangan dipikirkan. Mama itu hanya terlalu sayang pada Rea hingga tak sadar kalau Rea selalu membuat masalah untuknya."Elea menoleh, ia mendelik tak percaya karena Aldrich yang tak membela adiknya sama sekali. Bukankah ini sangat aneh. "Dia adikmu, harusnya kau bela dia."Aldrich membalik Elea, mengangkat wajah istrinya dengan perlahan, di sana tampak keresahan dan rasa penyesalan yang dominan. "Kau merasa bersalah karena mama memilih pe
Julian meremas rambut nya kuat. Fakta bahwa Fera sedang mengandung anaknya membuatnya gusar. Ia sedang berperang dengan hati dan pikirannya."Eleanora, bagaimana aku meyakinkanmu kalau aku mencintaimu! Aku menyesal, aku ingin kita kembali bersama dan mengulang semuanya dari awal," engahnya dengan dada bergemuruh sesak. Ia menyesal, sungguh ia sangat menyesal karena dulu berpaling dari kekasihnya dan tergoda dengan kemolekan serta hidangan yang Fera berikan. "Shit! Semua karena Aldrich sialan itu. Dia membalasku dengan merebut Elea, kekasihku. Berapa kali aku katakan padanya, bahwa dia, tak pernah dicintai, dulu dan sekarang, wanita-wanita itu hanya mencintai ku."Di raihnya sebuah kertas, di mana itu adalah gambar rekaman bayi yang dikandung Fera, ada nyawa tak bsrdosa di dalamnya. Namun, sungguh, Julian hanya ingin kembali pada Elea, bahkan ia rela mengakui anak Elea adalah anaknya. Ia berjanji akan merawat dan membesarkan anak itu dengan sepenuh hati, asalkan Eleanora k
Di ujung sana, pria dengan mata elang masih menatap tajam pada mangsa. Kemanapun si wanita bergerak, ia terus mengikuti secara diam-diam. Rasa rindu, sudah tidak bisa ia tahan. Langkah maju terarah ke depan. Namun, saat melihat wanita yang sangat ia kenal mendekat. Ia menghentikan langkah dan mundur. Sementara itu, "Hai, tidak kusangka kita akan bertemu di sini, bagaimana kabarmu?" sapanya seperti biasanya. Wanita yang juga sama terkejutnya, tersenyum tipis. "Aku baik. Sudah lama tidak saling sapa, kau baik-baik saja kan, Fera?"Fera, wanita dengan potongan rambut sebahu itu mencoba tersenyum. Ia menghela napas menetralkan perasaannya. Bagaimana pun di hadapannya adalah wanita yang masih sangat suaminya cintai. Dia adalah--Eleanora. "Seperti yang kamu lihat. Aku, ah ... Mungkin kamu sudah mendengar rumor, El. Julian ingin bercerai denganku," ucapnya dengan menahan sesak. Sungguh sakit sekali setiap kali ia mengingat kata-kata Julian. Bahkan tatapan pria itu tak sehang
"Kau lelah? Kemarikan Calix, aku merindukan putraku." Aldrich meraih putranya dan menuntun sang istri duduk di sofa. Tadi, salah seorang dari orang suruhannya mengabarkan apa yang terjadi di pusat perbelanjaan. Untuk itu, Aldrich langsung meminta Eleanora ke kantor bersama dengan putra nya. Awalnya Elea menolak karena tak ingin mengganggu tapi Aldrich memaksa karena merindukan Calix."Tidak. Bagaimana mungkin aku lelah, aku tidak berjalan kaki, Rich," ucapnya menatap sayang kedua pria kesayangan. Calix sudah semakin besar, ketampanannya semakin terlihat jelas seperti ayahnya. Aldrich tertawa rendah. Istrinya memang paling pandai menjawab kata-katanya. Tidak lama, pintu diketuk, dan terlihat wanita cantik membawa susu juga teh untuk Elea. "Silakan nyonya." kembali berdiri tegak setelah meletakkan teh dengan hati-hati di hadapan istri bosnya. Terlihat jelas, Elea yang menatap sinis Aldrich, apakah ini alasan sang suami sering sekali lembur? Wanita ini begitu molek dan juga ca
Elea mematung, masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Suaminya, ia pikir tadi sedang khawatir soal pekerjaan. Tapi, di depan matanya---"Rich, kamu ...."Tubuh Aldrich juga sama terkejutnya. Ia dan seseorang yang sedang dalam situasi tidak baik, segera saling menjauh dan menoleh pada sumber suara."El, kamu ... Di sini?" Perlahan Aldrich menjaga jarak, berjalan mendekati sang istri dengan ekspresi seperti biasa. Manis dan hangat.Elea tak menjawab, tapi bisa menangkap reaksi berbeda dari wanita di atas ranjang, senyum kelicikan mulai terlihat di sana. "Jadi, kamu menjenguknya sampai meminta aku pulang, Rich?" tanya nya mendongak, menatap suami nya yang masih tetap memberi senyum tanpa bersalah."Rich, kamu khawatir seperti itu karena dia? Bukankah kamu bilang padaku, kalau dia tidak terlalu penting untukmu, tapi yang aku lihat sangat berbeda."Elea mendesis kesal, dia tidak menyukai Olivia sudah lama, sejak wanita itu datang pertama kali ke mansion dan membuat kegaduhan.Ya, wa
"Sayang, ini sudah hampir dua minggu kamu mendiami ku," keluh Aldrich memeluk istrinya dari belakang.Elea tetap tidak melakukan apapun. Ia tidak marah lagi karena tahu suaminya tidak akan menyakitinya. Hanya saja, ia ingin menggoda Aldrich sebentar.Aldrich menghela napas berat, ia tak tahu jika Elea bisa semarah itu padanya. Ia memang bersalah, kejadian itu memang tak ia perkirakan akan jadi seperti ini. Ia hanya panik karena mengetahui Olivia dalam masalah. Bukan karena ia ada rasa tapi semua murni karena ingin menolong.Aldrich mencium pelan tengkuk sang istri. "Maafkan aku, saat itu, aku hanya khawatir karena mendengar dia dalam masalah. Tidak ada cinta seperti yang kamu maksud sayang," katanya lagi menjelaskan.Menghela napas pelan, Elea berbalik, menatap wajah sang suami yang terlihat sangat lelah. "Ayo, aku akan siapkan air mandi mu, setelah itu kita makan malam bersama, ya.""Kamu masih marah?""Sejujurnya--," Elea sengaja menggantung ucapannya. "Ya, aku masih marah. Kamu ter
"Kau sudah bangun, Rich." Olivia mendekat dan membawa secangkir kopi ke depan Aldrich. Pria itu terlihat sangat kusut juga lelah. "Sudah pagi, ya?" katanya melihat sekeliling, matahari sudah terlihat bersinar. "Hem, kamu sangat lelah ternyata." Olivia duduk di sebelah Aldrich. Ia kembali meminta Aldrich untuk meminum kopi buatannya. Aldrich menyesap kopinya, tenggorokan nya terasa hangat seketika. Ayah Calix itu langsung menepuk jidatnya karena melupakan satu hal. "Ya ampun, aku belum mengabari Elea kalau aku tidak bisa kembali, semalam," katanya meraih ponselnya. Semakin kesal pula dia setelah tahu bahwa ponselnya mati. "Aku tidak bisa meminjamkan ponselku padamu, Rich. Kau tahu, 'kan istrimu tidak menyukaiku." Aldrich mengangguk, jika itu terjadi, bisa menjadi masalah baru untuknya. Dia dan Eleanora baru saja berbaikan, jadi memang apa yang di katakan Olivia benar. "Hem, aku tidak ingin dia kembali marah padaku," jelasnya meraih memakai kemejanya. Semalam saat membantu
Elea memalingkan wajah, tak ingin Aldrich melihatnya menangis juga malas menjelaskan apa yang sudah terjadi sebenarnya.Aldrich mengangkat anaknya, mengecupnya berulang kali, kemudian meletakkan di kereta bayi."Ada apa?" tanya nya halus. "Apa karena semalam aku tak pulang jadi kamu menangis?" Aldrich masih belum mengerti dengan situasi yang ada. Ia membawa wajah tadi agar menghadapnya."Aku sudah jelaskan, semalam hujan deras, aku tidak bisa pulang dan ponselku mati," jelasnya mengira bahwa Elea marah karena terlambat mengabari.Elea berdiri, ia merasa enggan di sentuh, ia yakin bahwa tangan itu pasti sudah menyentuh tubuh wanita lain semalam, ia yakin bahwa kegiatan panas itu begitu melelahkan sampai Rich tidur dengan sangat nyaman."El, ada apa? Kita baru berbaikan dan kamu sudah bersikap dingin lagi pada aku." Aldrich berdiri mendekat dan berdiri di hadapan sang istri. "Kamu tahu jawabannya, Rich. Jangan pura-pura merasa tidak bersalah."Aldrich semakin bingung, dia sudah meminta
"Mama, kapan kita berlayar?" tanya Calix mendongak ke arah ramping kanan.Elea berpikir lalu menatap suaminya sekilas dan berkata, "Kita tunggu Papa tidak sibuk, baru berlayar," jawabnya sekenanya.Calix mengerucutkan bibir, ia mendongak ke arah samping di mana sang ayah tengah berdiri menatap ibunya. Anak itu lantas berucap setelah mengatur napas dengan baik, "Papa, kapan Papa tidak sibuk?"Aldrich tersenyum cerah, hubungan ini adalah hubungan yang sangat ia sukai. Beberapa bulan lalu, setelah sang istri menanyakan bagaimana rupa tunangannya, hubungan mereka kembali tenggang tetapi tidak membuat mereka sampai bertengkar hebat. Memang tidak mudah membujuk Eleanora yang masih terluka, tetapi tidak ada yang tidak mungkin selama merayu dan membujuk dengan keras. Dan Aldrich berhasil membuktikan bahwa dia bisa mempertahankan rumah tangganya."Bagaimana kalau Minggu depan?" Calix mengetuk-ngetuk kepala tanda berpikir dan itu sangat menggemaskan bagi Eleanora. Tidak lama, Calix mengangguk
Elea terpaku, ia yang berniat akan mengambil air minum untuknya dan Rich tidak sengaja mendengarkan ucapan Reanita dan ibu mertuanya. Ada rasa yang tidak enak di dalam hati, sesuatu yang membuat hatinya sesak dan itu karena ucapan yang mungkin saja tidak benar.Nyonya Anita melirik anaknya agar Rea tidak melanjutkan kembali ucapannya. Tetapi, Reanita tidak juga menyadari apa yang ibunya maksud."Aku benarkan, Ma. Eleanora terlihat mirip dari bentuk tubuh. Ya, walaupun kita sama-sama tahu keduanya berbeda, hanya tubuhnya saja yang terlihat mirip," ujar Reanita belum juga sadar."Bahkan gaun pernikahan yang Eleanora pakai adalah gaun yang memang kakak siapkan untuk pernikahan kakak dengan--""Reanita diam!" pekik nyonya Anita karena Rea tidak juga menghentikan ucapannya sejak tadi.Rea sampai terkejut karena ibunya yang tiba-tiba berteriak, semakin terkejut saat tahu Eleanora sudah berdiri di dekat pintu mendengarkan ucapannya yang mana.Rea berdiri, begitupun dengan nyonya Anita. Kedua
Eleanora menggenggam tangan Reanita lembut, ibu Calix itu merasa senang karena merasa bahwa Rea sudah benar-benar berubah."Tidak, aku tidak pernah marah padamu Rea," ucap Eleanora pada saudara iparnya. Elea kembali melanjutkan, "Maafkan aku juga yang pernah melakukan kesalahan, jujur aku tidak ada niat melakukan itu," sambungnya.Rea merasa lega, semua beban dalam hatinya seolah menguar begitu saja setelah mendengar ucapan Eleanora yang tidak mempermasalahkan permasalahan mereka.Keduanya terus bercerita layaknya temannya yang sudah lama bersama. Eleanora menceritakan kisah hidupnya yang malang pada Reanita yang langsung terkejut karena Eleanora benar-benar sangat tangguh.Yang tidak mereka berdua sadari adalah, nyonya Anita sedang berdiri di dekat pintu, mendengarkan semua yang anak dan menantunya ucapkan. Hatinya juga ikut lega karena Eleanora mau memaafkan Reanita yang sudah keterlaluan selama ini.Karena tidak ingin mengganggu ketenangan keduanya, nyonya Reanita memutuskan untuk
Aldrich menyeringai, menatap pada Olivia yang terlihat semakin gugup, "katakan padaku Olivia kenapa kau tega lakukan ini padaku?" tanya Aldrich masih menikmati kegugupan Olivia."Rich, aku bisa jelaskan, tolong lepaskan aku dulu," mohonnya masih dengan wajah pucat."Kamu bahkan tega membuatnya menyerahkan diri pada Julian, di mana perasaanmu Olivia? Kau pendosa," ujar Aldrich dengan gigi gemeretak. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya tunangannya saat itu. Dan wanita di hadapannya adalah dalangnya."Aku mencintaimu Rich, aku tidak ingin ada wanita lain dekat denganmu," aku Olivia dengan tubuh gemetar.Menurutnya hanya dia saja yang pantas bersama Aldrich karena mereka setara, sementara tunangannya dan Eleanora sama-sama dari wanita kelas bawah yang tidak cocok dengan Aldrich sama sekali.Berulang kali Olivia meminta dengan baik agar tunangan Aldrich mundur, tetapi wanita itu terus bersikeras bertahan walau sebenarnya Olivia tahu, dia juga menginginkan Julian.Olivia hanya in
Aldrich mendekati sang istri dan memeluknya dari belakang. "Calix di bawah bersama Mama dan juga Rea."Mata Elea terbelalak dan langsung melepas diri ingin turun ke bawah tetapi Aldrich mencegahnya. Pria itu menahan tubuh istrinya dan menatapnya dalam."Jangan khawatir, Rea tidak akan membawa Calix pergi jauh lagi. Ada mama yang menjaga. Lagipula kamu harus segera bersiap karena kota akan pergi dua jam lagi."Mengerutkan kening tidak mengerti. "Pergi? Kita akan kemana?" tanya Elea masih memikirkan Calix di bawah sana."Aku ingin menebus kesalahanku. Aku ingin kamu, mama dan jga Rea memiliki waktu bersama," jelas Aldrich.Semakin bingung dan tidak mengerti, apalagi saat Aldrich mengatakan mereka bertiga akan pergi bersama. Eleanora tahu kalau ibu mertuanya sudah menerimanya kembali, tetapi bagaimana jika mereka kembali berubah dan membuatnya tersisih."Apa kamu ikut bersama kamu?" Mengangguk pasti, cukup membuat hati Eleanora lega, setidaknya jika Aldrich ikut, maka semua pasti akan b
Keduanya saling menumpahkan rasa rindu. Elea menumpahkan semua kekesalannya, mengatakan semua yang terjadi hingga terus merasa curiga dan sakit hati.Aldrich terdiam, dia mencerna juga mencoba mencari tahu siapa yang sebenarnya mengirim foto-foto pada sang istri."Aku sangat takut kalau kamu meninggalkan aku, sayang," kata Aldrich memeluk istrinya erat.Saat ini keduanya sedang duduk di sofa, dengan Eleanora yang berada di atas pangkuan sang suami. Bahkan jubah mandi Elea sudah terlihat berantakan walaupun keduanya tidak melakukan apa pun."Aku belum menemukan tempat bersembunyi yang tidak kamu ketahui. Bukankah selama ini kamu selalu menemukanku?" canda Eleanora membuat Aldrich terkekeh kecil.Mengangguk bangga, Aldrich melerai pelukan mereka, menatap wajah istrinya yang kemarin sempat dia lukai. "Apa rasanya sakit?" tanya nya mengusap wajah sang istri. Ia tahu itu pasti sangat sakit tapi dia ingin mendengar jawaban sang istri.Eleanora menggeleng pelan. "Tidak, melihatmu mengkhawati
Aldrich dan Olivia terkejut saat mendengar suara benda jatuh dari arah belakang. Dan semakin terkejut saat melihat siapa yang berada di depan pintu dengan makanan yang bercecer karena terjatuh. Olivia menjauh, sedang Aldrich mendekat ke arah seseorang yang saat ini berdiri mematung tanpa ekspresi apa pun. "Eleanora, kamu di sini? Ayo masuklah!" Aldrich begitu gugup walaupun dia tidak melakukan kesalahan tetapi wajah Elea cukup menggambarkan hal buruk akan terjadi. Elea menepis tangan suaminya keras. "Jangan sentuh kan tanganmu!" "Sudah jangan lagi kamu jelaskan apa pun. Aku sudah mendengar dan melihat semuanya, lagi," katanya menatap Olivia yang terlihat biasa saja. Eleanora menatap ke arah suaminya, rasa sesak yang semakin menambah kesaktiannya selama ini membuatnya mual dan kecewa. Aldrich baru saja menuduhnya melakukan hal buruk pada Olivia dan sekarang dia melihat suaminya di sentuh oleh wanita itu, ini sangat menyedihkan. "Elea, ini tidak seperti yang kamu kira," Ol
Reanita menggeleng, ia menangis dengan lutut sudah bertumpu di atas lantai. "Kakak maafkan aku. Aku bersalah karena sudah banyak bersalah padamu selama ini," Isak Rea menunduk."Berdiri Rea!"Menggeleng dengan lemah, Rea tidak berani mengangkat wajah, ia malu tetapi dia tidak akan menambah kerusakan lagi. Ini sudah cukup. Ia sudah mendapatkan kemarahan kakaknya. Jika dia kembali melakukan kesalahan bisa saja Aldrich tidak akan mengakuinya adik selamanya."Maafkan Rea, Kak" "Selama ini Kakak membenciku hanya karena ayah kita berbeda. Di sekolah aku selalu menjadi ejekan karena Kakak tidak pernah peduli padaku," ucap Rea dalam tangisnya, terdengar pilu dan menyayat hati."Aku semakin cemburu ketika kakak bertunangan, apa lagi, ruangan kakak tidak menyukaiku dan mengatakan aku anak haram."Hancur hati Anita, ia tidak tahu jika anak gadisnya sudah menderita sejak lama. Ia mengira Rea tidak memendam apa pun karena begitu ceria dan terbuka.Rea melanjutkan. "Hanya Olivia yang menerimaku, d
Elea berdehem dan melanjutkan pekerjaannya. Saat ini, dia hanya ingin Calix dan ayahnya saling dekat. Mungkin dengan dia kembali ke rumah, Aldrich bisa meluangkan waktu lebih banyak pada sang putra."Sore nanti, kita ke rumah Mama, aku ingin kita menginap beberapa hari karena Mama kurang sehat."Lagi-lagi Eleanora berdehem. Ia memang berniat membawakan kue untuk ibu mertuanya, setidaknya jika bersama Aldrich dia tidak akan mendapatkan hinaan seperti sebelumnya.••••••Sementara itu, di tempat berbeda, Nyonya Anita terus mengetuk pintu Rea, anak gadisnya sudah beberapa hari tidak keluar kamar dengan alasan lelah."Rea! Kamu ada masalah apa sayang?" tanya nyonya Anita lebih keras. Tidak biasanya Rea mengurung diri selama ini."Ada yang membuatmu tersinggung?" Kembali nyonya Anita melanjutkan. "Eleanora membuatmu sakit hati lagi?"Rea membuka pintu karena ibunya sekali lagi menyalahkan Eleanora. Gadis itu terlihat sangat kacau dengan wajah dan mata yang bengkak.Sudah berapa lama Rea men