Hari itu, Alexander pulang dengan tubuh yang terasa amat berat. Setelah berhari-hari penuh dengan tekanan, teror yang tak kunjung usai, serta kelelahan fisik dan mental yang menggerogoti, ia hanya ingin satu hal: pulang ke rumah dan melupakan semua masalah yang menghantuinya di kantor.Saat ia membuka pintu rumahnya, keheningan menyambutnya. Cahaya redup dari lampu-lampu rumah membuat suasana terasa hangat dan menenangkan. Alexander menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir rasa lelah yang menumpuk dalam dirinya. Langkah kakinya pelan namun pasti menuju ruang keluarga, tempat di mana ia tahu bahwa istri dan anaknya mungkin sedang beristirahat.Tepat seperti dugaannya, di sofa yang nyaman, Sarah tampak tertidur lelap dengan Zacky yang terbaring di pangkuannya. Pemandangan itu seketika menghapus rasa lelah yang ia rasakan. Ada sesuatu yang ajaib dalam momen itu—kedamaian yang hanya bisa ia temukan dalam kehadiran keluarganya.Alexander berdiri sejenak, menikmati pemandangan tersebut.
Pagi itu, Amelia berjalan menuju kafe favoritnya setelah selesai kuliah. Ia merasa butuh tempat untuk duduk sejenak dan menikmati secangkir kopi sambil merenung. Sejak beberapa hari terakhir, pikirannya terus dipenuhi oleh Adrian dan perasaan yang ia miliki. Rasa cemburu dan penasaran menggerogotinya, terutama setelah pertemuan terakhir mereka di rumah Sarah.Saat Amelia hendak memasuki kafe, matanya tak sengaja menangkap sosok yang familiar di seberang jalan. Di sana, berdiri Adrian yang sedang berbicara dengan seorang pria. Amelia memperhatikan lebih dekat, berusaha mengenali siapa pria tersebut. Namun, pria itu memakai masker dan topi yang menutupi sebagian besar wajahnya, membuatnya sulit dikenali.Rasa penasaran menggelitik Amelia. Mengapa Adrian berbicara dengan seseorang yang tampaknya berusaha menyembunyikan identitasnya? Amelia merasa ada sesuatu yang janggal. Tanpa berpikir panjang, ia memutuskan untuk mendekati mereka."Adrian!" teriak Amelia, melambaikan tangan untuk menar
Pagi itu, Alexander baru saja selesai sarapan bersama Sarah dan Zacky ketika ia menerima pesan dari James, asistennya yang selalu setia. Pesan itu singkat, namun cukup membuatnya terjaga sepenuhnya.*"Pak, saya mendapat informasi dari seorang saksi bahwa ada seseorang berpakaian hitam yang masuk ke ruangan Anda kemarin malam. Orang tersebut meletakkan sesuatu di atas meja Anda, sepertinya jas. Saya sudah meminta rekaman CCTV dan menyiapkan saksi untuk bertemu dengan Anda di kantor."*Mata Alexander langsung melebar membaca pesan tersebut. Perasaannya segera dipenuhi oleh rasa penasaran dan kecemasan. Siapa orang berpakaian hitam itu? Apakah ini ada hubungannya dengan teror yang ia terima akhir-akhir ini? Pikirannya langsung dipenuhi dengan berbagai kemungkinan, namun ia tahu satu hal pasti: ia harus segera pergi ke kantor untuk memastikan semuanya."Sarah, aku harus segera ke kantor," kata Alexander buru-buru sambil meletakkan cangkir kopinya.Sarah menatapnya dengan penuh kekhawatira
Amelia baru saja selesai dengan shift malamnya di kafe. Rasa lelah mulai menjalar ke seluruh tubuhnya, namun ia tetap merasa tenang. Jalanan sepi, hanya ditemani cahaya lampu jalan yang remang-remang, memberikan suasana malam yang sunyi. Ketika hendak pulang, ia melihat sosok yang familiar berjalan cepat di seberang jalan. Pria itu adalah Adrian."Kak Adrian.. " ucap Amelia. Ada yang aneh dengan cara Adrian berjalan, langkahnya tergesa-gesa dan tampak cemas. Amelia merasa ada sesuatu yang tidak beres, nalurinya mendorongnya untuk mengikuti pria itu tanpa sepengetahuannya. Amelia mengambil keputusan cepat untuk tidak pulang langsung dan mengikuti Adrian dari kejauhan. Jantungnya berdebar-debar saat ia memastikan agar jarak mereka tidak terlalu dekat. Dengan langkah hati-hati, Amelia menjaga agar Adrian tidak menyadari kehadirannya."Mau kemana ya dia?."Adrian terus berjalan dengan kecepatan yang konstan, seolah-olah ia memiliki tujuan yang jelas. Amelia mengikuti tanpa suara, menjaga
Pagi yang cerah menyambut Amelia saat ia memutuskan untuk pergi ke tempat kerja Adrian. Pikirannya masih dipenuhi dengan bayangan pertemuan misterius yang ia lihat semalam. Ia merasa perlu mendapatkan jawaban, dan satu-satunya cara adalah dengan menyelidiki Adrian lebih lanjut. Amelia berusaha menenangkan diri, menyusun rencana agar penyelidikannya tidak terkesan mencurigakan.Saat tiba di gedung perkantoran di mana Adrian bekerja, Amelia menyapa resepsionis dengan senyum ramah. "Selamat pagi, saya ingin bertemu dengan Adrian. Apakah dia sudah ada di kantor?" tanya Amelia dengan nada suara yang ceria, seolah-olah tidak ada yang aneh."Selamat pagi, Amelia," balas resepsionis dengan senyum ramah. "Tentu saja, Adrian sudah ada di kantornya. Anda bisa langsung menuju ke lantai tiga."Amelia mengangguk dan berterima kasih sebelum melangkah menuju lift. Di dalam lift, ia merasakan degupan jantungnya yang semakin cepat. Ia berusaha menenangkan diri, memastikan bahwa ia bisa berpura-pura bia
Hari yang dinanti-nanti pun tiba. Ulang tahun Zacky yang pertama dirayakan dengan sangat meriah di kediaman Alexander dan Sarah. Rumah mewah mereka disulap menjadi tempat pesta yang elegan dengan dekorasi penuh warna. Balon-balon dan pita warna-warni menghiasi setiap sudut, memberikan suasana yang ceria dan penuh kegembiraan. Meja prasmanan dipenuhi dengan berbagai hidangan lezat, sementara di tengah-tengah ruangan berdiri sebuah kue ulang tahun besar dengan hiasan berbentuk mainan dan karakter kartun yang menggemaskan.Para tamu mulai berdatangan, sebagian besar adalah pengusaha terkenal dan tokoh masyarakat yang memiliki hubungan bisnis dengan Alexander. Suasana di pesta tersebut sangat mewah dan penuh dengan percakapan bisnis di sela-sela tawa dan canda para tamu. Meski pesta ini diperuntukkan untuk Zacky, namun jelas terlihat bahwa acara ini juga menjadi ajang pertemuan bagi para orang penting.Elizabeth dan Richard, orang tua Alexander, datang lebih awal dengan senyum lebar di wa
Setelah perayaan ulang tahun Zacky yang berlangsung meriah, kehidupan di rumah Alexander tampak berjalan normal seperti biasa. Namun, di balik senyum dan kehangatan keluarga, Alexander terus dihantui oleh teror yang belum terpecahkan. Meski ia tidak pernah mengungkapkan kekhawatirannya secara terang-terangan, terutama di depan Sarah dan Zacky, tekanan dari teror tersebut mulai membuatnya sulit tidur dan selalu waspada. Alexander mulai mendekati titik di mana ia harus menemukan siapa yang bermain-main dengan hidupnya. Pagi ini, ia duduk di ruang kerjanya, memandangi tumpukan dokumen di mejanya, tetapi pikirannya melayang ke arah teror yang terus datang menggunakan nama Daniel. Saat ia mencoba fokus bekerja, ponselnya berbunyi. Itu pesan dari James, asistennya.“Pak, saya mendapatkan informasi baru. Ada seseorang yang akan menemui Anda malam ini di sebuah tempat rahasia. Dia mungkin memiliki petunjuk tentang teror ini.”Alexander membaca pesan itu dengan cermat, dahinya mengerut. Ini m
Amelia menunggu dengan gelisah di kafe kecil tempat dia dan Adrian sepakat bertemu. Suasana malam yang seharusnya tenang terasa mencekam baginya, terutama setelah semua hal aneh yang ia lihat belakangan ini. Terlalu banyak pertanyaan yang berputar di kepalanya, dan Amelia tidak sabar ingin mendapatkan jawaban dari Adrian. Tak lama kemudian, pintu kafe terbuka, dan Adrian masuk dengan langkah pelan. Wajahnya terlihat lelah dan penuh beban, seperti seseorang yang telah lama menyimpan rahasia besar. Amelia mengangkat tangannya, mengisyaratkan agar Adrian duduk di depannya. "Jadi, apa yang sebenarnya terjadi, Adrian?" tanya Amelia langsung tanpa basa-basi, suaranya tegas namun penuh kekhawatiran.Adrian menghela napas panjang sebelum menjawab. "Aku tahu ini sulit untuk dipercaya, tapi apa yang kamu lihat beberapa hari lalu memang benar. Aku bertemu dengan seseorang yang menghubungkanku dengan masa lalu yang kelam... masa lalu yang tidak pernah kusangka akan kembali menghantuiku."Amelia