Kehadiran seorang bayi sering kali membawa kebahagiaan yang tak terlukiskan, tetapi untuk Sarah, kebahagiaan itu bercampur dengan rasa kecewa yang mendalam. Setelah melahirkan, Sarah merasa lelah, tidak hanya secara fisik tetapi juga emosional. Dia terbaring di ranjang rumah sakit, dengan bayi mereka yang baru lahir berada di dalam inkubator di dekatnya. Ketika Alexander tiba di rumah sakit setelah malam yang penuh dengan kecemasan, dia segera menuju ruang bersalin. Namun, begitu dia memasuki ruangan dan melihat Sarah, dia merasakan dinginnya sikap istrinya. Sarah tidak menatapnya, bahkan tidak menyapa. Dia hanya menatap bayi mereka dengan tatapan kosong, seakan mencoba mengalihkan perasaannya."Sarah," panggil Alexander dengan suara lembut. Dia merasa bersalah dan cemas. "Aku di sini sekarang."Sarah tidak menjawab. Dia tetap diam, tidak mau menatap Alexander. Hatinya masih terluka oleh kenyataan bahwa Alexander telah berbohong tentang makan malam bersama Emily, sementara dia harus
Hari pertama Sarah keluar dari rumah sakit, suasana rumah Alexander dipenuhi dengan kebahagiaan dan kegembiraan. Elizabeth dan Richard telah merencanakan pesta megah untuk merayakan kepulangan cucu pertama mereka. Rumah megah itu dihiasi dengan bunga-bunga segar dan balon-balon berwarna pastel yang menciptakan suasana yang meriah. Sarah merasa campuran perasaan bahagia dan gugup. Di satu sisi, dia senang melihat keluarganya berkumpul untuk merayakan kelahiran anaknya, tetapi di sisi lain, dia merasa cemas tentang reaksi mereka terhadap situasi rumah tangganya dengan Alexander. Saat Sarah memasuki rumah bersama bayi mereka di pelukannya, Elizabeth dan Richard langsung menyambutnya dengan pelukan hangat. “Selamat datang kembali, sayang,” kata Elizabeth dengan senyum lebar. “Kami sangat bahagia bisa merayakan kelahiran cucu pertama kami.”Richard, yang biasanya terlihat tegas, kini menunjukkan sisi lembutnya. “Kami sudah menyiapkan pesta ini untuk menyambut kalian berdua. Ini adalah h
Acara syukuran di rumah Alexander dan Sarah masih berlangsung dengan meriah. Para tamu yang hadir saling berbincang dan tertawa menikmati suasana. Sarah dan Alexander berdiri di tengah keramaian, menerima ucapan selamat dan doa dari keluarga dan teman-teman mereka. Elizabeth dan Richard, meskipun memiliki masalah tersendiri, berusaha menjaga suasana tetap hangat dan ramah.Namun, suasana tenang itu seketika berubah ketika Emily tiba-tiba muncul di pintu depan. Dengan tatapan tajam dan senyum sinis, Emily melangkah masuk, menarik perhatian semua orang di ruangan. Beberapa tamu terdiam, merasa canggung dengan kehadiran Emily yang jelas-jelas tidak diundang.Amelia yang berdiri di dekat meja makanan, segera menyadari kehadiran Emily. Ia langsung merasa bahwa suasana akan berubah panas. Amelia, yang selalu memiliki sifat jahil, merasa ini adalah kesempatan yang tepat untuk mengerjai Emily.Emily berjalan mendekati Sarah dan Alexander, dengan niat yang jelas untuk mengganggu. "Selamat atas
Daniel melangkah masuk ke dalam kafe tempat Amelia bekerja. Suasana kafe yang tenang dengan aroma kopi yang khas membuatnya merasa nyaman. Daniel mengamati sekeliling, mencari sosok Amelia di antara para pelayan dan pelanggan.Amelia sedang sibuk melayani pelanggan di meja ujung, tak menyadari kehadiran Daniel. Rambutnya yang diikat rapi dan seragam pelayan yang sederhana tidak mengurangi pesona alami yang dimilikinya. Daniel tersenyum kecil, merasa hatinya berdebar lebih kencang. Ia sadar bahwa perasaannya terhadap Amelia semakin dalam setiap harinya.Setelah beberapa saat, Amelia akhirnya melihat Daniel yang duduk di salah satu meja dekat jendela. Raut wajahnya berubah menjadi sedikit kaget namun segera berubah menjadi senyuman hangat. "Hei, Daniel," sapa Amelia saat menghampiri meja Daniel. "Apa yang membawamu ke sini hari ini?"Daniel tersenyum, mencoba terlihat santai. "Aku hanya ingin minum kopi dan mungkin, jika kamu tidak terlalu sibuk, bisa mengobrol sedikit."Amelia tertawa
Pagi itu, Richard duduk di ruang kerjanya dengan pikiran yang berkecamuk. Ia memikirkan ancaman Emily yang terus membayanginya. Semalaman ia tidak bisa tidur memikirkan apa yang akan terjadi jika Emily benar-benar mengungkapkan rahasianya kepada Elizabeth dan Alexander. Suara ketukan di pintu mengagetkannya."Masuk," kata Richard dengan suara tegas.Pintu terbuka, dan Emily masuk dengan wajah yang terlihat tegang. "Om Richard, kita perlu bicara."Richard menghela napas panjang. "Emily, ini bukan waktu yang tepat.""Tidak ada waktu yang lebih tepat dari sekarang," balas Emily dengan nada keras. "Kamu telah berjanji untuk membantuku bersatu lagi dengan Alexander, tapi kenyataannya mereka semakin dekat setelah kelahiran anak mereka."Richard berdiri dari kursinya dan menatap Emily dengan tajam. "Aku sudah melakukan yang terbaik. Tapi Alexander dan Sarah semakin erat karena anak mereka. Itu di luar kendaliku."Emily mendekat ke meja Richard, mencondongkan tubuhnya ke depan. "Jika kamu tid
Di taman belakang rumah keluarga Alexander, Elizabeth sedang menikmati waktu bersama cucunya. Matahari bersinar lembut, dan suara burung berkicau di antara pohon-pohon menciptakan suasana damai. Elizabeth tersenyum, menikmati momen indah bersama cucu pertamanya yang baru lahir. Sementara itu, dari kejauhan, Emily melihat pemandangan tersebut dengan tatapan penuh perhitungan. Dia tahu bahwa Elizabeth adalah kunci dari rencananya. Dengan langkah percaya diri, Emily mendekati Elizabeth yang sedang duduk di bangku taman, memangku bayi mungil yang tertidur pulas."Selamat sore, tante Eliza," sapa Emily dengan senyum tipis di wajahnya.Elizabeth mengangkat pandangannya dan menatap Emily dengan sedikit terkejut. "Emily, apa yang membawamu ke sini?" tanyanya, berusaha tetap tenang meski hatinya sedikit gelisah.Emily duduk di bangku di sebelah Elizabeth tanpa diundang. "Aku hanya ingin melihat cucu pertamamu dan, tentu saja, mengobrol sedikit denganmu," jawabnya dengan nada manis namun ada k
Malam itu, langit gelap pekat tanpa bintang. Suara tangisan bayi menggema di seluruh rumah, memecah keheningan malam yang seharusnya damai. Alfarizzacky Blackwoon, putra pertama Alexander dan Sarah, menangis keras di dalam kamarnya. Sarah, yang tampak sangat lelah setelah seharian merawat bayi mereka, berusaha menghibur Zacky dengan menggendong dan mengayunkannya pelan. Namun, tangisannya tak kunjung mereda.Alexander, yang baru saja menyelesaikan pekerjaan di ruang kerjanya, mendengar suara tangisan itu dan segera menuju kamar bayi. Ketika ia membuka pintu, ia melihat Sarah yang terlihat kelelahan dan hampir putus asa. Alexander merasa bersalah melihat istrinya dalam kondisi seperti itu.“Sarah, biar aku yang pegang Zacky,” kata Alexander dengan lembut, mendekati Sarah dan mengambil bayi mereka dari pelukannya.Sarah menatap suaminya dengan rasa terima kasih. “Terima kasih, Mas Alex. Aku benar-benar lelah,” ujarnya dengan suara pelan sebelum duduk di kursi goyang di sudut ruangan.Al
Pagi itu, Emily sudah bersiap dengan rencana jahatnya. Ia berpakaian rapi, mengenakan gaun merah menyala yang selalu berhasil menarik perhatian. Rambutnya ditata sempurna dan wajahnya dihiasi dengan riasan yang menonjolkan kecantikannya. Hari ini, ia bertekad untuk menghancurkan reputasi Alexander dengan cara yang paling licik.Sesampainya di halaman kantor Alexander, Emily menunggu dengan sabar di dekat pintu masuk. Alexander yang baru tiba di kantor dengan mobil hitamnya, segera keluar dan berjalan menuju pintu utama. Ketika ia melihat Emily berdiri di sana, alisnya mengernyit."Emily, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Alexander dengan nada dingin. Ia tak ingin ada lagi drama dari mantan kekasihnya yang sudah terlalu sering membuat kekacauan dalam hidupnya.Namun, Emily hanya tersenyum manis dan mendekat ke arahnya. "Aku hanya ingin bicara, Alex. Ada beberapa hal yang perlu kita selesaikan," katanya dengan nada memelas yang dibuat-buat.Tanpa memberikan Alexander kesempatan untu