Malam itu, setelah seharian bekerja keras di kantor, Alexander akhirnya pulang ke rumah dengan kelelahan yang membebani pikirannya. Berbagai masalah perusahaan, pencarian Daniel yang belum membuahkan hasil, serta tekanan dari keluarganya membuatnya merasa semakin lelah. Namun, ketika ia memasuki rumah, kehangatan yang terpancar dari rumah tangganya memberikan sedikit kelegaan di hatinya."Sangat melelahkan kan. " Langkah-langkahnya mengarah ke kamar tidur, berharap menemukan ketenangan dan kebahagiaan di sana. Ketika ia membuka pintu kamar, pemandangan yang ia lihat membuat hatinya berdegup lebih cepat. Sarah, istrinya, tertidur pulas di tempat tidur dengan posisi tubuh yang sedikit menyamping. Ia mengenakan gaun tidur berwarna lembut yang menggantung di atas lututnya, memperlihatkan kaki jenjangnya yang menggoda."Aww,, penampakan apa ini?." Alexander mendekat perlahan, mencoba tidak membangunkannya. Gairah yang telah lama terpendam mulai merambat di seluruh tubuhnya. Ia berlutut d
Emily berjalan dengan langkah pasti memasuki rumah mewah milik keluarga Blackwood. Tangannya yang lembut namun penuh determinasi menggenggam tas kulit hitam yang berisi dokumen-dokumen penting. Matanya menelusuri setiap sudut rumah yang dihiasi dengan ornamen mahal, namun tidak ada rasa kagum sedikitpun terpancar dari wajahnya. Hari ini, ia datang dengan satu tujuan yang jelas: mengamankan masa depannya."Jika aku tidak bisa mendapatkan Alexander maka aku akan mendapatkan uang dari keluarga nya. " Di tengah perjalanan menuju ruang tamu, Emily sempat terhenti oleh salah satu pelayan yang menawarkan minuman, namun ia menolak dengan sopan. Kepalanya dipenuhi oleh pikiran-pikiran tentang pertemuannya dengan Richard Blackwood, seorang pria berpengaruh sekaligus kepala keluarga yang akan ia hadapi hari ini. Emily tahu bahwa langkah yang akan diambilnya bisa mengubah segalanya, tidak hanya untuk dirinya, tapi juga untuk keluarga Blackwood.Richard sedang duduk santai di kursi berbahan kulit
Malam telah turun dengan gemilangnya di atas kota, meninggalkan jejak bintang yang bersinar redup di langit. Rumah keluarga Blackwood, yang biasanya ramai dan penuh kehidupan, kini terasa sunyi dan dingin. Hanya suara angin yang berdesir lembut melewati jendela kaca besar di ruang kerja Alexander yang terdengar, menambah kesan hampa yang menyelimuti rumah mewah tersebut.Alexander duduk sendirian di ruang kerjanya, membiarkan keheningan malam merasuk ke dalam pikirannya. Di depannya, meja kayu ek yang besar penuh dengan dokumen-dokumen yang belum tersentuh. Ia memegang sebuah pena, namun sejak tadi tak ada satu pun kata yang berhasil ditulisnya. Pikirannya jauh melayang, meninggalkan tugas-tugas yang menumpuk dan tenggelam dalam kenangan yang terus menghantuinya.Daniel, sekretarisnya yang setia, telah pergi tanpa jejak. Sudah berhari-hari sejak kepergiannya, dan sampai saat ini, tidak ada kabar tentang keberadaannya. Pikiran bahwa Daniel mungkin telah meninggal selalu menghantui Alex
Amelia melangkah keluar dari kampus dengan langkah cepat. Hari itu, kuliah terasa lebih panjang dari biasanya, dan pikirannya sudah dipenuhi dengan rencana untuk kembali ke cafe dan bekerja agar bisa melupakan Daniel. Tempat itu selalu menjadi pelariannya dari kesibukan, dengan aroma kopi yang menenangkan dan suasana hangat yang membuatnya merasa nyaman.Ia merapikan rambutnya yang tergerai, lalu memeriksa ponsel untuk memastikan tidak ada pesan penting yang terlewat. Setelah memastikan semuanya beres, Amelia mulai berjalan menuju kafe. Jalan yang ia lalui cukup ramai dengan kendaraan berlalu-lalang, dan Amelia sibuk dengan pikirannya sendiri hingga ia hampir tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya.Namun, tiba-tiba sebuah mobil hitam meluncur cepat ke arah trotoar tempat Amelia berjalan. Amelia tertegun, tubuhnya membeku sesaat karena keterkejutan. Dalam hitungan detik, ia menyadari bahwa dirinya berada di jalur yang salah dan mobil tersebut hanya berjarak beberapa meter darinya. K
Setelah menghabiskan waktu bersama di kafe, Adrian menawarkan diri untuk mengantarkan Amelia pulang. Meski awalnya Amelia merasa ragu, ia akhirnya menerima tawaran itu. Mobil Adrian meluncur dengan tenang di jalanan yang mulai sepi. Suasana di dalam mobil terasa hangat, meski ada sedikit keheningan yang menyelimuti mereka."Jadi, bagaimana kehidupanmu sekarang, Amelia?" tanya Adrian sambil melirik ke arah Amelia yang duduk di sebelahnya.Amelia tersenyum kecil, merasa sedikit canggung dengan pertanyaan itu. "Hidupku baik-baik saja, Adrian. Sibuk dengan kuliah dan... yah, kehidupan sehari-hari."Adrian mengangguk, memahami jawaban singkat Amelia. Setelah beberapa saat, ia kembali berbicara, kali ini dengan nada yang lebih lembut. "Apakah kamu sudah memiliki seseorang yang spesial dalam hidupmu?"Pertanyaan itu membuat Amelia terdiam sejenak. Ia menatap lurus ke depan, mencoba merangkai kata-kata yang tepat. "Sebenarnya..." Amelia berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan suara yang se
Hari itu langit mendung, dan udara terasa sejuk ketika Amelia duduk di ruang tengah kost-nya, menikmati secangkir teh hangat. Setelah pertemuan tak terduga dengan Adrian, pikirannya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. Ia mencoba memahami perasaan yang berkecamuk di dalam dirinya. Tetapi sebelum ia sempat lebih jauh memikirkannya, pintu kost-nya diketuk dengan nada tergesa-gesa.Amelia mengernyit, bertanya-tanya siapa yang datang. Ia berdiri dan membuka pintu, lalu terkejut saat melihat Adrian berdiri di sana, wajahnya tampak serius."Adrian? Ada apa? Kenapa tiba-tiba datang ke sini?" tanya Amelia, mencoba menutupi kekagetannya.Adrian tampak sedikit gelisah, namun ia tetap tersenyum. "Amelia, maafkan aku datang tanpa memberi tahu sebelumnya. Tapi aku butuh bantuanmu."Amelia memandang Adrian dengan penasaran. "Bantuan apa yang kamu butuhkan?"Adrian menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara, "Aku ingin menemui Sarah. Aku ingin menyapanya, walaupun hanya berbicara sebentar. Kamu tah
Setelah Amelia dan Adrian pergi, suasana di dalam rumah kembali tenang. Namun, di dalam hati Alexander, ketenangan itu hanyalah ilusi. Ia masih merasakan sisa-sisa kecemburuan yang tadi menggelayut ketika melihat interaksi antara Sarah dan Adrian. Alexander duduk di sofa, memandang istrinya yang sedang menggendong Zacky. Wajahnya datar, namun di dalam hatinya, gejolak perasaan sulit ia redam.Sarah yang sedang memeluk Zacky, menyadari perubahan ekspresi suaminya. Bibirnya melengkung dalam senyuman kecil yang tak dapat ia sembunyikan. Alexander memang selalu mencoba untuk menutupi perasaannya, tetapi Sarah tahu betul apa yang terjadi di balik wajah tenangnya itu."Kenapa diam, sayang?" tanya Sarah lembut, sambil mengusap-usap kepala Zacky yang mulai mengantuk.Alexander berpaling, tidak mau mengakui apa yang sebenarnya ia rasakan. "Tidak apa-apa. Aku hanya... sedikit lelah," jawabnya singkat, mencoba mengalihkan perhatian.Sarah tersenyum kecil, tahu bahwa suaminya sedang berusaha menu
Pagi itu, suasana rumah Alexander dan Sarah terasa tenang seperti biasanya. Zacky, bayi kecil mereka, masih terlelap di kamar setelah diberi ASI oleh Sarah. Alexander sudah bersiap-siap untuk berangkat kerja, tetapi langkahnya tertahan ketika ia mendengar suara mobil memasuki halaman rumah mereka. Sarah yang sedang membereskan mainan Zacky di ruang tamu, menengok ke luar jendela ketika mendengar suara klakson mobil. Seulas senyum muncul di wajahnya saat ia mengenali mobil yang datang itu. " Mas Alex, orang tuamu datang!" seru Sarah dengan nada riang.Alexander menghentikan langkahnya sejenak, menatap ke arah pintu depan dengan senyum tipis. "Mereka pasti datang untuk mengunjungi Zacky lagi," gumamnya, setengah bercanda. Ia tahu betapa Richard dan Elizabeth, orang tuanya, sangat menyayangi cucu pertama mereka. Setiap kali datang berkunjung, mereka selalu membawa banyak hadiah dan makanan untuk Zacky, meskipun bayi itu belum bisa menikmati sebagian besar dari apa yang mereka bawa.Ta