Viana menangis, selain syok jatuh dari ketinggian 3 meter, dia juga trauma dengan sakit sekejab yang baru dia rasakan. Dia tidak menyangka, sesakit itu saat tubuh kekurangan oksigen akibat arteri karotis tertekan.
“Apa aku membuatmu senang?” olok Teofilano.
Beberapa saat lalu Teofilano menembak tali Viana hingga putus sesaat setelah kaki perempuan itu menggantung. Selain tahu Viana berubah pikiran, dia masih penasaran dengan Viana kenapa bisa begitu mirip dengan Lauren—perempuan yang pernah menolongnya.
“Menyebalkan!”
Teofilano tertawa, “Bagian mana yang menyebalkan, Viana?”
Viana tahu, Teofilano tidak mungkin tulus menolongnya, “Saya nggak minta tolong sama Bapak! Kenapa Bapak tolong saya?!”
“Ah ya, kamu benar. Kamu terlalu seksi, sampai aku tidak bisa berpikir.”
Kepala Viana menunduk, ‘Kurang ajar!’
Viana segera menutup pahanya yang dikonsumsi Teofilano.
“Rey,” panggil Teofilano, tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun dari Viana.
“Ya, Pak.”
“Di mobil masih ada kondom kan?” Teofilano menggoda Viana.
“Masih, Pak,” sahut Reynhart.
“Ambilkan satu!”
Saat ini, sulit bagi Viana untuk tidak berpikir macam-macam mendengar ucapan Teofilano, “Ba—Bapak mau apa?”
“Melanjutkan yang tadi pagi. Yang belum tuntas saat Cintya datang.”
Viana kelabakan. Tidak tahu apa yang harus dilakukan jika Teofilano benar-benar melakukan hal menjijikkan itu di gudang kosong ini. Saat ini dia teringat berita di surat kabar yang sedang heboh. Seorang korban pemerkosaan yang dimutilasi oleh pelakunya.
Semakin lama wajah Viana semakin pucat, melihat Teofilano berjalan ke arahnya setelah menerima alat kontrasepsi itu dari tangan Reynhart.
“Ba—Bapak ti—tidak mungkin kan melakukannya di sini?”
“Kenapa tidak?” tanya Teofilano, ingin tertawa melihat segan di wajah Viana.
Viana terus mundur, “Jangan, saya mohon jangan.”
“Kamu mau di tempat lain?” Teofilano tidak percaya, Viana lebih takut dia sentuh dari pada mati. Tahu gitu dia lakukan ini sejak tadi.
Viana menahan dada Teofilano sembari membuang wajah ke samping, menghindar dicium pria itu. Tapi hingga beberapa detik, Viana bingung Teofilano tidak kunjung menyentuh pipinya.
“Mau di tempat lain?” ulang Teofilano.
Viana bingung menjawab pertanyaan tricky Teofilano. Dijawab mau, takut dibawa ke mansion. Dijawab tidak, takut Teofilano melakukan hal tak senonoh itu di sini. Serba salah.
“Ku hitung sampai 3, kalau tidak bisa menjawab, aku yang memutuskan.”
“Apa?” Viana tidak percaya Teofilano mendesaknya.
“1,” Teofilano tidak peduli, dia mulai menghitung.
Viana panik, belum bisa memutuskan jawaban yang akan diberikan kepada Teofilano, “Sa—saya—”
“2,” lanjut Teofilano, sengaja memotong kalimat Viana.
“Pak! Jangan cepet – ce—”
“3,” Teofilano tersenyum evil, “Kamu ke mansion malam ini.”
Viana menghadiahi dada Teofilano dengan satu pukulan “Bapak curang! Cepet sekali ngitungnya!”
“Bukan aku yang cepet, Viana. Kamu yang kelamaan mikir.”
Rahang Viana jatuh, ada ya orang salah tidak mau disalahkan?
Teofilano mengikat rambut panjang Viana dengan kondom yang dia buka, “Cantik.”
Viana baru bernafas lega setelah Teofilano menjauh, “Bapak nggak memutilasi saya kan setelah itu?”
Teofilano menoleh ke belakang, meskipun tidak bisa menangkap sosok Viana, dia yakin perempuan itu saat ini takut dengan berita yang meresahkan kota Triodes.
“Tergantung,” meski begitu, dia tetap menggoda Viana.
Viana meraih jemari Teofilano. Polisi mengatakan, mereka belum menemukan pelakunya. Entah kebetulan atau kenyataan, dari 5 korbannya semua diberi inisial T.
Mungkinkah itu Teofilano?
Teofilano tertawa melihat Viana ketakutan, “Sebab itu bersikap baiklah kepadaku, supaya aku tidak memutilasimu.”
Viana takut setengah mati. Dia tidak berani membantah Teofilano setelah itu.
Saat ini Viana berada dalam mobil Teofilano. Mereka dalam perjalanan menuju mansion. Dari jauh Viana melihat pos polisi lalu lintas.
Viana menoleh ke Teofilano yang fokus dengan layar ponselnya. Mungkin, ini satu – satunya cara agar bisa lepas dari Teofilano.
Dug! Dug! Dug!
“Tolong! Tolong saya!”
Viana menempelkan wajahnya ke kaca mobil, menggedor dan meminta tolong. Tindakannya itu tertangkap mata polisi lalu lintas.
“Viana!” Teofilano geram. Masalah satu belum usai, Viana sudah membuat ulah lagi.
Viana lega, bebas dari Teofilano. Sore ini Viana minta tolong seseorang di depan swalayan untuk menelpon suaminya. Untuk menjemput, sebab ponsel, tas dan dompetnya tertinggal di KIC.Itu karena tadi Reynhart menyeretnya begitu saja dari ruang kerja Teofilano ke parkiran mobil.Viana mondar mandir, 20 panggilannya tidak terangkat satupun, “Angkat La, pliss!”“Viana?”Spontan Viana membalik badan, “Cherry!”Cherry heran melihat wajah Viana yang berantakan, dan seragam kerjanya tampak lusuh, “Kamu habis ngapain, Vi?”Debu di gudang kosong sangat tebal. Setelah Teofilano menembak tali yang menggantung Viana, perempuan itu jatuh dari ketinggian 3 meter dalam kondisi tengkurap, sebab itu seragamnya lusuh.“Ceritanya panjang. Aku balikin ponsel oma itu dulu ya.”Cherry melongo, tak sengaja matanya melihat ikat rambut Viana.***’“Siapa yang menelpon?”“Nggak tahu, nomor tak dikenal,” sahut Galla.Galla membalik ponselnya lalu jarinya kembali mencari bagian paling sensitif dari Jasmine, “Aku
Wajah putih Viana semakin pucat melihat Teofilano yang menyusup masuk ke dalam rumahnya. Selain karena menyusup, dia pikir Teofilano masih di kantor polisi. Sepertinya dia tidak mengenal pria ini dengan baik.Orang yang selama ini dia hormati, segani, anggap baik, lebih tepat disebut bandit dari pada CEO King International Club.“Ba—bagaimana Bapak bisa masuk ke sini?” Viana melirihkan suaranya agar tidak membangunkan orang serumah.“Kamu tidak perlu tahu bagaimana caraku melakukannya. Yang perlu kamu tahu, mulai sekarang kamu akan mengangkat telpon jika ku telpon.”“Bapak tidak bisa mengancam—”Teofilano menarik tangan Viana, membuat perempuan itu jatuh ke dalam pelukannya, “Kalau aku mau, aku bisa membunuhmu dan semua orang di rumah ini!”Tubuh Viana mengigil, melihat Teofilano menyusup ke dalam rumah dengan begitu mudahnya, tidak ada pilihan bagi Viana selain mengiyakan.Teofilano menepuk pipi Viana, “Bagus, Viana.”Viana melihat Teofilano dengan santainya keluar melalui pintu bela
Adam dan Viana turut membungkuk, “Pagi, Pak.”Masih seperti biasa, Teofilano tidak menoleh atau menjawab saat di sapa. Tapi pagi ini dia tidak menjawab karena tidak suka melihat Viana dipegang – pegang Adam.Tak lama, telpon kembali berdering. Viana pura – pura ke Toilet karena tahu yang menelpon 201, Teofilano. Sayang, baru saja kembali dari Toilet. Rafa membawa kabar buruk.“Vi, disuruh ke ruangan Bapak,” ujar Rafa.Rahang Viana jatuh, dia pikir sudah lolos dari Teofilano, ternyata malah disuruh menemuinya.Viana gugup, di depan sekretaris Teofilano, “Bapak memintaku menemuinya.”“Ya, masuk aja.”Tidak ada karyawan rendahan seperti Viana yang masuk ruangan CEO. Tapi semua orang tahu, kemarin Viana membuat kesalahan fatal.Selama 5 bulan bekerja di KIC, baru kali ini Viana tahu ruangan Teofilano. Ruangan segi empat dengan dinding kaca menghadap parkiran.“Bapak panggil saya?” jantung Viana berdetak tidak normal ditatap manik hitam Teofilano.“Ya, sini.”Viana menolak duduk di pangkua
“Rey!”“Ya, Pak,” sahut Reynhart. Tak perlu dijelaskan, dia tahu maksud Teofilano ketika hanya menyebut namanya.“Tolong!” jerit Viana.Meski ada yang mendengar, siapa yang berani menolong?Viana tidak percaya, kaki tangannya diikat, mulut dilakban, dan dimasukkan ke bagasi mobil Teofilano.Ya, itu Teofilano lakukan agar tidak terulang kejadian kemarin. Gara – gara Viana, dia dan sopir pribadinya—Dion, di interogasi sampai beberapa jam di kantor polisi. Karena Viana memberi keterangan kepada polisi bahwa dia pembunuh yang memutilasi korbannya setelah diperkosa.Viana menangis. Semakin benci kepada Teofilano.“Ah!”Viana kesakitan Teofilano membuka lakbannya kasar, “Tidak bisakah pelan-pelan?!”Teofilano memiringkan kepalanya, menatap Viana. Baru kali ini ada karyawan yang berani kurang ajar padanya. Kalau bukan karena wajahnya mirip Lauren, sudah dia lempar ke hiu sejak detik pertama.Bicara ketus memang sudah tabiat Viana.Teofilano membuka tali Viana, “Turunlah!”Viana emosi, menata
Viana tidak melanjutkan kalimatnya karena Teofilano terlebih dulu membungkam mulutnya dengan mulut.Teofilano usai membersihkan diri. Dia mengancing ujung lengan kemejanya sembari memperhatikan Viana yang menangis di atas ranjang, “Terima kasih, Viana.”Teofilano tidak menyangka Viana masih virgin. Padahal perempuan ini sudah bersuami.Sebrengsek-brengseknya Teofilano, tahu cara menghargai wanita suci.Teofilano meletakkan cek di atas nakas, “Aku akan menambahinya nanti.”Viana menyobek cek senilai 500 juta yang Teofilano berikan padanya, “Aku benci kamu. Ku sumpahi kamu tertabrak mobil sampai mati!”Teofilano menghela nafas panjang, berusaha sabar, “Aku membuang benihku di rahimmu. Kamu masih mau mendoakanku yang buruk – buruk?”“Kamu brengsek! Aku benci kamu! Aku tidak mau mengandung anakmu!”Viana terus memukuli dada Teofilano. Hatinya luluh lantak. Kesucian yang harusnya dia jaga untuk suaminya malah direnggut pria lain. Dan kini terancam hamil. Pupus sudah harapan Viana untuk mem
Dikata seperti itu, Viana semakin meringkuk. Pun Teofilano. Siapapun yang melihatnya pasti tahu, posisi mereka saat ini seperti teknik spooning.Teofilano lelah setelah bekerja semalaman menyelesaikan kekacauan yang Viana buat. Tapi dia tidak bisa tidur.Teofilano kesusahan melepaskan diri dari Viana, karena perempuan ini menindih telapak tangannya dibawah pipi. Setelah perlahan – lahan sambil menahan nafas, akhirnya berhasil.“Lain kali, aku berjanji akan memelukmu lebih lama,” ucap Teofilano lirih, tapi cukup jelas di telinga Viana.Sebenarnya, Viana bangun dari tadi karena lehernya capek berada dalam satu posisi untuk waktu yang lama. Tapi malu melakukannya. Bagaimana bisa dia menindih telapak tangan pria itu dibawah pipinya?‘Bodoh! benar – benar bodoh!’ Viana kecewa pada dirinya sendiri.Viana mematung, merasakan Teofilano mengecup dahinya.So as long as I live I’ll love you, will have and hold you, you look so beautiful in white.Viana ingin menangis merasakan kesialannya saat i
“Galih, aku bilang buka pintunya!” Viana naik pitam.Tak cukup Galih menabrak dan membuat kaki kanannya sedikit pincang, pria itu juga mengurungnya di dalam kamar tidur Lauren.Andai punya kekuasaan seperti Cintya, sumpah, Viana ingin memulangkan Galih ke negara asalnya. Dan akan dia buat pria berusia 27 tahun itu seumur hidup tidak bisa masuk negara Arama lagi, begitu pula Rumi.“Aku pasti buka, tapi besok,” sahut Galih, enteng.Dibanding dengan Rumi, Viana memang lebih dekat dengan Galih. Itu karena, sebagai resepsionis dia harus tahu jadwal kunjungan Lauren ke KIC, supaya tidak bentrok dengan Cintya.“Buka sekarang!”Brak! Brak! Brak!Viana menggedor pintu sekuat tenaga. Apapun yang terjadi, dia harus pulang malam ini. Viana takut diam-diam Galla menjemputnya di rumah kakek, meskipun kemungkinan itu hanya 1 persen.Telapak tangan Viana merah dan panas, terlalu lama menggedor pintu. Tapi hasilnya menghianati usaha. Viana berhenti karena Galih tidak menyahutinya lagi.Tubuh Viana mer
“Ok,” sahut Galih, terpaksa.Viana menatap punggung Galih yang berjalan menuju garasi. Viana akui Teofilano sangat menyayangi Lauren. Terlihat dari mansion dan juga beberapa mobil koleksian Lauren. Sedan, hatchback, MPV dan Sport, semuanya ada.Dan mobil sedan putih itu kini di depan Viana. Viana menatap Rumi dan Olek bergantian sebelum masuk ke baris penumpang. Perlahan, roda bergerak meninggalkan mansion pagi ini.Viana segera menelpon sahabatnya—Cherry.“Cherry, kamu di kos?”“Ya,” sahut Cherry“Aku mau ke tempatmu,” kata Viana. Dia berencana minta tolong Cherry mengganti cat rambutnya.“Jangan lupa bawa ja—"Viana terlanjur menutup telpon karena tidak tahu masih ada yang ingin Cherry katakan. Tapi kurang lebih dia tahu, Cherry minta mahar jajan.“Lih, kalau lihat minimarket berhenti ya,” pesan Viana, yang langsung mendapat anggukan dari Galih.Viana mengambil 2 sachet semir rambut warna coklat ketika sepasang mata mengamatinya dengan tatapan tak biasa.“Semir rambut udah, jajan ud
“Terimakasih, Tuan Teo. Silahkan dihitung,” sahut Vonny.Teofilano meminta tolong Simon menghitungnya. Sementara dia, merokok setelah diberi lilin oleh Vonny.Vonny canggung, setelah menawarkan diri kepada pria muda itu. Rasanya ingin menghapus hari ini dari ingatan Teofilano.Berbeda dengan Teofilano, dia biasa saja.“Kapan Tuan Gustav pulang?” tanya Teofilano.“Seminggu lagi.”“Apa dia tidak marah kehilangan 10 juta dollar?”Vonny menertawakan kesialannya. Semua ini gara-gara Viana tidak mau ikut Teofilano. Kalau perempuan tak berguna itu nurut sedikit saja, tak perlu dia menguras tabungan seperti ini.“Apa anda akan mengembalikan uang saya, jika dia marah?”“Tidak.”“Seharusnya saya seret saja Viana ke depan anda.”Teofilano tertawa lalu menyesap rokoknya. Asapnya dia hembuskan ke samping, supaya tidak mengganggu Vonny.“Anda menyukainya?”“Saya suka uang.”Teofilano berbohong atau tidak memang beda tipis, sebab itu Vonny tidak percaya dan semakin penasaran.“Tadi anda bilang mengi
“Maaf, Nyonya,” tolak Teofilano dengan halus lalu pergi.Sejak dengan Viana, Teofilano tidak pernah menyentuh wanita lain. Rasanya aneh jika menerima tawaran Vonny.Vonny berpikir alasan Teofilano menolaknya karena usia, jika itu masalahnya, Teofilano salah besar. Meski sudah cukup umur, dia masih kuat meladeni anak muda seperti Teofilano. Dan urusan badan, dia tak pernah kuatir karena selama ini investasi banyak untuk itu.Vonny memang masih cantik dan berisi. Karena bokong dan buah dadanya terbantu implant, wajahnya tertolong operasi plastik.Vonny kembali meraih tangan Teofilano. “Tuan Teo, saya tidak akan mengecewakan anda.”Teofilano menyingkirkan tangan Vonny, masih sopan meski malu dilihat Simon—satpam Vonny. “Maaf, Nyonya.”Jika Galla tidak tersandung narkoba, Vonny bisa maju sendiri dengan uangnya. Tapi ini narkoba. Vonny tahu dimana dirinya tinggal, dia tinggal di negeri para mafia. Mafia-mafia itu tidak hanya ada di luar pemerintah, seperti Teofilano. Tapi juga di dalam pem
Tapi, setelah Viana duduk di samping Vonny, dia baru menyadari kalau perempuan berusia 57 tahun itu ternyata meneteskan air mata.“Mama kenapa?”Vonny mengusap air matanya. “Barusan Tuan Teo bilang, Galla tertangkap polisi gara-gara pesta miras dan narkoba. Mama nggak mau putra mama dipenjara, Viana. Mama nggak mau.”Viana menatap Teofilano, berharap yang dia dengar tidak nyata. “Benarkah?”Sayangnya Teofilano mengangguk, Viana menutup mulut, mata coklatnya yang bening berkaca-kaca.Setahu dia Galla adalah pria baik. Rokok, alkohol, judi, perempuan, club malam apalagi narkoba, bukanlah hal yang biasa Galla sentuh. Tapi kenapa tiba-tiba konsumsi narkoba?“Apa dia dijebak? Jawab aku pak Teo, apa dia dijebak?!” tangis Viana pecah.Viana mendekati Teofilano, sedikit banyak dia curiga, jangan-jangan Teofilano yang menjebak Galla karena pria gila ini datang ke sini untuk menjemputnya. “Aku tidak akan mengampuni siapapun yang menjebaknya! Aku sumpahi tidak bahagia seumur hidup!”“Viana, Tuan
Keringat Viana sebesar biji jagung, entah apa yang dia takutkan sekarang. Takut dengan profile Teofilano yang ternyata pentolan organisasi kriminal atau takut jatuh cinta pada pria brengsek itu!Viana pucat pasi Teofilano semakin dekat dan menyerangnya dengan tatapan penuh emosi. Dalam sekejab, dirinya dan Teofilano terkubur dalam restoran pizza yang luas ini.Ya, kini hanya ada dirinya dan Teofilano yang sudah membuang balok kayunya ke lantai.Viana terkejut Teofilano tiba-tiba merengkuh pinggangnya dan merampas bibirnya, setelah menyingkirkan penutup mulut. Viana mencoba melepaskan diri ketika jari-jari pipih Teofilano ikut berimprovisasi dengan membuka resleting jaketnya.“Mau apa kamu?!”“Aku mau tubuh resepsionisku!”Jari Teofilano kembali meraih resleting jaket Viana dan menurunkannya ke bawah.Tekanan darah Viana seketika tembus angka 200.Ternyata benar yang dikatakan Alice, buaya-buaya ini tidak tahu cinta, tahunya bercinta. Teofilano hanya menginginkan tubuhnya, bukan hatiny
Viana segera mengambil masker mulut dari jaket dan memakainya. Berharap cara ini bisa sedikit menyamarkannya sehingga terhindar dari mata Teofilano.“Oh my God! Oh my God! Mereka berkelahi lagi. Ya Tuhan, selamatkan kami," histeris oma-oma, mengagetkan seisi resto.Viana memicingkan mata, sepertinya kenal oma itu. Tapi lupa tempatnya.Dalam hitungan detik, kondisi di restoran ikut chaos. Banyak pelanggan yang sedang makan pizza kabur.Memang menakutkan berada dalam situasi gebuk-gebukan seperti ini. Dan Viana baru tahu rasanya sekarang.Meski pertikaian Teofilano dengan Tiger—ayah mertuanya pecah di toko buah, resto ini kena dampaknya. Karena tidak ada yang membayar pizza, semua kabur. Entah lupa karena panik atau aji mumpung, susah dibedakan.Tapi kaki Viana tetap berdiri di sini, menunggu pesanan yang sedang diproses. Dia tidak tega ikut-ikutan membuat resto ini rugi.Tindakannya itu dilakukan juga oleh beberapa orang yang masih antri, termasuk si remaja perempuan yang ternyata cuc
“Kurang dari 1 jam?!” pekik Devdan tak percaya. “Jangan-jangan dia yang umpetin bini loe.”“Ngaco! Anak buah dia itu banyak dan dimana-dimana. Sekali kirim foto dan perintah, ratusan laporan masuk.”“Iya juga sih.” Devdan akhirnya juga paham. “Trus kalau Viana udah ketemu, kenapa muka loe masih bete?”“Sekarang gue pusing gimana caranya bayar Teofilano.”“Maksud loe?”Galla mengambil nafas sebelum menjawab pertanyaan Devdan. “Dompet gue disita sama Mama.”Devdan bertambah melongo sebelum akhirnya menertawakan kesialan sahabatnya. “Mampus, loe!”“Sialan loe!”Galla pusing. Tadinya dia mengajak ketemuan Jasmine karena ingin pinjam duit ke perempuan itu. Tapi, sampai Jasmine pulang mulutnya tidak bisa mengatakan sepatah katapun. Sebab tidak pernah hutang ke perempuan.“Kapan loe janji bayar?” Devdan ingin tahu meski tidak bisa membantu.“Hari ini.”Kepala Galla langsung cenat cenut.Hening. Mereka minum bir dengan pikiran masing-masing.“Gue sampe sekarang gak ngerti, kenapa loe masih pe
"Ok, nanti ku telpon jika ada perubahan.”“Jangan!”Tas Viana tertinggal di mobil Cintya. Ponsel dan dompetnya yang berisi identitas diri dan ATM ada di dalam tas itu.Viana menunggu Galla sembari membersihkan kamar yang seperti kapal pecah selama dia tinggal sebulan. Usai membersihkan kamar, dia berdiri di depan foto pernikahannya yang terpajang di dinding.“Aku bersyukur punya suami kamu. Kamu tampan, kaya, dan baik padaku. Aku tidak tahu kenapa kamu masih mau menerimaku setelah tahu aku selingkuh. Apa cintamu memang sebesar itu? atau karena hal lain?”Viana kembali sedih dihantui perasaan bersalah karena melihat Galla tak gemuk-gemuk. Ternyata Dari menikah sampai sekarang badan Galla memang tak berubah.“Aku takut kamu mengaku bahagia padahal sebenarnya tidak.”Semalaman Viana menunggu Galla dengan perasaan tidak enak. Mungkin bagi orang lain hal itu sepele, tapi bagi Viana sangat penting.Viana lebih suka Galla bilang tidak bahagia, supaya dia bisa memilih pergi atau memperbaiki d
Viana membersihkan diri. Merendam tubuhnya di dalam bathup yang penuh air hangat. Tangannya mengusap perut. Tidak percaya, dalam 24 jam, di rahimnya sudah ada benih Teofilano, Alessio dan Galla.‘Kamu toilet umum, Viana. Tempat orang membuat hajat. Jorok dan menjijikkan!”“Bukan! Aku bukan toilet umum,” tolak Viana segera.‘Kalau bukan toilet umum apa? Tempat penangkaran?”“Aku bukan tempat penangkaran.”‘Trus apa? Pelacur?’“Bukan, aku bukan pelacur, aku perempuan baik-baik.”‘Mana ada perempuan baik-baik sepertimu? Perempuan baik-baik itu hanya menampung 1 pria, bukan 3 pria. Jadi, kamu itu kalau bukan pelacur, toilet umum, ya tempat penangkaran satwa liar.’Viana tergugu mendapat intimidasi dari otaknya sendiri. Dirinya begitu kotor, jorok, dan menjijikkan saat ini. Cita-citanya menjadi perempuan baik-baik, meskipun miskin bisa menjaga diri, supaya dihormati suami.Tidak disangka, diporak porandakan Teofilano dan Alessio. Meski Galla tidak mengatakannya, Viana perasaan.Usai minum m
Anan adalah ayah biologis Jasmine.Anan terpaksa meninggalkan Jasmine di rumah sakit karena tidak sanggup merawatnya seorang diri. Istrinya meninggal setelah melahirnya, sementara dia tidak punya pekerjaan tetap, terpaksa jalan itu dia pilih.Tapi setiap hari Anan menyamar jadi marinir, dan bolak balik masuk rumah sakit untuk melihat siapa yang mengadopsi bayinya. Dia lega, pengadopnya keluarga kaya, pemilik PT Emas Laut.Anan selalu melihat Jasmine dari jauh. Ketika melihat putrinya pacaran dengan Galla, Anan melamar jadi tukang kebun di rumah pria itu, tujuannya supaya bisa lebih dekat dengan Jasmine. Sebab Jasmine sering menginap di rumah Galla.Sakit hatinya muncul ketika Galla menghamili Jasmine dan tidak mau tanggung jawab. Galla menyuruh putrinya aborsi. Bukan sekali, tapi 2x.Pertama ketika Jasmine masih kuliah. Kedua, 2 tahun lalu. Meski dia bukan ayah yang sempurna, tidak mau anaknya dibuat semena-mena.“Aku minta maaf tidak bisa menjagamu dengan baik,” aku Galla. Tanpa ceri