Setelah mengabarkan Elvaro, David pun langsung menuju rumah sakit mustika untuk mendapatkan info langsung tentang Bella. Dari saksi yang mengatakan terserempet mobil dan dibawa ke rumah sakit itu.David langsung menuju ke administrasi untuk bertanya tentang pasien bernama Bella. Namun, sayangnya Bella sudah kembali pulang. "Apa saya tidak bisa meminta alamat Nyonya Bella?" tanya David. "Maaf, Pak. Saya tidak bisa membocorkan data pasien." Apa yang dikatakan pihak administrasi membuat David tidak menyerah ia mencoba untuk membujuk bahkan memberikan uang. Hanya saja wanita itu sedikit ragu karena ia takut jika terkena salah oleh rumah sakit itu dan dipecat dari tempat itu. "Maaf Tuan, sepertinya saya tidak bisa memberikan. Saya hanya bisa mengatakan jika Nyonya Bella berada di kota Bandung." David bisa memahami dan tidak kembali memaksa. Ia memiliki tugas untuk mencari istri sang bos ke Bandung.Setelah itu dapat memutuskan ke rumah Elvaro untuk membahas tentang Bella yang berada d
Teriakan Bella terdengar sampai keluar, beberapa karyawan pun langsung datang dan membawa sang Nyonya untuk ke rumah sakit. Bella sangat cemas selama perjalanan ke rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit, Sinta pun langsung di bawa ke ruangan IGD. "Tolong tunggu di depan."Bella pun menunggu dengan cemas, ia tidak mau terjadi sesuatu dengan majikannya. Dari kejauhan, Bagas terlihat datang tergopoh-gopoh. Pria itu datang setelah Bella menelepon dirinya untuk mengabarkan jika istrinya pingsan."Sinta mana?" tanya Bagas dengan cemas."Di dalam Tuan." Bella menjawab dengan Isak tangis."Kenapa bisa seperti ini? Awalnya bagaimana?" Bagas terus bertanya dengan cemas karena ia melihat memang sang istri yang beberapa hari terlihat kurang enak badan."Saya juga tidak tahu Tuan, kami berbincang tiba-tiba Nyonya pingsan." Bella mencoba menjelaskan semuanya, ia pun tidak mengerti dengan kondisi sang nyonya. Ia pun sudah menjadwalkan minum obat untuk Sinta, tapi entah kondisi wanita itu kenapa m
"Bagaimana keadaan Elvaro saat ini?" tanya Bella setelah David kembali duduk di sampingnya."Kondisinya perlahan kembali membaik. Tadi dokter bilang, Tuan drop karena dia kecapekan. Tuan juga terlihat banyak pikiran, bahkan dokter bilangnya Tuan tampak sedikit depresi." David tertunduk. Kesetiaannya kepada Elvaro membuat hati pria itu terenyuh jika melihat keadaan tuannya yang benar-benar menyedihkan.Bella kini tak lagi sanggup menahan air mata yang membendung di pelupuk matanya. Dia menangis sesenggukan, terasa sakit hatinya saat ini. Hatinya merasa iba sekaligus menyesal sebab meninggalkan suaminya itu. Ah, seandainya Ibu mertuanya itu tak berbuat kejam padanya."Maaf. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis," ucap Bella."Tidak apa-apa, Nyonya," balas David. Seandainya dia bukan seorang pria, tentu saja David akan seperti Bella saat ini. Menangisi tuannya yang memang terlihat mengkhawatirkan."Aku gak tahu apa boleh aku mengatakan ini. Beberapa bulan ke belakang hatiku me
"Oh ya, Nyonya. Jika boleh tahu, selama ini di mana Nyonya tinggal?" tanya David saat keduanya berjalan melalui koridor menuju ruangan Elvaro. "Aku tinggal di rumah Tuan Bagas dan Nyonya Sinta. Di sana aku menjadi asisten mereka," jawab Bella seraya menatap lurus. Di sampingnya, David menautkan kedua alis. Heran sebab apa yang baru saja disampaikan Bella sangat berbeda dengan apa yang disampaikan Bagas juga istrinya. Namun, David mencoba mencari tahu lebih dalam lagi. "Sudah lama, Nyonya? Atau baru minggu-minggu ini saja?" tanyanya kemudian untuk memastikan. "Sejak aku keluar dari rumah Elvaro," jawab Bella apa adanya. David menganga tak percaya. Namun, dia tahan untuk menceritakan yang sebenarnya sebab saat ini mereka sudah tiba di depan ruangan VIP yang ditempati oleh Elvaro. Bella menghentikan langkahnya. "Nyonya yakin tidak ingin masuk?" tanya David kembali. Dia pikir barangkali istri tuannya itu berubah pikiran. Bella terdiam tidak langsung menjawab. Matanya lurus menatap
Sinta yang berada di ruangannya merasa heran karena Bella yang belum kembali. Asistennya itu sudah cukup lama pergi ke luar padahal dia meminta izin tadi hanya untuk membeli makanan, seharusnya Bella sudah sampai. Namun, hingga kini hampir satu jam berlalu Bella masih belum kembali lagi.Sinta mengambil ponselnya. Dia memeriksa pesan yang sempat dikirimkan tadi, tapi Bella masih belum membacanya. Kemudian wanita ringkih itu segera melakukan panggilan. Beberapa saat hanya terdengar nada sambung saja, hingga suara perempuan khas operator terdengar di akhir nada sambung, Sinta segera mematikannya.Heran. Ke mana perginya Bella saat ini? Tidak mungkin bukan jika wanita hamil itu kesasar? Dia bukan bocah ingusan yang tak tahu jalan kembali setelah berulang kali pulang pergi.Lama menunggu akhirnya yang ditunggu datang. Sinta tersenyum lega, setelah sempat memikirkan hal-hal burung yang terlintas di kepala."Dari mana saja, Bella?" tanyanya dengan senyum tulus.Pertanyaan itu keluar dari mu
Saat itu Bella beranjak mencoba pergi sementara Sinta di tempatnya kebingungan. Ingin mencegah tapi tak kuasa. Hingga Bella nyaris benar-benar pergi, seseorang masuk membuka pintu. Tak lain dia adalah Bagas.Bagas menautkan kedua alisnya, merasa heran dengan atmosfer yang dia rasakan. Terasa canggung dan penuh emosi pada kedua wanita yang kini tengah menatapnya. Bagas pun akhirnya bertanya pada keduanya."Apa yang terjadi?" Bagas menatap heran Bella dan Sinta secara bergantian.Sinta segera tersenyum menyambut kedatangan suaminya. Dia merentangkan tangannya seakan-akan sudah menunggu suaminya itu sejak tadi."Hai, Sayang! Dari mana saja?"Sinta mengabaikan pertanyaan suaminya itu. Dia mencoba mengalihkan pembicaraan. Namun, Bagas tampak tak mudah terpedaya begitu saja. Dia tak menanggapi sambutan istrinya dan masih memasang wajah yang bertanya-tanya."Kami sedang bersitegang. Aku tak menyangka kalian mengecewakanku," ujar Bella tiba-tiba.Sinta langsung tercekat. Dia benar-benar tak p
Bella ke luar dari ruangan tempat Sinta dirawat. Dia segera mencari keberadaan Bagas. Untungnya pria itu belum terlalu jauh. Di tempatnya Bella bisa melihat ke arah mana pria itu berjalan. Dengan langkah kaki yang lebar, Bella segera mengejarnya. Hingga jarak mereka beberapa meter saja, Bella lekas memanggilnya."Tuan Bagas!" panggilnya.Bagas menoleh. Dia terkejut melihat Bella ngos-ngosan."Ada apa, Bella?" tanya Bagas seraya mengajak wanita itu duduk di kursi yang tersedia sepanjang koridor.Bella mengatur napas untuk beberapa saat. Dia tadi memang setengah berlari demi mengejar tuannya itu. Dan saat ini terlihat sekali dia kesulitan bernapas hingga menyulitkannya untuk bicara."Tuan mau ke mana?" tanya Bella kemudian dengan napas yang masih tersengal-sengal."Entahlah. Aku ingin mencari angin segar," jawab Bagas. Dia masih merasakan emosi yang tadi sempat meluap di ruang rawat istrinya."Tapi, sebaiknya Tuan temani saja Nyonya. Dia lebih membutuhkan Tuan saat ini," ungkap Bella. "
Mata Elvaro terbuka setelah beberapa jam beristirahat. Pria itu mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, rasa lemas masih dirasakan. Dia mencoba mengenali tempat sekeliling juga mengingat-ingat apa yang sebelumnya dia lakukan, hingga akhirnya perlahan memori ingatannya kembali. Elvaro melirik ke arah Mellisa dan David yang duduk di sofa. Saat sadar Elvaro sudah siuman keduanya segera beranjak menghampirinya. Mereka sangat senang terutama Mellisa. "Ada yang Tuan inginkan?" tanya David siaga. "Aku cuma mau ketemu Bella," jawab Elvaro. David terkesiap, tapi dia segera bersikap biasa. Padahal mereka saat ini ada di bawah atap yang sama, tapi David tak berani mengatakan yang sebenarnya jika Bella ada juga di rumah sakit ini. Ini karena Bella yang terus bilang belum siap. "Kita lanjutkan pencarian kalau Kakak sudah pulih!" Mellisa yang menjawab. Matanya menatap tajam ke arah kakaknya itu, mencebik kesal sebab kakaknya itu tampak tak peduli dengan kondisinya sendiri. "Benar, Tuan. Anda