Revanno merasa jantungnya tidak bisa berhenti berdebar gugup setelah melihat Starla memutuskan panggilannya dengan Nathan. Revanno yakin, Nathan sebentar lagi akan tiba di ruangannya.Revanno mendesah dalam hati. Apa saat ini benar-benar tidak ada sedikit saja kesempatan untuk dirinya? Revanno takut jika Starla akan mengetahui semuanya, lalu kembali salah paham lagi seperti kejadian yang sudah-sudah.“Kenapa kamu tegang seperti itu?” Starla bertanya seraya duduk di kursi kerjanya.Revanno berdehem pelan. “A-aku? Nggak kok. Siapa yang tegang? Aku biasa saja,” jawabnya mengelak.Starla mendengus. “Raut wajahmu nggak bisa membohongiku.”“Memang kenapa dengan raut wajahku? Perasaan biasa saja. Aku nggak tegang sedikitpun. Sudahlah, Starla. Nggak usah menuduh yang bukan-bukan,” ujar Revanno.“Aku nggak menuduh. Tapi memang seperti itu kan kenyataannya. Kamu pasti mulai tegang karena Nathan sebentar lagi akan ke sini.”“Kenapa aku harus tegang karena Nathan ingin ke sini? Justru yang membua
“Terima kasih, Nath.” Nathan yang baru saja keluar dari toilet langsung berhenti melangkah, ketika mendengar suara yang tidak asing dari arah samping. Pria itu menoleh, dan saat itu juga ia melihat Revanno yang sedang berdiri, bersandar di dinding dekat wastafel sambil bersedekap.“Terima kasih karena kamu sudah bersedia membantuku.” Revanno kembali bersuara. Lalu melangkah mendekati Nathan.Nathan berdecak. “Ck! Aku melakukannya bukan semata-mata demi kamu, Rev. Tapi demi kita semua.”“Ya, terserah. Apapun alasanmu, yang penting aku ingin bilang terima kasih padamu, Nath. Aku benar-benar sangat berterima kasih. Berkat kamu, aku nggak jadi kehilangan Starla lagi, Nath.”Nathan terkekeh. “Memangnya dia bilang kalau ingin pergi lagi?”Revanno mengangguk. “Dia juga bilang kalau nggak akan memaafkanku, kalau aku ketahuan membohonginya lagi.”Revanno mendesah, antara lega dan juga bahagia. Meskipun saat ini Revanno yakin Starla masih belum sepenuhnya percaya. Tapi setidaknya kekasihnya it
“Kamu pikir, apa yang kamu lakukan, Starla?!” Starla langsung menoleh, dan terkejut ketika melihat Revanno sudah berdiri tidak jauh dari tempatnya. Tatapan pria itu terlihat begitu tajam dan menakutkan. Tatapan yang jarang sekali Starla lihat selama ini. “Pak Revanno.” Pria yang tadi menolong Starla langsung menjauhkan diri, lalu menunduk hormat ke arah Revanno. Saat ini seluruh penghuni kantor pastinya sudah tahu kalau hubungan antara Revanno dan Starla itu bukan hanya sebatas Bos dan sekretaris. Melainkan sepasang kekasih. Termasuk pria yang menolong Starla tadi. Ia juga tahu soal hubungan sang pemilik perusahaan dengan sekretarisnya tersebut. Revanno kini beralih menatap pria yang masih menunduk hormat ke arahnya. “Kamu dari divisi mana?” Tanya Revanno dengan suara dingin. Pria tadi mendongak. “S-saya ...” Wajahnya tampak begitu tegang. “Saya dari divisi perencanaan, Pak.” “Apa kamu sudah tahu? Kalau say
“Mau kemana? Di sini saja. Aku ingin mendengar jeritanmu,” bisik Revanno seraya melepas jas yang ia kenakan. Starla memelotot. Ia ingin menghindar. Namun, Revanno sudah lebih dulu berhasil mendorong tubuhnya hingga jatuh ke atas sofa.“Revanno!”Starla menjerit. Ia berusaha bangkit tapi Revanno dengan cepat menindih tubuhnya.“Revanno, minggir!” Wanita itu kembali berteriak. Sementara Revanno tidak memedulikannya.“Aku nggak akan minggir,” jawab Revanno santai.Starla kembali memelotot. “Apa, sih?! Minggir, Revanno. Jangan sentuh aku. Aku nggak mau kamu sentuh!”“Kalau aku paksa?” Sahut Revanno seraya menggigit leher Starla.“Revanno!” Jerit Starla seraya mendongakkan wajahnya. “Aku nggak mau. Cepat minggir!”Revanno menggeleng. “Aku nggak mau minggir.”“Kok kamu menyebalkan sekali sih, Revanno?! Kamu nggak lupa kan kalau aku itu masih kesal sekali denganmu.”“Iy
“Kalau sekarang?”Revanno terus menggoda Starla. Tangan pria itu terus merambat naik, mengusap bagian pangkal paha Starla. Tepat di bagian tepi celana dalamnya.Sejauh itu juga Starla tetap bersikeras untuk menggeleng. Ia tidak ingin mengakui apa yang sudah ia rasakan kepada Revanno. Meski saat ini Starla bisa merasakan celana dalamnya terus semakin bertambah basah berkat sentuhan Revanno.Starla benar-benar merutuki dirinya sendiri. Starla benci pada dirinya sendiri yang tidak pernah bisa menolak sentuhan Revanno.Sementara itu, Revanno semakin menekan Starla. Berusaha membuat kedua kaki wanita itu agar semakin terbuka. Starla yang menyadarinyapun berusaha menahan, tapi usahanya gagal. Revanno sudah berhasil membuat kedua kakinya semakin terbuka lebar, begitu juga dengan rok span-nya yang semakin tersingkap ke atas.Starla kembali menggigit bibir saat merasakan tangan Revanno menyentuhnya.“Kamu berbohong rupanya?” R
Starla dan Revanno sampai di apartemen ketika jam masih menunjuk pukul empat sore. Beruntungnya, hari ini jadwal pekerjaan Revanno tidak terlalu banyak. Jadi tidak masalah jika ia pulang lebih awal daripada biasanya. Apalagi di kantor juga masih ada Nathan yang bisa Revanno andalkan.“Mandinya aku duluan, ya,” ujar Starla seraya meletakkan tas ke atas meja.“Nggak berdua saja. Tubuhku juga sudah lengket sekali, Starla,” goda Revanno.Starla mendengus. “Nggak! Sudah cukup apa yang kamu lakukan di kantor tadi ya, Revanno. Nggak usah menambahnya lagi di rumah.”“Yah, padahal sekarang tenagaku sudah kembali lagi. Masih kuat kalau untuk bermain satu atau dua ronde lagi.” “Ish! Makan saja itu ronde-ronde.” Starla melempar Revanno dengan kemejanya yang sudah berhasil ia lepas dari tubuhnya. Kini Starla hanya memakai bra dan juga rok span pendeknya.Revanno terkekeh. Meraih kemeja Starla yang mengenai wajahnya, lalu menciumn
Hampir setengah jam lamanya Starla berendam di dalam bathup. Ia teringat kalau Revanno kini tengah menunggu gilirannya untuk mandi. Jadi tidak baik jika Starla berlama-lama di dalam kamar mandi, sementara Revanno menunggunya di luar.Bisa-bisa pria itu marah padanya.Starla segera keluar dari dalam bathup, hendak mengambil handuk. Dan ternyata ia tadi lupa membawa handuk dari luar.“Sial,” umpat Starla. “Masa aku harus keluar dalam keadaan bertelanjang?” Starla mulai membayangkan dirinya keluar dari kamar mandi dengan keadaan telanjang. Sedangkan Revanno sedang duduk menunggunya di atas tempat tidur. Pria itu pasti akan berpikiran kalau Starla sengaja menggodanya. Dan kemungkinan terburuknya adalah, Revanno pasti langsung akan menerkamnya. Dan aktivitas panas yang menguras tenaga seperti di ruangan kantor tadi akan terulang lagi di dalam kamar apartemen ini.Starla menggeleng. Ia masih capek. Setidaknya Starla butuh waktu sehar
“Revanno, menurutmu lebih bagus pakai gaun yang mana?” Starla bertanya seraya membawa dua gaun berwarna hitam dan juga biru navy.“Nggak dua-duanya,” jawab Revanno cepat.Saat ini jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Revanno sudah selesai bersiap-siap sekitar setengah jam yang lalu. Sementara Starla sampai detik ini masih terlihat bingung memilih gaun mana yang ingin wanita itu kenakan untuk datang ke rumah William—Kakek Revanno.“Kalau ini bagaimana?” Starla kembali bertanya. Kali ini ia mengeluarkan gaun berwarna merah dari dalam lemari.Revanno memelotot. “Nggak! Jangan pakai yang itu.”Starla mendengus. “Sejak tadi kenapa kamu bilang nggak terus, sih? Lalu kamu ingin aku pakai yang mana?!” Starla mulai jengkel.Revanno hanya bisa mendesah. Mana mungkin Revanno bilang iya, sedangkan sejak tadi Starla terus memilih gaun seksi yang ada di dalam lemarinya. Apalagi gaun merah itu. Gaun yang terbuka di bagian bahu d