“Kamu pikir, apa yang kamu lakukan, Starla?!”
Starla langsung menoleh, dan terkejut ketika melihat Revanno sudah berdiri tidak jauh dari tempatnya. Tatapan pria itu terlihat begitu tajam dan menakutkan. Tatapan yang jarang sekali Starla lihat selama ini.“Pak Revanno.” Pria yang tadi menolong Starla langsung menjauhkan diri, lalu menunduk hormat ke arah Revanno.Saat ini seluruh penghuni kantor pastinya sudah tahu kalau hubungan antara Revanno dan Starla itu bukan hanya sebatas Bos dan sekretaris. Melainkan sepasang kekasih. Termasuk pria yang menolong Starla tadi. Ia juga tahu soal hubungan sang pemilik perusahaan dengan sekretarisnya tersebut.Revanno kini beralih menatap pria yang masih menunduk hormat ke arahnya.“Kamu dari divisi mana?” Tanya Revanno dengan suara dingin.Pria tadi mendongak. “S-saya ...” Wajahnya tampak begitu tegang. “Saya dari divisi perencanaan, Pak.”“Apa kamu sudah tahu? Kalau say“Mau kemana? Di sini saja. Aku ingin mendengar jeritanmu,” bisik Revanno seraya melepas jas yang ia kenakan. Starla memelotot. Ia ingin menghindar. Namun, Revanno sudah lebih dulu berhasil mendorong tubuhnya hingga jatuh ke atas sofa.“Revanno!”Starla menjerit. Ia berusaha bangkit tapi Revanno dengan cepat menindih tubuhnya.“Revanno, minggir!” Wanita itu kembali berteriak. Sementara Revanno tidak memedulikannya.“Aku nggak akan minggir,” jawab Revanno santai.Starla kembali memelotot. “Apa, sih?! Minggir, Revanno. Jangan sentuh aku. Aku nggak mau kamu sentuh!”“Kalau aku paksa?” Sahut Revanno seraya menggigit leher Starla.“Revanno!” Jerit Starla seraya mendongakkan wajahnya. “Aku nggak mau. Cepat minggir!”Revanno menggeleng. “Aku nggak mau minggir.”“Kok kamu menyebalkan sekali sih, Revanno?! Kamu nggak lupa kan kalau aku itu masih kesal sekali denganmu.”“Iy
“Kalau sekarang?”Revanno terus menggoda Starla. Tangan pria itu terus merambat naik, mengusap bagian pangkal paha Starla. Tepat di bagian tepi celana dalamnya.Sejauh itu juga Starla tetap bersikeras untuk menggeleng. Ia tidak ingin mengakui apa yang sudah ia rasakan kepada Revanno. Meski saat ini Starla bisa merasakan celana dalamnya terus semakin bertambah basah berkat sentuhan Revanno.Starla benar-benar merutuki dirinya sendiri. Starla benci pada dirinya sendiri yang tidak pernah bisa menolak sentuhan Revanno.Sementara itu, Revanno semakin menekan Starla. Berusaha membuat kedua kaki wanita itu agar semakin terbuka. Starla yang menyadarinyapun berusaha menahan, tapi usahanya gagal. Revanno sudah berhasil membuat kedua kakinya semakin terbuka lebar, begitu juga dengan rok span-nya yang semakin tersingkap ke atas.Starla kembali menggigit bibir saat merasakan tangan Revanno menyentuhnya.“Kamu berbohong rupanya?” R
Starla dan Revanno sampai di apartemen ketika jam masih menunjuk pukul empat sore. Beruntungnya, hari ini jadwal pekerjaan Revanno tidak terlalu banyak. Jadi tidak masalah jika ia pulang lebih awal daripada biasanya. Apalagi di kantor juga masih ada Nathan yang bisa Revanno andalkan.“Mandinya aku duluan, ya,” ujar Starla seraya meletakkan tas ke atas meja.“Nggak berdua saja. Tubuhku juga sudah lengket sekali, Starla,” goda Revanno.Starla mendengus. “Nggak! Sudah cukup apa yang kamu lakukan di kantor tadi ya, Revanno. Nggak usah menambahnya lagi di rumah.”“Yah, padahal sekarang tenagaku sudah kembali lagi. Masih kuat kalau untuk bermain satu atau dua ronde lagi.” “Ish! Makan saja itu ronde-ronde.” Starla melempar Revanno dengan kemejanya yang sudah berhasil ia lepas dari tubuhnya. Kini Starla hanya memakai bra dan juga rok span pendeknya.Revanno terkekeh. Meraih kemeja Starla yang mengenai wajahnya, lalu menciumn
Hampir setengah jam lamanya Starla berendam di dalam bathup. Ia teringat kalau Revanno kini tengah menunggu gilirannya untuk mandi. Jadi tidak baik jika Starla berlama-lama di dalam kamar mandi, sementara Revanno menunggunya di luar.Bisa-bisa pria itu marah padanya.Starla segera keluar dari dalam bathup, hendak mengambil handuk. Dan ternyata ia tadi lupa membawa handuk dari luar.“Sial,” umpat Starla. “Masa aku harus keluar dalam keadaan bertelanjang?” Starla mulai membayangkan dirinya keluar dari kamar mandi dengan keadaan telanjang. Sedangkan Revanno sedang duduk menunggunya di atas tempat tidur. Pria itu pasti akan berpikiran kalau Starla sengaja menggodanya. Dan kemungkinan terburuknya adalah, Revanno pasti langsung akan menerkamnya. Dan aktivitas panas yang menguras tenaga seperti di ruangan kantor tadi akan terulang lagi di dalam kamar apartemen ini.Starla menggeleng. Ia masih capek. Setidaknya Starla butuh waktu sehar
“Revanno, menurutmu lebih bagus pakai gaun yang mana?” Starla bertanya seraya membawa dua gaun berwarna hitam dan juga biru navy.“Nggak dua-duanya,” jawab Revanno cepat.Saat ini jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Revanno sudah selesai bersiap-siap sekitar setengah jam yang lalu. Sementara Starla sampai detik ini masih terlihat bingung memilih gaun mana yang ingin wanita itu kenakan untuk datang ke rumah William—Kakek Revanno.“Kalau ini bagaimana?” Starla kembali bertanya. Kali ini ia mengeluarkan gaun berwarna merah dari dalam lemari.Revanno memelotot. “Nggak! Jangan pakai yang itu.”Starla mendengus. “Sejak tadi kenapa kamu bilang nggak terus, sih? Lalu kamu ingin aku pakai yang mana?!” Starla mulai jengkel.Revanno hanya bisa mendesah. Mana mungkin Revanno bilang iya, sedangkan sejak tadi Starla terus memilih gaun seksi yang ada di dalam lemarinya. Apalagi gaun merah itu. Gaun yang terbuka di bagian bahu d
“Revanno ...,”Revanno menatap pada pria tua yang baru saja memanggil namanya. “Kakek,” sahutnya pelan.William tersenyum. “Apa kabar, Revanno? Lama tidak bertemu?”Revanno terdiam. Rasanya sosok Kakek yang selama ini ia kenal telah menghilang entah kemana. Sosok William yang biasanya tegas, suka memerintah dan menyebalkan itu kali ini tidak terlihat. Malam ini yang Revanno lihat hanya William yang berupa sosok pria tua yang sudah renta, berdiri seraya tersenyum ke arahnya. Senyum itu yang dulunya sering kali Revanno lihat ketika ia masih kecil dan tinggal di rumah Kakeknya.Senyum penuh kasih sayang dari seorang Kakek kepada cucunya.Revanno mengerjap. Menghalau air mata yang hendak turun dari kedua matanya. Bukankah tidak keren jika tiba-tiba Revanno mengeluarkan air mata di hadapan William, Marcus maupun Starla? Bisa-bisa turun harga diri Revanno.“Baik, Kek. Aku selalu baik,” jawab Revanno.Lagi-lagi William tersenyum. “Kemarilah,” ujarnya menyuruh Revanno mendekat ke arahnya.Rev
“Bagaimana keadaannya, Dok?” Sonia—Mami Cheryl bertanya ketika Dokter tengah memeriksa keadaan putrinya.“Kondisinya sudah cukup membaik,” jawab sang Dokter seraya memberikan alat-alat yang baru saja ia gunakan untuk memeriksa Cheryl ke perawat yang menemaninya. “Apa akhir-akhir kamu masih mengalami pusing?” Dokter kemudian bertanya pada Cheryl.Cheryl terdiam. “Terkadang pusing. Tapi terkadang juga nggak, Dok. Saya juga bingung. Apa itu berpengaruh dengan kondisi kesehatan saya?”Dokter tersenyum ke arah Cheryl. “Tidak apa-apa. Selama kamu tidak mengalami pusing yang sangat hebat semuanya akan baik-baik saja.”Cheryl mengangguk-angguk. “Lalu kapan saya boleh pulang, Dok? Saya rasa, keadaan saya sudah cukup baik. Tapi kenapa saya nggak kunjung boleh pulang dari rumah sakit ini?”Ramos dan Sonia tampak terkejut dengan pertanyaan putrinya. Mungkin Cheryl berpikir kondisinya memang baik-baik saja. Tapi wanita itu tidak tahu bahwa saat ini ia masih sangat membutuhkan perawatan dari Dokter
Pertemuan di rumah William di lanjut dengan acara makan bersama. Berbagai hidangan sudah tersedia lengkap di atas meja makan. Termasuk makanan kesukaan Revanno.Revanno tersenyum ketika melihat makanan favoritnya itu ada di atas meja makan. “Kakek masih ingat rupanya,” ujar Revanno seraya mengambil semur daging. Satu-satunya masakan rumahan favorit Revanno.“Tentu saja. Kakek masih ingat betapa lahapnya kamu dulu jika Kakek menyediakan menu itu untukmu,” sahut William sambil tersenyum.Starla yang tengah duduk di samping Revanno benar-benar turut merasa bahagia atas kedekatan Revanno dengan Kakeknya. Starla bisa melihat sorot kebahagiaan yang di pancarkan dari kedua mata kekasihnya. Hal yang baru pertama kali Starla lihat ketika Revanno bertemu dengan William. Sebab, seingat Starla terakhir kali mereka bertemu pun suasananya tidak sehangat ini. “Jangan lupa makan sayur juga, Revanno.” Kata Starla mengingatkan.“Reva
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t