Sesuai dengan janji Saga pagi tadi. Ia benar-benar menjemput Starla ke kantor tepat di jam makan siang. Mobil Saga sudah terparkir di depan kantor milik Revanno. Ia membuka ponsel dan mengetik balasan untuk Starla.Saga :Aku sudah sampai di depan kantor.Starla membuka pesan yang masuk ke dalam ponselnya dengan wajah ceria. “Ck! Nggak usah senyum-senyum seperti itu. Kamu ini ingin bertemu dengan pria lain. Tapi kenapa harus seceria itu, sih?!” Revanno yang sejak tadi mengamati Starla merasa kebakaran jenggot sendiri.Starla justru terkekeh. “Tapi pria lain yang kamu maksud adalah Saga. Jadi nggak ada salahnya kalau aku seceria ini.”Revanno mendengus. “Terserah!” Ketusnya kesal.“Sejak kapan kamu jadi posesif seperti ini?” Starla menaikkan sebelah alisnya sambil menatap Revanno.“Apa?! Aku? Posesif?” Revanno lalu tertawa sarkas. “Aku biasa saja,” elaknya.Starla kembali tersenyum. “Iya deh kamu memang biasa saja.” Ia berjalan mendekati Revanno. “Biasa posesif, kan?” Godanya sambil
“Hei, si anjing!” Revanno yang masih fokus bekerja langsung terkejut begitu melihat Daniel datang sambil mengatainya anjing.Sialan sekali temannya itu.“Nggak salah kamu berbicara seperti itu? Masa anjing teriak anjing,” cibir Revanno santai.Daniel mendengus. “Kamu itu memang anjing ya, Rev. Kamu juga teman sialan!” Revanno mengernyit, tidak paham dengan apa yang di maksud Daniel. Temannya itu tiba-tiba saja datang ke kantornya di siang hari. Lalu setelah itu mengatai dan memaki-maki Revanno. Apa maksudnya? Apa Daniel sudah bosan hidup?“Kamu dan Starla sudah resmi menjadi sepasang kekasih, kan?” Tanya Daniel kemudian.“Iya,” jawab Revanno santai. Pria itu masih sibuk menatap layar komputernya.“Berengesek!” Daniel langsung mematikan layar komputer Revanno begitu saja. Ia tidak peduli dengan mata Revanno yang langsung memelotot tajam padanya. “Kamu itu ibarat kata seperti kacang yang lupa dengan kulitnya!” Tuding Daniel.“Tunggu dulu. Apa nggak ada kata-kata yang sedikit lebih ker
“Starla?” Revanno masih terdiam kaku saat melihat Starla sudah berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Wanita itu menatapnya dengan alis berkerut.“Revanno, ada apa? Kenapa kamu berteriak sendiri?” Starla berjalan mendekati pria yang sudah menjadi kekasihnya tersebut.Revanno langsung berdehem. “Ah, i-itu. Nggak kok. Aku hanya sedang kesal saja menunggu kedatanganmu. Aku pikir, pria pengganggu itu nggak akan mengantarmu kembali,” ujarnya beralasan.“Tadinya sih Saga memang berniat seperti itu.” Starla menyahut santai. “APA?!” Revanno langsung berdiri murka.Starla sedikit kaget dengan teriakan Revanno. Namun, sedetik kemudian ia langsung terkekeh kecil. “Ya ampun, Revanno. Aku hanya bercanda,” ujar Starla yang masih terkekeh. “Jadi kamu cemburu ya dengan Saga,” godanya kemudian.“Aku nggak cemburu! Hanya merasa kesal saja,” sahut Revanno.“Oh, nggak cemburu. Ya sudah kalau begitu, besok-besok aku ingin pergi bersama Saga lagi. Kebetulan kami tadi juga sudah membuat rencana untuk mak
Cheryl memasuki sebuah kafe yang terletak cukup jauh dari pusat kota Jakarta. Ia menatap sekeliling, lalu tak lama kemudian tatapannya tertuju ke sebuah meja yang berada di paling ujung. Di sana sudah ada seorang pria yang sedang menunggunya.“Hai, maaf kalau aku sedikit terlambat. Kamu sudah lama menunggu?” Cheryl menghampiri pria itu sambil tersenyum.“Nggak kok. Aku juga baru saja sampai.” Pria itu lalu berdiri memeluk singkat tubuh Cheryl dan memberi kecupan singkat di salah satu pipi wanita tersebut. “Apa-apaan ini?” Cheryl menaikkan kedua alisnya. Namun, setelahnya ia langsung tertawa. “Ciuman dariku.” Pria itu menjawab santai. “Aku tahu, kamu selalu merindukan ciuman dariku, kan,” godanya sambil mengerlingkan sebelah matanya.Cheryl hanya tertawa mendengarnya. Setelah itu mereka kembali duduk.“Kamu ingin memesan apa?” Tanya pria itu kepada Cheryl.“Bukannya kamu sudah tahu apa menu kesukaanku.” Ch
“Revanno, bisa lepaskan tanganmu terlebih dahulu?” Starla berusaha menarik tangannya yang sejak tadi terus di genggam oleh Revanno.Mereka saat ini tengah berjalan-jalan di Mall terbesar yang ada di pusat kota. Ingat dengan perkataan Revanno soal cincin. Nah, rencananya hari ini Revanno ingin membeli cincin itu dengan Starla.“Nggak bisa. Sudah terlanjur menempel,” sahut pria itu santai.Ck! Starla hanya bisa berdecak. Ia sebenarnya merasa malu sekaligus risih kalau harus memamerkan kemesraan di depan umum seperti ini. Selain ia akan menjadi pusat tontonan. Pasti sebagian juga ada yang akan langsung menggunjing dan membicarakannya dengan Revanno. Karena Starla yakin, sebagain dari mereka pasti ada yang mengenal siapa Revanno, dan sebagian mungkin merasa iri dengan Starla. “Ayo kita masuk ke sana.” Revanno menunjuk sebuah toko perhiasan terkenal yang ada di sana. Revanno menggandeng Starla memasuki toko bernama Good Diamonds. Kedatangan mereka langsung di sambut oleh salah satu petug
“Starla? Sudah selesai atau belum?” Terdengar suara Revanno dari luar pintu kamar ketika Starla tengah sibuk memoles lipstik di bibirnya. Siang ini mereka akan menghadiri sebuah acara pesta yang di selenggarakan oleh rekan bisnis Revanno. Dan di pesta itu juga katanya rekan bisnis Revanno akan memperkenalkan putranya sebagai pemilik baru perusahaan mereka.“Iya, tunggu sebentar!” Teriak Starla dari dalam kamar.Setelah memastikan make up dan penampilannya yang rapi, Starla langsung bergegas mengambil tas tangan dan membuka pintu kamarnya. “Aku sudah siap. Ingin berangkat sekarang?” Tanya Starla sambil merapikan rambutnya.Revanno tidak langsung menjawab. Mata pria itu justru sibuk meneliti penampilan Starla dari ujung kepala hingga ujung kaki. “Kenapa? Ada yang salah?” Starla kembali bertanya bingung. Revanno menggeleng sambil mengusap dagunya. “Kamu lupa memakai cincin pemberianku?” “Ah, iy
Starla langsung menoleh begitu mendengar namanya di panggil, begitu juga dengan Revanno. Di hadapan mereka sudah berdiri seorang pria paruh baya dengan setelan jas rapi. “Kamu Starla, kan?” Starla mengernyit, mencoba meyakinkan dirinya jika yang sedang menyapanya saat ini adalah seseorang yang memang ia kenal. “Ah, iya, Om.” Starla langsung tersenyum lebar. Pria paruh baya itu adalah Ayah Vania. Teman sekaligus sahabat baik Starla. Ia sangat tidak menyangka bisa bertemu dengan Ayah Vania disini. Setahu Starla, Ayah Vania memang pengusaha. Tapi ia tidak menyangka kalau bisa bertemu di acara ini. “Ternyata Om tidak salah mengenalimu, ya. Sudah lama tidak bertemu, Starla. Bagaimana kabarmu?” Ayah Vania tersenyum ke arah Starla, lalu ke arah Revanno. Pandangan pria paruh baya itu jatuh di bagian pinggang Starla. Dimana lengan Revanno melingkar secara posesif di sana. “Saya baik, Om. Om sendiri juga baik, kan? Lalu Vania b
Acara pesta yang di selenggarakan oleh rekan bisnis Revanno itu terus berlanjut. Dan kini saatnya Mister Albert—sekaligus tuan rumah dari acara pesta ini memperkenalkan serta mengumumkan putranya sebagai penerus baru dari perusahaan Lion's Star yang selama ini ia dirikan. Seorang pria berwajah tampan tersenyum ramah dan menyapa semua tamu undangan yang ada di dalam acara tersebut. Pria itu adalah Alex, pewaris Lion's Star sekaligus pemilik baru dari perusahaan besar yang sudah cukup lama bekerja sama dengan perusahaan Nexus—milik Revanno. Pria itu memiliki umur yang sama dengan Revanno. Alex juga memiliki wajah yang tampan dan berkarisma. Mungkinkah Alex akan menjadi idola baru di kalangan pebisnis setelah Revanno? Revanno hanya menatap pria bernama Alex itu dengan tatapan malas ketika Alex tengah menyampaikan beberapa sambutannya. “Dia tampan juga, ya?” Revanno langsung menoleh saat mendengar suara itu. Ia menatap Starla yang tengah memperhatikan Alex dengan tatapan kagum. Oh, si
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t