Starla langsung menoleh begitu mendengar namanya di panggil, begitu juga dengan Revanno. Di hadapan mereka sudah berdiri seorang pria paruh baya dengan setelan jas rapi.
“Kamu Starla, kan?”Starla mengernyit, mencoba meyakinkan dirinya jika yang sedang menyapanya saat ini adalah seseorang yang memang ia kenal.“Ah, iya, Om.” Starla langsung tersenyum lebar.Pria paruh baya itu adalah Ayah Vania. Teman sekaligus sahabat baik Starla. Ia sangat tidak menyangka bisa bertemu dengan Ayah Vania disini. Setahu Starla, Ayah Vania memang pengusaha. Tapi ia tidak menyangka kalau bisa bertemu di acara ini.“Ternyata Om tidak salah mengenalimu, ya. Sudah lama tidak bertemu, Starla. Bagaimana kabarmu?” Ayah Vania tersenyum ke arah Starla, lalu ke arah Revanno. Pandangan pria paruh baya itu jatuh di bagian pinggang Starla. Dimana lengan Revanno melingkar secara posesif di sana.“Saya baik, Om. Om sendiri juga baik, kan? Lalu Vania bAcara pesta yang di selenggarakan oleh rekan bisnis Revanno itu terus berlanjut. Dan kini saatnya Mister Albert—sekaligus tuan rumah dari acara pesta ini memperkenalkan serta mengumumkan putranya sebagai penerus baru dari perusahaan Lion's Star yang selama ini ia dirikan. Seorang pria berwajah tampan tersenyum ramah dan menyapa semua tamu undangan yang ada di dalam acara tersebut. Pria itu adalah Alex, pewaris Lion's Star sekaligus pemilik baru dari perusahaan besar yang sudah cukup lama bekerja sama dengan perusahaan Nexus—milik Revanno. Pria itu memiliki umur yang sama dengan Revanno. Alex juga memiliki wajah yang tampan dan berkarisma. Mungkinkah Alex akan menjadi idola baru di kalangan pebisnis setelah Revanno? Revanno hanya menatap pria bernama Alex itu dengan tatapan malas ketika Alex tengah menyampaikan beberapa sambutannya. “Dia tampan juga, ya?” Revanno langsung menoleh saat mendengar suara itu. Ia menatap Starla yang tengah memperhatikan Alex dengan tatapan kagum. Oh, si
Saga baru saja turun dari mobilnya. Akhir-akhir ini pria itu memang terlihat sangat sibuk dengan pekerjaannya. Bahkan hampir dua hari ini Saga juga tidak bisa bertemu dengan Starla. Namun, meskipun begitu Saga sekarang bisa merasa sedikit lebih tenang karena pada akhirnya pria berengsek yang berstatus sebagai Bos Starla itu mau mengakui perasaannya, dan menjadikan Starla sebagai kekasihnya.Hanya saja Saga masih belum bisa sepenuhnya percaya terhadap Revanno. Meskipun Starla dan Revanmo sudah menjadi sepasang kekasih. Tapi tidak menutup kemungkinan bagi Revanno untuk menyakiti Starla, kan?Bagaimanapun juga Saga tidak akan membiarkan Revanno atau siapapun menyakiti Starla. Saga tidak pernah rela melihat wanita itu menangis seperti terakhir kali yang ia lihat. Yang ingin Saga lakukan saat ini hanyalah melindungi Starla semampu yang ia bisa.Saga hendak memasuki gedung apartemen Starla ketika ia melihat ada sebuah mobil berwarna hitam yang tampak sedikit mencurigakan. Mobil itu terparki
“Apa yang sedang kamu lakukan di situ?”“Berengsek!” Cheryl mengumpat pelan. Siapa orang yang berani mengganggunya di saat seperti ini? Cheryl mulai panik. Bisa gawat jika orang lain menyadari apa yang tengah ia lakukan sekarang. Cheryl berusaha mengatur napasnya sejenak sebelum kemudian ia memutuskan untuk menoleh ke belakang.“Ah, maaf. Saya hanya ....” Ucapan Cheryl langsung terhenti begitu ia menyadari siapa orang yang saat ini tengah berdiri di belakangnya. “Saga?! Apa yang sedang kamu lakukan disini?” Tanyanya sedikit kesal.Saga langsung tertawa sarkas. “Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang sedang kamu lakukan? Dan kenapa kamu bisa berada di sini malam-malam begini, hah?!” Saga menatap curiga ke arah amplop yang masih berada di tangan Cheryl.Cheryl hanya tersenyum. Lalu dengan cepat ia menyembunyikan amplop itu ke balik punggungnya. “Bukan urusanmu!” Ketusnya sinis.“Akan menjadi urusanku jika itu menyangkut dengan Starla,” desis Saga tajam.“Wah, aku merasa iri sekali den
“Apa yang sedang kalian lakukan?”Saat itu juga Saga maupun Cheryl langsung menoleh ke sumber suara secara bersamaan. Rupanya sudah ada Revanno yang tengah berdiri dengan kedua tangan terlipat ke depan dada. Pria itu menatap Cheryl dan juga Saga secara bergantian. “Berani sekali kalian berdua membuat keributan di depan rumah orang lain!” Ketus Revanno.Saga langsung mendengus. “Seharusnya kamu urus wanita ini supaya dia nggak membuat keributan disini!” Balasnya tak kalah ketus.Revanno merasa geram dengan ucapan Saga. Pria itu memang paling pintar jika di suruh memancing emosinya.“Bukanya sejak tadi kamu yang ribut dengannya? Oh, atau jangan-jangan kalian berdua diam-diam merencanakan sesuatu, ya. Kalian sudah bersekongkol.” Revanno memicing ke arah Saga.“Nggak ada untungnya bagiku untuk bersekongkol dengan mantan calon tunanganmu.” Saga tersenyum miring ke arah Revanno.Revanno mengeram dalam hati. Saga memang sialan. Pria itu benar-benar menyebalkan. “Jangan pernah menyebut kata
Saga yang baru saja ingin menekan bell di pintu apartemen Starla langsung terkejut ketika melihat wanita yang ingin di kunjunginya itu tengah membuka pintunya. Starla tampak memperhatikan sekitar lalu pandangan terakhirnya jatuh kepada Saga.“Sepertinya aku tadi mendengar ada keributan? Apa aku yang salah dengar, ya?” Starla menggaruk belakang telinganya sambil terus menatap sekeliling yang ternyata terlihat begitu sepi. Bahkan hanya ada Saga yang kini sedang berdiri di depan pintu apartemennya.“Keributan apa? Jangan bilang kalau kamu sedang melindur.” Saga menjawab tenang.Starla hanya meringis. “Nggak tahu juga, sih. Aku tadi sedang menonton TV. Lalu aku seperti mendengar ada suara keributan dari arah luar.”“Ah, masa? Apartemen mewah seperti ini mana mungkin nggak kedap suara. Jangan-jangan hantu lagi,” goda Saga dengan wajah serius.“Ih, nggak ada hantu ya disini! Jangan mencoba menakut-nakutiku, Saga.” Starla langsung cem
Malam yang menyebalkan itu akhirnya telah berganti menjadi pagi yang cerah bagi Revanno. Bangun tidur di kamar Starla, di tambah dengan hal pertama yang ia lihat pun juga Starla. Kekasihnya itu sedang sibuk berdandan di depan meja rias.“Nggak usah terlalu cantik.” Revanno memberi komentar secara tiba-tiba.Starla langsung mengerjap begitu mendengar suara Revanno. Ia lalu menoleh ke belakang. Sejak kapan pria itu bangun?“Pagi,” sapa Starla sambil tersenyum. Hati Revanno selalu berdebar kencang setiap kali melihat senyuman itu. Ia ingin selalu melihat senyum itu melekat di bibir Starla. Revanno lalu beranjak turun dari ranjang kemudian menunduk dan memeluk tubuh Starla dari belakang. “Ada apa ini?” Starla menatap pantulan dirinya dan juga Revanno yang tengah memeluk tubuhnya dari belakang itu dari balik pantulan cermin. Saat ini pria itu hanya menggunakan celana training panjang tanpa atasan. Revanno memang suka sekali tidur tanpa memakai baju. Apalagi kalau telanjang.“Nggak ada a
“Saga.” Starla memanggil Saga yang saat ini tengah menekan bell di pintu apartemennya. “Starla? Kenapa kamu bisa keluar dari sana?” Tanya Saga sambil mendekat. Starla tidak langsung menjawab. Ia hanya diam sambil tersenyum kaku ke arah Saga. Kebetulan hari ini Revanno sedang ada pekerjaan yang harus di selesaikan bersama Nathan. Dan Revanno menyuruh Starla untuk pulang terlebih dahulu. Karena kemungkinan Revanno akan pulang larut malam. Jadi Revanno tidak lupa memberi pesan kepada Starla agar wanita itu segera memindahkan barang-barang ke dalam apartemennya mulai malam ini juga. Dan berhubung barang yang harus Starla pindahkan cukup banyak. Jadi Starla meminta bantuan ke Saga tanpa sepengetahuan Revanno. “Em … aku tadi lupa bilang ya? Kalau mulai hari ini aku akan tinggal di apartemen Revanno,” ujar Starla pada akhirnya. Saat menghubungi Saga tadi Starla memang tidak mengatakan apapun soal kepindahannya. Ia
Untuk Starla. “Untukku? Dari siapa ini?” Starla semakin mengernyit menatap kertas bertuliskan namanya yang tertempel disana. Perasaan Starla tidak pernah memesan apa-apa. Dan selain itu, selama ia tinggal di apartemen ini pun Starla sama sekali belum pernah menerima paket dalam bentuk apapun. Tapi kenapa pada hari ini tiba-tiba ia bisa mendapatkan sebuah paket yang di rasa cukup mencurigakan tersebut? Rasa penasaran Starla pun kini bertambah menjadi semakin besar. Starla ingin membukanya tapi tiba-tiba ia teringat pesan Saga yang menyuruhnya agar tetap waspada. “Apa ini yang di maksud Saga waktu itu? Tapi disini tertulis namaku, walaupun nggak ada pengirimnya,” gumam Starla sendirian. Starla mulai merasa was-was. Apa sebaiknya ia kembali menemui Saga saja dan meminta pria itu untuk melihat isi amplop coklat yang di bawanya? Tapi kalau Starla kembali, itu berarti ia akan semakin membuang banyak waktu. Sedangkan sekarang Starla ingi
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t