Saga yang baru saja ingin menekan bell di pintu apartemen Starla langsung terkejut ketika melihat wanita yang ingin di kunjunginya itu tengah membuka pintunya. Starla tampak memperhatikan sekitar lalu pandangan terakhirnya jatuh kepada Saga.
“Sepertinya aku tadi mendengar ada keributan? Apa aku yang salah dengar, ya?” Starla menggaruk belakang telinganya sambil terus menatap sekeliling yang ternyata terlihat begitu sepi. Bahkan hanya ada Saga yang kini sedang berdiri di depan pintu apartemennya.“Keributan apa? Jangan bilang kalau kamu sedang melindur.” Saga menjawab tenang.Starla hanya meringis. “Nggak tahu juga, sih. Aku tadi sedang menonton TV. Lalu aku seperti mendengar ada suara keributan dari arah luar.”“Ah, masa? Apartemen mewah seperti ini mana mungkin nggak kedap suara. Jangan-jangan hantu lagi,” goda Saga dengan wajah serius.“Ih, nggak ada hantu ya disini! Jangan mencoba menakut-nakutiku, Saga.” Starla langsung cemMalam yang menyebalkan itu akhirnya telah berganti menjadi pagi yang cerah bagi Revanno. Bangun tidur di kamar Starla, di tambah dengan hal pertama yang ia lihat pun juga Starla. Kekasihnya itu sedang sibuk berdandan di depan meja rias.“Nggak usah terlalu cantik.” Revanno memberi komentar secara tiba-tiba.Starla langsung mengerjap begitu mendengar suara Revanno. Ia lalu menoleh ke belakang. Sejak kapan pria itu bangun?“Pagi,” sapa Starla sambil tersenyum. Hati Revanno selalu berdebar kencang setiap kali melihat senyuman itu. Ia ingin selalu melihat senyum itu melekat di bibir Starla. Revanno lalu beranjak turun dari ranjang kemudian menunduk dan memeluk tubuh Starla dari belakang. “Ada apa ini?” Starla menatap pantulan dirinya dan juga Revanno yang tengah memeluk tubuhnya dari belakang itu dari balik pantulan cermin. Saat ini pria itu hanya menggunakan celana training panjang tanpa atasan. Revanno memang suka sekali tidur tanpa memakai baju. Apalagi kalau telanjang.“Nggak ada a
“Saga.” Starla memanggil Saga yang saat ini tengah menekan bell di pintu apartemennya. “Starla? Kenapa kamu bisa keluar dari sana?” Tanya Saga sambil mendekat. Starla tidak langsung menjawab. Ia hanya diam sambil tersenyum kaku ke arah Saga. Kebetulan hari ini Revanno sedang ada pekerjaan yang harus di selesaikan bersama Nathan. Dan Revanno menyuruh Starla untuk pulang terlebih dahulu. Karena kemungkinan Revanno akan pulang larut malam. Jadi Revanno tidak lupa memberi pesan kepada Starla agar wanita itu segera memindahkan barang-barang ke dalam apartemennya mulai malam ini juga. Dan berhubung barang yang harus Starla pindahkan cukup banyak. Jadi Starla meminta bantuan ke Saga tanpa sepengetahuan Revanno. “Em … aku tadi lupa bilang ya? Kalau mulai hari ini aku akan tinggal di apartemen Revanno,” ujar Starla pada akhirnya. Saat menghubungi Saga tadi Starla memang tidak mengatakan apapun soal kepindahannya. Ia
Untuk Starla. “Untukku? Dari siapa ini?” Starla semakin mengernyit menatap kertas bertuliskan namanya yang tertempel disana. Perasaan Starla tidak pernah memesan apa-apa. Dan selain itu, selama ia tinggal di apartemen ini pun Starla sama sekali belum pernah menerima paket dalam bentuk apapun. Tapi kenapa pada hari ini tiba-tiba ia bisa mendapatkan sebuah paket yang di rasa cukup mencurigakan tersebut? Rasa penasaran Starla pun kini bertambah menjadi semakin besar. Starla ingin membukanya tapi tiba-tiba ia teringat pesan Saga yang menyuruhnya agar tetap waspada. “Apa ini yang di maksud Saga waktu itu? Tapi disini tertulis namaku, walaupun nggak ada pengirimnya,” gumam Starla sendirian. Starla mulai merasa was-was. Apa sebaiknya ia kembali menemui Saga saja dan meminta pria itu untuk melihat isi amplop coklat yang di bawanya? Tapi kalau Starla kembali, itu berarti ia akan semakin membuang banyak waktu. Sedangkan sekarang Starla ingi
Tidak.Tidak Mungkin.Kata-kata itu yang terus keluar dari kepala Starla.Bagaimana bisa pria itu masuk ke dalam rumahnya? Starla menggeleng, tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ia semakin takut saat pria bernama Marcel itu mulai melangkah untuk mendekatinya.“Marcel.” Starla kembali bergumam pelan.Pria itu memang Marcel. Ternyata pria itu benar-benar kembali. Pria yang ia lihat beberapa waktu yang lalu ternyata memang adalah Marcel. Ya Tuhan, apa yang harus Starla lakukan?Starla sangat ketakutan sekarang. Bagaimana caranya pria itu bisa masuk ke dalam apartemennya? Dan ketakutan Starla semakin menjadi-jadi saat tubuh Marcel sudah berdiri tepat di depan tubuhnya. Starla merasa tidak bisa bergerak sama sekali. Bahkan mulutnya juga tidak bisa mengeluarkan sepatah kata apapun saat ini. Padahal ia ingin sekali berteriak dan berlari sekencang mungkin.Ketakutan yang sudah terjadi bertahun-tahun silam kini mulai membayangi Starla lagi. Ketakutan yang sampai sekarang masih terus mengha
Beberapa tahun yang lalu.Saat itu Starla masih duduk di bangku kuliah semester pertama. Ia berhasil masuk ke Universitas ternama yang ada di Jakarta berkat beasiswa yang ia dapatkan. Dan tidak tanggung-tanggung, Starla bahkan berhasil mendapat beasiswa untuk menyelesaikan gelar S1-nya berkat seleksi yang ia ikuti. Dulu Starla memang hanya seorang anak panti yang tidak mempunyai uang. Dan ia sangat bersyukur bisa mendapatkan beasiswa setiap kali ingin bersekolah dan melanjutkan jenjang pendidikannya. Namun, meskipun begitu Starla tetap harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Selain itu, ia juga harus mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk mempersiapkan semua keperluan yang akan ia hadapi di semester terakhirnya nanti. Starla yang saat itu hanya bekerja sebagai pengantar makanan cepat saji, pada akhirnya memutuskan untuk keluar dan mencari pekerjaan lain yang bisa menghasilkan lebih banyak uang. Tiba-tiba saja salah satu tem
Hari itu, Starla baru saja pulang bekerja dari Klub pukul empat pagi. Karena semalam adalah malam Minggu jadi bukan hal baru lagi bagi Starla jika ia harus bekerja sampai pagi. Jalanan masih terasa begitu sepi. Ia sudah berusaha membangunkan Vania, berharap temannya itu mau menjemputnya. Tapi sudah berkali-kali Starla menghubungi, tetap tidak ada jawaban dari Vania. Mungkin temannya itu masih tidur.Akhirnya Starla memutuskan untuk berjalan. Ia berharap ada taksi yang lewat di jalan itu. Dari kejauhan Starla melihat ada sebuah mobil berwarna hitam yang tengah melaju mendekat ke arahnya. Ia pikir mobil itu hanya akan lewat saja. Tapi ternyata ia salah. Mobil itu justru berhenti. Ada seorang pria yang keluar dari dalam mobil itu dan berjalan mendekati Starla. Pria itu menanyakan sebuah alamat ke Starla. Dan ketika Starla sibuk memberitahu alamat yang pria itu tanyakan. Tanpa di sadari ada pria lain yang sudah berdiri di belakangnya, lalu dengan cepat membekap mulut Starla dengan sebua
Saga tersentak dan langsung mengerjap beberapa kali sambil menatap sekeliling. Ia tidak tahu kalau ternyata ia tertidur begitu saja saat memejamkan matanya tadi. Dan efek ketiduran itu justru semakin membuat lehernya terasa semakin kering karena kehausan.“Starla,” panggil Saga serak sambil berdiri. “Sial! Hampir satu jam aku tertidur. Tapi kenapa Starla nggak membangunkanku, ya?” Gumamnya sambil melirik jam yang ada di pergelangan tangannya.Saga berusaha mencari keberadaan Starla di dapur. Barangkali wanita itu ada di sana setelah membawakan minuman untuknya. Namun, saat langkah Saga tiba di sana ternyata dapur itu kosong. Bahkan saat Saga membuka lemari pendinginnya juga masih tetap kosong. Hal itu menunjukkan kalau Starla belum masuk ke dapur sama sekali.“Kemana Starla? Apa dia lupa membawakan minuman untukku?”Saga lalu berjalan masuk ke kamar tamu yang di tempati Starla. Ia pikir, Starla benar-benar lupa membawakan minuman untuknya
Perkelahian sengit antara Saga dan Marcel baru berhenti saat keduanya sudah terkapar dan mulai kehabisan tenaga. Meski sama-sama terluka dan babak belur. Namun, jika di lihat keadaan Saga saat ini tampak jauh sedikit lebih baik daripada keadaan Marcel yang mengalami babak belur cukup parah.Marcel terkapar di atas lantai, sedangkan Saga menyandarkan tubuhnya ke tembok. Wajah Marcel penuh dengan luka pukulan, sudut bibirnya juga robek membuat mulutnya penuh dengan darah di tambah dengan darah yang keluar saat ia terbatuk. Tidak jauh berbeda dengan Marcel, Saga pun juga sama babak belurnya. Hanya saja ia sedikit lebih beruntung karena hanya mempunyai beberapa luka pukulan di wajahnya.“Saga.” Starla memanggil Saga yang hanya diam sambil mengatur napasnya.Melihat Saga yang tengah terluka seperti itu membuat Starla ingin sekali mendekati Saga. Ia ingin membantu Saga tetapi pria itu menggeleng, melarang Starla untuk mendekat. Saga takut jika
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t