Saga tersentak dan langsung mengerjap beberapa kali sambil menatap sekeliling. Ia tidak tahu kalau ternyata ia tertidur begitu saja saat memejamkan matanya tadi. Dan efek ketiduran itu justru semakin membuat lehernya terasa semakin kering karena kehausan.“Starla,” panggil Saga serak sambil berdiri. “Sial! Hampir satu jam aku tertidur. Tapi kenapa Starla nggak membangunkanku, ya?” Gumamnya sambil melirik jam yang ada di pergelangan tangannya.Saga berusaha mencari keberadaan Starla di dapur. Barangkali wanita itu ada di sana setelah membawakan minuman untuknya. Namun, saat langkah Saga tiba di sana ternyata dapur itu kosong. Bahkan saat Saga membuka lemari pendinginnya juga masih tetap kosong. Hal itu menunjukkan kalau Starla belum masuk ke dapur sama sekali.“Kemana Starla? Apa dia lupa membawakan minuman untukku?”Saga lalu berjalan masuk ke kamar tamu yang di tempati Starla. Ia pikir, Starla benar-benar lupa membawakan minuman untuknya
Perkelahian sengit antara Saga dan Marcel baru berhenti saat keduanya sudah terkapar dan mulai kehabisan tenaga. Meski sama-sama terluka dan babak belur. Namun, jika di lihat keadaan Saga saat ini tampak jauh sedikit lebih baik daripada keadaan Marcel yang mengalami babak belur cukup parah.Marcel terkapar di atas lantai, sedangkan Saga menyandarkan tubuhnya ke tembok. Wajah Marcel penuh dengan luka pukulan, sudut bibirnya juga robek membuat mulutnya penuh dengan darah di tambah dengan darah yang keluar saat ia terbatuk. Tidak jauh berbeda dengan Marcel, Saga pun juga sama babak belurnya. Hanya saja ia sedikit lebih beruntung karena hanya mempunyai beberapa luka pukulan di wajahnya.“Saga.” Starla memanggil Saga yang hanya diam sambil mengatur napasnya.Melihat Saga yang tengah terluka seperti itu membuat Starla ingin sekali mendekati Saga. Ia ingin membantu Saga tetapi pria itu menggeleng, melarang Starla untuk mendekat. Saga takut jika
Dua puluh lima tahun yang lalu .… Saga yang masih berusia lima tahun tinggal di sebuah rumah besar bersama dengan kedua orang tuanya. Ia juga memiliki seorang adik perempuan yang masih bayi pada saat itu. Ayah Saga yang bernama Andra adalah seorang pengusaha di bidang spare part yang cukup terkenal di kotanya. Banyak sekali para pesaing yang iri melihat kesuksesan Andra pada masa itu. Bahkan tidak jarang ada juga yang berusaha menjatuhkannya dengan segala cara. Salah satunya adalah teman Andra sendiri yang bernama Herman. Saga sering sekali memanggilnya dengan sebutan Paman Herman. Suatu hari, Andra berencana ingin mengajak keluarganya pergi berlibur karena selama ini ia terus saja sibuk bekerja. Jadi ia ingin memanfaatkan waktu yang ia miliki untuk pergi berlibur dengan keluarganya. “Mama, kita ingin pergi liburan kemana?” Saga kecil bertanya kepada wanita cantik yang saat ini sedang mengganti popok adik bayi perempuannya. Wanita cantik itu bernama Sandra, Mama Saga. “Kita akan p
Andra tidak tahu bagaimana caranya ia bisa sampai ke rumah sakit. Saat ia terbangun tubuhnya sudah berada di sebuah kamar rumah sakit, lengkap dengan sebuah jarum infus yang terpasang di tangannya. Hal pertama yang langsung Andra cari adalah keluarganya. Ia menoleh, menatap sekeliling kamar yang ia tempati. Tapi ternyata tidak ada satupun anggota keluarganya yang berada di satu kamar dengannya.“Sandra? Saga? Starla?” Andra berteriak memanggil istri dan juga anak-anaknya.Mendengar teriakan tersebut membuat perawat dan dokter langsung berlari masuk ke dalam kamar perawatan Andra.“Bapak sudah bangun rupanya. Tenang, Pak. Kondisi Anda belum begitu stabil.” Kata Dokter yang berusaha menenangkan Andra.“Dimana anak-anak dan istri saya?” Andra langsung bertanya kepada Dokter yang masuk ke dalam kamarnya.“Tenang, Pak. Putra Bapak baik-baik saja,” jawab Dokter tersebut.“Lalu bagaimana dengan keadaan istri dan bayi kami?” Andra kembali bertanya dengan tidak sabaran.Dokter itu tampak diam
“Nggak mungkin!” Hanya kata itu yang terlintas di kepala Starla dan mampu ia ucapkan ke Saga. Perkataan Saga benar-benar sulit untuk ia percaya. Bagaimana bisa ia yang selama ini hidup sendirian tiba-tiba bisa memiliki keluarga?“Saga, kamu jangan berani membohongiku. Ini bukan saat yang tepat untuk kamu berbohong, Saga. Ini nggak lucu!” Teriak Starla. Ia begitu marah, kaget dan tidak percaya.Saga diam sejenak, mengamati Starla yang seperti kesulitan untuk bernapas. “Dimana kalungmu?”“Kalung?” Starla mengernyit bingung. “Kenapa kamu bertanya soal kalungku? Memang apa hubungannya dengan kalungku?”“Katakan saja dimana kalungmu?” Saga tampak mendesak.“D-di koper yang aku bawa tadi,” jawab Starla ragu.“Kalau begitu ayo. Kita ambil kalungmu sekarang juga.” Saga lalu menuntun Starla masuk ke kamar tamu yang ada di apartemen Revanno. Beruntung sekali Starla tadi belum sempat mengeluarkan semua is
Setelah menempuh perjalanan berjam-jam akhirnya mobil Saga sampai juga di tempat tujuan. Saga melihat Starla yang tengah tertidur pulas di bahunya.Wanita itu terlihat kelelahan sekali. Saga paham betul dengan kondisinya. Namun, saat Saga hendak menggendong Starla keluar dari mobil, tiba-tiba wanita itu terbangun.“Tidur saja. Aku akan menggendongmu ke kamar,” bisik Saga pelan.Starla menggeleng, ia berusaha bangun agar Saga tidak perlu menggendongnya. “Ini rumah siapa?” Tanyanya dengan suara khas orang bangun tidur.“Ini rumah kita.” Starla langsung menatap lekat ke arah Saga. “Ayo kita masuk,” ajak Saga kemudian.Starla hanya bisa menurut saat Saga menuntunnya masuk ke dalam rumah besar tersebut. Rumah yang di kata Saga adalah rumahnya. Selama dua puluh lima tahun hidup, Starla tidak pernah membayangkan memiliki sebuah rumah yang bisa ia sebut dengan rumahnya. Ia juga tidak pernah membayangkan kalau ia bisa pulang ke rumahnya dan bertemu dengan anggota keluarganya. Karena selama in
Revanno terus melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi di jalan raya yang masih tampak ramai walau hari sudah mulai malam. Ia tidak bisa diam saja. Begitu ia melihat berita yang memuat kabar dan foto tentang dirinya beberapa menit yang lalu, ia segera bergegas masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan pekerjaan penting yang masih ia kerjakan bersama Nathan.Revanno tidak bisa melanjutkan pekerjaannya karena berita tersebut. Yang perlu ia lakukan saat ini adalah mencari keberadaan biang masalah di balik tersebarnya berita menjijikkan soal dirinya yang sudah beredar dimana-mana.“Aku nggak akan pernah mengampunimu, Cheryl.” Revanno mencengkeram kuat stir mobilnya sambil terus melajukan benda beroda empat itu dengan kecepatan penuh. Ia lalu mengambil ponsel dan menghubungi nomor Daniel yang tertera di sana. “Apa pekerjaanmu sudah beres?”“ .... ““Cepat selesaikan sesegera mungkin, karena aku sudah nggak ingin berurusan dengan Cheryl lebih lama lagi.” Revanno lalu kembali melempar ponse
“Revanno!” Sebuah suara terdengar memanggil nama Revanno. Tapi Revanno sama sekali tidak peduli. Ia tetap memilih untuk menghabisi wanita iblis yang hampir sekarat karena cekikan yang ia berikan.“Revanno! Apa yang kamu lakukan?!” Daniel langsung menarik kasar tangan Revanno hingga terlepas dari leher Cheryl. “Kamu bisa membunuhnya.”“Aku memang ingin membunuh wanita sialan itu!” Revanno menuding ke arah Cheryl yang langsung terjatuh ke tanah begitu terlepas dari cekikan tangannya. “Wanita sialan itu harus mati.”“Sadarlah, Revanno! Kamu nggak boleh melakukan hal ini. Kamu bisa di hukum.” Daniel memperingatkan.“Aku nggak peduli!” Ketus Revanno.“Oh, jadi kamu lebih suka masuk ke dalam penjara hanya karena wanita sepertinya,” sinis Daniel.Seketika Revanno langsung bungkam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia benar-benar di kuasai oleh emosi tadi.“Kamu benar.” Kata Revanno pada akhirnya. “Sebaiknya kita pergi saja dari sini. Ayo!” Imbuhnya yang langsung berlari pergi menuju ke arah
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t