“Nggak mungkin!” Hanya kata itu yang terlintas di kepala Starla dan mampu ia ucapkan ke Saga. Perkataan Saga benar-benar sulit untuk ia percaya. Bagaimana bisa ia yang selama ini hidup sendirian tiba-tiba bisa memiliki keluarga?“Saga, kamu jangan berani membohongiku. Ini bukan saat yang tepat untuk kamu berbohong, Saga. Ini nggak lucu!” Teriak Starla. Ia begitu marah, kaget dan tidak percaya.Saga diam sejenak, mengamati Starla yang seperti kesulitan untuk bernapas. “Dimana kalungmu?”“Kalung?” Starla mengernyit bingung. “Kenapa kamu bertanya soal kalungku? Memang apa hubungannya dengan kalungku?”“Katakan saja dimana kalungmu?” Saga tampak mendesak.“D-di koper yang aku bawa tadi,” jawab Starla ragu.“Kalau begitu ayo. Kita ambil kalungmu sekarang juga.” Saga lalu menuntun Starla masuk ke kamar tamu yang ada di apartemen Revanno. Beruntung sekali Starla tadi belum sempat mengeluarkan semua is
Setelah menempuh perjalanan berjam-jam akhirnya mobil Saga sampai juga di tempat tujuan. Saga melihat Starla yang tengah tertidur pulas di bahunya.Wanita itu terlihat kelelahan sekali. Saga paham betul dengan kondisinya. Namun, saat Saga hendak menggendong Starla keluar dari mobil, tiba-tiba wanita itu terbangun.“Tidur saja. Aku akan menggendongmu ke kamar,” bisik Saga pelan.Starla menggeleng, ia berusaha bangun agar Saga tidak perlu menggendongnya. “Ini rumah siapa?” Tanyanya dengan suara khas orang bangun tidur.“Ini rumah kita.” Starla langsung menatap lekat ke arah Saga. “Ayo kita masuk,” ajak Saga kemudian.Starla hanya bisa menurut saat Saga menuntunnya masuk ke dalam rumah besar tersebut. Rumah yang di kata Saga adalah rumahnya. Selama dua puluh lima tahun hidup, Starla tidak pernah membayangkan memiliki sebuah rumah yang bisa ia sebut dengan rumahnya. Ia juga tidak pernah membayangkan kalau ia bisa pulang ke rumahnya dan bertemu dengan anggota keluarganya. Karena selama in
Revanno terus melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi di jalan raya yang masih tampak ramai walau hari sudah mulai malam. Ia tidak bisa diam saja. Begitu ia melihat berita yang memuat kabar dan foto tentang dirinya beberapa menit yang lalu, ia segera bergegas masuk ke dalam mobilnya dan meninggalkan pekerjaan penting yang masih ia kerjakan bersama Nathan.Revanno tidak bisa melanjutkan pekerjaannya karena berita tersebut. Yang perlu ia lakukan saat ini adalah mencari keberadaan biang masalah di balik tersebarnya berita menjijikkan soal dirinya yang sudah beredar dimana-mana.“Aku nggak akan pernah mengampunimu, Cheryl.” Revanno mencengkeram kuat stir mobilnya sambil terus melajukan benda beroda empat itu dengan kecepatan penuh. Ia lalu mengambil ponsel dan menghubungi nomor Daniel yang tertera di sana. “Apa pekerjaanmu sudah beres?”“ .... ““Cepat selesaikan sesegera mungkin, karena aku sudah nggak ingin berurusan dengan Cheryl lebih lama lagi.” Revanno lalu kembali melempar ponse
“Revanno!” Sebuah suara terdengar memanggil nama Revanno. Tapi Revanno sama sekali tidak peduli. Ia tetap memilih untuk menghabisi wanita iblis yang hampir sekarat karena cekikan yang ia berikan.“Revanno! Apa yang kamu lakukan?!” Daniel langsung menarik kasar tangan Revanno hingga terlepas dari leher Cheryl. “Kamu bisa membunuhnya.”“Aku memang ingin membunuh wanita sialan itu!” Revanno menuding ke arah Cheryl yang langsung terjatuh ke tanah begitu terlepas dari cekikan tangannya. “Wanita sialan itu harus mati.”“Sadarlah, Revanno! Kamu nggak boleh melakukan hal ini. Kamu bisa di hukum.” Daniel memperingatkan.“Aku nggak peduli!” Ketus Revanno.“Oh, jadi kamu lebih suka masuk ke dalam penjara hanya karena wanita sepertinya,” sinis Daniel.Seketika Revanno langsung bungkam. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia benar-benar di kuasai oleh emosi tadi.“Kamu benar.” Kata Revanno pada akhirnya. “Sebaiknya kita pergi saja dari sini. Ayo!” Imbuhnya yang langsung berlari pergi menuju ke arah
Revanno sudah berhasil mengamankan dua bukti yang bisa membuatnya terbebas dari berita sialan yang saat ini sedang menimpanya. Revanno sudah menugaskan Nathan untuk membawa Marcel ke suatu tempat. Ia akan menyandera pria itu terlebih dahulu sebelum ia benar-benar bisa membongkar kebohongan Cheryl. “Aku harus pergi sekarang.” Revanno hendak melangkah saat tiba-tiba pergelangan tangannya di tahan oleh Daniel. “Kamu ingin pergi kemana? Hari sudah malam. Sebaiknya kamu istirahat dulu,” ujar Daniel mengingatkan. “Aku harus segera mencari Starla sekarang juga. Aku yakin Starla belum pergi jauh saat ini.” Revanno menarik tangannya sampai terlepas dari genggaman Daniel. “Tapi ini sudah malam, Rev. Lebih baik kamu istirahat. Ingat, kamu juga harus memerhatikan kondisimu. Kita cari Starla bersama besok pagi.” Daniel berusaha memberi solusi. Revanno berdecak. “Besok pagi? Itu terlalu lama, Niel. Aku nggak bisa kalau di suruh menunggu sampa
Sesuai dengan yang sudah di rencanakan oleh Cheryl. Ia di temani dengan keluarganya mengadakan konferensi pers untuk mengonfirmasi berita yang sudah menyebar luas hanya dalam waktu semalam. Diam-diam Cheryl tersenyum bangga karena rencananya ternyata bisa meledak heboh seperti saat ini. Tapi untuk hari ini ia tidak boleh menunjukkan senyum itu ke seluruh publik terlebih dahulu. Ia akan menyimpan senyumnya dan akan ia keluarkan jika saatnya sudah tiba nanti. Saat dimana ia bisa mendapatkan apa yang ia mau, yaitu menikah dengan Revanno.Saat ini sebisa mungkin Cheryl harus berakting seperti wanita yang paling ternodai, tersakiti dan tersedih di dunia ini. Semua itu harus ia lakukan supaya semua orang bersimpati dan percaya dengan berita yang sudah menyebar luas tersebut.“Tenang saja, Sayang. Mami, Papi dan semua keluarga kita akan membantumu sebisa yang kami lakukan.” Sonia—Mami Cheryl mengusap pundak putrinya dengan wajah sedih. Mereka kini tengah berada di dalam mobil, hendak menuj
Para wartawan seketika langsung berkumpul saat Cheryl mulai duduk di meja konferensi pers dengan di dampingi oleh kedua orang tuanya. Lampu-lampu kamera langsung menyorot dan memotret wanita itu berkali-kali. Cheryl tersenyum dalam hati, saat-saat yang ia tunggu akhirnya akan terwujud. Andai saja Revanno mau menuruti permintaannya, mungkin semuanya tidak akan berlangsung secara memalukan seperti ini.‘Ck! Revanno, terkadang kamu memang bodoh juga ya,’ ujar Cheryl dalam hati.Cheryl sadar hal yang ia lakukan sangat memalukan. Mengumbar fotonya sendiri bersama dengan pria lain adalah hal gila yang pernah ia lakukan. Tapi Cheryl tidak peduli dengan hal itu. Cheryl justru merasa senang karena permainannya berhasil menggemparkan media.Berbeda dengan suasana hatinya yang tampak senang, wajah Cheryl justru terlihat begitu sendu dan murung karena saat ini ia memang harus berakting di depan media. Bahkan sejak tadi Cheryl tidak berhenti meremas tangan Sonia
“Aku akan menceritakan semuanya padamu ...”Semua orang tampak terdiam begitu suara rekaman itu mulai berputar. Revanno tersenyum, sedangkan Cheryl mulai terlihat seperti orang yang tengah ketakutan.“Hentikan!” Cheryl tiba-tiba berteriak. “Yang kalian dengar itu tidaklah benar. Itu hanya kebohongan!” Cheryl memekik kencang, berharap dengan hal itu akan membuat suara yang sedang menggema di gedung acara konferensi pers tersebut bisa tersamarkan.Tapi jelas suara itu sudah di atur oleh seseorang yang tidak akan bisa tersamarkan apalagi di hentikan, sebelum semua rekaman itu selesai dan di dengar oleh seluruh publik dan media.“Semua kehebohan yang terjadi saat ini. Berita dan kabar tentang kehamilan itu, semuanya adalah rencana Cheryl.”Suara rekaman itu kembali terdengar. Sedangkan Cheryl semakin memekik histeris.“NGGAK! HENTIKAN!”“Aku hanya di suruh untuk membantunya saja. Dia yang sejak awal memiliki ide gila ini. Dia juga yang menyuruhku untuk merekayasa foto itu agar wajahnya te
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t