Para wartawan seketika langsung berkumpul saat Cheryl mulai duduk di meja konferensi pers dengan di dampingi oleh kedua orang tuanya. Lampu-lampu kamera langsung menyorot dan memotret wanita itu berkali-kali. Cheryl tersenyum dalam hati, saat-saat yang ia tunggu akhirnya akan terwujud. Andai saja Revanno mau menuruti permintaannya, mungkin semuanya tidak akan berlangsung secara memalukan seperti ini.
‘Ck! Revanno, terkadang kamu memang bodoh juga ya,’ ujar Cheryl dalam hati.Cheryl sadar hal yang ia lakukan sangat memalukan. Mengumbar fotonya sendiri bersama dengan pria lain adalah hal gila yang pernah ia lakukan. Tapi Cheryl tidak peduli dengan hal itu. Cheryl justru merasa senang karena permainannya berhasil menggemparkan media.Berbeda dengan suasana hatinya yang tampak senang, wajah Cheryl justru terlihat begitu sendu dan murung karena saat ini ia memang harus berakting di depan media. Bahkan sejak tadi Cheryl tidak berhenti meremas tangan Sonia“Aku akan menceritakan semuanya padamu ...”Semua orang tampak terdiam begitu suara rekaman itu mulai berputar. Revanno tersenyum, sedangkan Cheryl mulai terlihat seperti orang yang tengah ketakutan.“Hentikan!” Cheryl tiba-tiba berteriak. “Yang kalian dengar itu tidaklah benar. Itu hanya kebohongan!” Cheryl memekik kencang, berharap dengan hal itu akan membuat suara yang sedang menggema di gedung acara konferensi pers tersebut bisa tersamarkan.Tapi jelas suara itu sudah di atur oleh seseorang yang tidak akan bisa tersamarkan apalagi di hentikan, sebelum semua rekaman itu selesai dan di dengar oleh seluruh publik dan media.“Semua kehebohan yang terjadi saat ini. Berita dan kabar tentang kehamilan itu, semuanya adalah rencana Cheryl.”Suara rekaman itu kembali terdengar. Sedangkan Cheryl semakin memekik histeris.“NGGAK! HENTIKAN!”“Aku hanya di suruh untuk membantunya saja. Dia yang sejak awal memiliki ide gila ini. Dia juga yang menyuruhku untuk merekayasa foto itu agar wajahnya te
Revanno tidak pernah menyangka kalau hal itu akan terjadi. Ia memang sangat membenci Cheryl dan bahkan juga sempat ingin membunuh wanita itu. Namun, melihat tubuh Cheryl tergeletak di tengah jalan dengan berlumuran darah seperti tadi adalah hal yang tidak pernah Revanno bayangkan sebelumnya. Ia tadi juga sempat ikut mengantar Cheryl ke rumah sakit bersama dengan kedua orang tua Cheryl. Namun, karena keadaan yang tidak mendukung akhirnya Revanno memutuskan untuk pergi dari sana. Meninggalkan orang tua Cheryl yang sedang menangisi nasib anaknya yang di nyatakan mengalami koma oleh para tim dokter. Kini Revanno sedang menemui Daniel dan juga Nathan di sebuah Cafe. Ada berita penting yang katanya ingin Daniel sampaikan. “Bagaimana keadaan wanita itu? Mati?” Tanya Daniel yang langsung mendapat pukulan dari Nathan. “Tolong kondisikan mulutnya,” cibir Nathan sedangkan Daniel hanya mendengus. Revanno menghela napas. “Jujur saja, aku tadi sempat me
Tidak berhenti untuk berharap. Hari berikutnya Revanno terus mendatangi rumah Saga, berharap pria itu akan muncul di hadapannya. Tapi kali ini Revanno tidak turun dari mobil dan bertanya ke asisten rumah Saga seperti hari kemarin. Hari ini, Revanno memilih untuk tetap berada di dalam mobilnya yang ia parkirkan tidak jauh dari rumah Saga. Ia akan terus mengamati rumah Saga dari kejauhan, sampai rasa lelah dan bosan itu menghampirinya.Revanno benar-benar merasa seperti pria bodoh sekarang. Pria yang tidak bisa mencari dan menemukan keberadaan kekasihnya yang menghilang begitu saja dari sisinya. Revanno sudah berusaha menyuruh anak buahnya untuk ikut mencari Starla ke seluruh pelosok kota Jakarta. Namun, hasilnya tetap nihil. Kekasihnya itu seolah lenyap tanpa jejak dari kota ini. Terlebih Starla memang hanya tinggal sendirian sejak lama di kota ini. Jadi cukup sulit bagi Revanno untuk mencari keberadaan Starla. Tidak ada kerabat ataupun saudara Starla yang bisa Revanno tanyai. Tidak
Pagi ini, Saga yang sudah selesai mandi langsung bergegas menuruni anak tangga. Ia ingin segera menyelesaikan urusannya di Jakarta, supaya ia bisa cepat kembali ke rumahnya. Berkumpul dengan Starla dan juga Papanya.“Loh, Pak Saga sudah pulang?” Bi Inah—wanita paruh baya yang bekerja di rumah Saga tampak bingung ketika mendapati Tuannya itu sudah kembali ke rumahnya pagi ini.Saga tersenyum. “Iya. Saya baru sampai tadi malam, Bi,” ujarnya.“Maaf, Pak. Saya nggak tahu kalau Pak Saga pulang hari ini. Jadi saya belum sempat menyiapkan sarapan.” Kata Bi Inah kemudian.“Nggak apa-apa, Bi. Saya nggak sarapan juga masih bisa kerja kok,” kelakar Saga.“Pak Saga ini selalu saja begitu. Sebentar kalau begitu, saya akan buatkan sarapan. Sandwich nggak apa-apa kan, Pak?” “Hm. Terserah Bi Inah saja,” jawab Saga sambil tersenyum. Saga lalu memilih untuk membuat minumannya sendiri di saat Bi Inah tengah sibuk membuatkan
“Kamu bilang apa? Kamu adalah Kakaknya? Kakak Starla maksudmu?” Revanno menatap Saga yang langsung mengangguk. Ini gila. Pria bernama Saga itu sepertinya sudah gila. Bagaimana bisa tiba-tiba pria itu menjadi Kakak Starla? Revanno lalu langsung tertawa. Ia bahkan sampai memegangi dadanya akibat tawa keras yang ia keluarkan. “Nggak mungkin, Saga. Omong kosong apa lagi yang kamu ucapkan padaku? Kamu pikir aku akan percaya?! Bodoh!” Revanno kembali tertawa. Saga yang melihatnya hanya mendengus. “Aku juga nggak memintamu untuk percaya. Aku hanya ingin mengatakan apa yang seharusnya kamu ketahui,” ujarnya enteng. Tawa Revanno seketika berhenti. Ia menatap wajah Saga lekat sampai tiba-tiba tawa itu kembali keluar dari mulutnya lagi. “Ayolah, Saga. Kenapa kamu malah membuat lelucon konyol di saat seperti ini?” Revanno masih terus tertawa sendiri. “Aku nggak membuat lelucon konyol, berengsek!” Desis Saga sambil menatap tajam ke arah Revanno. Kali ini Revanno kembali berhenti tertawa.
Saga memutuskan untuk langsung kembali ke rumah saat di rasa percakapannya dengan Revanno telah selesai. Saga sudah memberitahu Revanno dimana keberadaan Starla saat ini. Sekarang Saga hanya tinggal menunggu perjuangan Revanno untuk menemukan Starla. Jika si pria berengsek itu benar-benar mau dan mampu menemukan adiknya. Maka setelah itu Saga akan berusaha untuk membiarkan Revanno mencintai adiknya.Ya, itulah janji Saga.“Pak Saga? Apa yang terjadi? Kenapa wajah Pak Saga bisa seperti ini?”Itu adalah pertanyaan pertama yang Saga dapatkan setelah ia baru saja menginjakkan kaki di ruang tamunya. Bi Inah yang kebetulan masih menunggu kepulangannya langsung kaget ketika melihat wajah Saga yang di penuhi luka.“Saya nggak apa-apa, Bi,” jawab Saga berbohong.“Nggak apa-apa bagaimana? Jelas-jelas wajah Pak Saga terluka dan berdarah seperti itu masih saja bisa bilang nggak apa-apa.” Bi Inah langsung mendekati Saga dan menarik lengan pr
Starla baru saja selesai mandi saat mendengar suara ponselnya yang berdering. Wanita itu segera meletakkan handuknya dan berjalan untuk mengambil ponsel yang tergeletak di atas ranjang tersebut. Tapi begitu Starla mengambil ponselnya, tiba-tiba saja tubuh wanita itu menegang begitu melihat nama yang tertera pada layarnya.“Revanno,” gumam Starla.Kedua lutut Starla langsung terasa goyah ketika nama Revanno muncul di layar ponselnya. Ini memang bukanlah panggilan pertama yang ia terima dari Revanno sejak ia memutuskan untuk menghidupkan ponselnya lagi. Beberapa hari kemarin Starla memang sengaja menonaktikan nomor ponselnya. Tapi begitu ia kembali menghidupkannya, Revanno seolah tidak pernah berhenti untuk menghubungi dan mengirim pesan untuknya. Meski tidak ada satupun pesan maupun panggilan yang pernah Starla hiraukan. Perlahan Starla duduk di atas ranjang dan meletakkan ponsel itu tepat di samping tubuhnya. Starla tidak tahu harus melakukan apa?
Hari semakin gelap saat mobil Revanno berhenti di dekat sebuah hotel yang tanpa sengaja ia lewati. Revanno merasa lelah. Seharian ia berkeliling mencari alamat rumah Saga, tapi sampai saat ini belum juga membuahkan hasil. Memang rumah Saga itu terletak sedikit jauh dari perkotaan. Jika bukan penduduk asli yang tinggal di daerah tersebut, maka mereka tidak akan tahu alamat yang di tanyakan oleh Revanno. “Sial. Kenapa Saga memilih untuk tinggal di desa terpencil seperti ini, sih?” Revanno mengacak rambutnya frustrasi. Revanno menghela napasnya sejenak. Menundukkan kepalanya sambil terus berusaha memikirkan apa yang sekiranya harus ia lakukan. “Argh! Aku nggak bisa memikirkan apapun, berengsek!” Makinya sambil membenturkan kepalanya ke stir kemudi. Setelah cukup lama terdiam. Akhirnya Revanno memutuskan untuk menginap di hotel yang ada di seberang jalan. Bagaimanapun juga tubuhnya butuh istirahat agar besok ia bisa kembali memikirkan cara untuk menemukan alamat rumah Saga. Revanno sa
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t