Starla mengerjap ketika mendengar suara bell di apartemen Revanno berbunyi. Ia segera melirik jam yang ternyata masih menunjuk di angka lima pagi.
Starla mengernyit. Siapa yang datang ke apartemen Revanno sepagi ini? Pikirnya penasaran.Bell kembali berbunyi dan kali ini di sertai dengan suara dering dari ponsel Revanno.“Siapa, sih?” Gumam Starla.Wanita itu berbalik, menatap Revanno yang tengah memeluknya dari belakang. Diam-diam Starla tersenyum.“Kalau sedang tidur seperti ini rasanya tenang sekali melihatmu, Revanno. Berbeda lagi kalau sedang terbangun.” Starla kembali bergumam seraya mengusap rambut Revanno yang jatuh menutupi wajah pria itu.Lagi-lagi untuk yang kesekian kalinya bell dan ponsel Revanno kembali berbunyi.“Sial! Sebenarnya siapa, sih?!”Starla segera menyingkirkan tangan Revanno dengan hati-hati. Setelah itu ia melangkah turun dari tempat tidur. Tidak lupa Starla juga menStarla hanya bisa diam ketika tangan Revanno terus saja mengusap-usap pahanya. Sialnya, saat ini ia hanya mengenakan dress pendek. Jadi hal itu bisa semakin mempermudah tangan Revanno bergerak di sana.Revanno memang berengsek! Starla kembali mengumpat dalam hati. Apa sih maksud pria itu? Bisa-bisanya Revanno menggodanya di saat mereka tengah di depan teman-temannya. Bagaimana kalau Daniel, Nathan atau kedua wanita yang ada di depan Starla itu tahu apa yang saat ini sedang di lakukan tangan Revanno di bawah meja? Starla pasti akan sangat malu. Tidak bukan hanya malu. Daniel dan Nathan pasti akan mengoloknya habis-habisan.Sialan!“Ehm!” Starla berdehem singkat, berusaha menutupi gugupnya ketika merasakan seluruh tubuhnya mulai terbawa permainan Revanno.Starla menyudahi makannya secara paksa. Kedua tangannya bertumpu erat pada sisi kursi seolah mampu menyalurkan rasa gugupnya disana. Ia menggigit keras bibir bawahny
“Apa?! Revanno ingin melamarmu secara resmi?!”Saga terkejut ketika mendengar kabar tersebut. Pasalnya tiba-tiba saja Starla menghubunginya hanya untuk mengatakan soal lamaran. Pria yang berstatus sebagai Kakak Starla itu memijat pangkal hidungnya pelan. “Kamu kok kaget seperti itu sih, Kak?” Starla bertanya di seberang telepon.“Lalu aku harus apa?” Saga mendesah pelan.“Bahagialah. Kan adikmu ingin menikah.” Starla menjawab sambil terkekeh.Saga menghela napas. “Kalau menikahnya dengan orang lain mungkin aku akan bahagia,” sahutnya tanpa merasa berdosa.Starla langsung marah di seberang sana. “Apa?! Kak Saga bilang apa?! Enak saja. Memangnya kenapa kalau aku menikah dengan Revanno? Dia pria pilihanku. Jadi kalau aku senang, kamu harusnya juga ikut merasa senang, Kak. Bukanya bilang seperti itu. Menyebalkan sekali!”Saga terkekeh tanpa suara. “Maaf ...,”“Maaf apanya?! Ck! Apa jangan-jangan Kak Saga nggak suka kalau aku menikah lebih dulu?” Tuduh Starla.“Siapa bilang? Aku nggak mas
Saga segera kembali masuk ke dalam kamar setelah puas berdiri di balkon rumahnya. Rasanya ia tidak bisa diam saja setelah mendapat kabar yang baru saja di sampaikan oleh Starla tadi. Ia mencoba menghubungi nomor Andra—Papanya, tapi sampai saat ini masih tak kunjung di angkat juga. “Apa mungkin Papa sedang sibuk, ya?” Gumam Saga seraya menggenggam ponselnya.Pria itu langsung menggeleng. Ia harus segera melakukan sesuatu. Saga memilih untuk mengantongi ponselnya, lalu mengeluarkan koper kecil yang ada di dalam lemarinya. Ia tidak akan bisa menunggu sampai Papanya menjawab panggilannya. Kabar tentang rencana lamaran Starla ini sangat penting. Jadi Papanya harus segera mengetahuinya.“Lebih baik aku pulang sekarang. Aku rasa, jauh lebib baik membicarakan hal ini dengan Papa secara langsung, daripada hanya mengabarinya lewat telepon,” ujar Saga seraya menata beberapa pakaiannya ke dalam koper.Saga sengaja tidak membawa banyak baju karena ia masih memiliki banyak baju yang tertinggal di
Andra seketika tersenyum begitu lebar, begitu Saga memberitahunya soal kabar bahagia tersebut. Putrinya—Starla akhirnya telah membuat keputusan yang tepat. Sejak awal, sejak Andra bertemu dengan Revanno, ia percaya kalau Revanno adalah pria yang baik untuk Starla. Pria itu bisa mencintai putrinya melebihi cinta yang Andra miliki selama ini.“Papa benar-benar senang mendengar kabar ini, Saga,” ujar Andra seraya merangkul bahu putranya.“Ya, meski aku benci untuk mengakuinya. Tapi memang kenyataannya aku juga turut senang mendengar kabar ini kemarin,” sahut Saga datar.Andra kemudian menatap Saga. “Lalu kapan rencana acara lamarannya?”Saga diam sejenak. Ia berharap Papanya tidak akan terkejut setelah mendengar jawabannya. “Hari ini, Pa.”“Apa?! Hari ini?!” Saga hanya bisa meringis. Ternyata Andra memang benar-benar terkejut mendengarnya. “Kamu sedang tidak membohongi Papa kan, Saga?” Andra menatap Saga serius.Saga menggeleng. “Mana mungkin aku berbohong, Pa. Lagipula Revanno dan Sta
Meski rencana lamaran Revanno dan Starla masih harus di tunda sampai besok. Tapi hal itu tidak membuat niat mereka yang ingin pulang ke rumah Andra ikut tertunda juga. Revanno sudah memberi kabar ke Nathan kalau ia akan memperpanjang masa cutinya. Dan Revanno akan sepenuhnya menyerahkan tugas-tugas pentingnya kepada Nathan.Kali ini Revanno tidak peduli jika Nathan benar-benar akan mengancam posisinya. Yang Revanno pedulikan saat ini hanyalah soal lamarannya. Iya. Revanno benar-benar sudah tidak sabar untuk melamar Starla di depan orang tuanya.Revanno memilih untuk mengendarai mobilnya sendiri tanpa sopir untuk perjalanannya kali ini. Lagipula dulu ia sudah pernah melakukan perjalanan ke rumah Andra seorang diri. Jadi tidak ada salahnya jika ia mengulang hal tersebut. Terlebih kali ini ada Starla yang menemaninya. Bisa di katakan ini pertama kalinya Revanno menempuh perjalanan panjang bersama dengan Starla menggunakan mobil. “Starla ...,”
Hari ini menjadi hari yang paling di tunggu oleh Starla dan juga Revanno. Acara lamaran mereka akan segera di mulai beberapa jam lagi. Hanya tinggal menunggu kedatangan William dan Marcus yang saat ini masih sedang dalam perjalanan menuju ke rumah Andra.“Aku sudah nggak sabar menunggu acara pertunangan kita di mulai,” bisik Revanno.Saat ini ia tengah menemani Starla yang sedang menyiram tanaman di halaman belakang bersama Lily.Starla menoleh dan langsung mencubit pinggang Revanno. “Apaan, sih? Nggak usah berlebihan.”Revanno terkekeh. “Kenapa memangnya?” Tanyanya menatap Starla. “Setelah melewati banyak rintangan akhirnya sebentar lagi kita akan hidup bersama, Starla.”Starla balas menatap Revanno dengan lekat. Memang tidak mudah jalan hubungan mereka selama ini. Starla ingat ada banyak batu hambatan yang harus ia lalui untuk bisa selalu bersama Revanno. Starla bahkan masih merasa tidak percaya kalau ia bisa melewati semua it
Ponsel Revanno berdering ketika ia baru saja selesai mandi. Ia segera meraih benda pipih itu, dan menatap nama yang tertera di layarnya. Tanpa banyak berpikir Revanno langsung menjawabnya.“Halo? Apa Ayah sudah sampai?” Tanyanya langsung.“Revanno ...,” Suara Marcus memanggil di seberang sana.“Iya. Ini aku. Apa Ayah dan Kakek sudah sampai?” Revanno mengulang pertanyaannya.“Sebenarnya sudah hampir sampai, Revanno. Tapi sepertinya Ayah salah mengambil jalan,” jelas Marcus.Revanno memutar bola mata. Bagaimana bisa Ayahnya mengatakan kalau ia hampir sampai, padahal kenyataannya sedang salah jalan?“Memangnya salah mengambil jalan dimana? Ayah hanya perlu mengikuti petunjuk arah yang aku kirimkan. Petunjuk itu sudah benar, Ayah.”“Iya. Tapi mau bagaimana lagi, Revanno? Namanya juga salah mengambil jalan. Mungkin seharusnya Ayah mengambil jalan belokan yang pertama tadi.”Revanno mendesah. Ia bisa m
“Dulu Andra adalah teman sekolah Ayah.”Saga yang masih merasa bingung hanya bisa memijat pangkal hidungnya. Kebetulan macam apa ini? Kenapa juga Papanya dan Papanya Revanno harus sudah saling mengenal? Sial! Sepertinya Revanno akan tertawa atas kemenangannya kali ini.Ck! Apakah ini berarti Saga sudah kalah? Em, maksudnya mungkin ini memang sudah seharusnya Saga mengalah. Karena bagaimanapun juga saat ini pasti tidak akan ada satu orangpun yang akan berpihak kepadanya.‘Sial! Rasanya aku ingin tenggelam saja!’ Teriak Saga dalam hati.“Astaga! Ternyata Ayah sudah mengenal Papa Andra.” Revanno tiba-tiba bersuara. Wajahnya tampak sumpringah setelah mendengar kabar yang sebelumnya tidak pernah ia duga itu.Marcus yang mendengarnya langsung mengangguk. “Ya. Sudah Ayah katakan, kami ini teman lama. Dan Ayah tidak menyangka kalau bisa bertemu dengan Andra lagi pada hari ini,” terangnya sambil tersenyum.“Mungkin kalian perl
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t