Revanno, Nathan dan Daniel segera melangkah keluar dari mobil begitu mereka sampai di halaman parkir sebuah restoran. Tadinya Revanno dan kedua temannya ingin mendekati dan mencari tahu siapa orang yang ada di dalam mobil hitam yang sejak tadi terus mengikuti mereka. Tapi ternyata begitu sampai di restoran mobil hitam itu sudah tidak terlihat mengikuti Revanno lagi. Bahkan saat Daniel berusaha memeriksa keadaan di sekitar jalanpun tetap saja ia tidak menemukan keberadaan mobil hitam tadi.“Sial! Sepertinya dia kabur.” Kata Daniel seraya melangkah mendekati Revanno.“Ya sudah kalau begitu. Kita masuk saja. Siapa tahu mobil tadi hanya nggak sengaja mengikuti kita,” sahut Revanno yang masih berusaha berpikir positif.“Nggak mungkin, Rev. Aku benar-benar melihat saat mobil tadi mengikuti kita. Buktinya selama perjalanan mobil tadi juga nggak menyalip mobilmu. Padahal jalanan sepi sejak tadi,” ujar Nathan menjelaskan.“Masuk akal juga. Sepertin
Semua pasti percaya jika mukjizat itu ada dan nyata. Asal terus berdoa dan berusaha niscaya Tuhan akan mengabulkan apa yang di minta oleh setiap hamba-Nya. Dan mukjizat itu juga yang di harapkan oleh sepasang orang tua yang sedang menanti anaknya terbangun dari koma. Selama sebulan lebih kedua orang tua itu menunggu dan berdoa, akhirnya Tuhan memberikan mukjizat-Nya. Anak semata wayang mereka akhirnya bisa terbangun dari komanya. Sonia—Mami Cheryl tidak berhentinya menangis ketika melihat anaknya yang kini sudah kembali membuka kedua matanya.“Cheryl.” Sonia langsung memeluk putrinya.Sonia terisak sembari mengusap punggung sang putri. Oh, bahkan rasanya tubuh sang putri terlihat lebih kurus dari sebulan yang lalu. Belum lagi wajahnya yang juga tampak pucat dan kehilangan cahaya. Benar-benar membuat Sonia semakin terisak di pelukan sang putri.“Cheryl, Mami merindukanmu.” Sonia kembali bersuara. Namun, sang putri sejak tadi belum merespon
Kini Cheryl tengah terlelap setelah Dokter memberikan obat penenang untuk meredakan sakit kepalanya. Sedangkan kedua orang tua Cheryl hanya bisa diam sampai Dokter menyelesaikan pemeriksaan.“Bagaimana, Dok?” Sonia bertanya cepat.Dokter itu tersenyum tipis. “Sepertinya memang benar. Sebagian memori yang hilang adalah kejadian beberapa waktu sebelum terjadinya kecelakaan. Tapi jangan khawatir. Itu tidak akan bersifat permanen. Seiring berjalannya waktu, dan dengan di bantu oleh penanganan yang tepat pasti Nona Cheryl bisa segera sembuh.”“Tapi, Dok. Untuk sementara ini apa yang harus kami lakukan? Kami tidak bisa memaksa anak kami untuk mengingat kejadian itu secara paksa kan, Dok?” Kali ini giliran Ramos yang bertanya.“Benar, Pak. Kita memang tidak boleh memaksa pasien untuk mengingat memori yang hilang tersebut secara paksa. Harus bertahap agar tidak menyakiti si pasien. Jika kita paksakan imbasnya akan mengenai pada sarafnya. Dan jika
Ramos segera masuk ke sebuah mobil hitam yang sudah menunggunya di depan rumah sakit. Mobil itu berisi dua anak buahnya yang tadi ia suruh untuk memata-matai Revanno. Tanpa banyak bicara, begitu Ramos masuk, anak buah yang bertugas menyetir kemudi itu langsung kembali melajukan mobilnya meninggalkan area rumah sakit.“Sekarang Revanno sedang ada di dimana?” Ramos mulai membuka suara.“Sebentar, Bos.” Anak buahnya yang duduk di sebelah kursi kemudi langsung mengeluarkan ponsel dan menghubungi nomor seseorang. “Bos menanyakan posisi target,” ujarnya begitu sambungan terhubung.“ .... “Anak buah Ramos itu hanya mengangguk-angguk sebelum akhirnya memutuskan sambungan telepon. Pria itu lalu menoleh ke belakang, dimana Ramos tengah duduk sembari menatap jalanan.“Target tampaknya sedang menuju ke jalan Jenderal Sudirman , Bos,” jawab anak buahnya. “Jalan ke sebuah kawasan apartemen.”“Apartemen?” Ramos mengernyit.“Iya, Bos.”Ramos terdiam. Tampaknya Revanno sedang menuju ke apartemennya s
“Cheryl ingin bertemu denganmu.”Revanno hanya diam ketika Ramos mengatakan hal itu padanya. Ia merasa bingung reaksi seperti apa yang harus Revanno tunjukkan di hadapan Papi Cheryl sekarang? Jika tadi Revanno masih bisa bersikap biasa. Namun, kali ini tampaknya sudah tidak lagi. Revanno benar-benar menganggap kalau ia dan Cheryl sudah tidak memiliki urusan apa-apa. Lalu kenapa Ramos rela menemuinya hanya untuk mengatakan kalau Cheryl sudah terbangun dari koma? Dan yang lebih anehnya lagi kini wanita itu ingin bertemu dengannya. Oh, lelucon macam apa ini? Apa setelahnya nanti Papi Cheryl juga akan mengatakan kalau anaknya sudah menjadi gila? Ck! Revanno benar-benar ingin tertawa. ‘Dasar keluarga nggak tahu malu,' gumam Revanno dalam hati.“Ternyata Om punya selera humor yang lumayan juga, ya,” ujar Revanno sambil terkekeh.“Apa maksud kamu?” Ramos bertanya bingung.Revanno tersenyum. “Seharusnya Om tahu, kan? Kalau
Selama perjalanan pulang Starla terus berusaha menghubungi nomor Revanno. Namun, hasilnya sama saja. Nomor Revanno tetap tidak bisa ia hubungi. Kemana Revanno? Berbagai pertanyaan mulai muncul dalam benak Starla. Kenapa di saat seperti ini pria itu suka sekali menghilang? Hal ini mengingatkan Starla dengan kejadian pahit yang dulu pernah ia rasakan. Pahitnya berharap dan pahitnya menunggu.Tidak.Starla segera menyadarkan dirinya. Efek membaiknya hubungan Starla dengan Revanno belum lama ini benar-benar berhasil membuat Starla menjadi sedikit berlebihan. Ah, bukan berlebihan lebih tepatnya ketakutan. Starla benar-benar takut akan hal yang tidak ia inginkan kembali terulang ... Lagi.“Kamu kemana sih, Revanno?” Gumam Starla sembari menggigit ibu jari tangannya.“Masih belum tersambung juga?” Saga yang sejak tadi fokus mengemudi langsung menoleh ke arah Starla.Starla menggeleng. “Aku takut, Kak. Aku
Entah sudah berapa lama Starla duduk termenung di dalam kamar Revanno. Pikirannya terlalu kosong. Starla tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang? Siapa yang kemungkinan tahu dimana keberadaan Revanno saat ini? Siapa yang harus Starla hubungi? Tunggu dulu ... Tiba-tiba Starla teringat sesuatu. Starla langsung menepuk kening sampai beberapa kali. “Kenapa aku baru kepikiran sekarang, sih? Astaga. Aku kan bisa bertanya ke Nathan atau ke Daniel.” Baru kali ini Starla merasa begitu bodoh. Mungkin itu karena ia terlalu panik dan juga kebingungan sejak tadi. Ah, Starla tidak ingin membuang-buang waktu untuk mencari jawabannya. Yang jelas ia segera mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Dan orang pertama yang Starla hubungi adalah Daniel. Selama ini yang Starla tahu Daniel adalah orang yang selalu saja mau di buat susah oleh Revanno. Jadi tidak akan ada salahnya, jika Starla menghubungi Daniel terlebih dahulu. Siapa tahu saat ini Revanno sedang bersama Daniel, karena mungkin Revanno
“Revanno, aku kan sudah bilang kalau nggak lapar. Kenapa kamu tetap memesan makanan, sih?” Starla terus menggerutu ketika Revanno tampak sibuk menata makanan ke atas meja. “Mana banyak sekali makanannya,” imbuh Starla.Jelas saja. Revanno memesan Korean grill pan lengkap seperti orang yang ingin mengadakan pesta. Padahal jelas di apartemen ini hanya ada Starla dan Revanno saja. Di tambah Starla yang tidak merasa begitu lapar. Starla lalu mendesah ketika melihat meja yang ada di ruang TV kini sudah penuh dengan makanan.“Tenang saja. Kalau kamu nggak mau, aku yang akan menghabiskan semuanya,” ujar Revanno sembari menyengir ke arah Starla.Dasar!Starla hanya bisa mendengus saat Revanno menariknya agar duduk tepat di sebelah pria itu. Sejujurnya Revanno masih berhutang penjelasan pada Starla. Tadi Revanno belum sempat menjelaskan apapun ke Starla. Justru tiba-tiba saja Revanno berkata kalau ia lapar dan ingin memesan
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t