Selama perjalanan pulang Starla terus berusaha menghubungi nomor Revanno. Namun, hasilnya sama saja. Nomor Revanno tetap tidak bisa ia hubungi.
Kemana Revanno?Berbagai pertanyaan mulai muncul dalam benak Starla. Kenapa di saat seperti ini pria itu suka sekali menghilang? Hal ini mengingatkan Starla dengan kejadian pahit yang dulu pernah ia rasakan.Pahitnya berharap dan pahitnya menunggu.Tidak.Starla segera menyadarkan dirinya. Efek membaiknya hubungan Starla dengan Revanno belum lama ini benar-benar berhasil membuat Starla menjadi sedikit berlebihan. Ah, bukan berlebihan lebih tepatnya ketakutan. Starla benar-benar takut akan hal yang tidak ia inginkan kembali terulang ... Lagi.“Kamu kemana sih, Revanno?” Gumam Starla sembari menggigit ibu jari tangannya.“Masih belum tersambung juga?” Saga yang sejak tadi fokus mengemudi langsung menoleh ke arah Starla.Starla menggeleng. “Aku takut, Kak. AkuEntah sudah berapa lama Starla duduk termenung di dalam kamar Revanno. Pikirannya terlalu kosong. Starla tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang? Siapa yang kemungkinan tahu dimana keberadaan Revanno saat ini? Siapa yang harus Starla hubungi? Tunggu dulu ... Tiba-tiba Starla teringat sesuatu. Starla langsung menepuk kening sampai beberapa kali. “Kenapa aku baru kepikiran sekarang, sih? Astaga. Aku kan bisa bertanya ke Nathan atau ke Daniel.” Baru kali ini Starla merasa begitu bodoh. Mungkin itu karena ia terlalu panik dan juga kebingungan sejak tadi. Ah, Starla tidak ingin membuang-buang waktu untuk mencari jawabannya. Yang jelas ia segera mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Dan orang pertama yang Starla hubungi adalah Daniel. Selama ini yang Starla tahu Daniel adalah orang yang selalu saja mau di buat susah oleh Revanno. Jadi tidak akan ada salahnya, jika Starla menghubungi Daniel terlebih dahulu. Siapa tahu saat ini Revanno sedang bersama Daniel, karena mungkin Revanno
“Revanno, aku kan sudah bilang kalau nggak lapar. Kenapa kamu tetap memesan makanan, sih?” Starla terus menggerutu ketika Revanno tampak sibuk menata makanan ke atas meja. “Mana banyak sekali makanannya,” imbuh Starla.Jelas saja. Revanno memesan Korean grill pan lengkap seperti orang yang ingin mengadakan pesta. Padahal jelas di apartemen ini hanya ada Starla dan Revanno saja. Di tambah Starla yang tidak merasa begitu lapar. Starla lalu mendesah ketika melihat meja yang ada di ruang TV kini sudah penuh dengan makanan.“Tenang saja. Kalau kamu nggak mau, aku yang akan menghabiskan semuanya,” ujar Revanno sembari menyengir ke arah Starla.Dasar!Starla hanya bisa mendengus saat Revanno menariknya agar duduk tepat di sebelah pria itu. Sejujurnya Revanno masih berhutang penjelasan pada Starla. Tadi Revanno belum sempat menjelaskan apapun ke Starla. Justru tiba-tiba saja Revanno berkata kalau ia lapar dan ingin memesan
“Kamu tidur di sini, kan?”“Hah?”Revanno tersenyum. “Malam ini kamu tidur di sini, kan?” Revanno mengulang pertanyaannya sembari menggigit daun telinga Starla.Tentu saja hal itu langsung membuat Starla merasa begitu risih dan merinding. Starla yakin sekali kalau Revanno saat ini masih merasa terangsang meski adegan film yang ia tonton tadi sudah berakhir hampir satu jam yang lalu. Memang dasar otak kotor!“Sebenarnya kamu itu berpura-pura nggak mendengar ucapanku atau memang nggak mendengarnya, heh?” Revanno lagi-lagi kembali menggoda telinga Starla. Kali ini dengan sedikit menjilatnya.“Emh, a-aku benar-benar nggak mendengarnya, Revanno. Lagipula kenapa juga aku harus berpura-pura?” Sahut Starla.Revanno tersenyum miring. “Siapa tahu kamu sengaja melakukannya supaya aku bisa menggodamu seperti ini.”“Ck! Bilang saja kalau sebenarnya kamu sendiri yang ingin menggodaku!” Ketus Starla.Revanno ha
Starla menghentikan mobil yang ia kendarai tepat di depan pintu garasi rumah Saga. Pemandangan pertama yang Starla lihat adalah keberadaan Saga yang saat ini tengah duduk sembari memainkan ponsel di teras rumahnya. Sudah Starla duga kalau hal itu akan terjadi. Saga menunggu kepulangannya.Awalnya Starla berniat untuk mengabaikan keberadaan Saga. Ia ingin langsung masuk ke dalam rumah tanpa harus menyapa Kakaknya. Namun, baru juga langkah Starla menginjak teras rumah, Saga sudah lebih dulu membuka suaranya.“Kenapa lama?” Tanya Saga dengan wajah fokus menatap layar ponselnya.Starla mendesah pelan. “Apa harus kamu bertanya seperti itu, Kak?”“Memangnya kenapa? Nggak ada yang salah dengan pertanyaanku,” sahut Saga sembari mengantongi ponselnya. Ia lalu beranjak dan berdiri tepat di hadapan Starla.“Ayolah, Kak. Kamu pikir perjalanan pulangku bisa di tempuh dengan hitungan detik? Jalanan ramai, Kak. Belum lagi kalau macet,” jelas S
Starla menoleh ketika Revanno meremas telapak tangannya. Mobil yang pria itu kendarai telah sampai di depan gedung perusahaan Nexus. Perusahaan yang beberapa waktu belakangan ini telah Starla tinggalkan. Tidak ada yang berubah dari bangunan gedung perusahaan besar itu. Semuanya masih terlihat sama, kecuali ... Orang-orang yang ada di dalamnya. Apa yang menjadi ketakutan Starla rupanya memang benar-benar terjadi. Sejak mobil Revanno berhenti, ada banyak sekali pasang mata yang menatap ke arah mobil yang Starla tumpangi.“Kenapa?” Tanya Revanno.Starla menggeleng. “Nggak apa-apa. Hanya sedikit gugup,” jawabnya pelan.“Kenapa harus gugup? Kamu takut dengan mereka?” Revanno menunjuk orang-orang yang saat ini sedang berbisik-bisik seraya menatap ke arah mobilnya.Bukanya Revanno tidak tahu dengan apa yang Starla rasakan. Revanno tahu, Starla pasti akan merasa canggung ketika ia harus kembali menginjakkan kaki di perusaha
Starla benar-benar merasa kewalahan di hari pertamanya kembali bekerja. Pekerjaannya benar-benar menumpuk dan banyak sekali yang tertunda. Apa Revanno tidak bisa mengerjakan semua pekerjaan itu selama Starla tidak ada di kantor?Starla memijat pangkal hidungnya. Pria itu benar-benar membuatnya repot saja.Beruntung, Starla masih di berkati dengan kemampuan bekerja yang cepat meski sudah beberapa lama ini ia tidak melakukan pekerjaannya. Berkas-berkas yang menumpuk di atas mejanya perlahan mulai berkurang sedikit demi sedikit seiring berjalannya waktu.“Wah, ternyata sekretarisku yang satu ini selain cantik dan seksi, dia juga cekatan sekali, ya,” goda Revanno seraya bersiul.Starla hanya mendengus. “Jangan menggangguku, Revanno. Aku sedang sibuk.”Revanno berjalan mendekat, dan berdiri di depan meja kerja Starla. “Apa kamu tahu, Starla? Selama kamu nggak ada di sini, ruang kerjaku ini rasanya menjadi begitu kelam dan
“Revanno, kamu ingin makan malam—“Ucapan Starla terhenti ketika Revanno langsung melumat bibirnya. Mereka baru saja sampai di apartemen Revanno, dan Starla baru berencana ingin memesan makanan untuk makan malam mereka. Tapi sepertinya Revanno lebih tertarik untuk memakan Starla ketimbang memakan yang lainnya.“Revanno ...,”Starla berusaha mendorong dan menjauhkan tubuh Revanno agar menjauh dari tubuhnya.“Kamu apa-apaan sih, Revanno?” Protes Starla ketika ia berhasil membuat jarak di antara mereka.“Aku hanya ingin melanjutkan kegiatan siang tadi,” jawab Revanno tanpa merasa berdosa sedikitpun.Starla mendengus. “Astaga, Revanno. Apa kamu nggak bisa menahannya barang sebentar saja?”Revanno dengan polos menggeleng. “Nggak bisa, Starla. Aku bisa gila kalau harus menahannya terus-terusan.”“Terus-terusan apanya?! Kamu lupa, kemarin kita sudah melakukannya!” Bentak Starla.“
Satu hari yang lalu ….Revanno melajukan mobilnya mengikuti mobil yang tadi di tumpangi oleh Ramos—Papi Cheryl. Mobil mereka tengah menuju ke arah sebuah rumah sakit yang selama ini menjadi tempat dimana Cheryl menjalani perawatan.Mobil Papi Cheryl berhenti di basement rumah sakit, dan Revanno juga ikut menghentikan mobilnya di sana.Pria paruh baya itu menatap Revanno yang sedang keluar dari mobil, lalu berjalan mendekatinya.“Sebelumnya saya ingin berterima kasih karena kamu bersedia ikut datang ke sini bersama saya,” ujar Ramos ketika Revanno berhenti di hadapannya.“Hm.” Revanno hanya bergumam, lalu mengikuti Ramos yang langsung melangkah memasuki rumah sakit.Mereka berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Jika dulu selama proses koma Cheryl di rawat di ruangan khusus. Kini setelah wanita itu tersadar dari komanya, ia langsung di pindahkan ke ruang perawatan yang berjarak cukup jauh dari ruangan yang wanita itu tempati sebelumnya.“Oh, iya, Revanno ...,” Pria yang sejak tadi hany
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t