“Cheryl!”
Ketika Cheryl berharap yang datang itu adalah Revanno, tapi ternyata ia salah. Yang datang justru adalah Daniel.Jujur saja, Cheryl tidak begitu mengingat tentang pria bernama Daniel itu. Tapi yang ada dalam ingatannya saat ini adalah Daniel itu salah satu orang yang biasanya berada di klub bersama Revanno.“Sedang apa kamu di sini?” Daniel langsung bertanya ketus.Berbeda dengan Nathan yang masih bisa mengendalikan perasaan tidak sukanya. Daniel justru secara terang-terangan menunjukkan perasaan tidak sukanya itu di hadapan Cheryl secara langsung.Cheryl hanya bisa mengernyit. Ia merasa ada yang aneh dengan pertanyaan Daniel.“Kamu bilang sedang apa? Tentu saja untuk menemui Revanno. Aku tahu, kalau kalian ini teman-temannya Revanno. Dan pasti kalian juga tahu kalau aku ini tunangannya Revanno,” ujar Cheryl secara lantang.Daniel seketika langsung mengepalkan kedua tangannya. Cukup. Sudah cukupStarla menatap cincin yang melingkar di jari manisnya. Masih tidak menyangka kalau cincin itu benar-benar telah melekat di sana. Starla teringat saat Revanno bersama Ayah dan Kakeknya datang ke rumahnya untuk melakukan acara lamaran itu secara resmi. Ketika Papanya memberi izin Revanno untuk menikahinya. Dan rupanya Revanno tidak membuang-buang waktu. Pria itu menyiapkan semuanya dengan cepat. Setelah mengingat perjalanan yang Starla dan Revanno lewati, rasanya Starla ingin tertawa sekaligus menangis. Tertawa karena banyak hal lucu yang terjadi antaranya dan juga Revanno. Dan menangis karena ternyata dialah pria yang menjadikan Starla sebagai ratu dalam hidupnya, menangis bahagia tentu saja. Pria yang selama ini Starla anggap gila ternyata adalah pria yang akan menjadi pendamping hidupnya. Pria yang benar-benar memastikan segala kenyamanan dan kebutuhan Starla kelak terpenuhi dengan baik. Pria yang selalu Starla impikan untuk ia miliki selamanya. Dan ternyata Tuhan mewujudkannya.Ti
“Oh, iya. Undangan pernikahan kita juga sudah aku urus, Starla. Jadi besok kamu sudah bisa mengirim undangan itu ke teman-temanmu.” Kata Revanno saat mobilnya berhenti di sebuah lampu merah.“Aku nggak butuh undangan itu, Revanno,” sahut Starla yang langsung menatap Revanno.“Kenapa?” Pria itu bertanya bingung.“Em … ya, nggak butuh saja. Lagipula aku kan nggak punya banyak teman. Satu-satunya teman yang aku miliki hanya Vania. Dan aku rasa, Vania nggak butuh undangan itu untuk datang ke acara pernikahan kita,” jelas Starla.Revanno yang mendengarnya langsung mengulurkan tangan, dan mengusap-usap puncak kepala Starla. “Siapa bilang temanmu hanya Vania? Lalu Stevani, Nathan dan Daniel itu kamu anggap apa? Mereka juga teman-temanmu,” ujar Revanno masih mengusap puncak kepala Starla.Starla langsung tersenyum. “Ah, iya … aku lupa,” balasnya sambil meringis. “Kalau begitu undangan untuk mereka aku titipkan ke kamu saja.
Pagi itu Revanno tampak gugup bukan main. Berulang kali ia melirik jam di pergelangan tangannya. Keringat terus mengalir tanpa henti. Ujung sepatunya ia ketuk cepat ke lantai dan terus begitu. Rasanya menunggu calon istrinya yang tak kunjung datang adalah hal tergugup yang pernah Revanno rasakan.Para tamu berdatangan, memasuki gedung gereja yang megah itu. Semua tampak sedang bahagia, kecuali Revanno yang masih gelisah sendiri.Upacara pemberkatan pengantin segera di mulai, Starla datang berbalut gaun pengantin yang mengguntai indah. Bahunya terbuka hingga menampilkan leher jenjangnya. Wajahnya tertutup veil, namun kecantikan selalu terpancar dari sana. Revanno berdecak, wanitanya benar-benar cantik saat ini.Setelah itu, kedua mempelai mengucapkan janji suci perkawinan agar selalu setia dalam ikatan suci itu. Suasana bahagia bercampur haru menjadi satu. Upacara pemberkatan berlangsung begitu hikmat dan mengena.Sore harinya, Revanno dan Starla sedang berada dalam perjalanan menuju
“Berengsek! Aku benar-benar benci panggilan itu. Tapi aku sudah nggak bisa berbuat apa-apa lagi.”Saga tampak menggeram karena kesal. Sementara Revanno hanya mengulum senyum, menatap Saga yang masih tampak mengendalikan emosinya. Lalu, tak lama kemudian pria itu kembali menatap Revanno.“Oke. Terserah apapun hubungan kita. Yang jelas aku hanya ingin memperingatkan satu hal padamu,” ujar Saga bersungguh-sungguh.“Yups! Apa itu, Kakak ipar?” Revanno bertanya semangat.Saga kembali mengumpat saat Revanno memanggilnya dengan panggilan itu lagi. Ia mengacak rambut, sebelum kemudian menunjuk wajah Revanno dengan telunjuknya.“Ingat, Berengsek! Sekali saja kamu berani menyakiti Starla. Aku nggak akan pernah membiarkanmu kabur. Aku pasti akan mengejar dan membunuhmu pada hari itu juga,” ancam Saga serius.Ancaman yang cukup membuat tubuh Revanno menjadi tegang. Tapi bukankah Revanno sudah sering di ancam begitu oleh Saga?“Hm, kamu bisa percaya padaku. Aku nggak akan pernah menyakiti Starla,
Starla hanya mampu mendongakkan kepalanya ketika merasakan jari Revanno memenuhi pusat tubuhnya.Dengan seringai nakal, Revanno menggerakkan dengan sangat amat lambat. Hal ini tentu saja menyiksa Starla. Wanita itu sekuat tenaga menggigit bibir bawahnya. Tubuhnya terus bergoyang menahan gejolak gairah yang semakin membuncah. Rasanya Starla ingin sekali mengumpati Revanno yang keterlaluan sudah memperlakukannya seperti ini.“Revanno … l-lebih c-cepaaat ….” Rintih Starla dengan wajahnya yang tampak merah padam.Revanno tersenyum penuh kemenangan mendengar Starla yang memohon.“Sabar, Sayang,” bisik Revanno dengan suara berat yang seksi. Revanno meniup kedua puncak dada Starla hingga istrinya itu mendesah tidak karuan. Lalu mempercepat tempo gerakan jarinya. Wajah Starla benar-benar membuat Revanno tidak tahan.“Revanno!”Cairan hangat seketika membanjiri jemari Revanno sebelum mengali
Matahari sudah menembus gorden kamar pengantin baru itu sejak tadi. Jam sudah menunjuk ke angka sepuluh. Namun, baik Revanno maupun Starla masih asik menikmati mimpi indah mereka. Atau mungkin masih merasa lelah?Perlahan Starla membuka matanya dan pemandangan indah hadir tepat di depan wajahnya. Revanno tertidur dengan pulas di sampingnya. Napas Revanno membuat Starla sedikit merasa geli dan berniat membangunkan pria itu.“Revanno, bangun,” panggil Starla sedikit bergerak. “Akkh!” Pekiknva tertahan ketika merasakan sakit di sekitar pangkal pahanya.Revanno bangun dengan mata yang terlihat masih mengantuk. la menoleh pada Starla, tersenyum dan mengecup pipi istrinya mesra.“Selamat pagi, istri. Ada apa?” Tanya Revanno sambil tersenyum.“Sepertinya kamu benar-benar berhasil membuatku nggak bisa berjalan, ya.” Starla merasa kesal. Dan Revanno justru merasa senang.“Sepertinya kita perlu melakukannya lagi pagi ini, Starla. Bagaimana?”Dengan cepat Starla mencubit kecil pinggang Revanno.
“Revanno, kita harus pulang terlebih dahulu. Aku belum menyiapkan pakaianku.”“Sudah aku atur semuanya, Sayang.” Revanno mengecup pipi Starla.Mereka berjalan beriringan, masuk ke dalam pesawat. Dua orang pramugari cantik menyambut mereka dengan ramah. Starla dapat melihat jelas, pramugari itu beberapa kali mencuri pandang ke arah Revanno. Dan ia sama sekali tidak menyukai itu.“Kita akan kemana?” Tanya Starla yang langsung memeluk pinggang Revanno manja.“Maldives.”Starla mengangguk. “Kita ingin honeymoon, kan? Bukan urusan pekerjaan?”Revanno terkekeh lalu menarik Starla ke pangkuannya. “Aku nggak punya pekerjaan apapun di sana.”“Tumben sekali,” cibir Starla.“Bisnisku sudah terlalu banyak, Starla. Kasihan mereka yang ingin membuka bisnis. Bisa-bisa bangkrut kalau bersaing denganku,” ujar Revanno dengan sombong.Starla memutar bola matanya dan berniat untuk bangkit. Namun, Revanno sudah lebih dulu menahan pinggangnya. Pria itu menatap Starla dalam. la menarik dagu Starla, hingga k
“Halo? Ini Revanno, kan?”Gleg!Ludah Revanno seolah menyangkut, dan butuh tenaga ekstra untuk menelannya.Dengan segera, Revanno menempelkan ponselnya ke telinga Starla.“Halo?” Kini Starla yang bersuara.“Starla? Itu tadi Revanno, kan?”Starla menahan tawa ketika mendengar sebuah suara dari seberang telepon. “Iya. Dia sedang berbicara dengan anak buahnya, Pa,” jawab Starla sambil tersenyum.Revanno menghela napas lega mendengar jawaban istrinya. Jantungnya masih berdegup kencang, mengingat betapa bodoh dirinya sampai membentak mertuanya sendiri. Tapi, masih tidak dapat di pungkiri bahwa Revanno memang merasa terganggu saat ini.Beberapa menit kemudian, Starla menyudahi pembicaraan dengan Papanya. Lalu ia meletakkan ponsel Revanno ke atas nakas.“Papa bilang apa?” Tanya Revanno penasaran. Terlebih saat beberapa kali tadi ia mendengar Starla dan Andra menyebut-nyebut namanya dalam perbincangan.“Katanya jangan terlalu giat membuat bayi,” jawab Starla santai.“Kamu yakin?” Revanno ter
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t