Hari ini Starla dan Revanno kedatangan William dan juga Joshep di rumah mereka. Seperti biasa, kedua pria paruh baya itu pasti akan mengatakan rindu dengan sang cucu yang padahal cucunya itu belum lahir ke dunia. Revanno hanya bisa menggeleng setiap kali melihat tingkah Ayah dan juga Kakeknya itu. Kehamilan Starla ini benar-benar mengubah banyak hal. Bahkan sikap Ayah dan Kakeknya saja bisa menjadi begitu berbeda dari biasanya setiap kali bertemu dengan Starla. Mereka pasti akan selalu memanjakan Starla dan juga calon cucu mereka tentunya. Hari sabtu memang hari yang pas untuk berkumpul dengan keluarga. Apalagi untuk William yang selalu merasa kesepian. Berbeda dengan Joshep. Sudah di pastikan Ayah Revanno itu tidak akan pernah merasa kesepian selagi ia masih bisa bersenang-senang dengan para wanita di Klub miliknya.Meski William seorang pria, tapi setiap kali bertemu dengan Starla ia tidak pernah lupa memberi banyak nasehat tentang kehamilan pada Starla. Mulai dari pantangan, atau
Joshep dan William sudah pulang beberapa menit yang lalu. Dan kini Starla sedang membereskan sisa makanan mereka dan beberapa peralatan yang mereka gunakan tadi. Revanno mengamati istrinya itu dari balik kursi meja makan. Starla seperti tidak merasa kelelahan, padahal perutnya sudah membuncit, Revanno bisa melihat itu dengan jelas.“Sebaiknya kamu beristirahat dulu, sayang.“Starla hanya menoleh sekilas melihat sang suami sebelum kemudian berbalik lagi masuk ke dalam dapur.“Kamu nggak capek?” Revanno bertanya lagi saat tubuh yang sudah menggemuk itu keluar dan melangkah ke arahnya.“Nanti. Lagipula aku hanya membereskan ini saja,” balas Starla seraya menata kembali meja makan.“Biar Bi Diyah saja.”“Bi Diyah sedang mencuci piring. Aku juga hanya menata ini saja, Revanno.”Dengan gemas Revanno menarik tubuh istrinya. Lalu ia dudukkan di atas pangkuannya. “Keras kepala sekali sih istriku ini,” ujar Revanno gemas seraya mencubit dagu Starla.Seketika saja wanita itu berontak, melepas
Starla dan Revanno sudah berpakaian lengkap, mereka sudah duduk di meja makan, melahap masakan yang Bi Diyah buat. Obrolan di atas ranjang tadi berhenti ketika Starla merasakan mual. Revanno yang panik membantu istrinya itu ke dalam kamar mandi.“Kok aku masih mual, ya?“ Tanya Starla bingung saat ia telah selesai menelan buah apel yang sudah di kunyah di dalam mulutnya. “Dokter bilang, setelah melewati trimester pertama mualnya akan hilang. Tapi kenapa aku masih mual?” “Mungkin kamu salah makan.”Sambil mengingat-ingat, Starla masukan lagi satu potong buah apel ke dalam mulutnya. “Sepertinya nggak. Aku hanya makan kue dari Kakek tadi dan makan siang sama kamu. Dan semua itu makanan kesukaanku.”“Atau kamu tiba-tiba alergi?” Tebak Revanno asal.Satu alis Starla naik ke atas. “Alergi kamu mungkin,” celetukya membalas ucapan sang suami.Revanno langsung cemberut. “Jahat sekali.”Starla terkekeh, menyodorkan satu potong buah apel ke arah Revanno. “Alergi nggak bisa jauh-jauh dari kamu.”
Senin pagi akan menjadi rutinitas paling menyibukkan untuk Starla. Seperti biasa, ia harus membangunkan suami yang setiap kali tidur akan sulit sekali di bangunkan akhir-akhir ini. Entah karena memang suaminya itu terlalu capek bekerja atau memang pembawaan dari calon bayi mereka. Starla tidak tahu.Selesai membangunkan Revanno, Starla akan menyiapkan pakaiannya, mulai dari pakaian dalam sampai kemeja kerjanya. Setelah itu, Starla juga harus membuatkan suaminya sarapan. Revanno sekarang sering mengeluh kalau hanya memakan roti, tidak kenyang, begitu kata pria yang berat badannya sudah naik lima kilo itu.Selain mengeluh tentang sarapan, Revanno juga selalu mengeluh tentang berat badannya yang semakin bertambah. Namun, anehnya bukan berniat untuk menurunkan, pria itu justru malas ketika Starla ajak untuk berolah raga. Katanya, sudah lelah bekerja.Starla sampai bingung harus bagaimana meresponnya.Tugas yang paling di haruskan oleh Revanno untuk Starla adalah menemaninya sarapan, dan
Kring!Kring!Kring!Starla terusik dalam tidurnya karena bunyi alarm pagi dari ponselnya. Menggeliat pelan, lalu ia meraba sisi meja nakas untuk mematikan bunyi alarm itu. Starla pun beranjak duduk setelah sebelumnya mengerjapkan mata berulang-ulang demi untuk menghilangkan rasa kantuknya.Usia kandungannya kini sudah memasuki bulan ke delapan. Starla sudah mulai merasa engap dan sulit berjalan. Napasnya juga terasa tersengal setiap kali ia berjalan jauh. Kemarin saja saat memasak makan malam untuk Revanno, Starla merasakan kakinya keram dan sakit. Ngomong-ngomong, tubuhnya kini terlihat semakin membesar saja dengan perut yang juga semakin membuncit. Berat badannya naik lumayan banyak, membuat Revanno sering sekali meledeknya. Namun, Starla tidak pernah merasa sakit hati. la tahu, suaminya itu gemar sekali meledek orang.Beranjak duduk, Starla lirik sisi ranjang sebelahnya, dimana sang suami masih terlelap tidur dengan nyenyak. Wajah Revanno yang tertidur sangat berbanding terbalik d
Proyek yang sedang di kerjakan oleh Revanno sudah hampir selesai. Revanno tidak lagi sesibuk dulu. Pria itu sekarang banyak meluangkan waktu untuk Starla. Apapun yang sang istri inginkan Revanno dengan sigap akan mengabulkannya. Sabtu dan Minggu, waktu pria itu sudah menjadi milik Starla seorang. Pulang bekerjapun Revanno sekarang juga jadi lebih cepat. Mereka jadi lebih banyak menghabiskan waktu bersama.Starla merasa senang sekali dengan perubahan Revanno. Terlebih, sepertinya proyek besar yang sedang di kerjakan Revanno itu akan selesai bertepatan dengan kelahiran anak mereka. Revanno menepati ucapannya.Kehidupan pernikahan mereka berjalan dengan sangat lancar. Jujur sekalipun ada masalah pasti itu hanya karena Revanno yang sulit sekali di bangunkan saat pagi, atau ketika Starla merengek ingin pergi jalan-jalan dengan perutnya yang membuncit. Sumpah demi apapun, Revanno takut sekali melihat perut besar Starla. Perlengkapan bayi juga sudah mereka siapkan, bahkan mereka juga sudah
Selama berbelanja, Starla menjadi tidak tenang. Fokusnya mendadak buyar dan apa yang Vania ucapkan juga tidak bisa ia cerna dengan benar. Kepalanya tiba-tiba di penuhi dengan satu nama, yaitu suaminya.Baiklah. Wanita itu hanya klien. Tapi entah kenapa Starla sulit sekali meyakinkan dirinya seperti itu. Kekanak-kanakan sekali bukan kalau ia cemburu dan ternyata yang ia cemburui ternyata hanyalah klien dari sang suaminya.Starla tidak ingin seperti itu. Kalaupun harus cemburu, Starla ingin ia memiliki bukti yang kuat. Tidak ingin asal menuduh saja. Tapi, bukankah membicarakan bisnis harusnya dengan beberapa karyawan lainnya? Tidak hanya berdua seperti yang Revanno dan wanita tadi lakukan.“Lihat ini, Starla. Lucu sekali bukan?”Starla tersentak, entah sudah untuk yang keberapa kalinya. Nyatanya, fokus berburu belanjaan di dalam kepalanya buyar begitu saja.“Eh?” Starla mengerjap-ngerjapkan matanya.Vania mengerucutkan bibirnya, menghampiri Starla dengan memegang baju bayi berwarna puti
Hari ini malam minggu, Starla sedang duduk di atas sofa ruang tengah seraya menonton serial drama di televisi. Di drama itu ada seorang artis yang sedang menyantap Pancake coklat yang terlihat sangat menggiurkan, hingga Starla merasakan liurnya menetes begitu saja. Sebenarnya kemarin ia sempat mengidam ingin makan mangga. Tapi karena belum musim mangga jadi Revanno tidak mendapatkannya. Dan harapan Starla untuk menikmati buah mangga itu pupus begitu saja. Namun, Starla memaklumi. Tidak membesar-besarkan masalah sepele seperti dulu. Sekarang ia banyak mengerti karena Revanno pun sudah sering berada di rumah. Mungkin dulu keinginan mengidamnya terjadi karena Revanno jarang ada di rumah. Dan Starla menggunakan alasan mengidam untuk mendapat perhatian dari sang suami. Jangan lupakan, Revanno itu tidak peka. Ketika mulutnya ingin sekali menyantap Pancake coklat seperti yang ditampilkan di televisi, Revanno datang dan duduk di sebelahnya dengan setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.
“Revanno.”“Ya?”Starla membelai wajah pucat Revanno. “Kamu baik-baik saja?”Revanno mengangguk seraya menelan ludah susah payah. Membuat Starla tertawa pelan.“Kenapa tertawa?” Revanno menatap istrinya dengan kening bertaut.“Yang ingin melahirkan itu aku, kenapa kamu yang panik dan pucat seperti ini?”“Yang ingin kamu lahirkan itu anakku, kenapa aku nggak boleh panik seperti ini?”Starla tersenyum simpul, membawa kepala Revanno ke dadanya. Membelainya lembut. “Jangan panik seperti itu. Aku baik-baik saja. Wajah kamu pucat sekali.”Revanno mengangkat kepala, sejajar dengan kepala Starla. Mata kelamnya menatap Starla lekat. “Berjanjilah padaku, kamu akan baik-baik saja.”Starla mengangguk. “Aku pasti baik-baik saja. Ini bukan pertama kali aku melahirkan, Revanno. Apa kamu lupa?” Tanyanya menatap Revanno. “Dan ini juga bukan pertama kalinya kamu menemaniku saat ingin melahirkan.”Revanno meringis. “Tapi tetap saja, Starla. Rasanya tetap sama tegangnya. Dan khawatir juga. Aku sangat kha
“Starla dimana?” Joshep yang tengah menyiapkan bekal untuk piknik bersama cucunya menatap Revanno yang memasuki dapur, dengan rambut basah.“Tidur,” jawab Revanno singkat. Revanno mulai mengambil beberapa telur untuk membuat omelet.“Tidur?” Tanya Joshep dengan satu alis terangkat, kemudian pria itu mengulum senyum. “Kelelahan?” Godanya.Revanno hanya tertawa pelan seraya mengangguk. Mulai memecahkan beberapa telur ke dalam mangkuk. “Apa perlu Ayah membawa Sera untuk menginap di hotel?”Revanno menoleh, ide itu terdengar sangatmenggoda. Namun, apa Starla akan mengizinkannya?“Ayah ajak ke hotel saja, ya. Hotel yang ada di Ubud. Ayah ingin mengajak Sera untuk melihat pemandangan yang ada di sana. Dia pasti suka.” Kata Joshep.Revanno mendekati Ayahnya, lalu memeluk Ayahnya singkat. “Terima kasih, Ayah.”Joshep mengangguk, menepuk- nepuk pelan bahu Revanno. “Dalam rangka mendapatkan cucu kedua, Ayah rela menjaga Sera selama yang kamu inginkan,” ujar Joshep sambil mengedipkan sebelah
“Sera ingat apa pesan Papa?” Revanno berjongkok di depan putrinya. Menatap gadis kecil itu sambil tersenyum.“Nggak boleh nakal dan menyusahkan Kakek sampai Papa dan Mama kembali ke Jakarta.”Revanno tersenyum, menepuk puncakkepala putrinya. “Pintar.”Revanno lalu merentangkan kedua tangannya dan memeluk Sera dengan begitu eratnya.“Hanya beberapa hari, Papa dan Mama akan pulang,” ujar Revanno pelan seraya mengecup kepala anaknya. Sementara Sera hanya mengangguk saja.Revanno dan Starla akan pergi berlibur ke Bali, hanya berdua. Setelah beberapa tahun tidak menghabiskan waktu hanya berduaan, Starla merasa sangat membutuhkan waktu untuk quality time berdua dengan suaminya. Dan Revanno menyetujui hal itu.“Ya sudah. Kalian cepat berangkat sana.” Joshep mengenggam tangan cucunya.Revanno sengaja menitipkan Sera kepada Ayahnya karena memang sejak awal Joshep-lah yang menawarkan diri untuk menjaga Sera selama Revanno dan Starla pergi berlibur. Lagipula sekarang Joshep juga sedang menikm
Starla terengah dengan Revanno yang terus menghunjam ke dalam tubuhnya dari belakang. Wanita itu memejamkan mata, mencengkeram kain yang mengikat kedua tangannya.“Revanno …” Starla mendesah. Ia mendapatkan kenikmatan yang selalu mampu membuatnya tergulung ombak yang begitu dalam.Revanno mencengkeram dada Starla dan menarik istrinya agar menempel ke dadanya. Starla berpegangan pada paha Revanno. Pria itu mendorong kuat-kuat dan menenggelamkan dirinya di sana. Terengah dengan bibir di leher istrinya. Bernapas terputus-putus.Ketika napas mereka tidak lagi memburu seperti tadi, Revanno mengecup leher Starla. Tubuh mereka masih menyatu lekat. Revanno memeluk perut untuk istrinya posesif, enggan melepaskannya. Bibir Revanno mengecupi bahu Starla. Sementara istrinya itu bersandar lemah di dada bidangnya.“Mama!” Teriakan nyaring membuat mata Starla yang semula terpejam, kini terbuka lebar. “Mama!”“Revanno, Sera,” ujar Starla pelan, tubuhnya lelah, Revanno tidak penah hanya cukup satu kal
Lima tahun kemudian.Mobil itu sudah terparkir dengan sempurna di depan rumahnya. Yang paling kecil turu dengan cepat, berlari masuk ke dalam rumah dengan wajah cemberut. Sementara, pria yang menyerupai gadis kecil itu mengikutinya dari belakang dengan senyum tipis dan gelengan kepala pelan.“Mama ... Mama ...” teriak gadis kecil itu hampir memenuhi setiap sudut ruangan. la membuka pintu rumah, mendorong dengan kasar, lalu masuk ke dalamnya disusul dengan sang Ayah yang membawakan tas sekolahnya.“Mama!” Teriaknya lagi, kali ini dengan air wajah yang memerah.Datanglah sang Ibu dari balik pintu dapur, menyambut anaknya yang baru pulang sekolah seperti biasanya. “Loh, anak Mama pulang sekolah kenapa wajahnya di tekuk seperti itu? Ada apa? Siapa yang berani membuat donat gula Mama marah?”Masih memasang wajah cemberut dengan bibir yang maju tak mundur sama sekali, gadis kecil itu bersidekap. “Sera nggak mau di jemput Papa lagi,” ujarnya nyaring.Mendengar hal itu, Starla lantas beralih
Kencan yang Revanno bayangkan adalah jalan-jalan menaiki mobil, berhenti di taman yang sepi dan menikmati jajanan yang ada di sana. Seharusnya. Ya seharusnya memang seperti itu. Namun, hal itu tidak mungkin karena ini adalah malam Minggu. Ia sudah merangkai semua rencana itu di dalam kepalanya, tetapi realita memang tidak seindah ekspetasi. Pasalnya, baru saja mobilnya keluar dari pelataran rumah sakit, kemacetan sudah menunggu mereka.Revanno menghela napas, wajahnya tertekuk masam, sedikit kesal lebih banyak mengumpat. Starla yang duduk di sampingnya bersama dengan Sera di dalam gendongan wanita itu sudah beberapa kali mengomeli Revanno. Meski Sera belum mengerti, atau memahami apa yang sang Ayah ucapkan, tapi tetap saja rasanya tidak tenang sekali mendengar Revanno mengumpat kasar di depan Sera.“Sabar, Revanno …” Sudah beberapa kali Starla berujar seperti itu. Kali ini ia menambahkan dengan usapan lembut di lengan suaminya. “Nggak apa-apa kok agak malam, Sera juga sudah memakai ba
Beberapa menit kemudian Joshep dan William tiba di rumah sakit bersama Sera yang saat ini tengah di gendong oleh Bi Diyah. Selama jeda menunggu para Kakek itu tiba di rumah sakit, Starla tidak ingin berbicara dengan Revanno. Ia masih merasa kesal pada suaminya yang mengabaikan dirinya. Revanno tidak menjemput Starla di rumah Vania. Tetapi pria itu justru marah-marah ketika Starla pulang terlambat. Apalagi saat beberapa menit sebelum kecelakaaan, Starla mendengar Revanno mengumpat dari balik sambungan telepon. Starla kesal sekali rasanya.Ngomong-ngomong, kecelakaan itu memang tidak fatal terjadi, hanya tabrakan beruntun akibat kemacetan dan tidak menghasilkan korban jiwa yang meninggal. Beberapa hanya luka lecet dan shock seperti Starla.Saat Joshep dan William datang, Revanno sedang mati-matian meminta maaf pada sang istri. Starla mendiamkannya hampir selama jeda sebelum Joshep dan William tiba.Revanno merasa bersalah, Starla juga tahu itu, terlihat dari gurat resah di wajah suamin
Revanno kekeuh tidak ingin ikut datang ke rumah Vania. Pria itu hanya mengantarkan sang istri sampai di depan pagar rumah Vania saja. Hal itu membuat Starla cemberut, merasa kesal karena Revanno tidak ikut turun. “Kenapa sih nggak ingin ikut?” Tanya Starla dengan bibir maju ke depan. “Padahal juga hanya sebentar saja, kok.”“Aku ada pekerjaan penting, Sayang,” jawab Revanno sabar.“Pekerjaan apa? Sepenting apa memangnya sampai harus kamu yang mengerjakannya?” Revanno menoleh penuh dramatis. “Tentu saja harus aku yang mengerjakannya. Suamimu ini pimpinan di perusahaan, Starla. Jadi wajar kalau pekerjaan itu aku yang mengerjakannya. Lagipula aku juga harus memberi contoh yang baik untuk para karyawanku.”Seketika bibir Starla langsung mencibir. Kalau orang lain yang berkata demikian mungkin Starla akan percaya, tapi Revanno? Ck! Bagaimana tingkah pria itu dulu, Starla sangat tahu. Ya, meskipun Starla akui kalau gaya kepemimpinan Revanno memang bagus. Tapi biasanya Revanno tidak pernah
Revanno menghampiri Starla yang sedang sibuk membungkus kado di ruang tengah. la duduk di sebelah sang istri seraya mengambil setoples keripik kentang buatan Bi Diyah.“Untuk siapa?” Tanya Revanno sambil mengunyah.Starla menoleh sekilas, lalu kembali melanjutkan pekerjaannya membungkus kado hadiah untuk Mikayla, anak sahabatnya—Vania.“Untuk anaknya Vania, namanya Mikayla,” jelas Starla.Beberapa hari yang lalu Vania sempat mengatakan kalau anaknya akan merayakan ulang tahun. Dan berhubung kemarin Starla memiliki waktu untuk berbelanja, sekalian ia membeli hadiah untuk ia berikan kepada anaknya Vania.“Ulang tahun?” Revanno bertanya lagi dan Starla langsung mengangguk. “Kapan?” Imbuhnya dengan tangan yang bersiap memasukan dua keripik kentang sekaligus ke mulutnya.“Besok. Antar aku, ya?”Seketika gerakan tangan Revanno terhenti. “Nggak, ah. Kamu sendiri saja. Lagipula aku kan bekerja.”“Eh, mana bisa begitu?” Starla nenoleh ke arah sang suami, mengernyitkan keningnya. Seolah tidak t