Zayden mengepalkan kedua tangannya yang berada di atas pahanya. Apa yang tadi Aara katakan, benar-benar sudah mengguncang hatinya.“Istirahatlah,” ucapnya kemudian. Dia lalu berdiri, menatap Aara sekilas sebelum akhirnya dia pun keluar dari sana.Aara menatap kepergian Zayden dengan mulutnya yang tertutup rapat, tapi air mata tampak jatuh di pelupuk matanya.Dia tahu Zayden mengerti maksud dari ucapannya tadi, karena itu dia langsung keluar. Karena sepertinya dia tidak ingin mendengarnya lagi.“Saat aku mengungkit masalah ibuku, apa rasa bersalah itu muncul di hatimu. Atau hatimu tetap membeku seperti biasanya?” ucapnya.Di sisi lain, Zayden terlihat terus melangkahkan kakinya melewati lorong rumahnya untuk menuju ke ruang kerjanya.Namun, tiba-tiba ia berhenti. Zayden menempelkan satu tangannya itu pada dinding untuk menopang tubuhnya yang terasa begitu lemas.Satu tangannya yang lain tampak menutupi wajahnya. “Dia belum memaafkanku, atau ... dia memang tidak berniat memaafkan
Zayden masih terlihat berada di ruang kerjanya, saat ini dia tengah menerima telepon dari mamanya.“Bagaimana keadaan Aara, kau bilang dia pingsan kemarin?” tanya Alya.“Aara sudah sadar Ma, dan dia baik-baik saja,” jawab Zayden.Terdengar helaan nafas lega dari seberang telepon, sepertinya Alya sangat mengkhawatirkan Aara. Dan sekarang dia merasa lega, setelah mengetahui jika Aara baik-baik saja.“Itu ....” Zayden terdiam seketika, rasanya tidak mungkin dia mengatakan yang sebenarnya, jika Aara pingsan karena mengingat kematian ibunya. Mamanya pasti akan semakin merasa bersalah. “Dia hanya kelelahan, mama tahu kan ibu hamil selalu mudah lelah,” jawabnya kemudian.“Tapi, kenapa dia bisa kelelahan. Apa kau membiarkannya bekerja?”“Tidak Ma, tapi mama tahu kan sifat Aara. Dia tidak bisa diam, karena itulah dia kelelahan dan pingsan,” jelasnya.Tidak ada jawaban dari Alya selama beberapa saat, karena sebenarnya dia sangat ingin bertemu dengan menantunya itu. Jika saja tidak ada ma
Zion tampak datang ke perusahaan Wilson Group. Dengan langkah lebarnya, dia diantarkan oleh Edward menuju ruangan Aland.“Silakan Tuan Zion,” ucap Edward.Zion menunjukkan tatapan dinginnya, dia pun lalu masuk ke dalam. Dia melihat sebuah kursi kerja dalam posisi memunggunginya.Zion tidak mengatakan apa pun, sampai akhirnya kursi itu pun berputar dan memperlihatkan sosok Aland.Dia tersenyum miring, kala melihat keberadaan Zion di sana. “Oh Anda,” ujarnya, “ada perlu apa Anda datang kemari?” tanyanya kemudian.Dengan tatapan dinginnya itu, Zion mendekat. “Kau yang melakukannya, kan?” ujarnya tiba-tiba.Mendengar itu, Aland pun mengernyit. “Apa maksud Anda?”“Jangan pura-pura bodoh Aland, bukankah kau yang sengaja membawa Aara ke rumahku dan mempertemukannya dengan istriku. Kau yang merencanakannya, dan kau tahu apa yang akan terjadi.”Aland menggeleng, dengan senyum ketidak mengertian yang dia tunjukkan. “Anda ini lucu Tuan Zion Xavier Tan, Anda datang kemari tiba-tiba, mengg
Zayden telah kembali ke dalam kamarnya saat ini, tampak dia yang berdiri di depan jendela kaca besarnya. Menatap taman rumahnya yang penuh dengan tanaman bunga.Kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celananya. Zayden terlihat hanya terdiam, tatapannya begitu sendu. Seakan memperlihatkan perasaannya saat ini.Clakkk!Tiba-tiba air matanya itu menetes, dia lalu menyekanya dengan satu tangannya.Hatinya terasa begitu hancur, karena tidak ada yang bisa dia lakukan. Dia terpaksa memberikan janji itu pada Aara, karena sepertinya Aara benar-benar tidak bisa menerimanya lagi.Namun, meskipun begitu. Aara tetap tidak mengatakan apa pun. Dia hanya terus membuang mukanya ke arah lain.‘Setidak ingin itukah kau melihatku? Aku tahu, ini mungkin hukuman yang pantas untukku. Dan rasa sakit ada di hatiku saat ini adalah bayaran, atas rasa sakitmu selama ini,’ batinnya.Sementara itu, sama seperti Zayden. Aara juga terlihat hanya berdiri di depan jendela kacanya. Tatapannya juga lurus, mel
Aara langsung datang ke rumah sakit, setelah mendengar kabar dari Anin.Tampak dia yang langsung masuk ke dalam, Aara terlihat terburu-buru. Dia bahkan seperti tidak mengingat bahwa saat ini tengah mengandung.“Nyonya pelan-pelan, ingat bayi Anda,” ujar Anin yang mengikuti Aara dari belakang.Sebenarnya, dia tidak menyangka jika Aara akan seterpukul ini. Di mengingat dengan jelas ekspresi Aara tadi saat dia memberi tahu kabar mengenai kecelakaan Zayden.Nyonyanya itu terdiam sesaat, dia lalu menggeleng. Seakan tidak mempercayainya.Tapi, setelah beberapa kali Anin mengatakannya. Aara langsung menangis histeris dan meminta diantarkan ke rumah sakit.Setibanya di depan ruang UGD, langkah kaki Aara pun terhenti. Di sana, dia sudah melihat keberadaan Alya dan juga Zion.Air mata Aara semakin deras menetes, karena itu artinya benar. Di dalam sana, orang yang tengah dirawat itu adalah Zayden.Langkah kaki Aara begitu lemas, rasanya bahan dia tidak sanggup lagi untuk berdiri.“Nyony
Waktu terus berlalu, kini sudah 3 jam berlalu sejak Zayden dipindahkan ke ruang ICU.Aara, Alya dan Zion masih setia menunggunya di luar ruang ICU. Mereka menunggu dengan perasaan khawatir, dan penuh ketakutan.Alya menautkan kedua tangannya itu, untuk sedikit menenangkan tubuhnya yang terus bergetar. Dia benar-benar sangat takut jika putranya tidak bisa melewati masa kritisnya.Pandangan Alya lalu beralih pada Aara yang hanya berdiri seraya menunduk, meskipun jaraknya terpaut 2 meter saat ini. Tapi dia bisa melihat tubuh Aara yang juga bergetar hebat.Sama seperti dirinya, Aara juga pasti merasakan ketakutan yang luar biasa saat ini.Kakinya itu lalu melangkah, mendekat pada Aara.“Nak,” panggilnya.Mendengar suara Alya, Aara pun mengangkat kembali wajahnya itu.“Nyonya,” jawabnya.Air mata Aara terus keluar semakin deras, terlebih saat dia melihat wajah Alya yang juga dibanjiri oleh air mata.“Maafkan saya, sayalah penyebab semua ini. Saya telah membuat hati Zayden terluka
Sudah satu minggu berlalu, tapi Zayden tak kunjung membuka matanya. Setiap hari Aara, Alya dan Zion selalu datang, untuk menemaninya. Seperti sekarang, mereka tampak masuk ke ruang rawat Zayden bahkan jika itu hanya untuk sekedar menyapanya. Alya duduk di kursi yang ada di sana, begitu pun Aara. Tangannya itu membelai lembut kening Zayden, berharap jika putranya itu akan segera sadar. “Selamat pagi sayang, hari ini pun mama, papa dan Aara datang lagi. Kapan kamu akan sadar, dan melihat kami. Ini sudah terlalu lama, apa kamu sudah tidak mau melihat mama lagi. Dengar, sekarang Aara bahkan sudah memaafkanmu dan tidak akan pergi lagi darimu. Bukankah itu keinginanmu, karena itu. Bangunlah sayang, kami merindukanmu.” Alya menunduk, hatinya tidak bisa berbohong. Dia memang sangat ingin melihat Zayden sadar kembali, dan bersama lagi dengannya juga orang-orang yang menyayanginya. Di sampingnya, Aara mengusap lembut bahu ibu mertuanya itu. Dia merasakan kesedihan dan kerinduan yang amat d
Aara, Alya dan Zion terlihat berada di ruangan David. Mereka bertiga duduk di depan meja kerja David, dengan David yang juga tampak ada di sana.“David, sebenarnya apa yang terjadi. Kenapa Zayden tidak bisa mengingat Aara, dan juga semua kenangan bersamanya?” tanya Alya.David terdiam sebentar, dia melirik pada Aara yang tampak juga begitu penasaran.“Sepertinya Zayden mengalami amnesia pasca trauma. Seperti yang kalian tahu, Zayden mengalami mengalami benturan yang sangat keras di kepalanya. Hal itu membuat cedera yang parah, karena itu dia juga mengalami koma, bukan? Dan oleh sebab itu, amnesia seperti ini juga bisa terjadi,” jelasnya.“Tapi, kenapa hanya pada Aara. Sedangkan pada kami, kau dan yang lainnya. Dia tidak melupakannya?” tanya Zion kemudian.“Seperti akhir-akhir ini pikiran Zayden terus dipenuhi oleh Aara, tapi bukan hal yang menyenangkan. Melainkan pikiran itu membuatnya stres dan mungkin ke arah depresi. Karena itu, dia hanya melupakan sosok Aara dan juga kenangan
Aara sudah berada di ruang perawatan VVIP sekarang. Di sana juga sudah ada Zayden, Alya dan Zion yang menemaninya. Setelah 3 jam tertidur, akhirnya Aara membuka matanya. Dan sekarang dia tengah memakan makanan yang disiapkan rumah sakit untuknya.Tampak Zayden dengan telatennya menyuapi makanan itu pada Aara. Walaupun Aara terus menolaknya, namun Zayden tetap memaksanya untuk memakan makanan itu.Aara terus menolak karena makanan rumah sakit itu tidak enak menurutnya. Rasanya hambar dan membuatnya mual.“Sayang sudah cukup, aku tidak mau makan lagi,” ucap Aara.“Sedikit lagi, lihat. Sebentar lagi makanannya habis. Ayo paksakan sedikit lagi ya,” jawab Zayden.Dengan bibir cemberutnya, Aara pun membuka mulutnya dan memakan yang terus Zayden sodorkan ke bibirnya itu.“Kamu memang anak yang baik,” puji Zayden.“Besok kita sudah bisa pulang, kan?“ tanya Aara.“Iya sayang, sekarang kau perlu dirawat dulu karena kelelahan.”“Apa putra dan putri kita baik-baik saja? Aku belum melihat
Ketika sampai di rumah sakit, Zayden langsung bergegas keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah sakit. Dia berlari dengan tergesa-gesa menuju ruang persalinan. Hingga sampai di ruang persalinan itu, mereka melihat Alya dan juga Zion yang sudah berada di sana dengan raut gelisah yang terlihat jelas di wajah mereka. “Mama, Papa,” panggilnya.Sontak, Alya dan juga Zion langsung melihat ke asal suara. “Zay,” jawab Alya.Tampak Zayden terus berlari menghampiri Alya dengan keringat yang sudah bercucuran di keningnya. “Bagaimana hah hah keadaannya, Ma? Apa hah bayinya sudah lahir?” tanyanya dengan nafasnya yang terengah-engah.“Belum sayang, dari tadi Aara terus memanggil-manggil kamu. Tapi kamu masih belum datang. Masuklah, dia membutuhkanmu,” ujar Alya.Zayden pun mengangguk, dia berjalan ke arah pintu ruang persalinan. Glek! Zayden menelan salivanya, tidak bisa dia ungkiri saat ini dia merasa gugup dan juga takut. Menemani istrinya melahirkan adalah suatu impiannya. Tapi, saat hari
Sejak Aara memaafkan Zayden dan melupakan semua perbuatan yang telah Zayden lakukan padanya, kehidupan mereka berubah. Tidak ada lagi kesedihan, tidak ada lagi perasaan tertekan. Mereka seperti mendapatkan kehidupan baru dan memulai semuanya dari awal.Zayden semakin memperhatikan Aara, begitu pun dengan Alya dan Zion. Mereka juga sangat menyayangi Aara layaknya putri mereka sendiri, saat ini mereka semua sangat menantikan lahirnya penerus keluarga Tan yang tak lain adalah Zevan Rionard Tan dan Zayna Audrey Tan, yang tak lama lagi akan segera hadir ke dunia ini.Waktu terus berjalan, kebahagiaan demi kebahagiaan terus Aara dan keluarga Tan rasakan. Seperti semuanya berjalan dengan lancarnya tanpa hambatan apa pun. Sepertinya saat ini Tuhan sedang berbaik hati kepada mereka, setelah banyak cobaan dan ujian yang diberikannya, akhirnya semua itu bisa mereka lewati dan mereka bisa menikmati yang namanya kebahagiaan. Hingga 1 bulan pun berlalu, kandungan Aara sudah menginjak 9 bulan se
Zayden saat ini telah dipindahkan ke atas ranjangnya, tampak di sana sudah ada Alya, Zion, Aara dan juga dokter David.Ekspresi wajah Alya dan Zion tampak begitu tegang, karena sudah 2 jam berlalu tapi Zayden tak kunjung sadar.“David sebenarnya apa yang terjadi, kenapa Zayden bisa tiba-tiba pingsan seperti ini. Katamu kondisinya sudah semakin membaik, tapi apa ini?” tanya Zion.“Sepertinya ini memang disebabkan oleh luka di kepalanya, mungkin ada sesuatu yang membuat luka itu kembali terasa sakit,” jawabnya.“Apa itu berbahaya, apa Zayden akan baik-baik saja?” kali ini giliran Alya yang bertanya. Suaranya begitu bergetar, karena rasa kekhawatiran yang begitu besar pada putranya itu.“Saya rasa ini tidak akan berdampak buruk, wajar bagi pasien yang memiliki luka cukup parah di kepala untuk sesekali merasakan sakit kepala. Tapi, jika hal ini terus berlanjut di kemudian hari. Tentu saja harus ada penanganan,” jawab David.Mendengar semua penjelasan David, Aara semakin merasa bersa
Zayden kembali melepaskan paksa pelukan yang Naura lakukan padanya. Dia lalu memegang kedua bahu Naura, dan menatapnya dengan begitu dingin.“Tidak ada, aku tidak merasakan apa pun lagi. Karena seperti yang kubilang, itu hanyalah masa lalu. Jadi tolong pergilah!”Air mata Naura turun semakin deras, dia sungguh tidak menyangka jika Zayden akan melupakan seperti ini.Dia menunduk. “Baiklah, maafkan aku Zay. Karena aku telah menggangguku, dan membuatmu tidak nyaman. Tapi, aku merasa senang karena kita bisa bertemu lagi. Karena dengan begitu, aku bisa meminta maaf padamu.” Naura tersenyum, dan senyum itu tampak tulus.“Aku akan pergi, semoga kau selalu bahagia,” lanjutnya. Seraya menyeka air matanya, Naura pun melangkah keluar.Tampak Zayden yang langsung menarik nafasnya, dia lalu memegangi keningnya. Tapi syukurlah, masalah ini sudah selesai. Dan Naura tidak akan menemuinya lagi.Ya, ini semua sudah selesai. ‘Sekarang fokusku hanya kepada Aara dan calon anak kami. Aku akan berusah
“Zay,” ucap Naura yang baru saja dipersilakan masuk ke ruangan Zayden setelah mendapat izin darinya.Zayden pun mengangkat wajahnya, dia melihat Naura yang berdiri di depan pintu ruangannya.Entah kenapa, penampilan Naura saat ini mengingatkannya pada 10 tahun lalu. Dia tidak menyangka setelah selama itu, mereka akan bertemu lagi.Zayden lalu berdiri, keluar dari meja kerjanya menuju sofa. “Masuk dan duduklah,” ucapnya.“Silakan Nona,” ucap Sam yang kemudian memandu Naura untuk masuk dan duduk di sana.Sam kemudian membungkuk, dia keluar dari sana, memberi ruang untuk tuannya berbicara dengan tamunya ini.Tampak Zayden kemudian duduk, dia menatap Naura sebentar sebelum akhirnya dia pun membuka mulutnya.“Apa yang ingin kau sampaikan?” tanyanya.Naura yang tadi hanya menunduk, akhirnya mengangkat wajahnya itu. Kedua tangannya tampak saling meremas satu sama lain. Dia menelan salivanya, dengan air matanya yang tampak menetes.“Aku ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, tidak
Zayden baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Tampak dia yang hanya memakai jubah mandinya, dengan handuk kecil yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah.Zayden melirik Aara yang saat ini kembali duduk di sofa, dia menatapnya kesal. Karena merasa jika Aara sama sekali tidak peduli padanya.Hal itu semakin membuatnya ragu, jika mereka memang benar-benar suami istri.‘Aku tahu hubungan kami mungkin buruk, tapi sebagai suami istri. Harusnya dia kan punya rasa penasaran. Tapi, dia justru hanya diam saja seakan tidak peduli. Apa dia benar-benar tidak marah?’ batinnya.“Hei!” panggilnya yang sontak membuat Aara menoleh.“I-iya Tuan?” jawab Aara.Zayden lalu melempar handuk kecil itu pada Aara, sedangkan dia duduk di samping Aara.“Keringkan rambutku!” serunya.Aara yang memang sudah mengerti pun lantas berdiri dan berjalan ke belakang Zayden.Dengan telatennya, dia lalu mengeringkan rambut basah Zayden. Dia melakukannya selembut mungkin, agar Zayden merasa nyaman.
Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 19.15. malam. Zayden yang awalnya hendak pulang itu akhirnya ter-urung kala dia melihat papanya yang datang ke ruangannya.“Zay,” ucapnya.Zayden pun keluar dari meja kerjanya dan berjalan ke arah sofa. “Duduklah Pa,” ujarnya.Dengan senang hati, Zion pun menghampiri dan duduk di sana. Begitu pun dengan Zayden, kini posisi mereka saling berhadapan satu sama lain dan hanya terhalang oleh meja yang ada di depan mereka.“Apa yang mau Papa bicarakan?” tanyanya to the point.“Kau ingat, Aland yang sudah menyerangmu saat di rumah sakit?” tanya balik Zion.Mendengar itu, Zayden pun mengangguk. “Kenapa? Bukankah sekarang dia sudah di penjara?”Kali ini, giliran Zion yang mengangguk. Namun, ekspresi wajahnya itu masih terlihat janggal. Tampak jelas, sesuatu yang saat ini sangat ingin dia katakan.“Benar, Aland sudah mendapatkan hukumannya sekarang. Tapi meskipun begitu, perasaan papa masih tetap tidak merasa tenang.”Alis Zayden mengerut, dia mas
Zayden yang awalnya marah pun ikut terdiam saat melihat siapa pelayan itu.“Kau ....” pekiknya.Dia seketika berdiri, lalu menatap lekat pelayan wanita di depannya itu yang kini juga terus menatapnya.Di sana, Aara yang sebenarnya juga terkejut juga ikut berdiri. Dia memandang dengan bingung Zayden juga pelayan itu yang saling menatap satu sama lain.Seketika, Aara pun terdiam. Kini, tatapannya itu hanya fokus pada Zayden. Ekspresi wajahnya berubah, dan kenapa tiba-tiba bertanya ini memanas.Kenapa hatinya berdebar keras, hingga terasa begitu sakit. Perasaan khawatir apa ini.“Naura,” ujar Zayden.“Ternyata benar, itu kau Zay.” Bruk! Tiba-tiba Naura memeluk Zayden, dan berhasil membuat Aara terkejut begitu pun dengan Zayden.Dia mematung, tanpa membalas pelukan Naura padanya.“Hiks, aku tidak menyangka jika kita akan bertemu lagi.” Naura semakin mengeratkan pelukannya, dia bahkan seperti tidak peduli bahwa ada banyak orang yang saat ini melihatnya.Clakkk! Di sisi lain, air