Aara menatap jauh pada bola mata cokelat milik Zayden, mencari alasan yang tepat kenapa dia bisa sampai seperti ini bahkan sampai mengeluarkan air matanya.“Jawab Aara! Setakut itukah kau padaku, dan sebenci itukah kau padaku. Aku benar kan, tidak ada niat sama sekali dalam dirimu untuk mempertemukanku dengan anakku?!”“Kau bertanya kenapa aku ada di sana, dan kau pikir aku sedang mengantarkan wanita lain memeriksa kandungan! Aku hanya bisa memberikanmu satu jawaban, aku tidak pernah mengantarkan siapa pun. Tidak pernah!” tegasnya.Zayden berbalik, kenapa hatinya terasa sakit. Dia tahu Aara seperti itu karena sikapnya dulu yang sekejam iblis, dia bahkan telah menghabisi ayahnya dan secara tidak langsung membuat ibunya juga meninggal. Dia juga sudah menghancurkan hidupnya. Sikap bencinya ini, memang pantas dia dapatkan. ‘Tapi, kenapa hatiku sesakit ini,’ batinnya.Zayden menyeka air matanya, lalu melangkahkan kakinya meninggalkan Aara yang masih diam mematung di tempatnya.Clakkk!
Saat masuk ke dalam rumah sakit, Aara mengedarkan pandangannya. ‘Ini bukan rumah sakit yang waktu itu. Ini rumah sakit milik dokter David, tapi ....’ Aara menoleh ke arah Zayden yang berjalan di sampingnya, dia memperhatikan tangannya yang digenggam erat oleh Zayden, juga ekspresi Zayden yang begitu tenang, seakan tidak terjadi apa pun. Padahal, baru saja dia mengeluarkan air mata di hadapannya dan seperti melampiaskan semua isi hatinya.'Kenapa waktu itu dia datang ke rumah sakit City? Kenapa dia berada di depan ruang pemeriksaan kandungan dan berdampingan dengan Serira, dan waktu itu bukankah dia berbicara dengan dokter, aku memang tidak tahu apakah yang berbicara dengannya waktu dokter kandungan atau bukan. Tapi melihatnya berbicara di depan ruang pemeriksaan kandungan, bukankah seharusnya dokter itu adalah seorang dokter kandungan? Tapi, kenapa dia bilang dia tidak pernah mengantarkan Serira memeriksakan kandungan, apa maksudnya itu. Aku sungguh tidak mengerti,' batinnya.“Aku s
Glek!Aara menelan salivanya berkali-kali, dia juga terus menatap Zayden yang saat ini tengah menyetir mobil. Aara masih memikirkan ucapan Zayden pada dokter tadi. Dia masih tidak mengerti, kenapa Zayden menanyakan hal itu, apa sungguh karena dia ingin meminta jatah padanya. Apa dia akan memaksanya lagi seperti dulu? Pikirnya.Kedua tangan Aara sudah terpaut satu sama lain saat ini, terlihat juga remasan-remasan pada kedua tangannya itu. 'Aku harus bagaimana, jika dia nanti meminta haknya? Dan juga, bagaimana jika dia memaksaku untuk tetap melakukan hal itu. Tapi, dia tidak akan memaksa dan bertindak kasar, kan. Karena saat ini aku sedang mengandung calon anaknya, bukankah ucapan dokter tadi juga sudah jelas. Bahwa hal itu tidak boleh dilakukan dengan berlebihan atau bahkan terlalu kuat. Karena ini semua demi keselamatan bayi di dalam kandunganku,’ batinnya.Zayden yang mengetahui bahwa Aara dari tadi terus menatap padanya pun, hanya tersenyum diam-diam. Dia juga tahu bahwa sebenar
Zion mengepalkan tangannya, apakah saat ini dia tidak salah lihat. Wanita itu, dia sungguh Fara.“Tuan, apa Anda ingin masuk?”Zion tersadar, kala suara direktur Hadi terdengar olehnya.“Tidak, ini sudah cukup,” jawabnya. Dia lalu berbalik, melangkah pergi dari sana.Di sela-sela langkah kakinya itu, dia masih merasa tidak percaya jika keadaan Fara akan menjadi seperti ini.“Anda akan pulang sekarang, Tuan?”Zion mengangguk.Ken pun mengerti, dia lalu mengikuti tuannya itu dari belakang.Zion lalu masuk ke dalam mobilnya, tampak Ken yang menutup pintu mobilnya setelah memastikan Zion sudah masuk ke dalam. Dia kemudian membuka pintu bagian kemudi dan juga masuk.Mesin mobil pun sudah terdengar menyala, dan mulai bergerak maju meninggalkan area rumah sakit.Di perjalanan pulang, Zion tampak hanya terdiam menatap keluar kaca jendela mobilnya.Dia kembali mengingat keadaan Fara yang tidak pernah dia duga sebelumnya. Fara, sahabat sekaligus istri dari mendiang sahabatnya itu. Di
Zayden tampak berjalan masuk ke dalam mansionnya sembari berbicara dengan seseorang melalui seberang telepon.“Kau sudah mengaturnya?”“Sudah Tuan, besok Anda bisa langsung ke sana,” jawab orang dari seberang telepon yang tak lain adalah Sam.“Bagus.” Setelah itu sambungan pun terputus, Zayden tampak begitu puas dengan hasil pekerjaan dari Sam. Dia memperlebar langkahnya untuk segera sampai ke tempat tujuannya saat ini.Ceklek!Zayden membuka pintu berwarna putih itu, matanya langsung tertuju pada sosok Aara yang saat ini tengah duduk di sofa.Aara juga tampak menoleh kala dia mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka itu.Dia langsung hendak berdiri, namun Zayden langsung menahannya.“Tidak usah, duduk saja. Kenapa kau harus membuat dirimu sendiri sulit,” ucapnya yang berhasil membuat Aara hanya menatapnya sambil kembali duduk di sofa.Zayden juga terlihat duduk di sana, dia melihat Aara dan berniat menyampaikan sesuatu.“Apa aku terlalu lama?” tanyanya yang mencoba untuk
“Kau sudah siap?” tanya Zayden yang masuk ke dalam kamar Aara.Dia terdiam, kala melihat Aara yang sepertinya memang telah menyelesaikan persiapannya.Tanpa sadar, netranya itu bergerak dari bawah ke atas menatap penuh kagum pada Aara saat ini.Bagaimana Aara bisa begitu cantik, dress selutut berwarna biru langit itu sangat cocok dengan kulitnya yang putih.“Aku sudah siap,” ucap Aara menjawab Zayden.Namun, Zayden tidak menggubris. Tatapan dan pikirannya itu masih tetap tertuju pada Aara.Aara mengerutkan alisnya, dia tidak tahu kenapa Zayden hanya diam.“Tuan Zayden,” ujarnya. Dan akhirnya sukses menyadarkan Zayden. Dia terkejut karena Aara tiba-tiba sudah berada begitu dekat dengannya.“Saya sudah siap,” ucap Aara lagi.“Oh, ka-kalau begitu kita berangkat sekarang,” ucap Zayden.Aara pun mengangguk, tampak Zayden yang berjalan lebih dulu, lalu disusul Aara di belakangnya.Dalam perjalanan mereka menuju lantai satu, Aara tampak terus menatap Zayden yang berjalan di depann
Zayden dan Aara tampak berjalan bersama masuk ke dalam mansion, mereka lalu menaiki anak tangga dan terus melanjutkan langkah mereka untuk menuju kamar.Sesekali Zayden menoleh ke arah Aara yang ada di sampingnya, dia tersenyum karena merasa begitu senang. Dia belum pernah merasakan perasaan ini sebelumnya, jadi. Apakah seperti ini rasanya akan menjadi seorang ayah. Rasanya hatinya berdetak dengan sangat cepat.Dia mengingat bagaimana di kelas ibu hamil tadi, saat dia menggendong sebuah boneka bayi. Tanpa sadar, dia hampir saja meneteskan air mata karena perasaan yang tidak bisa dia ucapkan dengan kata-kata. Tangan dan kakinya juga tiba-tiba bergetar, rasanya begitu aneh. Tapi dia tidak membencinya, sebaliknya dia justru sangat menyukainya.Drrrtt drrtt!Zayden terkejut sendiri saat merasakan ponselnya itu yang bergetar, dia pun mengambilnya dan melihat ada sebuah pesan dari papanya.[Zay, ada masalah besar. Mamamu bilang dia akan ke rumahmu.]Deg!Mata Zayden membesar kala mem
Sebuah mobil mewah berwarna hitam tampak melaju di sebuah jalanan raya yang terbilang cukup sepi.Di dalam mobil itu tampak Aara dan Aland yang duduk di saling berdampingan.Aland yang sedang menyetir itu terlihat melirik pada Aara yang saat ini hanya diam menunduk dengan jari-jari tangannya yang saling terpaut satu sama lain.“Kenapa? Apa kau menyesal ikut denganku, atau kau sedang memikirkan orang-orang di mansion Zayden?”Aara tidak menjawab, karena sebenarnya dia cukup menyesal ikut dengan Aland. Dia tidak tahu, apa yang Aland rencanakan. Tapi, dia juga penasaran dengan kebenaran yang Aland coba tunjukkan padanya. Terlebih, ini mengenai Zayden.“Jika kau menyesal, itu tidak ada gunanya. Karena kita sudah berada di tengah jalan. Dan jika kau khawatir dengan kebakaran itu. Kau tenang saja, aku tidak sejahat Zayden yang akan menghilangkan nyawa orang begitu saja. Itu hanya kebakaran tipuan untuk memecah konsentrasi mereka. Agar aku bisa masuk ke sana dan menemuimu,” jelasnya.M
Aara sudah berada di ruang perawatan VVIP sekarang. Di sana juga sudah ada Zayden, Alya dan Zion yang menemaninya. Setelah 3 jam tertidur, akhirnya Aara membuka matanya. Dan sekarang dia tengah memakan makanan yang disiapkan rumah sakit untuknya.Tampak Zayden dengan telatennya menyuapi makanan itu pada Aara. Walaupun Aara terus menolaknya, namun Zayden tetap memaksanya untuk memakan makanan itu.Aara terus menolak karena makanan rumah sakit itu tidak enak menurutnya. Rasanya hambar dan membuatnya mual.“Sayang sudah cukup, aku tidak mau makan lagi,” ucap Aara.“Sedikit lagi, lihat. Sebentar lagi makanannya habis. Ayo paksakan sedikit lagi ya,” jawab Zayden.Dengan bibir cemberutnya, Aara pun membuka mulutnya dan memakan yang terus Zayden sodorkan ke bibirnya itu.“Kamu memang anak yang baik,” puji Zayden.“Besok kita sudah bisa pulang, kan?“ tanya Aara.“Iya sayang, sekarang kau perlu dirawat dulu karena kelelahan.”“Apa putra dan putri kita baik-baik saja? Aku belum melihat
Ketika sampai di rumah sakit, Zayden langsung bergegas keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah sakit. Dia berlari dengan tergesa-gesa menuju ruang persalinan. Hingga sampai di ruang persalinan itu, mereka melihat Alya dan juga Zion yang sudah berada di sana dengan raut gelisah yang terlihat jelas di wajah mereka. “Mama, Papa,” panggilnya.Sontak, Alya dan juga Zion langsung melihat ke asal suara. “Zay,” jawab Alya.Tampak Zayden terus berlari menghampiri Alya dengan keringat yang sudah bercucuran di keningnya. “Bagaimana hah hah keadaannya, Ma? Apa hah bayinya sudah lahir?” tanyanya dengan nafasnya yang terengah-engah.“Belum sayang, dari tadi Aara terus memanggil-manggil kamu. Tapi kamu masih belum datang. Masuklah, dia membutuhkanmu,” ujar Alya.Zayden pun mengangguk, dia berjalan ke arah pintu ruang persalinan. Glek! Zayden menelan salivanya, tidak bisa dia ungkiri saat ini dia merasa gugup dan juga takut. Menemani istrinya melahirkan adalah suatu impiannya. Tapi, saat hari
Sejak Aara memaafkan Zayden dan melupakan semua perbuatan yang telah Zayden lakukan padanya, kehidupan mereka berubah. Tidak ada lagi kesedihan, tidak ada lagi perasaan tertekan. Mereka seperti mendapatkan kehidupan baru dan memulai semuanya dari awal.Zayden semakin memperhatikan Aara, begitu pun dengan Alya dan Zion. Mereka juga sangat menyayangi Aara layaknya putri mereka sendiri, saat ini mereka semua sangat menantikan lahirnya penerus keluarga Tan yang tak lain adalah Zevan Rionard Tan dan Zayna Audrey Tan, yang tak lama lagi akan segera hadir ke dunia ini.Waktu terus berjalan, kebahagiaan demi kebahagiaan terus Aara dan keluarga Tan rasakan. Seperti semuanya berjalan dengan lancarnya tanpa hambatan apa pun. Sepertinya saat ini Tuhan sedang berbaik hati kepada mereka, setelah banyak cobaan dan ujian yang diberikannya, akhirnya semua itu bisa mereka lewati dan mereka bisa menikmati yang namanya kebahagiaan. Hingga 1 bulan pun berlalu, kandungan Aara sudah menginjak 9 bulan se
Zayden saat ini telah dipindahkan ke atas ranjangnya, tampak di sana sudah ada Alya, Zion, Aara dan juga dokter David.Ekspresi wajah Alya dan Zion tampak begitu tegang, karena sudah 2 jam berlalu tapi Zayden tak kunjung sadar.“David sebenarnya apa yang terjadi, kenapa Zayden bisa tiba-tiba pingsan seperti ini. Katamu kondisinya sudah semakin membaik, tapi apa ini?” tanya Zion.“Sepertinya ini memang disebabkan oleh luka di kepalanya, mungkin ada sesuatu yang membuat luka itu kembali terasa sakit,” jawabnya.“Apa itu berbahaya, apa Zayden akan baik-baik saja?” kali ini giliran Alya yang bertanya. Suaranya begitu bergetar, karena rasa kekhawatiran yang begitu besar pada putranya itu.“Saya rasa ini tidak akan berdampak buruk, wajar bagi pasien yang memiliki luka cukup parah di kepala untuk sesekali merasakan sakit kepala. Tapi, jika hal ini terus berlanjut di kemudian hari. Tentu saja harus ada penanganan,” jawab David.Mendengar semua penjelasan David, Aara semakin merasa bersa
Zayden kembali melepaskan paksa pelukan yang Naura lakukan padanya. Dia lalu memegang kedua bahu Naura, dan menatapnya dengan begitu dingin.“Tidak ada, aku tidak merasakan apa pun lagi. Karena seperti yang kubilang, itu hanyalah masa lalu. Jadi tolong pergilah!”Air mata Naura turun semakin deras, dia sungguh tidak menyangka jika Zayden akan melupakan seperti ini.Dia menunduk. “Baiklah, maafkan aku Zay. Karena aku telah menggangguku, dan membuatmu tidak nyaman. Tapi, aku merasa senang karena kita bisa bertemu lagi. Karena dengan begitu, aku bisa meminta maaf padamu.” Naura tersenyum, dan senyum itu tampak tulus.“Aku akan pergi, semoga kau selalu bahagia,” lanjutnya. Seraya menyeka air matanya, Naura pun melangkah keluar.Tampak Zayden yang langsung menarik nafasnya, dia lalu memegangi keningnya. Tapi syukurlah, masalah ini sudah selesai. Dan Naura tidak akan menemuinya lagi.Ya, ini semua sudah selesai. ‘Sekarang fokusku hanya kepada Aara dan calon anak kami. Aku akan berusah
“Zay,” ucap Naura yang baru saja dipersilakan masuk ke ruangan Zayden setelah mendapat izin darinya.Zayden pun mengangkat wajahnya, dia melihat Naura yang berdiri di depan pintu ruangannya.Entah kenapa, penampilan Naura saat ini mengingatkannya pada 10 tahun lalu. Dia tidak menyangka setelah selama itu, mereka akan bertemu lagi.Zayden lalu berdiri, keluar dari meja kerjanya menuju sofa. “Masuk dan duduklah,” ucapnya.“Silakan Nona,” ucap Sam yang kemudian memandu Naura untuk masuk dan duduk di sana.Sam kemudian membungkuk, dia keluar dari sana, memberi ruang untuk tuannya berbicara dengan tamunya ini.Tampak Zayden kemudian duduk, dia menatap Naura sebentar sebelum akhirnya dia pun membuka mulutnya.“Apa yang ingin kau sampaikan?” tanyanya.Naura yang tadi hanya menunduk, akhirnya mengangkat wajahnya itu. Kedua tangannya tampak saling meremas satu sama lain. Dia menelan salivanya, dengan air matanya yang tampak menetes.“Aku ingin meminta maaf atas kejadian kemarin, tidak
Zayden baru saja keluar dari dalam kamar mandi. Tampak dia yang hanya memakai jubah mandinya, dengan handuk kecil yang dia gunakan untuk mengeringkan rambutnya yang basah.Zayden melirik Aara yang saat ini kembali duduk di sofa, dia menatapnya kesal. Karena merasa jika Aara sama sekali tidak peduli padanya.Hal itu semakin membuatnya ragu, jika mereka memang benar-benar suami istri.‘Aku tahu hubungan kami mungkin buruk, tapi sebagai suami istri. Harusnya dia kan punya rasa penasaran. Tapi, dia justru hanya diam saja seakan tidak peduli. Apa dia benar-benar tidak marah?’ batinnya.“Hei!” panggilnya yang sontak membuat Aara menoleh.“I-iya Tuan?” jawab Aara.Zayden lalu melempar handuk kecil itu pada Aara, sedangkan dia duduk di samping Aara.“Keringkan rambutku!” serunya.Aara yang memang sudah mengerti pun lantas berdiri dan berjalan ke belakang Zayden.Dengan telatennya, dia lalu mengeringkan rambut basah Zayden. Dia melakukannya selembut mungkin, agar Zayden merasa nyaman.
Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 19.15. malam. Zayden yang awalnya hendak pulang itu akhirnya ter-urung kala dia melihat papanya yang datang ke ruangannya.“Zay,” ucapnya.Zayden pun keluar dari meja kerjanya dan berjalan ke arah sofa. “Duduklah Pa,” ujarnya.Dengan senang hati, Zion pun menghampiri dan duduk di sana. Begitu pun dengan Zayden, kini posisi mereka saling berhadapan satu sama lain dan hanya terhalang oleh meja yang ada di depan mereka.“Apa yang mau Papa bicarakan?” tanyanya to the point.“Kau ingat, Aland yang sudah menyerangmu saat di rumah sakit?” tanya balik Zion.Mendengar itu, Zayden pun mengangguk. “Kenapa? Bukankah sekarang dia sudah di penjara?”Kali ini, giliran Zion yang mengangguk. Namun, ekspresi wajahnya itu masih terlihat janggal. Tampak jelas, sesuatu yang saat ini sangat ingin dia katakan.“Benar, Aland sudah mendapatkan hukumannya sekarang. Tapi meskipun begitu, perasaan papa masih tetap tidak merasa tenang.”Alis Zayden mengerut, dia mas
Zayden yang awalnya marah pun ikut terdiam saat melihat siapa pelayan itu.“Kau ....” pekiknya.Dia seketika berdiri, lalu menatap lekat pelayan wanita di depannya itu yang kini juga terus menatapnya.Di sana, Aara yang sebenarnya juga terkejut juga ikut berdiri. Dia memandang dengan bingung Zayden juga pelayan itu yang saling menatap satu sama lain.Seketika, Aara pun terdiam. Kini, tatapannya itu hanya fokus pada Zayden. Ekspresi wajahnya berubah, dan kenapa tiba-tiba bertanya ini memanas.Kenapa hatinya berdebar keras, hingga terasa begitu sakit. Perasaan khawatir apa ini.“Naura,” ujar Zayden.“Ternyata benar, itu kau Zay.” Bruk! Tiba-tiba Naura memeluk Zayden, dan berhasil membuat Aara terkejut begitu pun dengan Zayden.Dia mematung, tanpa membalas pelukan Naura padanya.“Hiks, aku tidak menyangka jika kita akan bertemu lagi.” Naura semakin mengeratkan pelukannya, dia bahkan seperti tidak peduli bahwa ada banyak orang yang saat ini melihatnya.Clakkk! Di sisi lain, air