Waktu saat ini menunjukkan pukul 19.00 malam. Zayden, Sam dan Lucas tampak berkumpul di ruang kerja Zayden dan sedang membicarakan hal yang terjadi saat ini pada mereka.“Tuan, apa Anda tidak berniat untuk memberitahu semua kebenarannya pada nyonya? Bukankah Anda bilang, Anda ingin meminta maaf padanya?” tanya Lucas.Mendengar pertanyaan Lucas, Zayden pun beranjak bangun dari duduknya. Dia lalu melangkahkan kakinya mendekati jendela kaca besar di dalam ruangannya. Zayden menggerakkan satu tangannya menyentuh kaca itu dengan tatapan sendunya. “Aku ... aku sangat ingin meminta maaf padanya, memberitahu semua kebenarannya padanya. Tapi ... aku lebih takut kehilangannya. Dia sangat membenciku, jika dia tahu bahwa aku sudah mengetahui semua kebenarannya. Dia akan semakin membenciku, terlebih aku tidak pernah mempercayainya selama ini. Kau pikir, jika aku jujur sekarang, apa yang akan dia minta dariku?” tanyanya.“Nyonya pasti akan meminta untuk Anda melepaskannya Tuan,” jawab Lucas.Za
Hari semakin larut, bahkan bunyi dari jam dinding pun sudah terdengar dengan jelasnya karena kesunyian yang mulai menyelimuti suasana malam ini. Tampak kamar Aara yang sudah gelap karena dia sudah tertidur lelap dengan lampu kamarnya yang sudah dia matikan.Aara tertidur di sebelah kanan tempat tidurnya dan memiringkan tubuhnya itu ke samping kanan. Ceklek! Bunyi pintu terbuka itu tiba-tiba terdengar memenuhi ruang kamar itu. Namun, sepertinya Aara tidak terganggu karena bunyi pintu itu lantaran dia yang sudah lelap dalam tidurnya.Seseorang yang membuka pintu itu lalu melangkahkan kakinya dengan pelan masuk ke dalam kamar. Dia terus berjalan menghampiri Aara yang sedang tertidur lelap. Seseorang yang tak lain adalah Zayden itu berdiri di samping Aara dengan tatapannya yang sendu.Wanita yang sangat dia rindukan, wanita yang sangat ingin dia peluk, wanita yang sangat ingin dia mintai maaf, saat ini sudah berada di hadapannya. Tapi, justru semua itu belum bisa dia lakukan. Dia mas
Zayden terlihat kembali ke meja makan setelah menyelesaikan teleponnya.Tampak keningnya yang berkerut ketika melihat Aara hanya menunduk dan tidak melanjutkan lagi sarapannya.“Tadi kau sangat bersemangat memilih menu sarapanmu, tapi kenapa kau tidak menghabiskannya?” tanyanya.Namun, Aara tidak menjawab. Dia hanya terus menunduk.“Apa makanannya tidak enak, kalau begitu –““Aku hanya kenyang,” sela Aara. Dia sebenarnya kaget ketika Zayden mengungkit perihal rasa makanannya, dia takut melakukan kesalahan dan membuat koki yang memasak hari ini dihukum.“Kenyang?”Aara mengangguk.Dia melirik Zayden, karena takut Zayden tidak percaya padanya.“Baiklah, kalau begitu aku akan berangkat ke kantor,” ujarnya. Zayden lalu mengambil sesuatu di dalam saku jasnya itu, dan memberikannya pada Aara. “Ini ponsel untukmu, ponsel ini sudah di setting khusus dengan hanya bisa menerima panggilan dari nomorku, tidak untuk nomor kontak yang lain. Kau harus selalu menjawab ketika aku menghubungimu
Zayden tampak keluar dari ruangannya dengan begitu terburu-buru. Dia akan pulang dan ingin cepat sampai ke rumahnya, karena hatinya sudah tidak tahan lagi untuk melihat Aara.Namun, sepertinya keinginannya itu harus tertunda kala dia tidak sengaja berpapasan dengan papanya dan membuat langkah kakinya itu pun terhenti.“Ada yang ingin papa katakan, ikutlah dengan papa,” ucap Zion. Dia lalu berjalan lebih dulu.Tidak ada penolakan dari Zayden, dia pun kembali melangkahkan kakinya itu mengikuti papanya dari belakang.Hingga akhirnya, mereka pun tiba di ruangan Zion. Tidak seperti dulu, tatapan kebencian dari Zayden kepada papanya itu sekarang sudah menghilang. Karena semua kesalahpahaman itu sudah terluruskan. Bukan hanya hubungan dengannya, tapi dengan mamanya pun semua itu sudah berlangsung baik seperti dulu.“Apa yang papa katakan?” tanya Zayden.Zion pun berbalik, dan menatap putranya itu. “Apa benar Aara sudah kembali?”Zayden tidak terkejut dengan itu, bagaimanapun Zion adal
“Kau mau, kan?” Zayden kembali bertanya, karena dari tadi Aara hanya terdiam tanpa menjawab ajakannya.Namun kemudian, senyum Zayden langsung mengembang ketika dia melihat Aara yang mengangguk. Pertanda bahwa dia menyetujui ajakannya. “Terima kasih, karena kau tidak egois dan tetap memikirkan perkembangan baik putra kita. Kalau begitu sekarang istirahatlah, aku akan keluar dan membiarkanmu untuk tidur,” ujarnya.Zayden kembali membungkuk, dia mengelus perut Aara lagi. Dan membuat Aara terkejut akan hal itu, karena Zayden tadi berjanji untuk melakukannya sekali saja. Namun, saat Aara akan menjauhkan tubuhnya. Tiba-tiba dia mengurungkan niatnya itu, setelah mendengar apa yang Zayden katakan. “Nak, istirahat ya. Papa juga mau istirahat, baik-baik di dalam.” Cup!Zayde mengecup singkat perut Aara dan membuat mata Aara langsung melebar karenanya.Zayden kembali menjauhkan tubuhnya dari Aara, dia lalu berdiri dan mulai melangkah pergi dari sana.Ketika Zayden benar-benar keluar dari
Di perjalanan menuju tempat tujuan mereka, Aara terus saja melihat ke arah Sam. Awalnya dia berpikir, dirinya dan Zayden akan pergi berdua saja. Karena menurutnya itu akan terasa lebih nyaman, seperti kehidupan orang biasa pada umumnya. Tapi, jika Sam ikut seperti ini, dia pasti akan terus mengikuti dari belakang. Dan itu sungguh membuat Aara tidak nyaman, karena selalu merasa diawasi.Zayden yang duduk di samping Aara menolehkan wajahnya itu pada Aara Dia melihat bagaimana Aara terus menatap ke arah Sam dengan bibirnya yang dia kerucutkan. Zayden tersenyum, karena menurutnya saat ini Aara benar-benar terlihat sangat imut dan membuatnya ingin sekali mencubit pipinya itu. Terutama bibirnya, dia benar-benar gemas dan ingin sekali menciumnya.Tanpa Aara sadari, Zayden terus mendekatkan wajahnya padanya. Dia lalu memberhentikan gerakan wajahnya itu tepat di samping telinga Aara dan membisikkan sesuatu di sana. “Jika ingin menggodaku, di rumah saja. Karena jika di sini aku tidak bisa me
Matahari naik semakin tinggi dan cuaca pun sudah cukup terik, karena saat ini waktu memang telah menunjukkan pukul 09.15 pagi. Aara dan Zayden sudah menyelesaikan acara makan mereka. Sekarang mereka terlihat tengah menikmati jalan pagi di trotoar jalan raya.“Kau tidak lelah?” tanya Zayden.Aara menggeleng. “Tidak, saat tinggal bersama bu Darmi. Aku sudah terbiasa berjalan seperti ini. Dan dengan berjalan begini, membuat tubuhku menjadi lebih bugar,” jawabnya.Mendengar itu, Zayden tiba-tiba terdiam. Dia membayangkan bagaimana Aara hidup di kampung kecil itu dan dengan keadaan rumah yang sederhana. Dia juga kembali membayangkan, bagaimana keadaan Aara ketika dia hamil muda waktu itu, apa dia sangat tersiksa? Sungguh, membayangkan hal itu membuat rasa bersalah di hati Zayden kian membesar. Dia menoleh kepada Aara, menatap lekat gadis mungil di sampingnya itu. Tangannya ini sebenarnya sudah sangat ingin menggandeng tangan mungilnya itu. Tapi, dia tidak berani melakukannya. Syarat yan
Aara mendongak, kembali melihat kepada Zayden yang masih memberikan senyuman manis padanya. Dia lalu kembali melihat kepada tangan Zayden yang terulur padanya, dan dengan perlahan dia pun mulai menggerakkan tangan kanannya itu, lalu akhirnya menerima uluran tangan Zayden.Senyum Zayden semakin melebar, saat Aara akhirnya mau menerima uluran tangannya itu. Dia pun menggenggam dengan erat tangan mungil itu seakan tidak mau lagi melepaskannya. Mereka pun lalu melanjutkan langkah mereka untuk menuju toko penjual perlengkapan bayi. Tampak semua gadis yang tadi berbisik-bisik mengagumi Zayden itu langsung terdiam, setelah melihatnya menggandeng wanita hamil yang tadi berjalan di belakangnya. “Ya ampun, jadi pria tampan itu sudah memiliki istri. Bahkan istrinya itu sedang mengandung. Wahh, beruntung sekali wanita itu,” ujar salah satu wanita di sana.“Pria itu terlihat sangat mencintai istrinya,” ucap wanita lainnya juga.Zayden yang mendengar semua ucapan wanita-wanita di mal itu pun