Bab 19Sabrina terdiam beberapa saat setelah mendengar ucapan Bu Laras. Kebaikan mereka mengharapkan imbalan yang bukan main beratnya.Anak adalah hadiah dari Tuhan yang tidak bisa dipaksakan, bagaimana jika imbalan dari kebaikan mereka adalah dengan hadirnya seorang madu?Tentu berat bagi Kayla. Akan tetapi, bagi Sabrina itu adalah penyemangat untuk terus berjuang demi bisa mendapatkan apa yang mereka mau. Semua wanita memiliki rahim, tentu bukan hal yang mustahil bagi perempuan yang baru saja melepas masa lajangnya itu. Harapan masih terbuka lebar untuknya."Semoga Sabrina bisa segera kasih Mama cucu ya?" ucap Sabrina kemudian. Ada rasa percaya dalam dirinya untuk bisa memberikan apa yang mereka mau."Pasti itu. Kamu lebih muda, badanmu terlihat lebih segar tentu banyak kemungkinan untuk kamu bisa segera hamil."Sabrina mengangguk. "Doakan ya, Ma. Semoga aku ngga mengecewakan Mama dan Papa."Bu Laras mengangguk. Kemudian ia meraih tangan Sabrina untuk digenggamnya erat. Seulas senyu
Bab 20Malam itu berakhir di peraduan yang penuh peluh dan gairah. Malam panjang yang penuh dengan lenguhan dan sarat akan cinta. Dua insan sedang menikmati indahnya surga dunia."Makasih ya," bisik Elang di telinga Sabrina yang sudah tak lagi sanggup menahan kelopak matanya untuk terbuka. Ia sudah kenyang akan buaian cinta yang diberikan oleh sang suami.Elang pun turut terpejam di sisi Sabrina sambil memeluk badan langsing yang terbalut akan selimut.Hati berganti hari. Siang pun berganti malam. Hingga hari ke tujuh keberadaan Elang di rumah itu. Malam itu, Sabrina duduk terpekur sambil menatap layar ponselnya. Ia berada posisi yang sulit malam ini."Kenapa Sayang?" tanya Elang. Ia duduk di samping Sabrina yang sedang menatap layar ponsel dengan pandangan nanar. Di dalam layar ponsel itu, terdapat foto Elang sedang memeluk Sabrina dari belakang dengan wajah yang penuh akan kebahagiaan."Ini malam terakhir Mas di sini," gumam Sabrina. Mata yang semula dipenuhi oleh mendung, kini mul
Bab 21Mobil Elang melaju dengan perlahan. Hatinya mendadak tak karuan. Ia tak tahu harus bahagia atau bersedih saat ini. Bahagia karena perjumpaan dengan Kayla yang hanya menunggu hitungan menit atau bersedih karena harus berpisah dari istri kedua yang sudah ditemani selama dua Minggu ini.Ponsel Elang berdering. Nama Kayla tertera di dalam layar itu.Berulang kali Elang mengembuskan napas perlahan untuk mengatur hatinya agar bisa berbicara dengan tenang pada Kayla.Dengan malas Elang meraih ponselnya yang ia letakkan di atas jok samping, lalu menggeser tombol gagang warna hijau dengan perlahan."Assalamualaikum, Sayang. Sudah dalam perjalanan ya? Aku sudah siapin semuanya. Aku sudah ngga sabar untuk bisa berjumpa denganmu.""Waalaikum salam. Iya, sudah di jalan ini. Paling setengah jam lagi aku sampai. Kamu masak apa hari ini?" tanya Elang mengalihkan rasa tak nyaman dalam dirinya."Mama masak banyak hari ini. Katanya spesial buat nyambut kamu. Aku juga turut bantu tadi.""Jangan ca
Bab 22"Kamu sudah konsultasi ke dokter kandungan? Kok ngga nunggu Mas?" Elang menyahuti. Sebab kesepakatannya adalah mereka pergi dan konsultasi berdua."Bukan konsultasi khusus. Cuma aku banyak tanya sendiri pas bikin jadwal. Kan dokternya ngajakin ngobrol, ya aku sekalian aja tanya-tanya. Kan lumayan bisa kita usahain sebelum benar-benar menjalani program hamil." Kayla melirik Elang sekilas."Ngga apa-apa. Ngga ada salahnya mengkonsumsi makanan yang baik. Kapan kalian akan pergi ke dokter kandungan?" Bu Laras turut menyahuti."Di telepon tadi kamu ngga bilang kalau udah bikin jadwal," sela Elang."Lupa, Mas. Saking senengnya aku denger kamu sudah dalam perjalanan, semuanya jadi ngga kepikiran.""Terus? Kapan kita bisa pergi? Ini kan weekend." Elang mengerutkan dahinya."Aku udah booking dari minggu lalu, tapi karena Mas belum bisa pulang jadi dokternya mau layani kita di hari Sabtu besok." "Besok?" sahut Elang cepat."Iya. Bagus kan, kita bisa secepatnya melakukan program hamil."
Bab 23"Mama," pekik Sabrina saat mendapati ibu dan bapak mertuanya datang ke rumah. Ia langsung memeluk badan wanita paruh baya di hadapannya itu."Mama sengaja datang ke sini. Kamu sendirian, pasti kesepian." Bu Laras menatap wajah menantunya itu dengan seulas senyuman hangat yang membingkai wajahnya."Ah Mama. Sabrina jadi terharu," balas Sabrina. Ia menggandeng tangan Bu Laras untuk mengajaknya masuk ke dalam rumah."Yuk masuk," ucap Sabrina kemudian."Ini, Papa bawakan buah untuk kamu." Pak Rahardjo meletakkan satu kantong berisi buah-buahan di atas meja ruang tamu. Ia lantas duduk di sofa itu."Makasih, Pa. Papa sudah makan? Mama juga? Tadi Sabrina masak dikit. Kalau Papa Mama belum makan, biar Sabrina masakin.""Ngga usah. Kami sudah makan siang tadi. Kamu santai aja, kami datang cuma ingin main ke sini, temani kamu di sini. Pasti kamu kesepian karena Elang sudah kembali ke rumah." Bu Laras menyahuti. Ia duduk di samping Pak Rahardjo."Sini, kamu duduk aja. Ngga usah kemana-man
Bab 24"Makasih ya Sayang, sudah ajak aku jalan-jalan," ucap wanita yang melintas itu dengan binar bahagia yang terpancar dalam wajahnya. Ia bergelayut manja di lengan suaminya."Aku mau setelah ini kita habisin waktu berdua aja, kalau perlu kita nginep di hotel biar suasananya beda." Lagi, suara perempuan itu terdengar di telinga Sabrina.Langkah Sabrina terhenti saat sepasang suami istri itu berjalan melewatinya. Matanya terpaku pada sosok yang sedang berada di samping laki-laki yang kemarin baru saja meninggalkan kediamannya. Sebuah kejadian yang diharapkannya benar-benar terjadi, akan tetapi justru itu menjadi kejadian yang amat membuatnya merasa sakit. Kalimat yang diucapkan perempuan itu merasuk ke dalam dada Sabrina. Pikirannya terbang melayang membayangkan bagaimana malam-malam panjang yang dilalui sepasang suami istri di dalam kamar hotel. Berbagi peluh dan gairah menuju puncak surgawi di dunia yang melenakan.Wajah Elang yang sedang berada dalam puncak gairah pun kembali te
Bab 25"Mas kenapa ke sini?" tanya Sabrina setelah Elang mengurai pelukannya. Tak terpikirkan olehnya Elang akan datang menghampirinya seperti ini."Mas khawatir sama kamu. Lihat ekspresi kamu tadi kayak gitu, bikin Mas khawatir aja." Elang menatap wajah Sabrina dengan raut cemas. Kedua tangannya memegang bahu Sabrina.Sabrina menunduk, menghindari tatapan Elang. Ingatannya kembali mengenang kejadian beberapa saat yang lalu."Kenyataan yang meskipun pahit tetap harus diterima. Kukira aku bisa berteman dengannya, tapi lihat dia bermanja-manja dengan Mas seperti tadi saja hatiku sudah kebat kebit tak karuan," ungkap Sabrina lirih. Mendung kembali terbit di mata Sabrina akan tetapi ia halau dengan helaan napas.Elang tersenyum kecut. Ia bisa memahami perasaan istri keduanya. Bagaimana pun memang tak mudah ada di posisi ini."Maaf ya? Kalau tahu kamu ke sini, Mas pasti waspada biar kalian ngga ketemu."Sabrina menghela napas panjang. Ia berusaha menepis semua rasa yang menyebabkan dadanya
Bab 26Beberapa tahun yang lalu."Banyak yang bilang si Devan suka sama kamu?" tanya Bu Mila tegas. Sabrina yang sedang menatap layar ponsel seketika menoleh. "Ngga tahu, Bu. Mas Devan ngga pernah bilang. Kalau ngajak ngobrol atau kirim pesan memang iya. Mas Devan suka chat aku tiap hari."Bu Mila mendengus kesal. Apa yang ia dengar dari mulut putrinya adalah bentuk awal dari terjadinya sebuah hubungan. Jika komunikasi yang intens itu dibiarkan, tak menutup kemungkinan mereka berdua akan sama-sama memiliki rasa.Kondisi ekonomi yang naik turun membuat Bu Mila harus berpikir seribu kali untuk menikahkan sang putri. Terlebih usia Sabrina masih terlalu muda, ia baru saja lulus sekolah menengah. Ia merasa anaknya belum mampu menghadapi biduk rumah tangga dengan segala lika likunya."Ibu ngga mau kamu nikah terlalu muda. Masih baru lulus sekolah, Rin. Kalau pun pacaran, ibu ngga mau terlalu lama. Banyak fitnah. Lebih baik jangan mau kalau diajak pacaran. Kerja dulu yang bener, biar masa d