Bab 27Sabrina berlari menuju parkiran. Seseorang yang sedang mengintai dari kejauhan, turut berlari meninggalkan food center itu. Sebuah rekaman kejadian di area makanan tersebut sudah tersimpan rapi dalam galeri ponselnya. Video itu, siap dikirimkannya pada sang bos.Air mata Sabrina masih saja jatuh. Ia tak peduli menjadi tontonan pengunjung mall lainnya. Teriakan Devan dan semua yang terjadi dengannya masih saja menjadi sesuatu hal yang mengganjal dalam hatinya. Ia butuh waktu dan keyakinan yang lebih untuk bisa kembali menerima semua ini.Angga kian mempercepat langkahnya, agar dirinya tidak keduluan istri bosnya. Bagaimana pun, kali ini ia harus menuruni anak tangga dengan langkah cepat, agar bisa segea tiba di parkiran.Napas angga memburu, beruntung ia sampai lebih dulu sebelum kedatangan Sabrina. Anak buah Elang itu meraih ponselnya, lalu mencari file video yang tadi sudah direkamnya untuk dikirim ke atasannya.Tugasnya selesai untuk memata-matai Sabrina dengan lelaki yang a
Bab 28Usai menikmati mie instan, Elang duduk di atas sofa. Matanya melihat siaran televisi yang sedang menyala. Sementara tangannya sibuk memainkan rambut Sabrina yang ada di atas pangkuannya."Mas ngga balik?" tanya Sabrina yang sudah mulai tenang. Ia merasa bersalah kalau Elang terlalu sering mengorbankan waktunya untuk Kayla demi dirinya.Sabrina mendongakkan pandangannya, menatap wajah sang suami dari bawah."Kamu yakin sudah baikan?" Elang bertanya lagi. Kepalanya menunduk, menatap sumber suara. Ia masih belum yakin untuk kembali meninggalkan Sabrina sendirian di rumah setelah kejadian tadi siang."Aku sudah ngga apa-apa, Mas. Jangan berlebihan. Tadi hanya emosi sesaat saja. Maklum kalau aku teringat masa lalu." Sabrina mengalihkan pandangannya. Matanya tak lagi berani menatap wajah sang suami sebab ia tak mau melihat ekspresi yang tak sesuai dengan harapannya.Elang tersenyum tipis. Tangannya masih terus menyapu kening Sabrina dengan lembut. Tak perlu melihat, Elang bisa meras
Bab 29Sebuah cincin berlian sudah ada di tangan Elang. Benda berharga itu sebagai hadiah yang sudah dijanjikan oleh Elang untuk Kayla.Elang berjalan dengan semangat menuju rumah setelah memarkirkan mobilnya. Ia menyembunyikan kotak beludru itu di dalam sakunya sebelum memberikannya untuk Kayla."Dari mana, El?" tanya Bu Laras. Ia yang sedang duduk di ruangan tengah menyapa sang putra.Langkah kaki Elang terhenti. Ia menatap wajah sang ibu lekat-lekat, kemudian berjalan mendekat dan meraih tangannya untuk bersalaman."Habis keluar, Ma. Kayla mana?" jawab Elang usai melepas tautan tangannya dengan sang ibu. Tak berniat untuk duduk, Elang berdiri di depan sofa yang diduduki oleh Bu Laras."Ada di kamarnya," jawab Bu Laras dengan tatapan penuh tanya."Ada masalah? Tadi Mama lihat kamu buru-buru perginya?""Enggak, Ma. Ada masalah sedikit sama Sabrina, tapi selesai kok.""Baguslah." Bu Laras mengangguk cepat."Ya sudah Elang masuk dulu ya, Ma."Bu Laras mengangguk, lalu ia menatap tubuh
Bab 30Elang masuk ke kamar ketika Kayla baru saja terlelap dalam tidurnya. Ia duduk di tepi ranjang bersandar head board yang dilapisi bantal, lalu meluruskan kaki sebelum menutupnya dengan selimut yang sama dengan Kayla.Mata Elang membingkai wajah Kayla yang sedang terbuai mimpi itu. Senyum miris pun terkembang dari bibirnya yang berwarna kemerahan dengan tatapan tak lepas dari wajah sang istri.Tangan kekar Elang terulur mengusap dahi Kayla yang terdapat anakan rambut. Berulang kali tangan kekar itu melakukan gerakan searah seolah ia sedang menimang sang istri agar kian larut dalam tidurnya.Usai mengusap dahi Kayla, Elang meraih ponsel yang ada di dalam sakunya. Sejak kembali dari luar kota, ia jarang sekali membiarkan ponselnya tergeletak di dalam kamar. Benda pintar itu lebih sering ada di dalam sakunya.Terbersit rasa khawatir jika membiarkan benda pintar itu tergeletak begitu saja di sembarang tempat, meskipun masih di dalam kamar.Malam yang hening ditemani bintang-bintang g
Bab 31Kayla menghentikan langkahnya. Ia menutup mulutnya yang menganga karena tak percaya dengan foto dalam layar tersebut. Hati Kayla bak ditikam belati tajam. Laki-laki yang ia cintai dengan sepenuh hati tega menduakannya dengan sedemikian rupa. Meskipun hanya foto, tapi itu sukses membuat Kayla terluka."Kenapa Kay?" Bu Laras menghentikan langkahnya. Ia mengamati wajah Kayla yang sedang diliputi kesedihan.Kayla membalas tatapan Bu Laras, lalu mengangkat ponselnya sebagai isyarat bahwa ia telah mendapatkan sesuatu yang mengejutkan di benda itu.Bu Laras meraih ponsel tersebut. Ia melihat foto yang baru saja dipandangi oleh Kayla, kemudian menghela napas panjang."Siapa yang mengirim gambar ini?" tanya Bu Laras setelah ia berhasil mengatasi keterkejutan di wajahnya."Ngga tau, Ma. Aku dapat pesan dari nomor yang gak dikenal." "Abaikan saja," ucap Bu Laras seraya mengulurkan ponsel kembali ke tangan Kayla."Tapi, Ma. Ini ngga bisa dibiarkan!" sergah Kayla tak terima. Meskipun begi
Bab 32Kayla tersentak begitu mendengar ucapan Bu Laras. Ia tak menyangka jika Bu Laras bisa sedemikian membela perempuan itu."Kalau pun marah, apa aku salah?" sahut Kayla cepat. "Mama juga perempuan kan? Harusnya Mama juga tahu bagaimana perasaanku saat ini. Sakit, Ma." Suara Kayla mulai terdengar sengau. Sekuat tenaga ia menahan perih dalam dadanya tapi ia kalah. Mendung yang sejak tadi bergelayut dalam kelopak matanya kini berubah juga jadi hujan deras yang membasahi wajahnya."Tidak ada yang salah. Yang ada itu kita harus saling memahami. Selama ini kami diam, tapi nyatanya kamu tak kunjung memberi kami cucu. Sekarang Elang yang berbuat seperti ini, ya apa salahnya sekalian saja kita jadikan ini jalan keluar dari apa yang kalian alami." Bu Laras mencoba tegar. Ia berusaha menepis rasa iba dalam hatinya demi keutuhan keluarga dan perusahaan yang dirintis oleh sang suami."Menjadikan janin tumbuh dalam rahim itu bukan kapasitasku, Ma. Mengapa Mama memaksaku memahami semua ini tanp
Bab 33Elang melirik jam di pergelangan tangannya. Ia menimbang-nimbang hendak kemana siang ini. Ingin pulang ke rumah, tapi Kayla sedang tidak ada di rumah."Ke tempat Sabrina aja lah," gumam Elang. Ia memutar arah laju mobilnya menuju sebuah rumah makan yang menjadi langganan keluarganya.Beberapa saat menunggu pesanan, Elang kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah Sabrina. Ia bersyukur bisa mendapatkan kesempatan untuk bisa berjumpa dengan istri kedua disela-sela kesibukannya.Sebuah kotak beludru yang disimpan di dalam dashboard tak lupa dibawa oleh Elang. Hadiah yang beberapa waktu lalu diberikan untuk Kayla, ia juga membelinya untuk Sabrina.Punya dua istri membuat Elang berusaha adik satu sama lainnya."Mas Elang?" pekik Sabrina senang saat melihat Elang di depan pintu. Tanpa peduli dimana mereka berada, ia langsung menghambur ke pelukan Elang.Tangan Sabrina melingkar dengan erat di punggung laki-laki yang baru datang itu. Ia senang sekali bisa mendapatkan kesempatan untuk
Bab 34Elang berjalan dengan setengah berlari menuju kamar Kayla. Ia sudah mencoba menghubungi istrinya itu tapi belum juga direspon hingga dirinya sampai di rumah."Kayla mana, Pa?" tanya Elang saat baru saja masuk dan melihat papanya di ruang tamu. Ia berhenti tanpa ada keinginan untuk duduk atau bersalaman."Ada di kamarnya. Sejak tadi dia mengurung diri."Mendengar kabar yang disampaikan papanya, Elang bergegas pergi. Ia harus bertemu Kayla secepatnya. Gak peduli dengan ekspresi papanya yang sedang geleng-geleng kepala."Sayang," panggil Elang setelah ia membuka pintu kamar. Didapatinya sang istri sedang bergulung dengan selimut. Enggan merespon, Kayla makin menenggelamkan diri di dalamnya, untuk menghindari Elang.Elang tak mau dia saja. Langkahnya terus maju untuk mendekati Kayla. Ia membiarkan selimut itu membalut badan istrinya yang sedang terluka. Tanpa permisi, Elang merebahkan dirinya di samping Kayla lalu memeluknya dari luar selimut."Sayang, maafkan aku." Elang mulai ber
Bab 70Hari-hari baru telah dilalui oleh Sabrina dan Elang di rumahnya yang sebelumnya ia tempati. Kehidupan baru dengan status baru, yaitu sebagai satu-satunya istri dari Elang Hastanta.Pernikahan mereka baru saja di sahkan setelah satu bulan kepergian Kayla. Hal itu membuat Sabrina merasa lega sebab statusnya telah sah dimata hukum. "Terima kasih atas hadiah ini, Mas," ucap Sabrina setelah kembali ke rumah. Buku nikah telah ia dapatkan ditangan. Ia bukan lagi menjadi wanita simpanan, melainkan sebagai satu-satunya istri sah yang dimiliki Elang.Bibir Elang mengulum senyuman. Ia mengusap pipi Sabrina menggunakan ibu jarinya dengan halus dan lembut."Sama-sama, Sayang. Tidak ada lagi alasan untukku tidak menjadikanmu sebagai satu-satunya istri sah. Mas janji akan selalu menjaga diri agar tidak lagi melakukan kecerobohan yang menyebabkan hidup Mas jadi berantakan seperti kemarin. Mas juga janji akan membahagiakan kamu dan anak kita nanti," ucap Elang sambil mengusap perut Sabrina yan
Bab 69Elang menuntun Sabrina berjalan di jalan setapak di antara makam yang berjajar. Dadanya kebak akan rasa haru atas apa yang sudah terjadi. "Hati-hati, Sayang," ujar Elang saat Sabrina berusaha menghindari makam yang ada di samping jalanan.Tangan Sabrina menggenggam erat lengan Elang yang ada di sampingnya. Kondisinya yang baru saja pulih membuat badannya masih terasa lemas dan sesekali harus menyandarkan badannya agar tidak roboh. Seharusnya Sabrina banyak beristirahat, tapi rasa bersalahnya tak lagi dapat menahan langkah kakinya untuk berjumpa dengan Kayla sekalipun sudah berbeda alam."Ini makamnya," ucap Elang seraya menunjuk satu makam yang masih tinggi gundukannya. Kembang setaman yang ditaburkan kemarin masih banyak berjajar di atas makam itu. Bahkan aromanya sesekali masih terhirup oleh hidung Sabrina juga Elang.Sabrina menatap makam itu dengan hawa panas yang mulai merambat ke sekujur tubuhnya. Kepergian Kayla setelah apa yang dilakukannya pada Sabrina membuat Sabrina
Bab 68Elang berjalan dengan langkah tergesa menuju ruang ICU, tempat di mana Kayla sedang dirawat. Matanya hanya fokus pada jalanan di depannya agar bisa lekas sampai di ruangan tersebut. Pikirannya sudah lebih tenang sebab Sabrina sudah ditemukan.Beberapa kali ponselnya berdering dari sang mama, bertanya di mana posisinya sekarang. Dan itu membuat Elang makin cemas dengan kondisi Kayla.Biasanya, Bu Laras dan Pak Rahardjo cukup bisa diandalkan dalam hal apapun. Tapi dering ponsel yang terus berbunyi itu membuat Elang merasa bahwa orang tuanya tak bisa mengatasi keadaan itu dan mengharuskannya berada di sisi Kayla secara langsung.Elang pun makin mempercepat langkahnya."El," sapa Bu Laras kala matanya melihat Elang mendekatinya. Tangannya terangkat untuk memeluk sang putra. Ketika berada dalam rengkuhan putranya, air mata Bu Laras tumpah seketika."Kayla, El. Kondisinya mengkhawatirkan," ucap Bu Laras dalam isakan. Ia begitu cemas melihat busa yang keluar dari mulut Kayla secara la
Bab 67"Mas tolong aku," racau Sabrina lagi. Matanya memandang sang suami dengan tatapan mengiba. Bayangan laki-laki semalam yang memaksanya masuk ke dalam mobil kembali terbayang dalam ingatan. Wajah mengerikan lelaki itu, membuat Sabrina terus meracau karena rasa takut.Elang makin merasa bersalah melihat Sabrina yang tampak trauma. Ia menggenggam erat tangan Sabrina untuk menyalurkan rasa tenang dan nyaman. "Tenanglah, ada Mas di sini." Elang mengusap punggung tangan Sabrina dengan ibu jarinya. Elang mendekatkan wajahnya ke dahi Sabrina, lalu menciumnya dengan penuh kelembutan. Ia cemas bercampur lega bisa melihat Sabrina ada di dekatnya. Meskipun kondisinya mengkhawatirkan tapi Elang merasa bahagia bisa berjumpa kembali dengan istri yang sudah lama meninggalkan dirinya tanpa pamit.Sabrina mengerjapkan matanya. Ia menatap Elang beberapa saat, kemudian menghentakkan tangan Elang yang sejak tadi menggenggam tangannya."Pergi kamu, Mas! Pergi dari sini! Aku benci kamu!" desis Sabr
Bab 66Ponsel Elang terus berdering selama perjalanan. Ia tak peduli, kabar yang baru saja ia terima membuat Elang harus segera sampa di lokasi.Sementara di ujung panggilan, Kayla sedang menangis. Ia tak terima jika Elang pergi meninggalkannya walau hanya sebentar. Rasa takut kehilangannya sudah mengakar dalam hati dan semakin membuatnya nekat melakukan hal apapun agar sang suami mau kembali. Akan tetapi, sikap abai milik Elang itu malah membuat Kayla tak bisa menunggu. Kayla bangkit dari tidurnya. Ia memaksa tubuhnya yang lemah itu untuk berjalan menuju balkon kamarnya. Pikiran dan hati Kayla sudah buntu. Wanita itu sudah gelap mata dan pikiran."Aku tidak rela jika kamu kembali pada perempuan itu, Mas. Kamu hanya milikku dan tidak boleh dimiliki oleh wanita lain selain aku. Jika kamu berbagi, maka biarkan anak ini kubawa pergi." Kayla berjalan dengan tertatih menuju pintu kaca yang menampakkan sinar bulan purnama. Sayangnya keindahan bulan purnama itu tidak membuat Kayla merasa ka
Bab 65Kayla sedang membaca pesan dari seseorang saat pintu kamarnya terbuka. Ia merasa lega karena misinya berhasil, sekalipun itu harus mengorbankan kesehatannya demi janin yang ia kandung. Usahanya berhasil untuk membuat Elang bertahan di sisinya untuk sementara ini. Bayi itu harus selamat jika Kayla ingin dirinya kembali menjadi ratu dalam pernikahannya. Ponsel yang dipegang Kayla segera diletakkannya begitu Elang sudah ada di bibir ranjang tempatnya berbaring. Ia tak mau sang suami melihatnyaa berbalas pesan dengan orang lain, terlebih itu adalah seorang laki-laki. "Sayang, makan dulu ya?" ucap Elang sambil membawa senampan makanan untuk Kayla. Nampan itu ia letakkan di nakas sebelum menyiapkan meja di atas tempat tidur Kayla.Sejak keluar dari rumah sakit, Kayla tidak pernah keluar dari kamar. Ia lebih banyak bedrest karena kondisinya yang lemah. sesekali mertuanya datang menjenguknya ke dalam kamar, untuk sekedar berbincang atau menanyakan keadaan Kayla hari itu."Hemm wangi
Bab 64Sabrina mematut diri di depan cermin, menatap pantulan wajah dan badannya yang mengenakan dress sabrina berbahan satin dengan belahan dada rendah yang menampakkan sebagian dari bahunya yang kecil dan mulus. Embusan hawa dingin dari AC yang menerpa badan Sabrina membuatnya berulang kali mengusap bahu dan leher bagian belakang. Rasa risih membuat Sabrina tak nyaman dengan pakaian itu. Sayangnya hendak protes pun Sabrina tak memiliki keberanian."Sudah cantik," ucap perempuan yang mendandani Sabrina itu. Rosa namanya. "Tubuhmu bagus, siapapun tamunya nanti pasti akan tertarik dengan badanmu yang padat ini.""Terus ini aku kemana, Kak? Saya harus apa di sana nanti?" tanya Sabrina dengan polosnya."Kamu nanti cukup duduk manis aja. Kalau diajak duet ya kamu duet, kamu layani dia dengan baik. Kalau dia mau apa-apain kamu ya udah biarin aja, pasrah aja jangan banyak protes biar nanti kamu dapat tips banyak. Lumayan kan? Ngga susah juga kerjanya, kamu cukup nikmati permainan dia nant
Bab 63"Saya ngga tau pasti ini perusahaan apa, tapi alamatnya benar ini," ucap Sabrina sambil membaca nama jalan dan nomor yang melekat di dinding dekat pintu."Ya sudah deh, Mbak. Hati-hati aja saran saya," ucap kang ojek itu sebelum ia meninggalkan Sabrina di halaman gedung bertingkat itu sendirian.Sabrina menghela napas dalam dan panjang. Dari ucapan kang ojek itu ia merasa aneh, akan tetapi untuk kembali pulang pun rasanya tak mungkin sebab ia memang butuh pekerjaan itu.Tak ada pilihan lain, Sabrina pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam halaman gedung yang tak luas itu. Tidak ada orang di halaman itu, hanya ada security yang sejak tadi sibuk dengan benda pintar di tangannya. Ia bahkan tak mempredulikan Sabrina yang tampak kebingungan."Bismillah," ucap Sabrina menyemangati dirinya.Sabrina masuk ke dalam gedung yang ada di depannya. Ada rasa canggung dan takut saat membuka pintu kaca yang menjadi bagian utama dari bangunan tersebut. Tak banyak lampu yang menyala, hanya bebera
Bab 62Sabrina tinggal di sebuah kontrakan kecil tak jauh dari tempat tinggalnya di kampung. Ia sengaja mencari tempat yang tak jauh dari lingkungan rumahnya sebab lebih mudah beradaptasi. Kehamilan Sabrina terbilang rewel dan manja. Ia tak bisa banyak beraktivitas sebab rasa mual yang kerap datang dan membuatnya lemas. Tak jarang Sabrina menangis nelangsa merasai nasibnya yang menyedihkan ini. Akan tetapi ia hanya mampu menangis tanpa sanggup menyalahkan siapapun atas apa yang terjadi ini."Sabar ya, Nak? Mama akan berusaha kuat meskipun kamu selalu saja membuat Mama lemas begini," ucap Sabrina seraya mengusap perutnya yang baru saja terasa mual. Bagaimana pun beratnya menjalani morning sicknes, Sabrina tetap berusaha sabar. Ia juga harus kuat untuk bisa bekerja demi melanjutkan hidupnya yang sebatang kara. Pada siapa lagi Sabrina akan bergantung jika bukan pada tangannya sendiri. Tidak banyak uang yang Sabrina bawa sebab kartu pemberian Elang telah ia kembalikan pada Kayla. Sabrin