Pintu apartemen terbuka dengan cukup keras. Hal itu membuat gadis yang semula tertidur di sofa ruang tamu terlonjak kaget. Dia mengerjapkan mata dan melihat Aldi memasuki kamar dengan terburu-buru. Entah apa yang terjadi, tetapi gadis itu melihat ada yang aneh dari laki-laki itu. Intan berdiri, berjalan menutup pintu, kemudian menyusul Aldi ke kamarnya. Namun, saat dia mengetuk pintu, tidak ada respon dari si pemilik kamar. Gadis itu menjadi cemas, takut terjadi sesuatu pada laki-laki yang sudah sangat baik padanya itu. “Kak Aldi. Kakak kenapa? Apa telah terjadi sesuatu?” Intan menggedor pintu kamar. Tetap tidak ada sahutan sehingga gadis itu membuka paksa pintu dan berjalan masuk. Lampu kamar sudah menyala, dia mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi. Gadis itu berjalan ke arah kamar mandi dan mengetuk pintu. Namun, tidak ada respon dari Aldi. Intan semakin khawatir, dia terus mengetuk kasar pintu kamar mandi, berharap Aldi segera meresponnya. Akan tetapi,
“Apa Kak Aldi pernah mencintaiku?” Intan menatap Aldi dengan air mata yang terus mengalir belum mau berhenti. Gadis itu tidak mengharapkan apa pun dari laki-laki di depannya. Sekarang yang dia inginkan hanyalah menenangkan diri dan kembali pada kehidupan lamanya, di kampung. Aldi hanya diam tanpa menjawab pertanyaan Intan. Laki-laki itu tidak tega melihat Intan dalam keadaan terpuruk seperti itu. Walau bagaimanapun, hati kecilnya menolak untuk menyakiti gadis cantik itu. Dirinya sudah berjanji pada Bu Marni untuk menjaga Intan, jadi dia pasti akan menepatinya. Dia mengikis jarak diantara mereka, kemudian memegang kedua pipi Intan dan menempelkan bibirnya pada bibir kenyal gadis itu. Awalnya hanya menempel, tetapi semakin lama pagutannya menjadi semakin intens dan seolah menuntut. Namun, Aldi berusaha mengembalikan kesadarannya dan melepaskan pagutan bibir mereka berdua. Dia menyatukan kening mereka sembari menyeka kedua pipi gadis itu yang masih basah oleh air mata. “Aku t
Andira tampak sibuk mengemas kebutuhannya dan sang suami ke dalam koper. Wanita yang sedang duduk di lantai itu menghela napas, padahal jarak Jakarta ke Bandung tidak terlalu jauh, tetapi tetap saja dia harus mengikuti keinginan suaminya untuk ikut. Andai saja dia tidak perlu ikut ke Bandung, pasti dirinya bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan ayah dan ibunya. Terdengar dering ponsel miliknya. Andira mengambil ponsel yang dua letakkan di atas tempat tidur, melihat nama yang tertera di layar adalah nomor sang mantan kekasih. Wanita cantik itu menakutkan kedua alisnya bingung. Kenapa Randi masih menghubunginya? Andira mengabaikan panggilan tersebut, tetapi ponselnya kembali berdering dan panggilan tetap dari nomor yang sama. Akhirnya, dia menekan tombol hijau pada layar untuk menerima panggilan tersebut. [“Halo,”] jawab Andira saat panggilan sudah tersambung. Namun, hanya keheningan yang dia dapatkan. Belum ada sahutan dari seberang panggilan. [“Halo.“] Andira mengula
Perjalanan dari Jakarta ke Bandung melalui jalan tol Cipularang, jarak yang harus ditempuh sekitar 184 kilometer. Waktu yang diperkirakan untuk perjalanan ini dengan kecepatan rata-rata mobil sekitar 80 kilometer per jam akan menghabiskan sekitar 3 jam 20 menit. Andira menghabiskan waktunya dengan tidur di sepanjang perjalanan. Dia adalah tipe seseorang yang cepat bosan saat bepergian dengan jarak tempuh lumayan jauh. Wanita cantik yang tampak anggun dengan memakai gaun berwarna lilac dan blazer putih itu tidak memedulikan sang suami yang dari tadi sibuk dengan laptopnya. Akan tetapi, tanpa diduga saat Andira terlelap, Edgar tidak sama sekali tidak memalingkan wajahnya dari istri cantiknya itu. Dia membayangkan bagaimana nanti saat dirinya sudah memiliki anak dari wanita cantik di sampingnya ini? Lalu, apakah Andira bersedia memiliki anak darinya? Edgar berusaha menghilangkan pikiran-pikiran yang tiba-tiba masuk ke otaknya. Lebih baik jalani saja seperti pasangan pada umumn
Keesokan harinya Andira terbangun lebih dahulu daripada sang suami. Wanita cantik itu menyibak gorden, kemudian berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia mencoba membangunkan Edgar setelah selesai mandi. Wanita yang masih mengenakan handuk mandi itu menggoyang-goyangkan tubuh suaminya, tetapi laki-laki itu tak kunjung bangun. Andira membiarkan Edgar melanjutkan tidurnya, mungkin suaminya masih lelah setelah melakukan perjalanan yang lumayan jauh. Dia berjalan ke arah jendela kaca dan melihat pemandangan kota Bandung di pagi hari. Apa yang dia lihat tak berbeda jauh dari pemandangan di Ibukota, dipenuhi bangunan pencakar langit dan lalu lintas yang cukup padat. Wanita yang rambutnya dikuncir asal itu terlalu fokus melihat bangunan di kota Bandung, sehingga dia tidak menyadari kalau suaminya sudah bangun dan berjalan ke arahnya. Dia merasakan sentuhan di pinggangnya, siapa lagi kalau bukan sang suami? “Sudah bangun, Sayang?” tanya Andira saat kepala suaminya bertump
Orang-orang itu berbadan tinggi tegap dan tampak rapi dengan setelan jas serba hitam yang melekat pada tubuh mereka. Salah satu dari mereka menangkap Johan, sedangkan yang lain masuk ke dalam untuk mencari Intan. “Menyebar,” perintah salah salah satu orang yang mungkin adalah ketua dari mereka semua. Apartemen Aldi terbilang cukup mewah dan sangat luas, jadi mereka harus memeriksa satu-persatu ruangan agar bisa cepat menemukan Intan. Salah satu dari orang berhasil hitam itu berteriak. “Aku menemukannya!” Sontak hal itu membuat beberapa orang yang masih berpencar untuk mencari keberadaan Intan kembali berkumpul di ruang utama. Salah satu dari mereka menuntun gadis itu berjalan ke ruang tamu, sedangkan Johan sedang berlutut karena kakinya ditendang dan tangannya diikat. “Siapa kalian?” tanya Intan dengan perasaan takut. Dia sama sekali tidak mengenal semua orang ini, jadi gadis itu khawatir kalau mereka adalah suruhan orang jahat untuk mencelakai Aldi. “Kami diperintahka
“Tuan Edgar mencari Anda, Tuan.” Salah satu anak buah Aldi menyampaikan pesan. Aldi sengaja membiarkan dua orang anak buahnya tetap berjaga di depan kamar hotel. Dia ingin memastikan keselamatan Intan. Sat Aldi tahu niat jahat Johan Ayah tiri Intan. Dirinya menjadi sangat khawatir dengan keselamatan gadis itu. Mau tidak mau, dia harus menyiapkan beberapa orang untuk menjaganya saat dirinya pergi. Meski dia telah meminta anak buahnya untuk menjebloskan Johan ke penjara, tetapi tidak menutup kemungkinan laki-laki itu bisa cepat bebas. Aldi kembali masuk dan mengenakan pakaian. “Aku keluar dulu, ya. Tuan Edgar memanggilku, mungkin ada sesuatu yang harus aku kerjakan. Kamu jangan keluar dari kamar sebelum Aku kembali.” Laki-laki itu melangkahkan kaki menuju ke arah pintu. Namun, dia berhenti tepat di depan pintu dan menoleh kembali ke arah Intan. “Ingat! Jangan keluar sebelum Aku kembali. Ada Orang-orang yang berjaga di luar, jadi kamu jangan takut,” ujar Aldi. Dia keluar da
Mereka berdua baru sampai di depan pintu restoran. Aldi membukakan pintu untuk sang bos. Dia berjalan mengikuti di belakang atasannya itu. Ada dua orang pelayanan yang menyambut kedatangan mereka. Para pelayanan itu mengarahkan mereka berdua ke sebuah ruangan VVIP. Saat pintu ruangan terbuka, ada satu hal yang membuat Edgar enggan untuk melanjutkan langkahnya. Ada beberapa wanita berpakaian minim sedang duduk di antara para koleganya. Kalau saja pertemuan ini tidak penting, mungkin laki-laki itu sudah langsung pergi dari sana. Meski enggan, tetapi Edgar memutuskan untuk masuk dan duduk menjauh dari koleganya. Dia merasa risi dengan kehadiran para wanita itu. Seorang pria bertubuh tambun menyambut kedatangannya, dia berjalan ke arah Edgar. “Selamat datang Tuan Edgar. Maaf kalau saya tidak menyambut Anda di luar.” Pria itu mengulurkan tangan, menjabat tangan Edgar. Dia adalah CEO grup Ankara, pria itu adalah penerus generasi ketiga dari perusahaan yang bergerak di bidan