“Makanlah.” Peony meletakkan tempat makannya di atas pangkuan Zora setelah ia mengambil sepotong sandwich yang dibuatnya tadi pagi di apartemen sederhana yang disewa Peony selama berada di kota ini. Peony juga menyodorkan sekotak jus tomat. “Apakah kau suka jus tomat? Maaf aku hanya punya ini.”
“Tidak perlu repot-repot, Miss Hart—"
“Panggil aku ‘Peony’ saja, Zora, dan tolong jangan menolak makananku. Walaupun ini makanan sederhana, tapi aku jamin sandwich ku adalah salah satu sandwich terenak di dunia,” seru Peony penuh percaya diri. Peony mencondongkan tubuh ke arah Zora yang duduk di sampingnya. Membuat wanita itu refleks memundurkan tubuh sedikit. Rambutnya tetap ia usahakan menutupi wajah. “Aku memakai resep rahasia keluargaku,” bisik Peony. “Kau mau tahu rahasianya?” bisik Peony kembali. Tangannya sudah sibuk memotong kecil sandwich dengan tangan, lalu memasukkannya ke dalam mulut.“A-apa?” tanya Zora penasaran.
“Saat membuatnya, kau wajib tersenyum dengan tulus.” Peony tertawa karena ucapannya sendiri sambil mengunyah sandwich yang sudah berada di dalam mulut. Tak lama, Peony menghentikan tawa karena melihat Zora diam saja. “Ehm… tidak lucu ya? Maaf, kau pasti menganggapku aneh. Aku memang suka bertingkah absurd seperti ini.” Peony terkekeh konyol. “Tapi aku berkata jujur kalau resep rahasia keluargaku memang seperti itu. Kata ibuku, semua makanan akan terasa enak jika dibuat dengan ketulusan.”Zora menyunggingkan senyum tipis. Wanita yang duduk di sampingnya ini memang aneh. Sok kenal dan cerewet. Namun entah mengapa Zora yakin jika Peony akan menjadi teman yang menyenangkan karena semangat yang dimilikinya.
Mata Zora dan Peony tak sengaja bertemu. Terlihat Peony tertegun saat melihat wajahnya. Membuat Zora langsung kembali menunduk karena menyangka Peony jijik melihat tanda lahir itu. Seperti kebanyakan orang yang suka merendahkannya.
Peony menatap Zora prihatin saat wanita itu kembali menyembunyikan wajah dengan rambut. Sepertinya Zora sangat tidak percaya diri. Padahal menurut Peony, Zora memiliki bola mata biru yang indah. Kulit wajahnya bersih. Bibirnya merah merekah yang Peony yakini bukan karena memakai lipstik. Suara Zora pun terdengar lembut. Mengenai tanda lahir Zora, itu tidak terlihat buruk. Justru terlihat unik dan istimewa.
“Apakah si Menor itu sering berbuat kasar padamu?”
“S-Si Menor?” Zora mengernyit. Kembali menatap Peony dari balik rambutnya yang menutupi mata.
“Maksudku Ella Hardi. Bukankah dandanannya terlalu menor? Aku rasa dia menghabiskan satu kemasan bedak sekali berdandan.” Peony memicing. Lalu tak lama, desahan panjang keluar dari mulutnya. Ia menengadah menghadap langit. “Ampuni aku, Tuhan… Aku tidak bermaksud mengatai wanita itu. Tapi, Tuhan, aku berkata benar, bukan? Dandanan Ella Hardi terlalu berlebihan. Bukankah sesuatu yang berlebihan itu tidak baik?” tanya Peony bermonolog dengan masih menatap langit.
Tawa kecil terdengar dari samping Peony. Segera saja wanita berwajah bulat dengan pipi chubby ini menoleh, dan mendapati Zora sedang tertawa. Peony mengerjap. Menatap wajah Zora yang sepertinya tak sadar jika wajahnya kembali terlihat dengan sempurna. Peony tidak berbohong saat mengatakan Zora memiliki wajah yang cantik.
“Senyummu indah sekali, Zora!” pekik Peony heboh.
Zora langsung menghentikan tawa, dan kembali menyembunyikan wajahnya dengan rambut. Tubuhnya bergetar seperti ketakutan.
“Zora…”Zora terkesiap saat Peony menepuk lembut punggung tangannya.
“Ada apa?” tanya Peony cemas.
“T-tidak perlu menghiburku, Miss H—”
“Pe-Ony!” tegas Peony saat Zora kembali akan memanggilnya dengan formal, “dan kenapa kau menganggap aku menghiburmu?”
“K-kau pasti kasihan padaku…” bisik Zora tertekan. Zora tidak percaya ada orang yang memujinya. Selama ini, sejak Zora kecil, Zora sudah didoktrin jika dia memiliki wajah yang buruk rupa karena tanda lahir yang ia punya.
“Untuk apa aku kasihan padamu?”
“Karena… a-aku buruk rupa—”
“Apa yang kau bicarakan?!” Peony meremas sedikit kencang punggung tangan Zora. Dari balik rambut yang menutupi mata, Zora dapat melihat wajah Peony yang kesal.“Apakah karena tanda lahir yang kau miliki?”
“Tidak ada yang salah dengan tanda lahirmu, Zora,” lanjut Peony saat Zora hanya dia saja seolah mengiyakan pertanyaan Peony sebelumnya. “Aku tidak sedang menghiburmu.”
Zora langsung menatap Peony dengan mata membelalak. Senyum tulus terukir dari bibir Peony. “Aku serius berkata jika senyummu sangat indah. Kau hanya perlu memperlihatkannya pada orang lain tanpa ragu. Dah oh… suaramu lembut. Aku yakin kau pasti pandai bernyanyi,” puji Peony tanpa kebohongan.
“Kau… berhak percaya diri, Zora...” ungkap Peony hati-hati sambil menggigit bibir. “Abaikan… ehm… abaikan ucapan kasar Ella Hardi atau orang lain.”
“K-kau mengatakannya… karena kau sempurna… A-aku yakin kau tidak pernah… mengalami kesulitan… dalam hidup…”
Peony terkekeh mendengar nada miris yang keluar dari mulut Zora. “Aku pernah jadi korban bully,” ucap Peony enteng.
Mata Zora membelalak tak percaya. Ia memperhatikan wajah bulat Peony yang terlihat imut dengan pipi chubby yang memerah. Bentuk matanya pun bulat dengan bola mata hazel yang bersinar. Hidungnya mungil. Kulit Peony seputih susu. Rambut panjangnya berwarna merah tembaga. Menandakan jika Peony adalah wanita penuh semangat. Bukankah Peony terlihat sempurna? Apa benar wanita itu pernah jadi korban bully?
“Sejak masuk di tahun pertama junior high school, aku tidak punya teman.”
“K-kenapa bisa?”
Peony tersenyum kecil. Menatap ke depan, tempat di mana ia dapat melihat gedung-gedung tinggi melebihi gedung SEASON ME. “Aku masuk dengan beasiswa di sekolah elite. Rata-rata murid di sana memandangku rendah karena hal itu. Apalagi setelah mereka tahu jika ayahku hanyalah seorang supir. Mereka semakin membenciku karena nilai-nilaiku di atas rata-rata. Mereka beranggapan jika anak tidak mampu sepertiku tidak berhak mendapat nilai bagus. Mungkin karena hal itu, kerap kali mereka menyembunyikan sepatu dan seragamku.”“K-kau… tidak lapor orang… tuamu?”
Peony kembali menatap Zora yang langsung menyembunyikan wajahnya. “Aku tidak ingin membuat mendiang ayah dan ibuku bersedih.”“Ayahmu telah tiada?”Peony mengangguk. “Ayahku kecelakaan saat usiaku lima belas tahun.”
“Aku… turut prihatin…” ucap Zora tulus.“Terima kasih, Zora.”
“Lalu… k-kau tetap bertahan di sekolah itu?” tanya Zora kembali. Zora yang semula terlihat kaku, sepertinya sudah mulai mencair karena obrolan ini.
Mata Peony berbinar. “Tentu saja! Aku bertahan sampai masuk senior high school di sekolah yang sama. Dengan nilai-nilai yang aku dapat, beasiswaku tetap berlanjut.”“Apakah kau masih kena bully saat senior high school?”
Peony mengangguk.
“Kau tetap bertahan… walaupun dibully?”“Aku selalu mengingat ucapan mendiang ayahku. Tidak ada yang punya hak menghancurkan harga dirimu dan Tuhan memberikan keistimewaan bagi setiap orang. Maka aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Tuhan melalui otakku yang lumayan encer ini,” canda Peony di akhir kalimat.
Helaan napas panjang keluar dari mulut Peony. “Semua orang memiliki masalahnya masing-masing, Zora. Orang yang kau lihat sempurna, belum tentu tidak memiliki masalah hidup.”
Zora diam. Merenungi apa yang Peony ucapkan. Sepertinya karena rasa tak percaya dirinya, ditambah bully-an yang didapatnya sejak kecil, membuat Zora merasa jika dia adalah orang yang paling menderita di dunia.
“Ehm… mengenai tanda lahirmu… tidak ada yang salah dengan itu semua. Aku melihatnya sangat indah. Aku berkata yang sebenar-benarnya. Kau sempurna, Zora. Kau harus yakin itu. Kau harus menghargai dirimu sendiri, maka kau akan melihat dirimu sempurna.”
Zora masih tak dapat mengatakan apa pun. Ia sangat tersentuh dengan apa yang Peony ucapkan.
“Zora… Aku tahu kita baru pertama kali berbicara, tapi… bisakah kau menganggapku teman? Dan… jika wanita itu mencoba menyakitimu lagi, kau bisa memberitahuku. Hm?”
Zora tertegun. Matanya berkaca-kaca. Baru kali ini ada orang yang memintanya jadi teman. Ini Peony, wanita itu menurut Zora adalah orang asing. Mereka sebelumnya tidak pernah terlibat percakapan apa pun sejak Peony menjadi anggota baru tim BEAUTIFUL SUMMER. Namun lihatlah, Peony lebih peduli dari orang-orang yang sudah dikenalnya sejak lama. Bahkan Peony tak segan-segan menegur Ella Hardi yang notabene bisa dikatakan primadona dan kebanggaan SEASON ME karena desain-desain pakaiannya selalu menjadi produk utama BEAUTIFUL SUMMER selama tiga tahun wanita itu bergabung dengan perusahaan.
“T-teman?” bisik Zora bergetar.
“Ya. Kau mau kan jadi temanku? Ah… atau kita bersahabat saja?”
Zora membelalak tak percaya. Diajak berteman saja dia tidak percaya. Apalagi bersahabat??
“S-sahabat??”
Peony mengangguk. “Sudah lama aku tidak punya sahabat.”
Zora mengernyit dengan pernyataan Peony yang menurutnya aneh.
“Sahabatmu… bekerja di sini?”
Peony menggeleng, lalu terkekeh. “Dia tidak bekerja di sini. Kami bersahabat di tahun ke dua senior high school. Dia adalah sahabat pertamaku. Mulutnya pedas, berwajah datar dan mengesalkan! Apa kau tahu? Dia selalu memanggilku ‘Bodoh’!” terang Peony menggebu dengan wajah kesal. Namun tak lama, bibir Peony menyunggingkan senyum lebar. Matanya berbinar. “Tapi dia adalah manusia paling perhatian yang pernah aku kenal. Dia memiliki cara tersendiri untuk menunjukkan perhatiannya.”
Zora dapat melihat jika Peony sangat memuja sahabatnya tersebut.
“Jadi, di mana dia sekarang?” tanya Zora ingin tahu. Pasalnya, Peony tadi mengatakan jika dia ‘sudah lama tidak punya sahabat’. Bukankah itu berarti Peony kehilangan sahabatnya itu?
Tubuh Peony membeku. Matanya mengerjap beberapa kali. Jantungnya berdetak kencang.
Peony menyadari sesuatu.
Ya Tuhan… apa dia baru saja memuji Kheil?
Peony menutup mata. Memaki diri di dalam hati. Peony bahkan tanda sadar memukul kepalanya sendiri gemas.
Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan!
Peony sepertinya harus menggosok lidahnya setelah ini karena pujiannya untuk pria itu.
Bukankah Peony membenci Kheil?
“P-Peony… Kau… baik-baik saja?” tanya Zora cemas. Apakah dia salah bicara?
Jangan-jangan sahabat Peony sudah tidak ada di dunia ini?
Peony kembali membuka mata saat mendengar suara Zora. Ia dan Zora saling tatap.
“Maafkan aku kalau pertanyaanku salah—”
Peony menggeleng dengan senyum yang dipaksakan. Membuat Zora semakin yakin jika apa yang ia pikirkan benar.
“Aku… aku…” Peony tak sengaja melirik arloji yang ia pakai. Jam sudah menunjukkan jam makan siang hampir selesai. Sepertinya dia bisa menghindari pertanyaan Zora tentang sahabatnya yang sudah tidak lagi bersahabat dengannya itu. Bukankah hubungan persahabatan mereka telah berakhir sejak pria itu menghilang dari hidupnya?
Lagi pula, jika pun Peony mengatakan kalau Kheil pernah menjadi sahabatnya, apakah Zora akan percaya?
Sepertinya tidak mungkin. Peony dan Kheil bagaikan langit dan bumi.
Lucu sekali, bukan, seorang desainer yang baru merintis karir sepertinya pernah bersahabat dengan pewaris LEIGHTOWN Property?
“Ya Tuhan… aku tidak bisa berlama-lama di sini, Zora. Aku harus menyelesaikan sketsa desainku. Deadline tinggal empat hari lagi. Doakan salah satu desainku lolos seleksi menjadi desain utama tahun ini untuk BEAUTIFUL SUMMER ya!” semangat Peony sambil kembali menepuk punggung tangan Zora. Peony turun dengan lincah dari dinding rooftop yang didudukinya dan Zora.
“M-makan siangmu?” Zora menyodorkan tempat makan Peony yang masih terdapat tiga potong sandwich.
“Habiskan,” ucap Peony singkat. Lalu wanita itu berlalu menuju pintu rooftop.
Zora menggigit bibir gugup. Ia menatap punggung Peony yang menjauh dari pandangan. Sepertinya pertanyaannya terlalu lancang. Pasti Peony akan mengurungkan niat untuk berteman dengannya.
“Zora…”
Zora mengerjap saat Peony membalikkan tubuh setelah sampai di pintu rooftop. “Besok kau harus menemaniku makan siang lagi. Aku akan membuatkan menu rahasia keluargaku yang lain,” seru Peony. Sebelah matanya mengerling genit sambil tertawa riang sebelum wanita muda itu menghilang dari balik pintu. Meninggalkan Zora yang perlahan menyunggingkan senyum. Namun tak lama, senyum itu luntur. Tergantikan dengan tatapan sendu.
“Wanita itu terlalu baik… Aku harus bagaimana?” bisik Zora tertekan.
***
“Sudah merasa lebih baik?” Peony tersenyum kecil pada Olivia Walters, salah satu desainer senior BS yang saat ini bertanya padanya. Sebelah tangan wanita itu berada di atas bahu Peony, sementara tangan yang satunya lagi mengusap-usap lembut punggungnya. “Sudah lebih baik. Terima kasih minumannya, Olivia.” “Sama-sama, Dear.” “Apakah ada yang luka, Peony?” Kali ini Grace Carson, rekannya yang lain bertanya penuh perhatian pada Peony. Saat ini Peony dikelilingi tiga orang rekannya. Salah satunya adalah pimpinan tim mereka, Daniella Ang. Ketiganya menatap Peony prihatin. Peony mengalami kesialan pagi ini. Tas kerjanya yang berisi buku sketsa dicopet saat ia berada dalam perjalanan menuju ke kantor. Peony sempat mengejar sang pencopet yang Peony yakini adalah seorang pria jika dilihat dari tubuh kekarnya. Namun tak berhasil. Tenaganya kalah jauh. Apalagi Peony memakai sepatu hak tinggi. Ia kehilangan sang pencopet saat pria itu masuk ke dalam gang kecil yang berada di sisi jalan di de
Peony berusaha menjernihkan pikiran. Menarik dan membuang napas panjang berkali-kali. Mencoba menggali ide di kepalanya untuk mengerjakan desain baru. Peony merasa desain yang sebelumnya kurang memiliki nyawa. Walaupun dongkol setengah mati jika mengingat buku sketsanya, tapi Peony tidak ingin menyiakan kesempatan bahwa bisa saja desain pakaian yang ia buat menjadi salah satu desain pakaian brand Beautiful Summer tahun ini. Deadline masih ada dua hari lagi, bukan? Eugh! Kepalanya kembali nyeri. Sebenarnya bisa saja Peony membuat desain pakaian mirip seperti desainnya yang hilang menggunakan sisa-sisa ingatan, tapi sudah pasti rasanya tak sama. Desain pertama sudah pasti yang terbaik. Lagi pula, Peony tidak ingin sakit hati berlarut jika melihat desain yang sama. Peony mulai menggerakkan tangan di atas kertas sketsa saat bayangan ide mulai muncul perlahan. Tap Tap Tap Jemari Peony terhenti saat mendengar langkah kaki seseorang sedang berlari di lorong lantai ini. Telinganya menc
*FLASHBACK ON 11 TAHUN LALU* "Uh! Tubuhku..." Peony Madeline Hart, gadis berusia enam belas tahun tersebut meregangkan otot-otot yang kaku setelah bekerja paruh waktu di sebuah kedai es krim. Terik matahari musim panas menyinari wajahnya saat ia sengaja menghadap langit. Peony menghirup udara sambil merentangkan kedua tangan. Berdiri di sisi jembatan seperti ini membuat hatinya tenang. Jembatan yang ia datangi saat ini adalah salah satu jembatan indah yang ada di negaranya. Di samping kiri dan kanan jembatan terdapat taman yang biasa dikunjungi warga lokal dan turis mancanegara saat libur musim panas seperti ini. Ia menurunkan pandangan pada sungai yang berada tepat di bawah jembatan. Arus air sungai itu terlihat cukup deras saat ini. Biasanya, jika air sungai sedang tenang, banyak pengunjung yang berenang di sana. Peony tersenyum lebar menatap anak-anak kecil bermain di kolam air mancur yang berada di sisi-sisi taman. Anak-anak kecil itu terlihat semakin kecil dari kejauhan seperti
"Besok jangan datang kalau kau mau es krim gratis.” Pemuda yang sampai saat ini belum Peony ketahui namanya tersebut menghentikan gerakan tangannya yang akan menyendok es krim. Sudah satu minggu pemuda itu tidak bosan ‘memeras’ Peony karena kesalahannya. Pemuda itu selalu menjadi pengunjung pertama saat kedai baru buka. Tanpa tahu malu langsung meminta es krim pada Peony. Bukankah di awal pertemuan mereka sang pemuda mengatakan tidak menyukai es krim? Kenapa sekarang seperti kecanduan? Apa mungkin es krim di kedai ini memiliki sihir yang bisa memerangkap lidah orang agar selalu ingin menikmati? “Kenapa?” tanya sang pemuda dengan nada datar. Dan oh… jangan lupakan jika ekspresi wajahnya pun tak kalah datar. Membuat Peony ingin mencoret-coret wajah itu dengan spidol permanen. Sepertinya melukis senyuman di wajah sang pemuda boleh juga. “Aku libur.” Dahi sang pemuda mengernyit. “Ke mana?” “Apanya yang ke mana?” tanya Peony tak paham maksud sang pemuda. “Ke mana kau saat libur?” S
Srreeet! Tak! Peony tersentak saat ada yang menarik kursi di sebelahnya. Tas ransel berwarna hitam pun sudah berada di atas meja di samping meja gadis ini. Pandangan Peony berjalan dari tas, menuju pada seseorang yang baru saja duduk di sampingnya. Siapa orang yang ingin duduk di dekatnya? Selama ini tidak ada teman yang mau duduk di samping gadis miskin sepertinya. Tentu saja Peony terkejut sekaligus penasaran. Peony membelalak. “K-kau???” pekik Peony. Peony menyensor tubuh seseorang itu dari atas sampai bawah, lalu kembali menyensornya dari bawah sampai atas, sampai berhenti tepat pada wajah seseorang tersebut. Peony mengerjap beberapa kali, lalu mengusap-usap matanya. Apakah dia tidak salah lihat??? Seseorang itu… bukankah dia adalah si ‘pemeras’??? Mengapa bisa pemuda es krim itu ada di sekolahnya? Seingat Peony, ia tidak pernah melihat pemuda itu sebelumnya di sekolah ini. Apakah sang pemuda adalah anak baru? Kenapa bisa?? Bolehkah Peony berteriak kesal? Pasalnya, baru s
Peony memantul-mantulkan bola basket ke lantai dengan mata sesekali mengawasi Kheil yang berdiri tak jauh darinya. Pemuda itu pun melakukan hal yang sama dengannya. Murid-murid lainnya juga membawa bola basket masing-masing di tangan untuk melakukan pemanasan sebelum pelajaran dimulai. Saat ini mereka sedang berada di dalam lapangan indoor sekolah untuk mengikuti pelajaran jasmani. Peony kembali mengawasi Kheil. Bukan tanpa alasan Peony melakukan hal itu. Pasalnya, Peony merasa Kheil selalu ada di mana pun Peony berada. Setiap mata pelajaran yang Peony ikuti, Kheil juga selalu ada di sana. Bahkan sudah dua minggu ini Peony harus rela berbagi bekal dengan Kheil. Peony pikir, setelah selesai ‘diperas’ di kedai es krim, ‘hutang’nya sudah lunas. Awalnya Peony tidak masalah berbagi dengan Kheil jika pemuda itu berasal dari keluarga sederhana sepertinya. Apalagi Peony sadar pernah menghilangkan benda kesayangan yang kemungkinan kecil akan kembali didapat Kheil. Namun setelah mengetahui
“APA ADA ORANG YANG MENDENGARKU?!” Peony memukul-mukul pintu kamar mandi yang terkunci. Mungkin sudah setengah jam ia terkunci di sini, di dalam kamar mandi yang berada di ujung lantai dua sekolahnya. Kamar mandi ini termasuk kamar mandi yang jarang digunakan. Mengalami kejadian seperti ini bukan kali pertama bagi Peony. Teman-teman seangkatannya tak pernah bosan membullynya. Apakah bagi mereka menjadi miskin adalah kesalahan? “Huft…” Peony menyandarkan punggung pada pintu saat merasa tangannya lelah. Ia menatap langit ruangan yang memiliki bilik-bilik kecil tersebut, lalu menatap wajahnya dari pantulan cermin di atas wastafel. Rambutnya terlihat basah dan lengket karena minuman soda yang tadi sengaja disiramkan Angel dan para dayang-dayangnya. “Summer!” Deg! Peony menegakkan tubuh. Suara itu… dan panggilan itu… Suara itu milik Kheil! Ya, Kheil Abraham Leight. Si anak murid yang baru masuk dua bulan di sekolahnya itu bisa dikatakan adalah teman satu-satunya yang Peony punya di
“Kau tidak apa-apa, Kheil?” tanya Peony cemas. Kheil membalas dengan gumaman. Kepalanya ia kubur di atas kedua tangan yang terlipat di atas meja. Saat akan pulang, Kheil mengeluh sakit perut. Pemuda itu meminta Peony menemaninya sejenak di dalam kelas. Murid-murid lain sudah pulang lebih dulu. Ketika Peony menyarankan Kheil ke klinik sekolah, pemuda itu menolak. Kheil mengatakan hanya butuh waktu sebentar untuk beristirahat. Peony yang tak tega melihat Kheil seperti itu, berinisiatif memegang perut sang pemuda. “Apakah perutmu kram—” “A-apa yang kau lakukan???” Peony mengerjap saat Kheil tiba-tiba bangkit dari duduknya sambil menatap ngeri tangan Peony yang menggantung. “Aku… hanya ingin membantumu.” “B-bantu apa maksudmu?” tanya Kheil kesal setengah… gugup? Kenapa Kheil gugup? Peony juga tak paham kenapa Kheil terlihat kesal. “Apakah kau merasakan perutmu kram? Jika iya, aku hanya ingin membantu mengusap-usapnya di bagian yang kram. Saat sedang dalam masa period, aku sering m
*** Nic… Ab… Aku mulai tidak mengenali siapa kalian jika saja aku tidak membaca buku harian yang aku tulis. Kalian tampan. Aku tidak menyangka pernah memiliki lelaki-lelaki tampan. Kebahagiaan untuk kalian?Jika kata -kata itu adalah kata-kata yang selalu aku tulis di setiap lembar, maka di lembar ini pun aku mengharapkan kebahagiaan untuk kalian. Kalian harus selalu bahagia!Peony mengusap tulisan tangan terakhir Dakota. Tulisan itu terlihat tak rapi dan memiliki jarak yang tidak beraturan di setiap kata. Sepertinya ini adalah lembar terakhir yang ditulis wanita itu sebelum kondisi Dakota semakin parah. Mata Peony berkaca-kaca. Tidak bisa membayangkan jika ia berada di posisi Dakota. Menjalani hari-hari terakhir di hidupnya tanpa didampingi orang-orang yang ia cintai walaupun Dakota tak mengenalinya karena penyakit itu.Alzheimer…Penyakit yang diderit
"Berhentilah menggangguku!"“…”"Kheil! Ya Tuhan! Aku tidak bisa bergerak, Kheil!"Peony melenguh nikmat setengah kesal. Alih-alih membebaskan Peony dari rengkuhannya, sang suami justru menghisap daun telinga Peony dengan sensual. Pria itu merengkuhnya dari belakang, dan itu mengganggu sekaligus menggoda."Kheil—Ouch!"Plak!Peony memukul kencang bahu Kheil yang baru saja menggigit pipinya. Akhir-akhir ini, Kheil semakin sering melakukannya. Setiap kali Peony bertanya dengan marah-marah, Kheil selalu mengatakan Peony semakin menggemaskan. Membuat Peony hanya dapat menghela napas jengkel."Kenapa kau jadi seperti ini?" tanya Peony heran setengah frustrasi."Apa?" tanya Kheil polos."Menempel terus padaku seperti lintah.""Bukankah ini yang sejak dulu aku lakukan padamu? Bahkan setelah kita kembali bertemu."Peony terdiam. Mencerna kata-kata sang suami. Setelah ia mengerti, Peony berd
“Sayang…” lirih Kheil putus asa. “Bicaralah—”“Kenapa sih kau harus minum-minum?! Memang semua masalah bisa hilang dengan menenggak alkohol?!” sinis Peony yang akhirnya tak tahan melihat keberadaan gelas anggur putih itu. Peony bukannya anti pada teman-teman yang minum minuman beralkohol. Ia juga sebenarnya tak masalah kalau Kheil mengkonsumsi minuman itu asal dalam batas wajar. Tetapi kalau meminumnya saat sedang ada masalah, itu yang Peony tak suka. Ia takut suaminya akan kecanduan.Atau… memang Kheil selama ini gemar meminum minuman itu? Sekian lama berpisah, ia masih belum tahu kebiasaan baru Kheil.“Apakah kau sering mengkonsumsi minuman—""Minumlah." Kheil menyodorkan gelas anggur putih itu pada Peony.Peony mengerjap, lalu menatap Kheil yang menatapnya datar. "Ini... minuman beralkohol kan? Aku tidak bisa meminumnya." Peony menggeleng kencang.Kheil menaikkan se
Tok Tok!"Suamiku yang tampan tapi datar, bolehkah aku masuk?"Kheil mendengus geli mendengar suara sang istri yang berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Ia meletakkan gelas anggur putih berisi cairan berwarna cokelat pekat ke atas meja kerja. Matanya melirik diam-diam keberadaan Peony yang mengintip dari balik pintu ruang kerja yang memang sejak awal terbuka sedikit.“Apakah kau akan membiarkan aku berdiri di sini sampai letih?” Suara Peony kembali terdengar. Kali ini nadanya memelas. Membuat Kheil lagi-lagi mendengus dan dia yakin mungkin sebentar lagi akan kalah dari acara merajuknya.Sudah lebih dari satu jam ia mengabaikan—Lebih tepatnya pura-pura mengabaikan— sang istri karena rasa cemburu yang menguasai jiwa.Kheil kembali mengingat hal apa yang membuatnya kesal. Belum selesai rasa kesalnya menghilang pada Nicholas, kesabaran Kheil sudah harus diuji karena kedatangan Cleve Malik. Bocah ingusan itu mendatangi Peony di
Kheil sesekali melirik sang istri di sela perbincangannya dengan para rekan bisnis yang hadir ke acara resepsi yang ia dan Peony adakan. Akhirnya, setelah satu bulan lebih menikah secara hukum dan agama, Kheil bisa mewujudkan impian membuat resepsi super mewah untuk mereka berdua. Mereka mengadakannya di aula mansion keluarga Leight. Alih-alih Peony yang bersemangat mengadakan resepsi, justru Kheil lah pihak yang merasakan itu.Kheil ingin seluruh dunia tahu kalau Peony adalah istrinya. Kheil ingin menunjukkan kepada para pria yang mengincar sang istri, jika mereka tidak punya kesempatan lagi mendapatkan Peony. Kheil ingin menunjukkan kekuasaannya dan ingin memberitahu mereka semua kalau mereka tidak bisa bersaing dengan seorang Leight. Level mereka terlalu jauh.Sialan!Kheil jadi kesal sendiri mengingat Peony justru semakin diincar banyak pria belakangan ini. Mendadak akun sosial media Peony mendapat banyak pengikut. Tidak masalah jika semua pengikut sang istr
“Ouch! Summer…” geram Kheil. Ia membuka mata kesal setelah merasakan satu alisnya kembali dicabut Peony. Entah sudah berapa kali sang istri melakukannya. Wanita itu mengatakan gemas dengan alis tegas Kheil yang menjadi salah satu bagian tubuh yang membuat orang takut dan tak bisa berlama-lama menatap pria tampan ini.“Sakit, Sayang… Kau ingin aku tak punya alis ya?” omel Kheil yang justru dibalas sang istri kekehan tak peduli.Wanita-nya itu kini malah membelai alis-alis tegas itu, lalu memberikan kecupan di bibir Kheil. Membuat Kheil yang tadinya kesal jadi menyunggingkan senyum. Pria ini merengkuh tubuh sang istri yang berbaring tengkurap di sampingnya. Lalu menyerang dengan kecupan-kecupan liar.“Hahaha… Hentikan, Kheil! Banyak orang!” Peony memberontak, tapi Kheil tak peduli. Ia terus menyerang Peony sampai posisi sang istri sudah berada di bawah kungkungannya.Napas keduanya saling bersahutan.
“Bagaimana? Enak???”Kheil menatap gadis yang tadi menghanyutkan topi baseballnya.Gadis di depannya ini, adalah gadis yang membuatnya penasaran akhir-akhir ini. Siapa yang menyangka kalau takdir membuat mereka berinteraksi dengan cara yang antimainstream tanpa harus Kheil yang lebih dulu mendekatinya. Kheil bersyukur, karena sesungguhnya tak tahu bagaimana cara mendekati gadis itu kecuali hanya memperhatikan dari jauh. Melihat tingkah-tingkah menggemaskan sang gadis yang terkadang berinteraksi hangat dengan orang asing yang baru dikenal gadis itu di taman. Kheil sampai berpikir, apakah gadis itu tak takut terlibat dengan orang jahat?Kheil kembali mengingat kejadian saat tadi topi baseballnya hanyut. Tahu begitu, sejak kemarin saja ia mengorbankan topi baseball kesayangannya itu kalau imbalannya adalah berkomunikasi dengan sang gadis. Meskipun nyatanya, sejak tadi hanya sang gadis yang tak bosan bertanya pendapat Kheil tentang es krim yang sedang Kh
Bruk!"Ouch!"Kheil terbangun dari tidur saat mendengar benda terjatuh dan tawa riuh anak-anak.Ia mengambil topi baseball yang menutupi wajah, lalu mendudukkan diri pada kursi panjang taman yang baru ditidurinya.Matanya memicing melihat seorang gadis sedang terduduk di atas rumput tak jauh dari tempatnya berada. Rambut gadis itu berwarna merah tembaga yang indah. Pipinya bulat kemerahan. Di depan gadis itu ada enam orang anak kira-kira berusia tujuh sampai sepuluh tahun. Menertawakan sang gadis yang sedang mengusap lutut serta sikunya untuk membersihkan rerumputan yang menempel di sana."Apakah kau bodoh?""Tali sepatumu terlepas, dan kau malah menginjaknya. Hahahha...""Sudah besar tapi seperti anak bayi. Hahahaha.""Hehehe... Bukankah wajahku memang seperti bayi?"“Ugh! Percaya diri sekali!”Anak-anak itu
Peony menggigit bibir. “Apakah dia akan dihukum berat?”“Dia telah melakukan percobaan pembunuhan dan terbukti merencanakan hal itu sebelumnya. Belum lagi, dia berhasil menganiayamu. Tentu saja akan dapat hukuman berat.” Rahang Kheil mengeras saat mengatakan itu. Mengingat kejadian satu minggu lalu saat melihat Ella mencekik belahan jiwanya. Sang istri bahkan sempat pingsan setelah mengetahui apa yang direncanakan Ella Hardi, wanita yang menurut Peony bahkan mereka tidak pernah terlibat urusan berat selain masalah rancangan. Dan ternyata, punya obsesi terhadap Dallas. Wanita gila!“Apakah… aku keterlaluan kalau… aku tidak mau berdamai?” tanya Peony ragu. Di satu sisi, jiwa kemanusiaannya ingin berdamai, tapi di sisi lain, Peony mengingat apa yang dilakukan Ella Hardi sudah di luar batas. Bukan hanya karena percobaan pembunuhan padanya, tapi juga atas penyekapan yang dilakukan Ella Hardi pada Zora di apartemen wanita som