Peony berusaha menjernihkan pikiran. Menarik dan membuang napas panjang berkali-kali. Mencoba menggali ide di kepalanya untuk mengerjakan desain baru. Peony merasa desain yang sebelumnya kurang memiliki nyawa.
Walaupun dongkol setengah mati jika mengingat buku sketsanya, tapi Peony tidak ingin menyiakan kesempatan bahwa bisa saja desain pakaian yang ia buat menjadi salah satu desain pakaian brand Beautiful Summer tahun ini.
Deadline masih ada dua hari lagi, bukan?
Eugh! Kepalanya kembali nyeri. Sebenarnya bisa saja Peony membuat desain pakaian mirip seperti desainnya yang hilang menggunakan sisa-sisa ingatan, tapi sudah pasti rasanya tak sama. Desain pertama sudah pasti yang terbaik. Lagi pula, Peony tidak ingin sakit hati berlarut jika melihat desain yang sama.
Peony mulai menggerakkan tangan di atas kertas sketsa saat bayangan ide mulai muncul perlahan.
Tap
Tap
Tap
Jemari Peony terhenti saat mendengar langkah kaki seseorang sedang berlari di lorong lantai ini. Telinganya mencoba memasang pendengaran dengan baik.
Peony diam beberapa saat. Ia mengernyit saat tak mendengar suara apapun. Peony mengedikkan bahu. Mungkin ia salah dengar. Peony kembali fokus mengerjakan sketsa desainnya.
Tap
Tap
Tap
Namun, baru beberapa saat menarik garis-garis di kertas, Peony kembali mendengar suara itu. Ia kembali menghentikan pergerakan tangan, dan kembali memasang telinga baik-baik.
Peony mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Beberapa tempat dari meja kerja rekan-rekannya sudah gelap. Hanya ada dia di ruangan besar ini. Semua orang sudah pulang lebih dari satu jam yang lalu, karena jam kerja sudah berakhir.
Matanya mengerjap. Jantungnya berdetak kencang.
Itu suara langkah kaki siapa?
"Hantu??"
Peony menggeleng.
"Tidak! Tidak mungkin!"
Lima bulan sudah ia bekerja di sini. Selama itu pula tak pernah Peony menemukan kejanggalan.
Apakah karena suasana yang sepi, sehingga telinganya terlalu peka bahkan untuk mendengar suara angin?
Peony mengangguk. Ya, mungkin yang ia dengar tadi hanyalah suara angin.
Peony kembali berkonsentrasi. Walaupun jujur saja bulu kuduknya sedikit merinding. Tidak! Dia tidak boleh kalah dengan pikiran anehnya. Namun, belum sempat tangan itu menari di atas kertas, tiba-tiba derap langkah kaki itu semakin mendekat.
Peony refleks berdiri. Dia jadi yakin jika pikirannya tidak aneh! Itu benar suara langkah kaki.
Brak!
"Astaga!" pekik Peony saat kali ini bukan langkah kaki, tapi suara pintu ruangan yang terbuka dengan kasar.
Tap
Tap
Tap
Peony terbengong di tempat. Matanya menatap sosok mungil gadis cilik kira-kira berusia lima atau enam tahun berlari menyusuri meja-meja yang ada di ruangan ini. Beberapa kali sang gadis hilang dari balik meja-meja kerja rekan Peony, lalu kembali terlihat. Napasnya terengah dengan senyum lebar.
Peony mengernyit. Apakah gadis itu adalah manusia? Atau…
"Di mana aku harus bersembunyi?"
Mata gadis cilik itu dan Peony bertemu. Mereka saling diam dan tatap. Peony terpesona dengan wajah lucu sang gadis. Matanya mengerjap. Sepertinya gadis itu bukan manusia, tapi malaikat. Wajahnya terlalu lucu dan menggemaskan.
Siapapun orang tua sang gadis, pasti setiap harinya akan dibuat gemas dan tak ingin berpisah dari gadis tersebut.
Tiba-tiba sebuah ide desain muncul di kepala. Senyum Peony perlahan terbit. Sepertinya boleh juga membuat pakaian keluarga untuk musim panas. Bukankah orang-orang akan banyak berlibur bersama keluarga mereka? Lagipula BEAUTIFUL SUMMER tidak pernah memiliki konsep seperti ini.
Bukankah ini ide brilian? Bahkan Peony sudah memiliki gambaran pakaian motif es krim di kepalanya.
Peony tersadar dari lamunan saat melihat sang gadis tersenyum lebar sambil berlari ke arahnya. Meja kerja Peony yang berada di pojok ruangan. Senyum semakin lebar tersungging dari bibir mungil itu.
"Miss, bolehkan aku bersembunyi di kolong mejamu?" tanya sang gadis sambil menunjuk ruang kosong yang ada di bawah meja.
"Bersembunyi??"
Sang gadis mengangguk mantap.
"Tapi... kenapa kau harus bersembunyi?"
"Monster Ab mengejarku."
"Apa?"
"Monst—" Sang gadis terdiam saat derap langkah kaki terdengar. Jika tadi Peony mendengar suara berlari yang Peony yakini ulah si gadis, kini yang terdengar suara langkah kaki perlahan, tapi terdengar tegas. Suara itu semakin mendekat.
"Tidak ada waktu lagi!" Sang gadis menerobos tubuh Peony, lalu dengan lincah menunduk untuk masuk ke dalam kolong meja. Membuat Peony tersentak. Peony mengerjap masih dengan kebingungan yang menjadi.
"Miss, ikutlah bersembunyi bersamaku kalau kau tidak mau pipimu digigit Monster Ab," bisik sang gadis kencang.
"A-apa??? A-aku??"
"Uhm..." Sang gadis mengangguk. "Pipimu merah seperti tomat. Sama seperti pipiku. Monster Ab sangat menyukai pipi yang merah."
Deg!
Peony melihat pipi sang gadis yang terlihat chubby dan memerah alami. Persis seperti pipinya.
Sekelebat bayang masa lalu muncul di ingatan Peony.
Pipi semerah tomat?
"Kheil!!! Kenapa kau menggigit pipiku?!"
"Kupikir pipimu itu tomat."
"Kau, sialan! Pipiku bukan tomat!"
Peony terkesiap saat merasakan tarikan di jemarinya.
Walaupun di kepalanya banyak pertanyaan, tapi Peony mengikuti keinginan gadis cilik ini. Ia masuk ke dalam kolong meja, duduk bersisian dengan sang gadis. Gadis cilik itu duduk dengan menekuk kaki, lalu kedua tangan memeluk kakinya sendiri. Sementara Peony menumpukan berat tubuhnya pada lutut yang sudah menempel pada lantai. Kedua tangan Peony pun sudah berada di lantai untuk menumpu berat tubuhnya.
"Princess Livy!"
Suara berat dan serak terdengar seiring langkah kaki yang masuk ke dalam ruangan.
Jantung Peony terpacu dahsyat saat mendengar suara berat dan serak itu. Suara itu terdengar sangat seksi dan menggoda dan… familiar?
"Aku tahu kau bersembunyi di sini. Apakah kau ingin keluar sendiri, atau aku yang akan menemukanmu?"
Sang gadis yang berada di samping Peony terkikik geli.
"Cari aku kalau bisa, Monster Ab!" teriak polos sang gadis. Hal itu mampu membuat Peony membelalak.
Peony menepuk dahi. Gadis di sampingnya ini adalah sosok nyata anak kecil polos yang menggemaskan.
Peony yakin 'Monster Ab' yang dimaksud sang gadis adalah pria yang baru saja mengeluarkan ancaman yang Peony yakini tidak main-main.
"Ya Tuhan... Di mana aku harus mencarimu? Mengapa kau sangat pintar bersembunyi, Princess L?"
Cekikikan kembali keluar dari mulut gadis cilik yang dapat dipastikan bernama Princess L.
"Tentu saja karena aku sangat hebat. Kau harus mengaku kalah, Monster Ab!" sahut sang gadis cilik kembali.
Peony menghela napas pasrah. Senyum geli tersungging dari bibirnya. Sudah pasti si ‘Monster Ab’ itu mengetahui keberadaan sang Princess L jika gadis cilik ini terus saja bersuara.
"Tidak! Aku tidak akan mengaku kalah. Aku akan berusaha menemukanmu. Jika kau kutemukan, aku akan menggigit pipi tomatmu itu."
Deg!
Jantung Peony kembali terpacu cepat.
Apakah kebanyakan pria suka memanggil pipi wanita dengan pipi tomat?
"Cari saja kalau bisa. Wleee..."
Peony menutup mulut. Berusaha menahan tawa saat sang gadis justru menjulurkan lidah meledek. Seolah sosok Monster Ab ada di depannya.
Dasar bocah.
Tap
Tap
Tap
Peony menahan napas tanpa sadar saat mendengar suara langkah kaki yang mendekati meja kerjanya.
Tap
Tap
Peony menelan saliva susah payah saat sepasang pantofel sudah berada di depannya. Kaki seseorang yang Peony yakini adalah si Monster Ab, menjulang tinggi tepat di depannya.
Jantung Peony semakin bertalu kencang. Ia tak mengerti pada reaksi tubuhnya. Mengapa seolah yang dicari si Monster Ab adalah dirinya?
Sementara itu, gadis cilik di samping Peony semakin merapatkan tubuh pada kolong meja. Berusaha menyembunyikan diri lebih dalam lagi walaupun mustahil.
Monster Ab di depan mereka ini hanya tinggal menunduk, dan... gocha! Mereka akan ditemukan.
"Di mana kau, Princess L?" tanya suara berat itu lagi.
Tawa cekikikan kembali keluar dari mulut sang gadis cilik.
"Ketemu kau!"
Tubuh Peony menegang saat sang Monster Ab tiba-tiba menunduk yang mengejutkannya. Sepersekian detik, Peony mengerjap melihat pahatan sempurna tepat di depan mata. Alih-alih melihat monster menyeramkan, Peony justru menemukan sesosok pria tampan dengan bola mata hitam legam, rahang tegas, serta bibir merah yang tipis.
Peony membelalak.
Tidak!
Tidak!
Tidak mungkin si Monster Ab adalah...
Kheil Abraham Leight?!
Peony mengusap mata. Berharap matanya salah. Namun saat kembali menatap pria itu... tubuh Peony lemas seketika.
Dia tak salah lihat. Pria itu benar-benar Kheil. Pria yang dilihatnya di majalah beberapa hari lalu, dan pria yang sama yang sepuluh tahun lalu memporak-porandakan harga dirinya.
Seketika, satu per satu kenangan bersama Kheil muncul di ingatan.
***
*FLASHBACK ON 11 TAHUN LALU* "Uh! Tubuhku..." Peony Madeline Hart, gadis berusia enam belas tahun tersebut meregangkan otot-otot yang kaku setelah bekerja paruh waktu di sebuah kedai es krim. Terik matahari musim panas menyinari wajahnya saat ia sengaja menghadap langit. Peony menghirup udara sambil merentangkan kedua tangan. Berdiri di sisi jembatan seperti ini membuat hatinya tenang. Jembatan yang ia datangi saat ini adalah salah satu jembatan indah yang ada di negaranya. Di samping kiri dan kanan jembatan terdapat taman yang biasa dikunjungi warga lokal dan turis mancanegara saat libur musim panas seperti ini. Ia menurunkan pandangan pada sungai yang berada tepat di bawah jembatan. Arus air sungai itu terlihat cukup deras saat ini. Biasanya, jika air sungai sedang tenang, banyak pengunjung yang berenang di sana. Peony tersenyum lebar menatap anak-anak kecil bermain di kolam air mancur yang berada di sisi-sisi taman. Anak-anak kecil itu terlihat semakin kecil dari kejauhan seperti
"Besok jangan datang kalau kau mau es krim gratis.” Pemuda yang sampai saat ini belum Peony ketahui namanya tersebut menghentikan gerakan tangannya yang akan menyendok es krim. Sudah satu minggu pemuda itu tidak bosan ‘memeras’ Peony karena kesalahannya. Pemuda itu selalu menjadi pengunjung pertama saat kedai baru buka. Tanpa tahu malu langsung meminta es krim pada Peony. Bukankah di awal pertemuan mereka sang pemuda mengatakan tidak menyukai es krim? Kenapa sekarang seperti kecanduan? Apa mungkin es krim di kedai ini memiliki sihir yang bisa memerangkap lidah orang agar selalu ingin menikmati? “Kenapa?” tanya sang pemuda dengan nada datar. Dan oh… jangan lupakan jika ekspresi wajahnya pun tak kalah datar. Membuat Peony ingin mencoret-coret wajah itu dengan spidol permanen. Sepertinya melukis senyuman di wajah sang pemuda boleh juga. “Aku libur.” Dahi sang pemuda mengernyit. “Ke mana?” “Apanya yang ke mana?” tanya Peony tak paham maksud sang pemuda. “Ke mana kau saat libur?” S
Srreeet! Tak! Peony tersentak saat ada yang menarik kursi di sebelahnya. Tas ransel berwarna hitam pun sudah berada di atas meja di samping meja gadis ini. Pandangan Peony berjalan dari tas, menuju pada seseorang yang baru saja duduk di sampingnya. Siapa orang yang ingin duduk di dekatnya? Selama ini tidak ada teman yang mau duduk di samping gadis miskin sepertinya. Tentu saja Peony terkejut sekaligus penasaran. Peony membelalak. “K-kau???” pekik Peony. Peony menyensor tubuh seseorang itu dari atas sampai bawah, lalu kembali menyensornya dari bawah sampai atas, sampai berhenti tepat pada wajah seseorang tersebut. Peony mengerjap beberapa kali, lalu mengusap-usap matanya. Apakah dia tidak salah lihat??? Seseorang itu… bukankah dia adalah si ‘pemeras’??? Mengapa bisa pemuda es krim itu ada di sekolahnya? Seingat Peony, ia tidak pernah melihat pemuda itu sebelumnya di sekolah ini. Apakah sang pemuda adalah anak baru? Kenapa bisa?? Bolehkah Peony berteriak kesal? Pasalnya, baru s
Peony memantul-mantulkan bola basket ke lantai dengan mata sesekali mengawasi Kheil yang berdiri tak jauh darinya. Pemuda itu pun melakukan hal yang sama dengannya. Murid-murid lainnya juga membawa bola basket masing-masing di tangan untuk melakukan pemanasan sebelum pelajaran dimulai. Saat ini mereka sedang berada di dalam lapangan indoor sekolah untuk mengikuti pelajaran jasmani. Peony kembali mengawasi Kheil. Bukan tanpa alasan Peony melakukan hal itu. Pasalnya, Peony merasa Kheil selalu ada di mana pun Peony berada. Setiap mata pelajaran yang Peony ikuti, Kheil juga selalu ada di sana. Bahkan sudah dua minggu ini Peony harus rela berbagi bekal dengan Kheil. Peony pikir, setelah selesai ‘diperas’ di kedai es krim, ‘hutang’nya sudah lunas. Awalnya Peony tidak masalah berbagi dengan Kheil jika pemuda itu berasal dari keluarga sederhana sepertinya. Apalagi Peony sadar pernah menghilangkan benda kesayangan yang kemungkinan kecil akan kembali didapat Kheil. Namun setelah mengetahui
“APA ADA ORANG YANG MENDENGARKU?!” Peony memukul-mukul pintu kamar mandi yang terkunci. Mungkin sudah setengah jam ia terkunci di sini, di dalam kamar mandi yang berada di ujung lantai dua sekolahnya. Kamar mandi ini termasuk kamar mandi yang jarang digunakan. Mengalami kejadian seperti ini bukan kali pertama bagi Peony. Teman-teman seangkatannya tak pernah bosan membullynya. Apakah bagi mereka menjadi miskin adalah kesalahan? “Huft…” Peony menyandarkan punggung pada pintu saat merasa tangannya lelah. Ia menatap langit ruangan yang memiliki bilik-bilik kecil tersebut, lalu menatap wajahnya dari pantulan cermin di atas wastafel. Rambutnya terlihat basah dan lengket karena minuman soda yang tadi sengaja disiramkan Angel dan para dayang-dayangnya. “Summer!” Deg! Peony menegakkan tubuh. Suara itu… dan panggilan itu… Suara itu milik Kheil! Ya, Kheil Abraham Leight. Si anak murid yang baru masuk dua bulan di sekolahnya itu bisa dikatakan adalah teman satu-satunya yang Peony punya di
“Kau tidak apa-apa, Kheil?” tanya Peony cemas. Kheil membalas dengan gumaman. Kepalanya ia kubur di atas kedua tangan yang terlipat di atas meja. Saat akan pulang, Kheil mengeluh sakit perut. Pemuda itu meminta Peony menemaninya sejenak di dalam kelas. Murid-murid lain sudah pulang lebih dulu. Ketika Peony menyarankan Kheil ke klinik sekolah, pemuda itu menolak. Kheil mengatakan hanya butuh waktu sebentar untuk beristirahat. Peony yang tak tega melihat Kheil seperti itu, berinisiatif memegang perut sang pemuda. “Apakah perutmu kram—” “A-apa yang kau lakukan???” Peony mengerjap saat Kheil tiba-tiba bangkit dari duduknya sambil menatap ngeri tangan Peony yang menggantung. “Aku… hanya ingin membantumu.” “B-bantu apa maksudmu?” tanya Kheil kesal setengah… gugup? Kenapa Kheil gugup? Peony juga tak paham kenapa Kheil terlihat kesal. “Apakah kau merasakan perutmu kram? Jika iya, aku hanya ingin membantu mengusap-usapnya di bagian yang kram. Saat sedang dalam masa period, aku sering m
“Maksudmu cinta antara pasangan? Seperti cinta ibu pada ayahku?” Kheil hanya balas dengan gumaman malas. Peony terkekeh. “Aku ingin setuju ucapanmu, tapi aku tidak bisa. Aku bukan ibuku atau orang yang pernah menjalin tali kasih. Aku juga tidak akan menyalahkan ibu atas cintanya yang begitu besar pada ayah. Aku tidak cemburu. Ibu jauh lebih lama mengenal Ayah daripada diriku. Seperti yang aku katakan tadi, tidak pernah satu kali pun aku melihat mereka bertengkar. Ayah selalu bersikap mesra pada ibu. Mungkin hal itu juga yang membuat Ibu merasa kehilangan sampai saat ini. Jadi aku tidak ingin mengejek orang yang jatuh cinta. Apalagi mengatai mereka bodoh atau sejenisnya.” Kheil tidak menjawab. “Kheil, apakah… em… a-apakah kau benci ‘cinta’ karena perpisahan orang tuamu?” tanya Peony hati-hati. Takut jika Kheil akan kembali tersinggung seperti tadi. “Hm. Apa yang mereka perlihatkan padaku cukup membuatku percaya jika rasa cinta tidak ada yang abadi. Aku tidak menyinggung cinta kedua
“Woaa! Lucu sekali!” Mata Peony berbinar dengan sebelah tangan menempel pada kaca toko pakaian wanita. Sementara sebelah tangan lagi terdapat paper bag yang sudah ia bawa sejak dari rumah. Peony menatap sebuah maneken yang menggunakan topi rajut cokelat dengan telinga beruang. Manekin itu juga menggunakan syal dan sarung tangan warna senada. Sepertinya syal, topi serta sarung tangan tersebut dijual satu paket. “Pasti mahal sekali harganya,” desah Peony sambil memperhatikan nama brand terkenal yang tertera di toko tersebut. Asap keluar dari mulut Peony saat ia mengatakan hal itu. Salju hari ini turun tidak begitu lebat, tapi tetap mampu membuat sekujur tubuh dingin. Tak terasa hari natal dua hari lagi akan tiba. “Summer.” Peony membalikkan tubuh, dan mendapati Kheil sudah berada beberapa langkah di depannya. “Hai!” Peony melambai ceria. “Sudah selesai?” tanya Peony pada Kheil yang tadi menyingkir sebentar untuk menerima telepon entah dari siapa. “Hm. Sedang apa kau di sana?” “Buka
*** Nic… Ab… Aku mulai tidak mengenali siapa kalian jika saja aku tidak membaca buku harian yang aku tulis. Kalian tampan. Aku tidak menyangka pernah memiliki lelaki-lelaki tampan. Kebahagiaan untuk kalian?Jika kata -kata itu adalah kata-kata yang selalu aku tulis di setiap lembar, maka di lembar ini pun aku mengharapkan kebahagiaan untuk kalian. Kalian harus selalu bahagia!Peony mengusap tulisan tangan terakhir Dakota. Tulisan itu terlihat tak rapi dan memiliki jarak yang tidak beraturan di setiap kata. Sepertinya ini adalah lembar terakhir yang ditulis wanita itu sebelum kondisi Dakota semakin parah. Mata Peony berkaca-kaca. Tidak bisa membayangkan jika ia berada di posisi Dakota. Menjalani hari-hari terakhir di hidupnya tanpa didampingi orang-orang yang ia cintai walaupun Dakota tak mengenalinya karena penyakit itu.Alzheimer…Penyakit yang diderit
"Berhentilah menggangguku!"“…”"Kheil! Ya Tuhan! Aku tidak bisa bergerak, Kheil!"Peony melenguh nikmat setengah kesal. Alih-alih membebaskan Peony dari rengkuhannya, sang suami justru menghisap daun telinga Peony dengan sensual. Pria itu merengkuhnya dari belakang, dan itu mengganggu sekaligus menggoda."Kheil—Ouch!"Plak!Peony memukul kencang bahu Kheil yang baru saja menggigit pipinya. Akhir-akhir ini, Kheil semakin sering melakukannya. Setiap kali Peony bertanya dengan marah-marah, Kheil selalu mengatakan Peony semakin menggemaskan. Membuat Peony hanya dapat menghela napas jengkel."Kenapa kau jadi seperti ini?" tanya Peony heran setengah frustrasi."Apa?" tanya Kheil polos."Menempel terus padaku seperti lintah.""Bukankah ini yang sejak dulu aku lakukan padamu? Bahkan setelah kita kembali bertemu."Peony terdiam. Mencerna kata-kata sang suami. Setelah ia mengerti, Peony berd
“Sayang…” lirih Kheil putus asa. “Bicaralah—”“Kenapa sih kau harus minum-minum?! Memang semua masalah bisa hilang dengan menenggak alkohol?!” sinis Peony yang akhirnya tak tahan melihat keberadaan gelas anggur putih itu. Peony bukannya anti pada teman-teman yang minum minuman beralkohol. Ia juga sebenarnya tak masalah kalau Kheil mengkonsumsi minuman itu asal dalam batas wajar. Tetapi kalau meminumnya saat sedang ada masalah, itu yang Peony tak suka. Ia takut suaminya akan kecanduan.Atau… memang Kheil selama ini gemar meminum minuman itu? Sekian lama berpisah, ia masih belum tahu kebiasaan baru Kheil.“Apakah kau sering mengkonsumsi minuman—""Minumlah." Kheil menyodorkan gelas anggur putih itu pada Peony.Peony mengerjap, lalu menatap Kheil yang menatapnya datar. "Ini... minuman beralkohol kan? Aku tidak bisa meminumnya." Peony menggeleng kencang.Kheil menaikkan se
Tok Tok!"Suamiku yang tampan tapi datar, bolehkah aku masuk?"Kheil mendengus geli mendengar suara sang istri yang berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Ia meletakkan gelas anggur putih berisi cairan berwarna cokelat pekat ke atas meja kerja. Matanya melirik diam-diam keberadaan Peony yang mengintip dari balik pintu ruang kerja yang memang sejak awal terbuka sedikit.“Apakah kau akan membiarkan aku berdiri di sini sampai letih?” Suara Peony kembali terdengar. Kali ini nadanya memelas. Membuat Kheil lagi-lagi mendengus dan dia yakin mungkin sebentar lagi akan kalah dari acara merajuknya.Sudah lebih dari satu jam ia mengabaikan—Lebih tepatnya pura-pura mengabaikan— sang istri karena rasa cemburu yang menguasai jiwa.Kheil kembali mengingat hal apa yang membuatnya kesal. Belum selesai rasa kesalnya menghilang pada Nicholas, kesabaran Kheil sudah harus diuji karena kedatangan Cleve Malik. Bocah ingusan itu mendatangi Peony di
Kheil sesekali melirik sang istri di sela perbincangannya dengan para rekan bisnis yang hadir ke acara resepsi yang ia dan Peony adakan. Akhirnya, setelah satu bulan lebih menikah secara hukum dan agama, Kheil bisa mewujudkan impian membuat resepsi super mewah untuk mereka berdua. Mereka mengadakannya di aula mansion keluarga Leight. Alih-alih Peony yang bersemangat mengadakan resepsi, justru Kheil lah pihak yang merasakan itu.Kheil ingin seluruh dunia tahu kalau Peony adalah istrinya. Kheil ingin menunjukkan kepada para pria yang mengincar sang istri, jika mereka tidak punya kesempatan lagi mendapatkan Peony. Kheil ingin menunjukkan kekuasaannya dan ingin memberitahu mereka semua kalau mereka tidak bisa bersaing dengan seorang Leight. Level mereka terlalu jauh.Sialan!Kheil jadi kesal sendiri mengingat Peony justru semakin diincar banyak pria belakangan ini. Mendadak akun sosial media Peony mendapat banyak pengikut. Tidak masalah jika semua pengikut sang istr
“Ouch! Summer…” geram Kheil. Ia membuka mata kesal setelah merasakan satu alisnya kembali dicabut Peony. Entah sudah berapa kali sang istri melakukannya. Wanita itu mengatakan gemas dengan alis tegas Kheil yang menjadi salah satu bagian tubuh yang membuat orang takut dan tak bisa berlama-lama menatap pria tampan ini.“Sakit, Sayang… Kau ingin aku tak punya alis ya?” omel Kheil yang justru dibalas sang istri kekehan tak peduli.Wanita-nya itu kini malah membelai alis-alis tegas itu, lalu memberikan kecupan di bibir Kheil. Membuat Kheil yang tadinya kesal jadi menyunggingkan senyum. Pria ini merengkuh tubuh sang istri yang berbaring tengkurap di sampingnya. Lalu menyerang dengan kecupan-kecupan liar.“Hahaha… Hentikan, Kheil! Banyak orang!” Peony memberontak, tapi Kheil tak peduli. Ia terus menyerang Peony sampai posisi sang istri sudah berada di bawah kungkungannya.Napas keduanya saling bersahutan.
“Bagaimana? Enak???”Kheil menatap gadis yang tadi menghanyutkan topi baseballnya.Gadis di depannya ini, adalah gadis yang membuatnya penasaran akhir-akhir ini. Siapa yang menyangka kalau takdir membuat mereka berinteraksi dengan cara yang antimainstream tanpa harus Kheil yang lebih dulu mendekatinya. Kheil bersyukur, karena sesungguhnya tak tahu bagaimana cara mendekati gadis itu kecuali hanya memperhatikan dari jauh. Melihat tingkah-tingkah menggemaskan sang gadis yang terkadang berinteraksi hangat dengan orang asing yang baru dikenal gadis itu di taman. Kheil sampai berpikir, apakah gadis itu tak takut terlibat dengan orang jahat?Kheil kembali mengingat kejadian saat tadi topi baseballnya hanyut. Tahu begitu, sejak kemarin saja ia mengorbankan topi baseball kesayangannya itu kalau imbalannya adalah berkomunikasi dengan sang gadis. Meskipun nyatanya, sejak tadi hanya sang gadis yang tak bosan bertanya pendapat Kheil tentang es krim yang sedang Kh
Bruk!"Ouch!"Kheil terbangun dari tidur saat mendengar benda terjatuh dan tawa riuh anak-anak.Ia mengambil topi baseball yang menutupi wajah, lalu mendudukkan diri pada kursi panjang taman yang baru ditidurinya.Matanya memicing melihat seorang gadis sedang terduduk di atas rumput tak jauh dari tempatnya berada. Rambut gadis itu berwarna merah tembaga yang indah. Pipinya bulat kemerahan. Di depan gadis itu ada enam orang anak kira-kira berusia tujuh sampai sepuluh tahun. Menertawakan sang gadis yang sedang mengusap lutut serta sikunya untuk membersihkan rerumputan yang menempel di sana."Apakah kau bodoh?""Tali sepatumu terlepas, dan kau malah menginjaknya. Hahahha...""Sudah besar tapi seperti anak bayi. Hahahaha.""Hehehe... Bukankah wajahku memang seperti bayi?"“Ugh! Percaya diri sekali!”Anak-anak itu
Peony menggigit bibir. “Apakah dia akan dihukum berat?”“Dia telah melakukan percobaan pembunuhan dan terbukti merencanakan hal itu sebelumnya. Belum lagi, dia berhasil menganiayamu. Tentu saja akan dapat hukuman berat.” Rahang Kheil mengeras saat mengatakan itu. Mengingat kejadian satu minggu lalu saat melihat Ella mencekik belahan jiwanya. Sang istri bahkan sempat pingsan setelah mengetahui apa yang direncanakan Ella Hardi, wanita yang menurut Peony bahkan mereka tidak pernah terlibat urusan berat selain masalah rancangan. Dan ternyata, punya obsesi terhadap Dallas. Wanita gila!“Apakah… aku keterlaluan kalau… aku tidak mau berdamai?” tanya Peony ragu. Di satu sisi, jiwa kemanusiaannya ingin berdamai, tapi di sisi lain, Peony mengingat apa yang dilakukan Ella Hardi sudah di luar batas. Bukan hanya karena percobaan pembunuhan padanya, tapi juga atas penyekapan yang dilakukan Ella Hardi pada Zora di apartemen wanita som