Semalaman Zidan berpikir tentang Ana yang sudah menikah lagi, di hatinya merasa belum ikhlas kalau Ana sudah dimiliki pria lain. Ia sampai mengusap kasar berulang kali wajah, mencoba menyadarkan diri kalau itu bukanlah sebuah mimpi.
"Apa dia bahagia? Apa pria itu baik padanya?"
Pertanyaan-pertanyaan itu terus berkutat di otak, merasa takut kalau Ana tidak bahagia. Hingga Zidan membuka laci meja kecil samping tempat tidur, mengambil bingkai foto yang semula dalam posisi tertelungkup. Zidan menatap foto dalam bingkai dengan senyum getir di wajahnya.
"Aku masih tidak percaya kalau kita berpisah, berbulan-bulan mencoba melupakan, tapi aku tidak sanggup. Bahkan untuk membuang fotomu saja rasanya berat."
Zidan bicara pada foto yang terdapat dalam bingkai. Itu adalah foto pernikahan dirinya dengan Ana, rasa berat masih terus hadir dalam hati. Zidan sebenarnya masih tidak rela melepas Ana. Hanya agar Ana bah
Sudah tiga hari semenjak ponsel Ana hilang, tapi tidak ada tanda-tanda kalau foto dirinya dan Arga menyebar luas di dunia maya. Namun, meski begitu Ana masih saja khawatir, setiap hari Ana mengecek berita infotaiment lewat ponsel yang baru saja Arga belikan, bahkan televisi di dalam kamar tidak berhenti menyala dan menayangkan chanel berita selama 24 jam penuh. Ana juga tidak ke kafe, meminta karyawan kepercayaannya untuk mengurus sementara dengan alasan dia sedang tidak sehat.Arga masuk dengan secangkir coklat hangat di tangan, meletakkan di atas meja kecil kemudian duduk di samping Ana yang masih menatap layar televisi dan ponsel di tangan dengan wajah cemas.Arga mengambil ponsel dari tangan Ana, membuat wanita itu terkejut. Ana menoleh pada Arga yang sedang meletakkan ponsel ke atas nakas."Ga, mana ponselku? Aku belum mengecek chanel gosip," kata Ana seraya mengulurkan tangan untuk meminta ponsel dari Arga.
Taksi online yang ditumpangi Ana sudah sampai di depan kafe. Ana langsung turun dan berjalan cepat masuk ke kafe."Di mana dia?" tanya Ana begitu melihat karyawan yang menghubungi dirinya."Aku suruh nunggu di lantai atas, Bu." Pelayan Ana menunjuk ke lantai atas."Oke, makasih."Ana menaiki anak tangga dengan wajah sedikit panik. "Bu, pak Zidan ke kafe. Ini sudah ke tiga kalinya beliau ke siniKemarin ketika saya bilang Ibu sakit, beliau mengatakan untuk datang lain waktu saja. Karena hari ini saya rasa Ibu sudah membaik, jadi saya memberanikan diri menghubungi. Kata pak Zidan, dia punya sesuatu milik Ibu dan ingin menyerahkan langsung ketika saya bilang untuk menitipkan pada saya." Ucapan karyawan Ana ketika menghubungi dirinya terus terngiang-ngiang, sangat penasaran dengan apa yang ada pada Zidan dan kenapa ingin memberikan langsung?Ana sudah sampai di depan rua
"Jadi, berapa uang yang Mas Zidan kasih? Biar aku ganti," kata Ana seraya membuka tas tangannya.Meski Zidan berkata kalau menebus ponsel Ana, tapi tidak menyebutkan nominalnya, juga tidak mengatakan kalau pemuda itu memberitahu siapa suami Ana."Tidak usah, An!" tolak Zidan ketika melihat Ana sibuk mengambil sesuatu dari tas."Ah jangan, aku tidak enak karena sudah merepotkan mas Zidan," kekeh Ana yang kemudian mengeluarkan dompet. "Aku seharusnya berterima kasih, makanya Mas Zidan jangan menolak."Zidan bangun dan berpindah duduk di sebelah Ana, meraih pergelangan wanita itu hingga membuat Ana terkejut. Ana menatap pada pergelangan tangan yang digenggam Zidan, hingga kemudian menatap wajah mantan suaminya itu."A-ada apa, Mas?" tanya Ana tergagap, jantungnya berdegup dengan sangat cepat."Tidak usah diganti!" kekeh Zidan."Tapi--" Ana i
Arga mengemudikan mobil, meninggalkan area pelataran studio. Ingin rasanya segera pulang dan melihat sang istri. Arga terus memikirkan ucapan Lanie, tidak menyangka kalau sebenarnya Lanie adalah kakak Ana. Arga menutup permukaan bibir dengan telapak tangan sedang satu tangan masih mengontrol kemudi. Sungguh semua yang didengar sangat berada di luar dugaan, ia mengingat setiap kata Lanie."Membahagiakan Ana? Apa maksudmu?" tanya Arga mengernyitkan dahi.Lanie menengok ke arah personil lain yang terlihat sedang bercanda dan bermain, hingga kemudian berbalik menatap pada Arga."Kita bicara di ruangan 'ku!" ajak Lanie yang langsung berdiri.Arga mengikuti langkah Lanie, pergi ke ruangan produsernya sesuai dengan ajakan wanita itu. Lanie meminta Arga duduk, sedangkan Lanie sendiri langsung berjalan ke belakang meja, menarik salah satu laci yang berada di sana. Ia mengeluarkan selembar foto dan menaruh di
"Mas, jarak kita terlalu dekat." Ana berusaha mundur dan menarik tangan dari cengkeraman Zidan, tapi pria itu menahan begitu erat."Katakan padaku, An! Kamu juga mencintaiku, 'kan!" Zidan bersikukuh ingin mendengar kata 'iya' dari mulut Ana.Ana bingung harus menjawab apa, tidak mungkin baginya bilang 'iya' yang sama artinya memberi harapan pada Zidan, jika bilang 'tidak' pria itu juga masih terus memaksa."Itu dulu, Mas. Sekarang tidak." Akhirnya Ana memberi jawaban keduanya.Zidan tersenyum hangat, meski hanya dulu tapi yakin jika sekarang mungkin masih. Tapi, apa sebenarnya yang dipikirkan Zidan, tahu kalau Ana sudah menikah, lalu kenapa masih mengharapkan wanita itu."Meski itu dulu, aku senang kamu mengakuinya," ucap Zidan lirih.Zidan sedikit memiringkan kepala, seakan tengah mencari posisi agar bibir mereka bisa saling bersentuhan. Ana tampak panik dan
"Ibu masuk dulu saja," bisik pegawai ibu Arga.Ibu terlihat bingung, tapi mengangguk dan menurut saja. Hingga kedua pria tadi menyadari kalau ibu akan masuk, mereka langsung menghadang dan membuat pegawai serta ibu kaget."Tunggu, Bu! Ada yang ingin kami tanyakan!" Kedua pria itu berdiri di depan pintu dapur.Ibu yang kaget langsung mengusap dada, menatap dua pria tadi secara bergantian. Ada apa sebenarnya? Kenapa tiba-tiba ada yang bersikap seperti ini."Maaf Mas sekalian, ibu mau istirahat." Pegawai toko ibu Arga mencoba membuka jalan agar ibu bisa masuk."Tunggu! Bentar saja, Bu. Kami mau tanya sesuatu," pinta salah satu pria yang menghadang jalan ibu.Ibu Arga tampak kebingungan, menoleh pada pegawainya berulang kali. Hatinya tiba-tiba merasa cemas dan khawatir, terlebih jika itu menyangkut tentang putranya."Apa benar vokalis band Ar
Ana terkejut dengan pertanyaan Arga, bagaimana bisa tahu kalau dirinya bertemu Zidan? Apa itu saat di rumah sakit? Atau di kafe? Pertanyaan itu malah berputar di kepala.Arga menanti kejujuran dari sang istri, sangat berharap Ana tidak membohongi dirinya. "An!"Ana menarik napas dalam-dalam, mengulas senyum dan mempererat genggaman tangan. "Iya," jawab Ana yang membuat Arga hendak melepas tangan dari genggaman Ana. "Tapi dengar dulu penjelasanku!" Ana tidak membiarkan Arga melepas tangannya, sadar kalau sang suami pasti cemburu."Kamu ingat waktu aku bilang baru saja mengantar teman ke rumah sakit?" tanya Ana dengan tatapan yang tidak teralihkan dari wajah Arga. Arga hanya mengangguk karena masih ingat.Ana melanjutkan cerita ketika Arga sudah menjawab dengan sebuah anggukan. "Dia adalah Mikayla, adiknya mas Zidan. Dia hamil dan pria yang seharusnya bertanggung jawab malah kabur, aku menyelamat
Hari berikutnya, Lanie dan teman-teman Arga datang ke rumah ibu. Mereka panik ketika tahu hal yang menimpa ibu dan Ana akibat ulah paparazi."Bagaimana keadaan ibu?" tanya Lanie ketika Arga sudah mempersilahkan semuanya duduk."Ada di kamar, sedang bersama Ana," jawab Arga.Arga menatap satu persatu teman-temannya, kemudian menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan perlahan. Semua teman-teman Arga memperhatikan suami Ana, merasa kalau pria itu benar-benar sedang dalam keadaan bingung."Aku ingin mempublikasikan hubungan kami," ucap Arga yang membuat semuanya terkejut."Ar, apa kamu sudah memperkirakan konsekuensi yang akan terjadi jika melakukan hal itu?" tanya Samuel yang selalu membuka suara untuk mengemukakan pendapat."Benar, kamu tidak bisa begitu saja mengatakan pada publik tentang statusmu sekarang," timpal Lanie.Arga mengusap ka
Zidan dan Arga memakai pakaian khusus untuk bisa melihat Ana, mereka masuk bersama setelah terjadi perdebatan sengit, tidak ada yang mengalah untuk bergantian melihat kondisi Ana. Hingga akhirnya perawat mengizinkan keduanya masuk bersamaan. Kini keduanya sudah berdiri di samping kanan dan kiri, menatap wajah Ana yang penuh luka, alat bantu napas terpasang di hidung, jarum infus dan alat penunjang kehidupan lainnya terpasang di seluruh badan. Kedua pria itu sama-sama menggenggam tangan Ana, bahkan mengecup punggung tangan bersamaan, seakan melupakan perdebatan mereka saat di luar. "An, jika kamu bangun. Aku berjanji untuk membahagiakan dirimu, akan aku ikuti semua keinginanmu. Bahkan jika kamu meminta aku mundur dari dunia musik, maka akan aku lakukan," ucap Arga yang terdengar begitu pilu. "An, meski aku tidak berhak, tapi kamu tahu aku sangat mencintaimu. Aku akan merawatmu meski suamimu melarang," ucap Zidan yan
"Kenapa? Kenapa melakukan ini padaku? Kenapa kamu menjadi orang yang membocorkan hubungan gelap kita? Kenapa kamu tega, Ga? Kenapa?" Ana melihat file berisi foto yang sama dengan foto yang dikirim ke Zidan, foto yang membuat hubungan mereka terbongkar. Bahkan Ana melihat foto bukti transfer kepada seseorang, menduga kalau Arga sengaja membayar untuk mengambil foto mereka secara diam-diam kemudian mengirimkan kepada Zidan. Zidan berjalan cepat menyusuri koridor, menuju ruang operasi sesaat setelah mendapat kabar Ana mengalami kecelakaan. Begitu melihat Arga yang tertunduk dengan tangan yang berlumuran darah, membuat Zidan murka. Mantan suami Ana langsung menarik kerah Arga, melayangkan bogem mentah hingga membuat Arga limbung dan terjatuh di lantai. "Apa yang kamu lakukan padanya, hah? Kenapa dia meminta maaf padaku berulang kali? Apa yang kamu lakukan, brengsek?!" Zidan kembali melayang
Arga langsung menggendong Ana begitu sampai di rumah. Seakan enggan melepas sang istri, rasa takut dan tertekan kini benar-benar dirasakan Arga. Lanie, Samuel, dan Dio tidak berani mengganggu, mereka hanya menatap Arga yang langsung berjalan masuk ke rumah."Biarkan mereka berdua," ucap Lanie yang langsung mendapat anggukan dari Samuel dan Dio.Lanie menambah pengawal pribadi di area rumah Arga, jangan sampai mereka kecolongan lagi. Lanie juga sudah meminta beberapa hacker untuk menghapus postingan yang sudah terlanjur beredar di sosmed. - -Arga berjalan dengan menatap sendu sang istri, ingin rasanya menangis tapi takut Ana akan menjadi semakin sedih. Menurunkan Ana di atas tempat tidur, menyelimuti dan kemudian ikut berbaring di ranjang."Maaf sudah membuatmu cemas," ucap Ana yang tahu kalau Arga mencemaskan dirinya.Arga menggeleng menahan tangis, d
Arga dan yang lainnya sudah sampai di lokasi yang diberikan Alisya, mereka tidak menemukan siapa pun di sana, membuat Arga semakin frustasi."Nomor Ana masih tidak bisa dihubungi!" Lanie tampak panik. Ia baru saja memaki pengawal yang disuruh mengawasi Ana, orang bayarannya itu ternyata tidak tahu kalau Ana pergi keluar.Arga mengguyar kasar rambut karena frustasi, pikirannya tidak tenang membayangkan apa yang terjadi dengan sang istri."Kita cari ke rumah Alisya," kata Dio yang membuat Arga, Lanie, dan Samuel menatap padanya."Rumah Alisya, rumah mantan suami Ana!" Arga memastikan.Dio mengangguk, bisa saja Ana di sana mengingat kalau Alisya yang pertama kali memberi kabar soal postingan hingga keberadaan Ana. Arga terlihat berpikir, hingga kemudian mengiyakan usul Dio. Mereka kembali masuk mobil, hendak pergi menuju rumah Zidan.Arga terlihat berpikir, mesk
Ana ditarik paksa, bahkan gadis yang berjalan di belakang terlihat sesekali menarik rambut Ana dengan kasar, membuat istri Arga itu meringis menahan sakit. Mereka membawa Ana ke sebuah gang kecil yang terdapat di dekat minimarket, sepi orang berlalu lalang hingga membuat para gadis itu bebas menggila. Menyebut diri mereka Arga Angels, fans fanatik Arga yang tidak akan rela jika kekasih sedunia mereka dimiliki oleh satu wanita.Ana didorong hingga membentur tembok, lengannya terasa sakit dan kulit kepala begitu perih."Mau apa kalian?" tanya Ana menatap satu persatu para gadis yang membawa paksa dirinya. Matanya merah, entah menahan tangis atau amarah."Mau apa? Tentu saja memberimu pelajaran! Siapa yang mengizinkanmu menikahi Arga kami, hah!" bentak salah satu gadis yang sudah diliputi amarah.Gadis lainnya melempar sebutir telur tepat mengenai pelipis Ana, membuat terkejut tak percaya dengan yang te
Sudah dua hari berlalu. Sejak hari di mana ibu pindah, Ana dan Arga masih tinggal di rumah ibu karena di sana lebih leluasa melakukan sesuatu dan juga pengawal yang berjaga akan lebih leluasa mengawasi. "Ah, semuanya habis." Ana mengecek persediaan dapur. Karena dua hari tidak ke mana-mana, membuat dirinya tidak berbelanja sama sekali. Arga pergi ke studio pada pagi buta, tidak ingin kalau ada paparazi yang melihatnya keluar dari rumah itu. Kini Ana kebingungan harus bagaimana, hingga akhirnya memilih untuk keluar berbelanja. Hari masih pagi, berpikir kalau paparazi tidak mungkin akan beraksi, terlebih sampai sekarang belum ada tanda-tanda kalau foto atau video tentang pernikahan mereka tersebar di jagat maya. - - - Zidan tengah sarapan bersama Mikayla dan Alisya. Sejak Zidan menghajar Rian, Mikayla terlihat lebih baik, seakan sudah melupakan tentang tekanan batin yang pernah
Zidan terlihat mengemudikan mobil di jalanan, baru saja menghadiri rapat di luar perusahaan. Semenjak bertemu Ana tempo hari, Zidan terlihat lebih senang dan bahagia, bahkan tak jarang tiba-tiba tersenyum sendiri, seakan sedang jatuh cinta untuk kedua kalinya. Zidan melajukan mobil dengan kecepatan sedang, hingga menangkap sosok wanita yang dikenal. Zidan buru-buru menepikan mobil di sisi jalan serta memarkirkan serampangan sebelum akhirnya keluar dan berjalan dengan sedikit tergesa-gesa.Mikayla yang baru saja selesai berbelanja setelah beberapa hari istirahat, melihat Rian yang sedang berjalan dengan seorang wanita. Terlihat begitu mesra dan intim, membuat Mikayla tidak terima akan hal itu, bukan hanya karena Rian menolak bertanggung jawab, tapi juga karena Rian memecatnya.Mikayla berjalan cepat menghampiri Rian yang sedang berjalan bergandengan tangan dengan wanita berpakaian seksi itu, menarik kasar tangan Rian hingga membuat genggaman
Hari berikutnya, Lanie dan teman-teman Arga datang ke rumah ibu. Mereka panik ketika tahu hal yang menimpa ibu dan Ana akibat ulah paparazi."Bagaimana keadaan ibu?" tanya Lanie ketika Arga sudah mempersilahkan semuanya duduk."Ada di kamar, sedang bersama Ana," jawab Arga.Arga menatap satu persatu teman-temannya, kemudian menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan perlahan. Semua teman-teman Arga memperhatikan suami Ana, merasa kalau pria itu benar-benar sedang dalam keadaan bingung."Aku ingin mempublikasikan hubungan kami," ucap Arga yang membuat semuanya terkejut."Ar, apa kamu sudah memperkirakan konsekuensi yang akan terjadi jika melakukan hal itu?" tanya Samuel yang selalu membuka suara untuk mengemukakan pendapat."Benar, kamu tidak bisa begitu saja mengatakan pada publik tentang statusmu sekarang," timpal Lanie.Arga mengusap ka
Ana terkejut dengan pertanyaan Arga, bagaimana bisa tahu kalau dirinya bertemu Zidan? Apa itu saat di rumah sakit? Atau di kafe? Pertanyaan itu malah berputar di kepala.Arga menanti kejujuran dari sang istri, sangat berharap Ana tidak membohongi dirinya. "An!"Ana menarik napas dalam-dalam, mengulas senyum dan mempererat genggaman tangan. "Iya," jawab Ana yang membuat Arga hendak melepas tangan dari genggaman Ana. "Tapi dengar dulu penjelasanku!" Ana tidak membiarkan Arga melepas tangannya, sadar kalau sang suami pasti cemburu."Kamu ingat waktu aku bilang baru saja mengantar teman ke rumah sakit?" tanya Ana dengan tatapan yang tidak teralihkan dari wajah Arga. Arga hanya mengangguk karena masih ingat.Ana melanjutkan cerita ketika Arga sudah menjawab dengan sebuah anggukan. "Dia adalah Mikayla, adiknya mas Zidan. Dia hamil dan pria yang seharusnya bertanggung jawab malah kabur, aku menyelamat