Mikayla sudah masuk ke ruangan divisinya. Ketika hendak mendudukkan diri di kursi, ia dikejutkan dengan teman yang langsung bicara dengan wajah panik.
"Mik, kamu suruh ke HRD!"
Mikayla yang melihat wajah panik temannya itu sedikit mengernyitkan dahi, kemudian kembali berdiri.
"Memangnya ada apa? Perasaan aku tidak melakukan kesalahan," ucap Mikayla.
"Entah, tadi datang nyari kamu pas jam makan siang. Karena kamu keluar, jadi aku bilang saja lagi ada urusan," balas teman Mikayla.
Mikayla terlihat berpikir, hingga dirinya tertuju pada Rian. "Jangan-jangan dia berencana memecat 'ku agar tidak membuat masalah," gumam Mikayla dalam hati.
Akhirnya Mikayla pergi ke HRD, dan benar saja. Mikayla dipecat hari itu, membuat gadis itu begitu geram. Mikayla berjalan cepat menuju ruang Rian, meski pihak HRD tidak menyebut nama Rian, tapi tetap saja gadis itu bisa mene
Arga mendengar cerita Ana dengan seksama, tidak menyangka kalau Lanie akan begitu baik mengajak Ana ke kamar. Hingga kemudian memilih mengecup kening Ana untuk mencurahkan rasa rindu meski baru sehari berpisah. Ana memejamkan mata ketika Arga mencium, merasa sangat dihargai dan disayangi.Arga menatap penampilan Ana, hingga akhirnya mengernyitkan dahi. "Kamu pakai kemejaku?" tanya Arga yang baru sadar kalau Ana memang memakai pakaiannya.Ana mengatupkan bibir rapat-rapat, sedikit menarik kerah kemeja dan ujung bawah untuk menutupi paha yang terpampang jelas tak tertutup."Karena aku ke sini buru-buru, bahkan tidak membawa baju ganti." Ana sedikit menunduk, jadi merasa malu sendiri, wajahnya terlihat memerah.Arga merasa gemas dengan sikap Ana, sehingga langsung memeluk pinggang Ana begitu erat."Yang penting kamu mau datang, aku sangat bahagia," ucap Arga seraya menenggelamkan wa
Ana terlihat berpakaian rapi saat pagi hari, memakai baju yang sama ketika datang ke sana. Ia harus pulang ke lebih dulu tanpa menonton konser sang suami, tidak ingin mengundang perhatian banyak orang jika dirinya muncul bersama Arga dan band."An, yakin pulang sekarang? Aku masih rindu," ucap Arga masih bergelayut manja pada tubuh Ana."Iya, tinggal dua hari lagi juga. Setelah ini kita kumpul lagi," timpal Ana yang menggerakkan tubuh dan memutar untuk bisa berhadapan dengan Arga.Ana menatap manik mata Arga, sadar kalau samg suami memang tidak rela jika dirinya pulang."Aku akan sangat merindukanmu," ucap Arga dengan suara berat, ditatapnya bola mata Ana secara bergantian, seakan sedang mengiba dan berharap Ana mengurungkan niat untuk pulang.Ana mengulas senyum, mengusap sisi wajah Arga penuh kelembutan dan kasih sayang."Aku juga, akan kutunggu kepulangan
Arga menanti Lanie yang mengantar Ana, sengaja tidak menutup pintu rapat agar bisa tahu kalau Lanie sudah kembali. Benar saja, setelah hampir satu jam lebih menunggu, Arga melihat bayangan Lanie yang melintas. Arga bergegas keluar kamar dan memanggil Lanie yang hendak membuka pintu. "Dia sudah berangkat?" tanya Arga yang tidak tahu harus mulai bicara dari mana. Lanie menengok pada jam tangan yang melingkar manis di pergelangan, kemudian menatap Arga yang terlihat cemas. "Harusnya sudah," jawab Lanie dengan senyum kecil di wajahnya. "Baguslah." Arga menghela napas lega. Kemudian kembali menatap Lanie, ada rasa mengganjal di hatinya dan tidak bisa tenang sebelum tahu apa itu. "Lan, boleh aku tanya sesuatu?" tanya Arga. Lanie mengernyitkan dahi, berusaha tetap tersenyum kemudian mengangguk tanda siap menjawab pertanyaan Arga. "Sikapmu pada Ana benar-benar berubah, aku mera
Arga kembali ke kamar setelah bicara dengan Lanie. Lanie sendiri membuka pintu dan hendak masuk ketika ponselnya berderit. Ia memilih menjawab panggilan yang masuk dengan satu tangan memutar gagang pintu."Halo." Lanie menghentikan gerakan tangan, bola matanya membulat lebar ketika mendengar suara dari seberang panggilan. "Tahan dulu, jangan sampai itu menyebar luas. Beli semua informasi yang didapat!" perintah Lanie pada orang yang menghubunginya.Panggilan itu berakhir, Lanie menoleh sekilas ke arah kamar Arga sebelum pada akhirnya memilih masuk ke ruangannya.--Ana pergi dari rumah sakit setelah memastikan kalau Mikayla baik-baik saja. Ia mengendarai mobil menuju apartemen, hingga tanpa sengaja melihat dari spion tengah kalau ada sebuah mobil SUV berwarna hitam terlihat membuntuti. Ana berpikir kalau mobil itu searah dengan dirinya, tapi sayangnya itu tidak seperti yang dipikirkan! Saat mobil Ana melambat, mobil SUV
Dio sedikit terkejut ketika Alisya mengakhiri panggilan secara tiba-tiba, menatap pada benda pipih yang ada di tangan. "Ck, tumben dia buru-buru matiiin," gerutu Dio yang seakan masih tidak rela dan ingin bicara lebih lama dengan Alisya."Cie-cie, kenapa tuh muka masam? Habis ditolak cewek, ya!" goda salah satu teman Dio yang sudah merangkul leher pria itu."Mana ada!" sanggah Dio."Ada, tuh nyatanya muka udah masam kek cuka!" ledek temannya.Dio memukul lengan yang melingkar di leher, berjalan cepat untuk menghindar. Selagi Dio yang kebingungan karena Alisya menutup panggilan, Arga kebingungan karena Ana tidak bisa dihubungi, hanya mesin penjawab pesan yang terdengar."Kenapa?" tanya Lanie yang sadar kalau Arga cemas.Arga menatap layar ponsel di mana nama Ana terpampang di sana. "Nomernya tidak bisa dihubungi," jawab Arga yang kemudian menoleh pada Lanie.
Ana sudah sampai di apartemen, mengganti pakaian dan berbaring di atas ranjang. Ia menatap jam dinding, melihat seakan waktu berjalan sangat lambat, kamar itu begitu hening, hanya terdengar suara jarum jam yang berputar. Rasa nyeri begitu menusuk dada, lambat lalun kelopak mata Ana terpejam, rasa lelah dan takut dengan kejadian yang menimpanya, mengantar tidur hingga Ana benar-benar terlelap. Ana tertidur begitu pulas, bahkan sampai tidak menghubungi Arga sebagaimana dengan yang direncanakan. Waktu semakin berjalan, kini jam di dinding sudah menunjukkan pukul 3 pagi, Ana masih tertidur dan belum ada tanda-tanda akan bangun, mungkin efek obat yang diminum sehingga Ana tanpa sadar tertidur pulas. Seseorang terlihat membuka pintu kamar, ruang tengah masih terlihat terang tapi kamar hanya terlihat cahaya lampu yang meremang. Mendekat dan duduk di samping Ana, menyentuh sisi wajah dan membelai lembut. Ana yang merasakan sebuah sentuhan pun se
Semalaman Zidan berpikir tentang Ana yang sudah menikah lagi, di hatinya merasa belum ikhlas kalau Ana sudah dimiliki pria lain. Ia sampai mengusap kasar berulang kali wajah, mencoba menyadarkan diri kalau itu bukanlah sebuah mimpi."Apa dia bahagia? Apa pria itu baik padanya?"Pertanyaan-pertanyaan itu terus berkutat di otak, merasa takut kalau Ana tidak bahagia. Hingga Zidan membuka laci meja kecil samping tempat tidur, mengambil bingkai foto yang semula dalam posisi tertelungkup. Zidan menatap foto dalam bingkai dengan senyum getir di wajahnya."Aku masih tidak percaya kalau kita berpisah, berbulan-bulan mencoba melupakan, tapi aku tidak sanggup. Bahkan untuk membuang fotomu saja rasanya berat."Zidan bicara pada foto yang terdapat dalam bingkai. Itu adalah foto pernikahan dirinya dengan Ana, rasa berat masih terus hadir dalam hati. Zidan sebenarnya masih tidak rela melepas Ana. Hanya agar Ana bah
Sudah tiga hari semenjak ponsel Ana hilang, tapi tidak ada tanda-tanda kalau foto dirinya dan Arga menyebar luas di dunia maya. Namun, meski begitu Ana masih saja khawatir, setiap hari Ana mengecek berita infotaiment lewat ponsel yang baru saja Arga belikan, bahkan televisi di dalam kamar tidak berhenti menyala dan menayangkan chanel berita selama 24 jam penuh. Ana juga tidak ke kafe, meminta karyawan kepercayaannya untuk mengurus sementara dengan alasan dia sedang tidak sehat.Arga masuk dengan secangkir coklat hangat di tangan, meletakkan di atas meja kecil kemudian duduk di samping Ana yang masih menatap layar televisi dan ponsel di tangan dengan wajah cemas.Arga mengambil ponsel dari tangan Ana, membuat wanita itu terkejut. Ana menoleh pada Arga yang sedang meletakkan ponsel ke atas nakas."Ga, mana ponselku? Aku belum mengecek chanel gosip," kata Ana seraya mengulurkan tangan untuk meminta ponsel dari Arga.
Zidan dan Arga memakai pakaian khusus untuk bisa melihat Ana, mereka masuk bersama setelah terjadi perdebatan sengit, tidak ada yang mengalah untuk bergantian melihat kondisi Ana. Hingga akhirnya perawat mengizinkan keduanya masuk bersamaan. Kini keduanya sudah berdiri di samping kanan dan kiri, menatap wajah Ana yang penuh luka, alat bantu napas terpasang di hidung, jarum infus dan alat penunjang kehidupan lainnya terpasang di seluruh badan. Kedua pria itu sama-sama menggenggam tangan Ana, bahkan mengecup punggung tangan bersamaan, seakan melupakan perdebatan mereka saat di luar. "An, jika kamu bangun. Aku berjanji untuk membahagiakan dirimu, akan aku ikuti semua keinginanmu. Bahkan jika kamu meminta aku mundur dari dunia musik, maka akan aku lakukan," ucap Arga yang terdengar begitu pilu. "An, meski aku tidak berhak, tapi kamu tahu aku sangat mencintaimu. Aku akan merawatmu meski suamimu melarang," ucap Zidan yan
"Kenapa? Kenapa melakukan ini padaku? Kenapa kamu menjadi orang yang membocorkan hubungan gelap kita? Kenapa kamu tega, Ga? Kenapa?" Ana melihat file berisi foto yang sama dengan foto yang dikirim ke Zidan, foto yang membuat hubungan mereka terbongkar. Bahkan Ana melihat foto bukti transfer kepada seseorang, menduga kalau Arga sengaja membayar untuk mengambil foto mereka secara diam-diam kemudian mengirimkan kepada Zidan. Zidan berjalan cepat menyusuri koridor, menuju ruang operasi sesaat setelah mendapat kabar Ana mengalami kecelakaan. Begitu melihat Arga yang tertunduk dengan tangan yang berlumuran darah, membuat Zidan murka. Mantan suami Ana langsung menarik kerah Arga, melayangkan bogem mentah hingga membuat Arga limbung dan terjatuh di lantai. "Apa yang kamu lakukan padanya, hah? Kenapa dia meminta maaf padaku berulang kali? Apa yang kamu lakukan, brengsek?!" Zidan kembali melayang
Arga langsung menggendong Ana begitu sampai di rumah. Seakan enggan melepas sang istri, rasa takut dan tertekan kini benar-benar dirasakan Arga. Lanie, Samuel, dan Dio tidak berani mengganggu, mereka hanya menatap Arga yang langsung berjalan masuk ke rumah."Biarkan mereka berdua," ucap Lanie yang langsung mendapat anggukan dari Samuel dan Dio.Lanie menambah pengawal pribadi di area rumah Arga, jangan sampai mereka kecolongan lagi. Lanie juga sudah meminta beberapa hacker untuk menghapus postingan yang sudah terlanjur beredar di sosmed. - -Arga berjalan dengan menatap sendu sang istri, ingin rasanya menangis tapi takut Ana akan menjadi semakin sedih. Menurunkan Ana di atas tempat tidur, menyelimuti dan kemudian ikut berbaring di ranjang."Maaf sudah membuatmu cemas," ucap Ana yang tahu kalau Arga mencemaskan dirinya.Arga menggeleng menahan tangis, d
Arga dan yang lainnya sudah sampai di lokasi yang diberikan Alisya, mereka tidak menemukan siapa pun di sana, membuat Arga semakin frustasi."Nomor Ana masih tidak bisa dihubungi!" Lanie tampak panik. Ia baru saja memaki pengawal yang disuruh mengawasi Ana, orang bayarannya itu ternyata tidak tahu kalau Ana pergi keluar.Arga mengguyar kasar rambut karena frustasi, pikirannya tidak tenang membayangkan apa yang terjadi dengan sang istri."Kita cari ke rumah Alisya," kata Dio yang membuat Arga, Lanie, dan Samuel menatap padanya."Rumah Alisya, rumah mantan suami Ana!" Arga memastikan.Dio mengangguk, bisa saja Ana di sana mengingat kalau Alisya yang pertama kali memberi kabar soal postingan hingga keberadaan Ana. Arga terlihat berpikir, hingga kemudian mengiyakan usul Dio. Mereka kembali masuk mobil, hendak pergi menuju rumah Zidan.Arga terlihat berpikir, mesk
Ana ditarik paksa, bahkan gadis yang berjalan di belakang terlihat sesekali menarik rambut Ana dengan kasar, membuat istri Arga itu meringis menahan sakit. Mereka membawa Ana ke sebuah gang kecil yang terdapat di dekat minimarket, sepi orang berlalu lalang hingga membuat para gadis itu bebas menggila. Menyebut diri mereka Arga Angels, fans fanatik Arga yang tidak akan rela jika kekasih sedunia mereka dimiliki oleh satu wanita.Ana didorong hingga membentur tembok, lengannya terasa sakit dan kulit kepala begitu perih."Mau apa kalian?" tanya Ana menatap satu persatu para gadis yang membawa paksa dirinya. Matanya merah, entah menahan tangis atau amarah."Mau apa? Tentu saja memberimu pelajaran! Siapa yang mengizinkanmu menikahi Arga kami, hah!" bentak salah satu gadis yang sudah diliputi amarah.Gadis lainnya melempar sebutir telur tepat mengenai pelipis Ana, membuat terkejut tak percaya dengan yang te
Sudah dua hari berlalu. Sejak hari di mana ibu pindah, Ana dan Arga masih tinggal di rumah ibu karena di sana lebih leluasa melakukan sesuatu dan juga pengawal yang berjaga akan lebih leluasa mengawasi. "Ah, semuanya habis." Ana mengecek persediaan dapur. Karena dua hari tidak ke mana-mana, membuat dirinya tidak berbelanja sama sekali. Arga pergi ke studio pada pagi buta, tidak ingin kalau ada paparazi yang melihatnya keluar dari rumah itu. Kini Ana kebingungan harus bagaimana, hingga akhirnya memilih untuk keluar berbelanja. Hari masih pagi, berpikir kalau paparazi tidak mungkin akan beraksi, terlebih sampai sekarang belum ada tanda-tanda kalau foto atau video tentang pernikahan mereka tersebar di jagat maya. - - - Zidan tengah sarapan bersama Mikayla dan Alisya. Sejak Zidan menghajar Rian, Mikayla terlihat lebih baik, seakan sudah melupakan tentang tekanan batin yang pernah
Zidan terlihat mengemudikan mobil di jalanan, baru saja menghadiri rapat di luar perusahaan. Semenjak bertemu Ana tempo hari, Zidan terlihat lebih senang dan bahagia, bahkan tak jarang tiba-tiba tersenyum sendiri, seakan sedang jatuh cinta untuk kedua kalinya. Zidan melajukan mobil dengan kecepatan sedang, hingga menangkap sosok wanita yang dikenal. Zidan buru-buru menepikan mobil di sisi jalan serta memarkirkan serampangan sebelum akhirnya keluar dan berjalan dengan sedikit tergesa-gesa.Mikayla yang baru saja selesai berbelanja setelah beberapa hari istirahat, melihat Rian yang sedang berjalan dengan seorang wanita. Terlihat begitu mesra dan intim, membuat Mikayla tidak terima akan hal itu, bukan hanya karena Rian menolak bertanggung jawab, tapi juga karena Rian memecatnya.Mikayla berjalan cepat menghampiri Rian yang sedang berjalan bergandengan tangan dengan wanita berpakaian seksi itu, menarik kasar tangan Rian hingga membuat genggaman
Hari berikutnya, Lanie dan teman-teman Arga datang ke rumah ibu. Mereka panik ketika tahu hal yang menimpa ibu dan Ana akibat ulah paparazi."Bagaimana keadaan ibu?" tanya Lanie ketika Arga sudah mempersilahkan semuanya duduk."Ada di kamar, sedang bersama Ana," jawab Arga.Arga menatap satu persatu teman-temannya, kemudian menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan perlahan. Semua teman-teman Arga memperhatikan suami Ana, merasa kalau pria itu benar-benar sedang dalam keadaan bingung."Aku ingin mempublikasikan hubungan kami," ucap Arga yang membuat semuanya terkejut."Ar, apa kamu sudah memperkirakan konsekuensi yang akan terjadi jika melakukan hal itu?" tanya Samuel yang selalu membuka suara untuk mengemukakan pendapat."Benar, kamu tidak bisa begitu saja mengatakan pada publik tentang statusmu sekarang," timpal Lanie.Arga mengusap ka
Ana terkejut dengan pertanyaan Arga, bagaimana bisa tahu kalau dirinya bertemu Zidan? Apa itu saat di rumah sakit? Atau di kafe? Pertanyaan itu malah berputar di kepala.Arga menanti kejujuran dari sang istri, sangat berharap Ana tidak membohongi dirinya. "An!"Ana menarik napas dalam-dalam, mengulas senyum dan mempererat genggaman tangan. "Iya," jawab Ana yang membuat Arga hendak melepas tangan dari genggaman Ana. "Tapi dengar dulu penjelasanku!" Ana tidak membiarkan Arga melepas tangannya, sadar kalau sang suami pasti cemburu."Kamu ingat waktu aku bilang baru saja mengantar teman ke rumah sakit?" tanya Ana dengan tatapan yang tidak teralihkan dari wajah Arga. Arga hanya mengangguk karena masih ingat.Ana melanjutkan cerita ketika Arga sudah menjawab dengan sebuah anggukan. "Dia adalah Mikayla, adiknya mas Zidan. Dia hamil dan pria yang seharusnya bertanggung jawab malah kabur, aku menyelamat