Arga menautkan jemari pada jemari Ana, terus menatap wajah Ana yang duduk di sampingnya, membuat Ana benar-benar merasa canggung dibuatnya.
"Ga, sampai kapan kamu mau menautkan jari seperti ini?" tanya Ana seraya mengangkat tangan mereka yang bertautan.
"Selamanya," jawab Arga yang membuat Ana memukul lengan pria itu.
"Ish ... jangan mengada-ada. Sudah waktunya aku bekerja," ucap Ana yang berusaha mengurai jemarinya.
"Tunggu! Aku masih rindu." Arga malah mempererat genggamannya.
Ana menatap Arga yang terus mengulas senyum, mengingatkan dirinya akan masa lalu di mana Arga akan bertingkah seperti itu jika seharian tidak bertemu dengan Ana.
"Aku harus kerja, bagaimana kalau aku kena pecat jika tidak ada di mejaku saat jam kerja?" tanya Ana seraya menaikkan satu sudut alisnya.
"Aku akan menampungmu, mencukupi kebutuhan dan segala keperluanmu,
Lanie melajukan mobilnya menuju rumah Arga, ia harus memastikan hubungan Arga dengan Ana, karena bagaimanapun Arga sekarang adalah seorang publik figur, tidak mungkin baginya menjalin hubungan dengan sembarang orang karena akan banyak paparazi yang mengincar berita darinya dari hal yang baik ataupun buruk.Lanie mengingat tentang perbincangannya dengan salah satu teman Arga."Sebelum kalian bertemu denganku, apakah Arga pernah dekat dengan seorang gadis?" tanya Lanie yang langsung pada intinya."Gadis ya?" Drummer di kelompok Arga itu tampak berpikir, ia mencoba mengingat, hingga ingat akan satu nama. "Iya, sebelum masuk dapur rekaman, Arga memang menjalin hubungan dengan seseorang sejak SMA. Namun sayangnya cinta mereka kandas karena gadis itu dipaksa menikah dengan pria lain oleh orangtuanya.""Siapa namanya?" tanya Lanie penasaran."Ana, Anarita. Dia gadis yang baik, ramah, dan juga sangat perhatian. Kami sendiri tidak menyangka jika akhirnya mereka
Zidan mengajak Ana ke sebuah restoran. Zidan merasa senang karena akhirnya dirinya bisa mengajak istrinya itu keluar berdua."Mas, aku ke kamar kecil sebentar," pamit Ana yang sudah berdiri.Zidan mengangguk. Ana pun langsung berjalan menuju ke kamar kecil.Ketika sang istri pergi ke kamar kecil, ponsel Ana yang berada di dalam tas terus berbunyi, membuat Zidan akhirnya berinisiatif menjawab karena takut jika itu panggilan penting.Zidan mengernyitkan dahi ketika melihat nama yang terpampang di layar ponsel Ana."Arga?"Zidan pun menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan itu. "Halo."Arga yang berada di seberang panggilan pun terdiam sejenak, tidak menyangka jika Zidan yang menjawab. Namun, jika dirinya langsung memutus panggilan itu, tentu saja akan membuat Zidan curiga, akhirnya Arga pun bicara kepada Zidan.&nb
Siang itu Ana tengah fokus dengan pekerjaannya, hingga suara benda pipih yang tergeletak di atas meja membuyarkan konsentrasinya. Ana menatap ke layar benda pipihnya itu dan melihat jika nama sang suami terpampang di sana. Ana pun menarik napas panjang kemudian mengembuskannya perlahan sebelum akhirnya ia menjawab panggilan itu."Halo Mas!""An, aku ada di depan studio. Kamu bisa nggak turun sebentar!" pinta Zidan dari seberang panggilan.Ana terkejut karena Zidan ada di lingkungan tempatnya bekerja, berpikir apa ada sesuatu yang penting hingga suaminya itu datang."Iya Mas, tunggu sebentar," ucap Ana.Ana pun mengakhiri panggilan, ia bergegas turun untuk menemui Zidan. Dalam hatinya berdoa semoga kedatangan Zidan tidak karena curiga kepadanya.Ana melihat Zidan yang berdiri di samping mobil, ia pun langsung menghampiri suaminya itu."Ada apa, Mas? Kok tumben
Tak ada penolakan dari Ana, Ia malah memejamkan mata dan mengikuti ritme bibir Arga.Keduanya terbuai, bahkan Ana seolah dibuat terbang ke angkasa. Ia membiarkan Arga mengangkat tubuhnya, Ana bahkan dengan refleks melingkarkan lengannya ke leher pria itu, sementara kakinya sudah mengait sempurna ke pinggang Arga.Arga membawa Ana masuk ke dalam kamar, masih dengan bibir yang saling bertautan."Ga--" lirih Ana dengan mata yang sudah sayu.Arga menatap Ana yang sudah di bawah kungkungannya, menyematkan helaian rambut yang sedikit menutupi wajah sang kekasih."Ada apa?" tanya Arga dengan tatapan penuh kasih sayang."Sepertinya ini salah," jawabnya dengan kedua telapak tangan yang menahan dada Arga."Apanya? Bukankah kita setuju, menjalin hubungan ini?" Arga meyakinkan Ana untuk tidak menolak dirinya.
Ana pulang ke rumah setelah bekerja pada hari berikutnya, ia memang tidak pulang di pagi hari karena takut jika Alisya curiga, terlebih karena semalam ia berkata kalau menginap di rumah temannya kepada gadis itu.Ana berjalan masuk seraya mengusap tengkuknya, wanita itu melihat Alisya yang sedang menonton acara musik, ia pun menghampiri dan langsung duduk di samping adik iparnya itu."Eh, Kak! Baru pulang?" Alisya langsung menoleh pada Ana yang sudah di sampingnya."Iya, pulang awal." Wanita itu mengambil makanan ringan dari tangan Alisya, lantas memasukkan ke mulut dengan tatapan tertuju ke layar televisi."Kak Zidan pulang kapan?" tanya Alisya yang ikut menikmati makanan ringannya dengan tatapan yang ikut mengarah pada acara televisi."Katanya sih besok, kalau belum selesai mungkin lusa," jawab Ana.Alisya membentuk huruf 'O' dengan bibirnya, ia pun kembali menikmati makanannya. Ana teringat sesuatu, ia merogoh tas lantas mengeluarkan sesuatu da
Ana baru saja mengambil beberapa dokumen, wanita itu mengecek dokumen itu sambil berjalan, hingga seseorang menarik lengan dan mengajaknya masuk ke pintu darurat. Ana begitu terkejut hingga akhirnya sedikit lega ketika melihat siapa yang berdiri di hadapannya."Ga, kamu ini ngagetin saja!" Ana menghela napas pelan, ia memeluk dokumen yang dibawa."Kenapa tidak menjawab panggilan telponku?" tanya Arga menatap curiga pada Ana.Ana terkesiap mendengar pertanyaan Arga, ia pun mencari ponselnya di kantong kemeja dan tidak mendapatinya."Sepertinya tertinggal di meja," jawab Ana dengan senyum kecil karena merasa bersalah.Arga mencebik kesal, sempat berpikir kalau Ana mengabaikannya. Hingga akhirnya Arga berkata, "Ya sudah, nanti makan siang bersama! Aku sudah menyiapkan makan siang untuk kita, di ruangan seperti biasanya.""Ah, oke!" Ana mengangguk.
Hari-hari Ana dilalui penuh rasa bahagia, terlebih karena Arga sangat perhatian padanya. Namun, ia juga harus sering berbohong pada Zidan kalau lembur karena terkadang Arga mengajaknya pergi untuk sekedar duduk minum kopi bersama. Sore itu Zidan pulang lebih awal, ia duduk di tepian ranjang seraya menatap layar ponselnya, air mukanya terlihat begitu serius, ada sesuatu yang membuatnya pulang lebih awal dan merasa tidak fokus dengan pekerjaannya. Zidan menatap nomor ponsel Ana, ia pun mendial nomor itu untuk menghubungi sang istri. "An, apa hari ini kamu lembur? Aku merasa tidak enak badan," ucap Zidan begitu panggilan itu terhubung. Zidan tampak menganggukkan kepala, ia lantas mengakhiri panggilan itu. - - - Ana sedang berjalan keluar dari gedung studio ketika ponselnya terus berdering, ia pun langsung menjawab panggilan itu karena nama Zidan terpampang di sana.
Zidan mengajak Ana makan di restoran barbeque, mereka sudah memesan tempat dan juga memesan makanan."Apa kamu mau menu lainnya?" tanya Zidan ketika pelayan sedang menyajikan pesanan mereka."Tidak, Mas! Ini saja udah banyak," jawab Ana menolak tawaran suaminya.Zidan tersenyum kecil, mereka pun mulai memanggang daging. Zidan tampak melayani Ana dengan baik, ia memanggang dan memberikan daging yang sudah matang untuk sang istri."Makan yang banyak, karena sering lembur kamu sekarang sedikit kurusan," ujar Zidan yang menaruh potongan daging ke piring Ana.Ana hampir tersedak ketika Zidan membahas masalah lembur, ia menoleh pada Zidan dengan senyum canggung, sedangkan Zidan sendiri terus mengulas senyumnya. Ana memakan apa yang diberikan oleh suaminya, sedikit merasa tidak enak hati ketika Zidan kini begitu sangat perhatian dengannya.Mereka pun sudah selesai makan, Ana mengusap mulut
Zidan dan Arga memakai pakaian khusus untuk bisa melihat Ana, mereka masuk bersama setelah terjadi perdebatan sengit, tidak ada yang mengalah untuk bergantian melihat kondisi Ana. Hingga akhirnya perawat mengizinkan keduanya masuk bersamaan. Kini keduanya sudah berdiri di samping kanan dan kiri, menatap wajah Ana yang penuh luka, alat bantu napas terpasang di hidung, jarum infus dan alat penunjang kehidupan lainnya terpasang di seluruh badan. Kedua pria itu sama-sama menggenggam tangan Ana, bahkan mengecup punggung tangan bersamaan, seakan melupakan perdebatan mereka saat di luar. "An, jika kamu bangun. Aku berjanji untuk membahagiakan dirimu, akan aku ikuti semua keinginanmu. Bahkan jika kamu meminta aku mundur dari dunia musik, maka akan aku lakukan," ucap Arga yang terdengar begitu pilu. "An, meski aku tidak berhak, tapi kamu tahu aku sangat mencintaimu. Aku akan merawatmu meski suamimu melarang," ucap Zidan yan
"Kenapa? Kenapa melakukan ini padaku? Kenapa kamu menjadi orang yang membocorkan hubungan gelap kita? Kenapa kamu tega, Ga? Kenapa?" Ana melihat file berisi foto yang sama dengan foto yang dikirim ke Zidan, foto yang membuat hubungan mereka terbongkar. Bahkan Ana melihat foto bukti transfer kepada seseorang, menduga kalau Arga sengaja membayar untuk mengambil foto mereka secara diam-diam kemudian mengirimkan kepada Zidan. Zidan berjalan cepat menyusuri koridor, menuju ruang operasi sesaat setelah mendapat kabar Ana mengalami kecelakaan. Begitu melihat Arga yang tertunduk dengan tangan yang berlumuran darah, membuat Zidan murka. Mantan suami Ana langsung menarik kerah Arga, melayangkan bogem mentah hingga membuat Arga limbung dan terjatuh di lantai. "Apa yang kamu lakukan padanya, hah? Kenapa dia meminta maaf padaku berulang kali? Apa yang kamu lakukan, brengsek?!" Zidan kembali melayang
Arga langsung menggendong Ana begitu sampai di rumah. Seakan enggan melepas sang istri, rasa takut dan tertekan kini benar-benar dirasakan Arga. Lanie, Samuel, dan Dio tidak berani mengganggu, mereka hanya menatap Arga yang langsung berjalan masuk ke rumah."Biarkan mereka berdua," ucap Lanie yang langsung mendapat anggukan dari Samuel dan Dio.Lanie menambah pengawal pribadi di area rumah Arga, jangan sampai mereka kecolongan lagi. Lanie juga sudah meminta beberapa hacker untuk menghapus postingan yang sudah terlanjur beredar di sosmed. - -Arga berjalan dengan menatap sendu sang istri, ingin rasanya menangis tapi takut Ana akan menjadi semakin sedih. Menurunkan Ana di atas tempat tidur, menyelimuti dan kemudian ikut berbaring di ranjang."Maaf sudah membuatmu cemas," ucap Ana yang tahu kalau Arga mencemaskan dirinya.Arga menggeleng menahan tangis, d
Arga dan yang lainnya sudah sampai di lokasi yang diberikan Alisya, mereka tidak menemukan siapa pun di sana, membuat Arga semakin frustasi."Nomor Ana masih tidak bisa dihubungi!" Lanie tampak panik. Ia baru saja memaki pengawal yang disuruh mengawasi Ana, orang bayarannya itu ternyata tidak tahu kalau Ana pergi keluar.Arga mengguyar kasar rambut karena frustasi, pikirannya tidak tenang membayangkan apa yang terjadi dengan sang istri."Kita cari ke rumah Alisya," kata Dio yang membuat Arga, Lanie, dan Samuel menatap padanya."Rumah Alisya, rumah mantan suami Ana!" Arga memastikan.Dio mengangguk, bisa saja Ana di sana mengingat kalau Alisya yang pertama kali memberi kabar soal postingan hingga keberadaan Ana. Arga terlihat berpikir, hingga kemudian mengiyakan usul Dio. Mereka kembali masuk mobil, hendak pergi menuju rumah Zidan.Arga terlihat berpikir, mesk
Ana ditarik paksa, bahkan gadis yang berjalan di belakang terlihat sesekali menarik rambut Ana dengan kasar, membuat istri Arga itu meringis menahan sakit. Mereka membawa Ana ke sebuah gang kecil yang terdapat di dekat minimarket, sepi orang berlalu lalang hingga membuat para gadis itu bebas menggila. Menyebut diri mereka Arga Angels, fans fanatik Arga yang tidak akan rela jika kekasih sedunia mereka dimiliki oleh satu wanita.Ana didorong hingga membentur tembok, lengannya terasa sakit dan kulit kepala begitu perih."Mau apa kalian?" tanya Ana menatap satu persatu para gadis yang membawa paksa dirinya. Matanya merah, entah menahan tangis atau amarah."Mau apa? Tentu saja memberimu pelajaran! Siapa yang mengizinkanmu menikahi Arga kami, hah!" bentak salah satu gadis yang sudah diliputi amarah.Gadis lainnya melempar sebutir telur tepat mengenai pelipis Ana, membuat terkejut tak percaya dengan yang te
Sudah dua hari berlalu. Sejak hari di mana ibu pindah, Ana dan Arga masih tinggal di rumah ibu karena di sana lebih leluasa melakukan sesuatu dan juga pengawal yang berjaga akan lebih leluasa mengawasi. "Ah, semuanya habis." Ana mengecek persediaan dapur. Karena dua hari tidak ke mana-mana, membuat dirinya tidak berbelanja sama sekali. Arga pergi ke studio pada pagi buta, tidak ingin kalau ada paparazi yang melihatnya keluar dari rumah itu. Kini Ana kebingungan harus bagaimana, hingga akhirnya memilih untuk keluar berbelanja. Hari masih pagi, berpikir kalau paparazi tidak mungkin akan beraksi, terlebih sampai sekarang belum ada tanda-tanda kalau foto atau video tentang pernikahan mereka tersebar di jagat maya. - - - Zidan tengah sarapan bersama Mikayla dan Alisya. Sejak Zidan menghajar Rian, Mikayla terlihat lebih baik, seakan sudah melupakan tentang tekanan batin yang pernah
Zidan terlihat mengemudikan mobil di jalanan, baru saja menghadiri rapat di luar perusahaan. Semenjak bertemu Ana tempo hari, Zidan terlihat lebih senang dan bahagia, bahkan tak jarang tiba-tiba tersenyum sendiri, seakan sedang jatuh cinta untuk kedua kalinya. Zidan melajukan mobil dengan kecepatan sedang, hingga menangkap sosok wanita yang dikenal. Zidan buru-buru menepikan mobil di sisi jalan serta memarkirkan serampangan sebelum akhirnya keluar dan berjalan dengan sedikit tergesa-gesa.Mikayla yang baru saja selesai berbelanja setelah beberapa hari istirahat, melihat Rian yang sedang berjalan dengan seorang wanita. Terlihat begitu mesra dan intim, membuat Mikayla tidak terima akan hal itu, bukan hanya karena Rian menolak bertanggung jawab, tapi juga karena Rian memecatnya.Mikayla berjalan cepat menghampiri Rian yang sedang berjalan bergandengan tangan dengan wanita berpakaian seksi itu, menarik kasar tangan Rian hingga membuat genggaman
Hari berikutnya, Lanie dan teman-teman Arga datang ke rumah ibu. Mereka panik ketika tahu hal yang menimpa ibu dan Ana akibat ulah paparazi."Bagaimana keadaan ibu?" tanya Lanie ketika Arga sudah mempersilahkan semuanya duduk."Ada di kamar, sedang bersama Ana," jawab Arga.Arga menatap satu persatu teman-temannya, kemudian menarik napas dalam-dalam dan mengembuskan perlahan. Semua teman-teman Arga memperhatikan suami Ana, merasa kalau pria itu benar-benar sedang dalam keadaan bingung."Aku ingin mempublikasikan hubungan kami," ucap Arga yang membuat semuanya terkejut."Ar, apa kamu sudah memperkirakan konsekuensi yang akan terjadi jika melakukan hal itu?" tanya Samuel yang selalu membuka suara untuk mengemukakan pendapat."Benar, kamu tidak bisa begitu saja mengatakan pada publik tentang statusmu sekarang," timpal Lanie.Arga mengusap ka
Ana terkejut dengan pertanyaan Arga, bagaimana bisa tahu kalau dirinya bertemu Zidan? Apa itu saat di rumah sakit? Atau di kafe? Pertanyaan itu malah berputar di kepala.Arga menanti kejujuran dari sang istri, sangat berharap Ana tidak membohongi dirinya. "An!"Ana menarik napas dalam-dalam, mengulas senyum dan mempererat genggaman tangan. "Iya," jawab Ana yang membuat Arga hendak melepas tangan dari genggaman Ana. "Tapi dengar dulu penjelasanku!" Ana tidak membiarkan Arga melepas tangannya, sadar kalau sang suami pasti cemburu."Kamu ingat waktu aku bilang baru saja mengantar teman ke rumah sakit?" tanya Ana dengan tatapan yang tidak teralihkan dari wajah Arga. Arga hanya mengangguk karena masih ingat.Ana melanjutkan cerita ketika Arga sudah menjawab dengan sebuah anggukan. "Dia adalah Mikayla, adiknya mas Zidan. Dia hamil dan pria yang seharusnya bertanggung jawab malah kabur, aku menyelamat