Alifa mengedarkan pandangannya. Baru saja ia mendapat telpon dari sang mantan kekasih-- Bobby.
Dengan penuh paksaan, Alifa mengiyakan ajakan, atau paksaan Bobby dengan berat hati.
Ia menunggu datangnya jemputan Bobby di halte yang lumayan dekat dengan kantor Jack.
Meskipun rasa takut mulai menjalar, Alifa yakin jika Bobby tak mungkin bisa menyakitinya lagi.
Lagi-lagi ia harus merasakan terpaksa. Ia juga jujur masih sangat takut pada lelaki itu, tapi apa boleh buat.
"Hallo, Sayang."
Alifa mendongkak, ia tersenyum paksa saat matanya menatap kehadiran Bobby yang tersenyum lebar dan sangat tulus di depannya.
"Hai."
"Kamu selalu cantik, aku sampai pusing melihatnya," kata Bobby dengan gerlingan mata yang membuat Alifa memutar bola matanya malas.
Pernyataan itu seakan angin yang berlalu di
"Siapa dia?"Jack tersadar dari lamunannya. Dengan refleks ia mendorong dengan tenaga wanita yang dengan kurang ajar duduk di pangkuannya.Ia bahkan tidak menatap sosok yang tengah meringis kesakitan itu. Pikirannya hanya dipenuhi wajah kecewa Alifa.Apa boleh Jack berharap jika Alifa tengah cemburu?Ia segera menggelengkan pemikiran nya. Ia segera berdiri, menatap Diana-- wanita yang menjadi mantan tunangannya dulu.Wanita itu tanpa di undang datang dan membuat kesalah pahaman yang telak membuat Alifa mungkin semakin membencinya."Apa kamu sudah kehilangan akalmu, Diana!" pekik Jack dengan keras.Jack teramat kesal karena perlakuan Diana yang se-enaknya datang dan membuat Alifanya salah paham.Jack boleh saja kan memanggil Alifa seperti itu?Beruntung ruangan Jack kedap suara, jadi p
Alifa dan segala amarahnya menjadi satu. Jika biasanya ia hanya bisa diam jika marah, kini bantingan pintu mobil Bobby yang menjadi sasarannya.Tanpa mempedulikan sang punya mobil, Alifa terus menatap tajam ke depan."Kamu kenapa, Sayang?" tanga Bobby khawatir.Wajah memerah Alifa yang sangat kontras, dengan napas memburu membuat Bobby dilanda rasa khawatir berlebih.Alifa adalah segalanya, oke."Bicara sesuatu, ada apa di dalam sana?" tanya Bobby dengan nada yang semakin melembut.Tapi tak ada sahutan dari sosok cantik di sampingnya, Bobby hanya menghela napas pelan."Baiklah kalo kamu belum mau bercerita," putus Bobby.Ia membiarkan Alifa tenang dulu, ia bisa menunggu sebentar. Meskipun sebenarnya rasa penasaran menggeronggoti dirinya, ia tetap bungkam."A-aku ngak tau aku kenapa," kata Alifa dengan suara yang tertahan.Suara itu sangat pelan, beruntung saja Bobby dan telinga peka nya mendengar apa yang di
"Dari mana kamu, Alifa!"Aura mencekam menyambut kedatangan Alifa. Baru kali ini Alifa pulang dengan keadaan yang sudah sangat malam, tepatnya jam sebelas malam."Jawab, Alifa!" bentak Hikmal. Ia berdiri, amarahnya sudah di ubun-ubun, tapi ia berusaha tak melayangkan pukulan pada putrinya."Tenang, Ayah," kata Hida sembari mengusap lengan atas Hikmal dengan sayang.Meskipun ia berusaha menenangkan sang suami, dirinya juga tengah menatap sang putri dengan tatapan kecewa.Ia tak habis pikir jika putrinya bisa pulang semalam ini, dan bersama seorang pria yang mengantarnya.Hida tak bisa berbohong saat ia melihat pemandangan itu. Meskipun setitik bahagia menghinggapi renung hatinya, jika sang putri telah memiliki orang yang ia sayangi.Tapi, mengingat bagaimana ia dan suami telah menjodohkannya, Hida dilanda kecewa."Kenapa kalian peduli?" tanya Alifa dengan tajam. Ia menatap kedua orang tuanya dengan dingin.Harusnya
"Apa sebaiknya kita bicarakan dengan Alifa dulu, Yah?""Tidak perlu. Anak itu harus di beri pelajaran!""Tapi Alifa hanya syok mendengarnya, dan dia mungkin akan tambah syok denga--""Tugasmu meyakinkan dia, Sayang.""Aku tidak yakin akan bisa."Langkah tergesa Alifa menjadi melemah saat mendengar percakapan orang tuanya dari ruang makan.Suaranya yang semangat tak jadi ia keluarkan. Ia semakin merapatkan bibirnya saat mendengar lagi apa yang mereka katakan."Pernikahan mereka akan di majukan.""Kita bicarakan dul--""Keluarga Jack bahkan sudah setuju, Sayang. Tak ada yang harus di khawatirkan."Alifa meremas tas gendong di genggamannya. Ayahnya sangat ambisius untuk menikahkan dirinya, bahkan ibunya saja sudah tak berdaya dengan keputusan sepihak itu.
Sesuai dengan rencana yang dibuatnya, Alifa tengah duduk dengan nyaman di sebuah restoran, tengah menunggu Jack.Iya, Jack. Semula Alifa ingin mengunjungi kantor Jack, tentu karena paksaan ayahnya, jika bukan Alifa lebih memilih tidur seharian."Laki-laki itu mengapa sangat lambat!" gerutu Alifa. Ia hampir setengah jam menunggu kedatangan Jack.Apa ayahnya lupa memberitahu pertemuan mereka pada Jack?"Maaf terlambat."Alifa mendengus mendengar suara itu. Ia menatap tajam Jack yang entah kenapa semakin tampan di matanya.Jas hitam yang ia sampaikan di tangan kanannya, dengan kemeja biru laut yang ia lipat sampai siku membuat Jack semakin tampan.Oh, iya, jangan lupakan kaca mata berframe hitam yang membingkai rahang tegasnya.Ternyata memang benar dugaan awalnya itu, lelaki seperti Jack, yang berpenampilan
"Tolong, aku cuma mau sendirian dulu.""Ngak bisa gitu, Sayang. Aku ngak mung--""Bobby! Aku cuma mau nenangin diri!" bentak Alifa kesal. Ia menumpukan dagunya di kedua tangannya. Taman kota yang lumayan ramai harusnya bukan tempat Alifa. Harusnya ia pulang saja, bukan malah mengajak Bobby untuk pergi ke tempat ramai ini."Calm down, Baby. Aku akan membeli minuman untukmu dulu. Okay?" Alifa mengangguk kecil. Ia tak menatap Bobby yang tengah penasaran akan kekasih hatinya itu.Bobby melenggang, meninggalkan Alifa yang tengah termenung di duduknya. Bobby ingin menuruti perkataan Alifa tentang menyendiri. Bobby sangat gantle, kan?"Ada apa denganmu, Sayang?" bisik Bobby pada dirinya sendiri. Ia menoleh ke belakang, tepat pada Alifa yang masih di sana, tak bergeser se-incipun.Melihat kekasihnya yang tengah murung, entah karena apa membuat Bobby khawatir. Ia takut jika Alifa terkena masalah yang besar.
"Aku sangat mencintaimu. Wanita yang kamu lihat kemarin hanya masalaluku. Sahabat dekatku, tak lebih."Alifa diam tak membalas pengakuan Jack. Ia hanya meremas kemeja belakang Jack dengan erat, dengan wajah yang terbenam sempurna di dada bidang Jack.Alifa ingin mengelak, ingin menutup telinganya dengan rapat, tapi, mendengar suara Jack yang penuh kelembutan dan terdengar tulus membuatnya luluh."Aku akan mengenalkanmu pada Diana," kata Jack dengan tegas. Mendengar itu Alifa langsung mundur dan melepaskan paksa pelukan mereka dan menatap Jack dengan tatapan sulit di artikan."Iya, aku ngak mau ada kesalah pahaman di antara kita, Alifa.""Kenapa?" gumam Alifa namun masih bisa di dengar Jack dengan jelas.Jack tersenyum dan membawa kedua tangan Alifa kedalam genggaman lengan besarnya. "Karena kamu calon istriku."Perasaan Jack sangat tulus, ia sangat mencintai Alifa dengan hatinya. Bukan hanya karena perjodohan,
Jack menarik lengan Alifa yang masih berada di genggaman Bobby dengan paksa, dan membawa Alifa di sampingnya.Menggengam tangan putih itu dengan posesif. "Jangan pernah ganggu Alifa lagi. Anda mengerti, anak muda?" Alifa menggerutu dalam hati, bagaimana bisa Jack mengatakan hal yang sangat dewasa, seperti orang tua saja, pikirnya.Lalu, apa-apan dengan kata 'Calon suami.'"Harusnya saya yang mengatakan hal itu kepada anda, Tuan," balas Bobby dengan tajam.Hatinya sudah panas karena melihat lelaki dewasa di depannya dengan se-enak jidatnya menggenggam lengan kekasihnya.Sebagai kekasih ia sangat tak suka, dan semakin kesal saat Alifa hanya diam tak memberontak."Alifa tunangan saya. So, jangan pernah menganggu kehidupan kita lagi.""Jangan bercanda! Alifa sendiri yang mendatangiku memberikan kesempatan bagiku, Sialan!"Dahi Jack berkerut. Ia menatap Bobby tak suka dan mengalihkan tatapannya pada Alifa yang hanya menundukan kepalanya.Ia berusaha menahan emosi. Ia harus tau bagaimana l