Bab 28 KemarahanArdi merasa tidak tenang setelah mendapat info yang setengah-setengah dari adiknya semalam. Gegas ia meminta izin papanya untuk pulang lebih awal. Ardi meninggalkan sang papa bersama sopir dan tim sosial dari kantor. Ia memilih naik ojek melaju dari lereng Lawu Karanganyar menuju kota Yogya. Tidak dihiraukannya udara dingin yang menusuk tulang, Ardi ingin cepat sampai di rumahnya untuk melihat kondisi Dena. Subuh, ia meminta warga setempat yang berprofesi sebagai tukang ojek untuk mengantarnya."Mas, bisa lebih cepat, nggak?" pinta Ardi terkesan memaksa."Maaf, Mas. Saya tidak berani menambah kecepatan lagi. Saya takut celaka. Masih ada anak istri di rumah yang menunggu kepulangan saya membawa uang," ungkap sang driver ojek jujur. Ardi tertampar mendengarnya. Benar saja, ia gegabah mengikuti kemarahannya yang tidak beralasan. Ia beristighfar memohon ampunan Rabbnya. Sebuah doa tidak lupa dipanjatkannya untuk keselamatan dirinya juga ayahnya yang masih bertugas serta D
Bab 29 DugaanBrukk.Tubuh Dena limbung, tetapi tidak terasa sakit. Seseorang telah menahan tubuhnya dari terantuk ke lantai. Wajah Dena menoleh ke arah sosok penolongnya. Ketakutan melanda saat wajah keduanya saling bersitatap."Ka..kamu...""Dena, apa yang terjadi?" Ardi menangkap tubuh Dena yang bergetar hebat."Jangan sentuh aku! Tolong pergi! Tolong jangan sakiti aku!" Tangisnya meledak seiring Ardi merengkuh bahunya. Ardi berusaha menenangkan Dena yang meronta seolah ketakutan karena ia mendekatinya."Na, aku hanya ingin menolongmu. Ayo aku bantu berdiri. Kamu mau ke apartemen, kan?"Dena tergugu di hadapan Ardi yang merentangakan tangan, tetapi tak sanggup mendekapnya dalam pelukan. Ia takut Dena salah paham padanya. Memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan tepatnya.Namun, Dena justru menyandarkan kepalanya di dada bidang Ardi. Ia terisak membuat Ardi trenyuh. Reflek tangan Ardi mengusap rambut Dena untuk menenangkan. Lift pun naik ke lantai apartemen Dena.Bunyi lift berdenti
Bab 30 Murka"Mbak Dena.... Mbak Dena sepertinya jadi korban perk*saan, Mas.""Apa?!" Ardi meradang, wajahnya merah padam."Dena diperk*sa katamu?! Ardi mencengkeram bahu Reyhan hingga adiknya mengaduh."Maaf, Mas. Itu dugaanku. Aku menemukannya tergeletak di sekitar bukit bintang. Kondisinya mengenaskan. Pakaiannya terkoyak, mama membantunya membersihakn diri dan meminjaminya pakaian. Wajah dan bagian tubuh lainnya penuh luka.""Br*ngs*k, Rico. Kamu akan terima akibatnya. Aku akan mematahkan tangan dan kakinya." Pantas saja Ardi melihat Dena berjalan sempoyongan. Wajah sedikit memar tersamarkan oleh polesan bedak. Ardi tidak menyangka kejadian buruk menimpa wanita yang disukainya."Sabar, Mas. Jangan terbawa emosi. Itu hanya dugaanku. Mas bisa bertanya langsung pada Mbak Dena. Kalau perlu lapirkan kejadian ini pada polisi. Tindak kejahatan terhadap perempuan tidak bisa ditolerir." Ardi terharu mendengar penuturan adiknya. Laki-laki yang lebih muda jauh dibanding dirinya sangat mengho
Bab 31 AncamanBunyi bel pintu apartemen membuyarkan lamunannya. Ia bergegas membuka barangkali Ardi kembali mengunjunginya."Kamu?!" Tubuh Dena gemetar hebat.Rico datang dengan wajah geram. Pintu apartemen tertutup, hanya ada metrka berdua. Tangan laki-laki bengis itu sudah mencengkeram dagu Dena hingga si empunya memekik karena nyeri. "Lepasin, Ric! Sakit." Permohonan Dena tidak digubris oleh Rico yang menatapnya serupa monster."Siapa suruh bersama laki-laki lain, huh? Apalagi kamu mengajaknya masuk ke sini. Apa kamu memang ingin selingkuh dariku? Kamu belum benar-benar melihat apa yang bisa aku lakukan padamu, bukan?""Rico. Jangan! Aku mohon." Dena mencengkeram baju Rico karena merasa terpojok. Punggungnya pun telah membentur tembok luar kamar."Kamu nggak mau menyerahkannya karena laki-laki itu, ya? Jawab!""Nggak, Ric. Bukan itu. Kamu memaksaku. Aku tidak menyukai kekerasa. Aku ingin menyerahkannya hanya kepada suamiku." Dena mengucap dengan terbata. Ia takut Rico murka."Bo
Bab 32 Alasan tak masuk akal "Maaf, Na. Sebenarnya apa yang terjadi malam itu?" tanya Ardi membuat jantung Dena berdebar kencang. Melihat Dena hanya bergeming, Ardi tidak berniat melanjutkan tanyanya. Namun tanpa diduga Dena justru mau berbicara. "Ar, pernikahanku tinggal menghitung hari. Doakan semuanya lancar dan ini yang terbaik untukku ya!" Ardi tercengang mendengar ungkapan Dena yang tidak masuk akal. Bagaimana mungkin wanita ini mau menikah dengan laki-laki yang sudah melecehkannya. "Na! Apa aku nggak salah dengar?" Ardi berbicara serius menatap wajah Dena. Namun yang ditatap tidak berani membalas. Hal itu menunjukkan bahwa Dena memang sengaja berkata tidak jujur padanya. Sementara itu, Reyhan memilih menyingkir ke dapur membuat minuman karena tidak enak mendengar obrolan keduanya. "Bukankah, maaf aku hanya mendengar dari mama dan Reyhan kalau malam itu kamu..."Ardi tidak sampai hati melanjutkan ucapannya. Melihat wajah Dena semkain tertunduk membuat Ardi merasa bersalah t
Bab 33 Pengantin Pengganti "Ar, kamu tidak perlu sejauh ini menolongku," ungkap Dena dengan wajah sendu. Ia benar-benar malu pada Ardi. Laki-laki baik hati yang selalu terlihat buruk di matanya. "Aku malu, Ar." "Biarkan aku bicara pada papa dan mamamu!" Dena mengangguk pasrah. Semua di luar skenarionya. Rico yang semula memaksa ingin menikahinya ternyata hanya bualan belaka. Laki laki itu benar-benar menipu dan ingin mempermalukan keluarganya. Lima belas menit Ardi terlihat berdiskusi dengan orang tua Dena juga orang tuanya. Kemudian Ardi mendekati penghulu untuk memulai acara. Di sinilah acara akad nikah dengan Ardi penganti pria pengganti. Begitubkalimat sakral itu diucapkan dengan lancar, Dena telah resmi menjadi istri dari Bintang Lazuardi. Keduanya tersenyum bahagia meski dalam hati Dena masih ada ganjalan. Dena masih menyimpan banyak tanya sebenarnya apa mau Rico hingga mangkir dari pernikahan yang kemarin dia agung-agungkan. Kedua orang tua mereka pun tidak lepas dari te
Bab 34 Rumah SakitAroma obat-obatan menyeruak ke indra penciuman. Dena, mamanya, dan juga Ardi berada di kursi tunggu ruang IGD rumah sakit. Papa Dena tiba-tiba mengalami anfal karena mendengar berita yang disampaikan Rico.Wajah Dena mulai gusar. Ia dihantui rasa bersalah yang teramat sangat. Apalagi barusan dokter membawa masuk papanya ke ruang perawatan intensif. Ardi yang melihat dua wanita beda generasi itu hatinya mencelos. Ia berusaha menenangkan keduanya. Namun, di sini Dena yang terlihat sangat terpukul. Saat Ardi mendekati Bu Sinta, wanita itu justru memintanya menenangkan Dena yang sedari melamun, pun sesekali terisak."Bu, saya ajak Dena ke kantin dulu ya! Ibu mau sekalian ikut atau saya bawakan makanan?" Ardi berniat mengajak Dena mengisi perutnya. Ketiganya belum sempat makan siang padahal hari sudah menjelang sore. Tubuh Dena terlihat lemas juga wajahnya pucat. Ardi tidak mau Dena dan mamanya jatuh sakit."Ya, Nak. Bawakan saja, ibu menunggu di sini."Ardi mengangguk,
Bab 34 Rumah Sakit"Ar, aku benar-benar merasa bersalah padmu. Di sini kamu jadi rugi karena aku. Sudah bisa dipastikan berita buruk ini akan menyebar seantero kota pelajar ini.""Sudahlah, Dena. Jangan terlalu banyak pikiran! Pikirkan dirimu dulu! Kasian papa dan mamamu. Mereka akan sedih saat melihatmu terpuruk."Dena mengangguk patuh."Terima kasih, Ar. Kamu sudah menolongku berulang. Aku menganggap serius pernikahan ini. Tapi aku perlu berproses.""Stt, aku tidak akan menuntutmu. Justru aku senang, dengan kita terikat aku bisa bebas membantumu hingga tidak mengundang fitnah orang lain."Dena mengulas senyum. Kali ini senyumnya tulus dari hati. Ardi memberanikan diri mengecup puncak kapala Dena. Menenangkan."Terima kasih, Sayang. Ayo makan dulu! Kita hadapi sama-sama masalah ini." Ardi menyunggingkan senyum lalu mulai mengambilkan makan untuk istrinya. Ia harus memastikan istrinya kenyang supaya tidak jatuh sakit.
"Mas, di mana?" Suara Raihan terdengar dari seberang."Siapa, Mas." tanya Dena penasaran."Astaga, Mas Ardi di mana? Ingat Mas, Mbak Dena belum ketemu kenapa Mas Ardi sama perempuan lain. Suara siapa perempuan tadi?" teriak Raihan memaksa Ardi menjauhkan ponselnya. "Pakai baju, Sayang. Ada Raihan."Ardi lalu mengubah panggilan Raihan menjadi videocall."Ada apa, Rai?""Mas apa-apaan nggak pakai baju gitu. Mas tidur sama...""Hush, jangan sembarangan. Ini Mas sama Mbak Dena.""Hah?!" Dena menyunggingkan senyum di depan layar ponsel. "Dena! Mana Dena putriku?""Mama!" jerit Dena saat melihat wajah mama Ardi dan mamanya ada di layar menggantikan Raihan yang sudah memberi ruang bagi kedua wanita paruh baya itu. Sorot mata sendu terutama terlukis di wajah Bu Sinta--mama Dena. Mamanya beberapa hari menginap di rumah sahabatnya sekaligus besannya itu. Ia tidak tahan sendirian di rumah kare
"Na, tolong dengarkan aku! Semua bisa diselesaikan dengan baik-baik. Jangan gegabah. Jangan berpikiran sempit. Kamu tidak sendiri, Sayang. Ada aku, mama, papa, teman-teman. Kumohon, buka pintunya, Na!"Teriakan memohon dari Ardi sebagai usaha terakhir setelah dengan kalimat lembut tidak mempan, akhirnya membuahkan hasil.Cklek, Ardi bersyukur Dena mau membuka pintu. Namun, begitu ia masuk kamar mandi, Dena masih terisak. Tubuhnya menggigil karena terlalu lama mengguyur dengan air dari shower."Ya Allah, Dena! Apa yang terjadi? Kenapa kamu jadi begini?!"Ardi meraih handuk lalu mengganti baju Dena dengan bathrope. Ia memapah Dena keluar kamar mandi. Hening, tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Ardi membiarkan istrinya tenang dengan memberi segelas teh panas buatannya."Minumlah untuk menghangatkan badanmu, Na!" Ardi memberi ruang pada Dena untuk berpikir dingin supaya tenang hatinya.Tidak berselang lama, Dena justru
Dena berniat menuju restoran untuk menikmati makan malam karena Ardi sudah mengirim pesan agak terlambat datang. Ia sudah merasa lapar, karena Ardi tidak kunjung tiba. Sampai di restoran hotel. Dena berjalan pelan hingga tubuhnya terpaku di pintu masuk restoran. Netranya memicing ke arah sosok yang dilihatnya mirip Ardi.Deg,"Ardi? Kenapa dia malah makan malam sendiri?" Dilihatnya Ardi hanya duduk sendiri menikmati makan dan minuman. Namun, Dena baru mau melangkah terlihat seorang wanita berjalan menuju kursi di seberang Ardi."Hah, siapa wanita itu?" Dena melihat pakaian wanita itu rapi, rambutnya digelung ke atas. Keduanya terlihat akrab saat menikmati makan.Dena merasakan setitik nyeri di dada, pun rasa sesak menyeruak hingga membuatnya susah bernapas."Kenapa kamu melakukan ini padaku, Ar? Apa karena semalam aku menolakmu." Berbagai spekulasi menari-nari di otak Dena hingga membuat kepalanya pening. Ia masih setia berdiri
Bab 49 Bangkit"Suami? Istri? Astaghfirullah." Dena menepuk jidatnya berkali-kali setelah ingat kalau mereka sudah menikah."Iya kamu istriku, tapi belum istri yang sesungguhnya karena belum melakukan ini.""Ardi?!" Dena sudah menjerit akibat sentuhan lembut dan dingin mengejutkan dari Ardi terasa di bibirnya. Dekapan erat pun menyusul menghangatkan tubuhnya, hingga keduanya bersiap melakukan ibadah yang dinantikan selama ini."Aargh. Jangan sentuh aku. Pergi!"Dena berteriak sekencang-kencangnya saat Ardi hendak memberikan sentuhan penuh cinta. Sontak saja Ardi terkejut luar biasa, ternyata istrinya masih trauma. Ia segera mendekap erat Dena yang tubuhnya masih gemetaran. Bahkan istrinya itu meronta-ronta saat ia ingin melakukan lebih jauh."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak akan memaksamu. Tenanglah! Aku di sini melindungimu."Dena masih sesenggukan dengan kepala merebah di dada bidang suaminya. Ia bisa merasakan suaminya mendesah pelan seolah menahan sesuatu. Raut kecewa jelas terlukis
Bab 48"Mbak Kusuma ayo pulang!""Tidak! Tolong pergi! Jangan ikuti saya!" Teriakan histeris Dena semakin membuat Pak Rahmat panik. Ia tidak tahu kejadian tak terduga itu. Bahkan Dena mendadak pingsan karena teriakan disusul tangisannay yang kencang."Mbak, Mbak Kusuma, Bangun!"Pak Rahmat menepuk-nepuk lengan lalu pipi Dena tetapi tidak ada respon."Astaga! Kenapa jadi begini. Kalau terjadi apa-apa bagaimana ini."Pak Rahmat bergegas membobong Dena ke mobil. Pakaian keduanya sudah mulai basah terkena air hujan terutama Pak Rahmat. Setelah dibaringkan di kursi belakang, Pak Rahmat mencari apa saja yang bisa untuk menutupi tubuh Dena supaya tidak kedinginan. Lama mengobrak abrik bagasi hingga akhirnya Pak Rahmat menemukan sebarang kain.Pak Rahmat merasa lega, lalu berniat keluar dari mobil dan harus segera membawa Dena ke rumah sakit. Namun, baru saja hendak keluar, ia dikejutkan oleh sebuah tarikan pada kerahnya.
Bab 47 Trauma itu"Jadi, Bapak tinggalkan mereka berdua?! Kalau terjadi apa-apa dengan istri saya bagaimana?! Siapa yang bertanggung jawab, hah?!" Ardi sudah tidak bisa mengontrol emosinya. Semua mata tercengang mendengar ucapan mengejutkan Ardi."Istri?" lirih Andi."Ya, Dena Artha Kusuma adalah istri saya.""Apa?!" Semua saling pandang dengan wajah dipenuhi penyesalan.Gegas Ardi menarik Andi menuju mobil yayasan untuk mencari Dena."Ya Allah, semoga Dena baik-baik saja."Ardi tidak mempedulikan hujan lebat yang mengguyur, bahkan petir pun terdengar bersahutan. Ia menarik lengan Andi dan bergegas mencari Dena juga Pak Rahmat."Saya ikut juga, Pak!" Suara Pak RT terdengar lantang. Karena merasa bersalah telah meninggalkan mobil Pak Rahmat yang membawa Dena bersamanya."Mari, Pak!" ucap Andi karena Ardi sudah tidak sempat membalas. Akhirnya mobil itu berisi empat orang, bu kepala panti pun turut kembali mencari Dena. Ia khawatir terjadi apa-apa pada salah satu relawan yang terlihat pal
Bab 46B Kepanikan"Yang ini bagus, Mbak Tantri," sahut Ardi sambil melirik ke arah istrinya yang berdecak kesal."Dasar suami berondong. Awas saja kalau besok sampai rumah." Dena melanjutkan kegiatannya sambil sesekali mencuri pandang ke arah suaminya, manatahu suaminya tebar pesona hingga membuat Tantri salah mengartikan.Sampai waktu menjelang senja, beberapa pengunjung telah kembali pulang. Ardi dan Andi serta tim relawan membantu anak panti membawa beberapa barang kembali ke rumah panti. Namun, Dena masih membereskan tempat pameran bersama Tantri, Pak Rahmat, kepala panti dan juga anak-anak."Bu, ada info rombongan dari sekolah SD mobilnya macet di dekat hutan. Apa bisa kita beri pertolongan?" ucap Tantri dengan wajah sedikit khawatir, tangannya memegang ponsel yang baru saja menyala."Ada apa, Mbak?" Dena mendekati Tantri yang mengobrol serius dengan kepala panti."Ada mobil pengunjung yang membawa anak-a
Bab 46A KepanikanPagi itu suasana panti ramai oleh hiruk pikuk anak-anak yang semangat menyiapkan karya mereka yang akan dipamerkan di hari terkahir. Andi sudah bangun awal dan bersiap dengan seragam kaosnya. Pikirannya masih terngiang percakapan semalam dengan Ardi di kamar."Hmm, maaf nih Pak Ardi kalau saya lancang.""Ya, Mas.""Tadi...hmm, saya lihat Pak Ardi keluar dari kamar Mbak Kusuma."Uhuk, uhuk."Pak Ardi nggak apa-apa?""Nggak, Mas. Saya tadi kebetulan lewat depan kamarnya. Ada suara jeritan dari dalam. Katanya sih kecoa. Ya, saya bantu ngusir.""Oh."Andi masih belum percaya, tetapi pikiran aneh-anehnya segera terhempas begitu saja. Ia harus membantu persiapan hari ini."Mbak Kusuma, di mana?" tanya Andi sambil mengangkat dus berisi karya anak-anak panti. Teman relawan yang kebetulan lewat mengambil dus snack pun menjawab."Itu pergi sama Pak Rahmat dan bu kepala panti untuk menjemput rombongan siswa dari sekolah yang ingin kemari, Mas.""Oh, oke. Makasih infonya. Ayo k
Bab 45B Salah Sangka"Sttt!" Dena merapat dengan sigap tangannya menutup mulut Ardi. Tanpa sadar keduanya saling menatap,menyelami manik mata masing-masing. Ada kerinduan yang ingin disampaikan lewat tatapan mata.Ardi mengikis jarak hingga kening keduanya menempel."Aku mencintaimu, Na. Izinkan aku menyelami hatimu hingga tidak ada lagi lara yang tertinggal di sana. Hanya ada kamu dan aku yang akan mengukir masa depan. Menghadirkan keramaian anak-anak kita nantinya."Memilih diam mencerna setiap kata lembut yang keluar dari mulut suaminya, Dena tenggelam dalam pusaran kerinduan yang terobati dengan sentuhan. Hingga tak terasa keduanya merasakan puncak kebahagiaan dengan sentuhan. Dena menarik diri karena harus menghirup oksigen banyak-banyak. Kedua tangannya reflek menutup bibir bahkan mukanya yang sudah memerah seperti buah Cherry."Kamu cantik sekali kalau seperti ini, Na. Kita lanjutkan besok pulang dari sini ya, sekalian ho