Bab 34 Rumah Sakit"Ar, aku benar-benar merasa bersalah padmu. Di sini kamu jadi rugi karena aku. Sudah bisa dipastikan berita buruk ini akan menyebar seantero kota pelajar ini.""Sudahlah, Dena. Jangan terlalu banyak pikiran! Pikirkan dirimu dulu! Kasian papa dan mamamu. Mereka akan sedih saat melihatmu terpuruk."Dena mengangguk patuh."Terima kasih, Ar. Kamu sudah menolongku berulang. Aku menganggap serius pernikahan ini. Tapi aku perlu berproses.""Stt, aku tidak akan menuntutmu. Justru aku senang, dengan kita terikat aku bisa bebas membantumu hingga tidak mengundang fitnah orang lain."Dena mengulas senyum. Kali ini senyumnya tulus dari hati. Ardi memberanikan diri mengecup puncak kapala Dena. Menenangkan."Terima kasih, Sayang. Ayo makan dulu! Kita hadapi sama-sama masalah ini." Ardi menyunggingkan senyum lalu mulai mengambilkan makan untuk istrinya. Ia harus memastikan istrinya kenyang supaya tidak jatuh sakit.
Bab 35A Berita Dena bersimbuh di pusara sang papa. Ditemani mama juga Ardi suaminya. Tangisan tak henti-hentinya keluar dari mulut Dena. Penyesalan datangnya memang di akhir. Ketakutan menceritakan musibah yang dialaminya justru menjadi sumber petaka bagi keluarganya hingga ia harus kehilangan laki-laki cinta pertamanya."Na, ayo pulang, Sayang! Biarkan papa beristirahat dengan tenang! Papa tidak menyalahkanmu, Sayang. Papa hanya salah paham karena tidak tahu kejadian buruk yang menimpamu." Bu Sinta membesarkan hati putrinya.Tangis Dena semakin pecah saat sang mama membujuknya agar mau mengikhlaskan kepergian papanya. Ardi pun tak kalah memberi semangat. "Na, jangan buat papa merasa sakit di sana karena kita terlalu meratapinya."Tangis pecah kala bahagia datang. Pada kesempatan lain, duka menerjang. Air mata juga mengalir membasahi pipi. Duka bisa hadir dalam bentuk apapun, seperti kematian orang yang dicintai. Keluarga boleh menangisi asalkan tidak dengan jeritan dan ratapan.Geg
Bab 35B Berita"Pengusaha ternama meninggal saat mengetahui putrinya berbuat mes*m di hotel. Bahkan tidak lama kemudian putrinya diperk*sa olah laki-laki bertopeng."Kalimat berita yang sempat dibaca Dena sontak terekam di memorinya. Tidak hanya itu saja, kalimat yang membuat nyeri di dada semakin menyeruak. Kalimat itu berulang di otaknya serupa kaset rekaman. Mendadak kepalanya pening, tangan pun tremor. Kesedihan yang telah sirna berganti keceriaan kini harus terusuk kembali karena berita itu.Semakin Dena berselancar di dunia maya, semakin banyak ia membaca kalimat yang menyakitkan. Terlebih lagi kalimat yang mampu mencabik-cabik hatinya adalah komentar netizen."Kasian suaminya, masih muda, gagah, ganteng, pengusaha juga eh dapat wanita yang tua.""Kasian dapat bekas. Seperti ditipu.""Mending dapat aku aja, Mas. Lebih muda dan masih kinyis-kinyis.""Astaghfirullah." Dena menepuk dadanya beberapa kali berharap
Bab 36A PergiMalam telah larut, tetapi Dena belum juga bisa memejamkan matanya. Setiap memejam, pikirannya teringat ucapan bernada tinggi serupa bentakan dari Ardi. Ia pikir Ardi orangnya ramah akan lemah lembut di setiap tuturnya. Kenyataan, Dena kecewa lantaran sikap Ardi tadi menyakiti hatinya. Di saat wanita ingin didengarkan, justru suaminya memberi respon berkebalikan. Alih-alih meminta maaf, Ardi justru terlelap lebih dulu setelah mandi dan makan malam.Tidak bisa dipungkiri Ardi pastinya lelah sepulang kerja. Namun, Dena justru curhat di waktu yang tidak tepat. Dena merasa tidak mau disalahkan. Sikapnya masih terbawa oleh sosok manja menjadi putri satu-satunya Pak Husein dan Bu Sinta.Lagi, Dena ingin memejamkan mata. Namun bulir bening justru mengalir deras dari mata indahnya. Ia menepuk dadanya berulang berharap nyerinya berkurang. Di saat kalat begini, pikirannya justru berkelana kemana-mana. Ia ingat sosok Hangga cinta pertamanya yang kini telah mempersunting Swari guru
Bab 36B Pergi"Na. Dena. Apa yang terjadi padamu? Dena! Na!""Ada apa, Ar?""Bu. Dena dimana?""Dena? Mama baru saja dari beres-beres kamar belum ketemu Dena. Apa dia nggak ada di kamar?"Wajah Ardi mulai gusar, karena tidak mendapati Dena di seluruh penjuru rumahnya."Ardi bangun tadi Dena sudah nggak ada di kamar, Ma. Trus selesai salat Subuh, Ardi menemukan ini. Dena pergi, Ma. Dena sepertinya marah sama Ardi."Raut wajah Bu Sinta berubah terkejut. Ia sedih mendapati kemalangan bertubi dalam keluarganya. Sudah ditinggal suami, kini anak satu-satunya. Tubuhnya luruh hampir terantuk lantai kalau saja Ardi tidak menahannya."Maafkan Ardi, Ma. Ardi semalam mungkin menyakiti hati Dena. Ardi harusnya tidak menghakiminya. Harusnya Ardi mendengar curhatannya.""Dena kenapa ninggalin mama, Nak.""Ma, Ardi janji akan mencarinya. Mama tenang saja!" Bu Sinta mengangguk dan menyerahkan semuanya p
Bab 37 Kabar tak sedap"Dena. Dena. Jangan pergi!" Teriak Ardi sekuat tenaga.Ardi mengerang frustasi di area tunggu stasiun Yogya. Ia mencari sosok Dena di sana mengingat wanita itu paling suka bepergian naik kereta. Apalagi hal yang dihindarinya adalah mabuk saat naik bus.Ardi benar-benar tidak tahu kemana tujuan Dena saat ini. Ia hanya gambling ke stasiun dan mengamati beberapa kereta yang siap berangkat. Namun, usaha Ardi belum membuahkan hasil. Ia tidak menemukan sehelai rambutpun istrinya di sekitar stasiun.Di saat pikirannya dilanda kebingungan, tercetus ide brilian. Ia memiliki kenalan di bagian tiketing. Gegas ia mencari keberadaan temannya itu."Bro, bantu aku dong! Tolong cek penumpajg yang memesan tiket keberangkatan hari ini.""Duh, ini data rahasia, Ar. Gimana, ya?""Tolonglah demi rumah tanggaku ini. Istriku harus aku pastikan baik-baik saja."Alhasil teman Ardi pun mau membantu. Beberapa menit kemudian Ardi mendapatkan data penumpang kereta api jarak dekatenuju Solo.
Bab 38 Dewa Penolong "Dasar Rico kurang ajar. Dia sudah menghancurkan hidup Dena juga perusahaan papanya." Kedua tangan Ardi mengepal erat di atas meja. Ia bergegas menuju ruang kerjanya setelah menutup meeting singkat tadi. Pikirannya kacau antara mencari Dena juga mengurus perusahaan. Kalau sampai masalah anjloknya saham tidak teratasi, perusahaan Pak Husein mertuanya jadi taruhan. Ardi jelas tidak mau merepotkan papanya, karena perusahaan papanya baru saja menjalin kerja sama dengan kolega dari Surabaya. Di saat pikirannya keruh, ia teringat Hangga mantan cinta pertama Dena. Ya, dia akan meminta bantuan pada Hangga. Gegas ia mengambil ponsel dari sakunya. "Halo, Pak Hangga ini dengan Ardi. Apa hari ini kita bisa ketemu sebentar? Ada hal penting yang ingin saya sampaikan." "Baik, silakan ke kantor saya siang ini. Posisi sekarang saya masih di rumah sakit lalu sebentar lagi mengantar pulang istri dan anak saya." "Baik, Pak Hangga terima kasih banyak." Seulas senyum terbit di b
Bab 39A Tempat baruDi tempat lain, Dena telang menginjakkan kaki di kota Solo. Setelah turun dari kereta, ia mencari penginapan sederhana di pinggiran kota. Ia tidak mau keberadaannya dilacak oleh suaminya. Sebab itu, ia memilih menginap di sebuah wisma."Ada kamar kosong, Mbak?" Dena bertanya kepada petugas serupa resepsionis hotel.""Kebetulan masih ada dua kamar kosong, Mbak. Mau menginap berapa malam?""Sementara dua malam dulu, Mbak. Kalau nanti ada keperluan lagi saya perpanjang.""Baik. Silakan isi dulu formnya." Dena segera menerima kertas dan pulpen yang disodorkan perempuan yang berpakaian hitam putih itu. Sepertinya petugas ini masih magang."Ini, Mbak formnya. Pembayarannya sekarang?" tanya Dena memastikan."Iya, benar. Saya buatkan kuitansi dulu."Setelah melakukan pembayaran, Dena masuk ke sebuah kamar di lantai 1. Kamarnya jauh lebih kecil dibandingkan kamar apartemen maupun kamar di rumah. Namun, Dena bukan mencari luasnya. Ia mencari ketenangan untuk meredam pikirann
"Mas, di mana?" Suara Raihan terdengar dari seberang."Siapa, Mas." tanya Dena penasaran."Astaga, Mas Ardi di mana? Ingat Mas, Mbak Dena belum ketemu kenapa Mas Ardi sama perempuan lain. Suara siapa perempuan tadi?" teriak Raihan memaksa Ardi menjauhkan ponselnya. "Pakai baju, Sayang. Ada Raihan."Ardi lalu mengubah panggilan Raihan menjadi videocall."Ada apa, Rai?""Mas apa-apaan nggak pakai baju gitu. Mas tidur sama...""Hush, jangan sembarangan. Ini Mas sama Mbak Dena.""Hah?!" Dena menyunggingkan senyum di depan layar ponsel. "Dena! Mana Dena putriku?""Mama!" jerit Dena saat melihat wajah mama Ardi dan mamanya ada di layar menggantikan Raihan yang sudah memberi ruang bagi kedua wanita paruh baya itu. Sorot mata sendu terutama terlukis di wajah Bu Sinta--mama Dena. Mamanya beberapa hari menginap di rumah sahabatnya sekaligus besannya itu. Ia tidak tahan sendirian di rumah kare
"Na, tolong dengarkan aku! Semua bisa diselesaikan dengan baik-baik. Jangan gegabah. Jangan berpikiran sempit. Kamu tidak sendiri, Sayang. Ada aku, mama, papa, teman-teman. Kumohon, buka pintunya, Na!"Teriakan memohon dari Ardi sebagai usaha terakhir setelah dengan kalimat lembut tidak mempan, akhirnya membuahkan hasil.Cklek, Ardi bersyukur Dena mau membuka pintu. Namun, begitu ia masuk kamar mandi, Dena masih terisak. Tubuhnya menggigil karena terlalu lama mengguyur dengan air dari shower."Ya Allah, Dena! Apa yang terjadi? Kenapa kamu jadi begini?!"Ardi meraih handuk lalu mengganti baju Dena dengan bathrope. Ia memapah Dena keluar kamar mandi. Hening, tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Ardi membiarkan istrinya tenang dengan memberi segelas teh panas buatannya."Minumlah untuk menghangatkan badanmu, Na!" Ardi memberi ruang pada Dena untuk berpikir dingin supaya tenang hatinya.Tidak berselang lama, Dena justru
Dena berniat menuju restoran untuk menikmati makan malam karena Ardi sudah mengirim pesan agak terlambat datang. Ia sudah merasa lapar, karena Ardi tidak kunjung tiba. Sampai di restoran hotel. Dena berjalan pelan hingga tubuhnya terpaku di pintu masuk restoran. Netranya memicing ke arah sosok yang dilihatnya mirip Ardi.Deg,"Ardi? Kenapa dia malah makan malam sendiri?" Dilihatnya Ardi hanya duduk sendiri menikmati makan dan minuman. Namun, Dena baru mau melangkah terlihat seorang wanita berjalan menuju kursi di seberang Ardi."Hah, siapa wanita itu?" Dena melihat pakaian wanita itu rapi, rambutnya digelung ke atas. Keduanya terlihat akrab saat menikmati makan.Dena merasakan setitik nyeri di dada, pun rasa sesak menyeruak hingga membuatnya susah bernapas."Kenapa kamu melakukan ini padaku, Ar? Apa karena semalam aku menolakmu." Berbagai spekulasi menari-nari di otak Dena hingga membuat kepalanya pening. Ia masih setia berdiri
Bab 49 Bangkit"Suami? Istri? Astaghfirullah." Dena menepuk jidatnya berkali-kali setelah ingat kalau mereka sudah menikah."Iya kamu istriku, tapi belum istri yang sesungguhnya karena belum melakukan ini.""Ardi?!" Dena sudah menjerit akibat sentuhan lembut dan dingin mengejutkan dari Ardi terasa di bibirnya. Dekapan erat pun menyusul menghangatkan tubuhnya, hingga keduanya bersiap melakukan ibadah yang dinantikan selama ini."Aargh. Jangan sentuh aku. Pergi!"Dena berteriak sekencang-kencangnya saat Ardi hendak memberikan sentuhan penuh cinta. Sontak saja Ardi terkejut luar biasa, ternyata istrinya masih trauma. Ia segera mendekap erat Dena yang tubuhnya masih gemetaran. Bahkan istrinya itu meronta-ronta saat ia ingin melakukan lebih jauh."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak akan memaksamu. Tenanglah! Aku di sini melindungimu."Dena masih sesenggukan dengan kepala merebah di dada bidang suaminya. Ia bisa merasakan suaminya mendesah pelan seolah menahan sesuatu. Raut kecewa jelas terlukis
Bab 48"Mbak Kusuma ayo pulang!""Tidak! Tolong pergi! Jangan ikuti saya!" Teriakan histeris Dena semakin membuat Pak Rahmat panik. Ia tidak tahu kejadian tak terduga itu. Bahkan Dena mendadak pingsan karena teriakan disusul tangisannay yang kencang."Mbak, Mbak Kusuma, Bangun!"Pak Rahmat menepuk-nepuk lengan lalu pipi Dena tetapi tidak ada respon."Astaga! Kenapa jadi begini. Kalau terjadi apa-apa bagaimana ini."Pak Rahmat bergegas membobong Dena ke mobil. Pakaian keduanya sudah mulai basah terkena air hujan terutama Pak Rahmat. Setelah dibaringkan di kursi belakang, Pak Rahmat mencari apa saja yang bisa untuk menutupi tubuh Dena supaya tidak kedinginan. Lama mengobrak abrik bagasi hingga akhirnya Pak Rahmat menemukan sebarang kain.Pak Rahmat merasa lega, lalu berniat keluar dari mobil dan harus segera membawa Dena ke rumah sakit. Namun, baru saja hendak keluar, ia dikejutkan oleh sebuah tarikan pada kerahnya.
Bab 47 Trauma itu"Jadi, Bapak tinggalkan mereka berdua?! Kalau terjadi apa-apa dengan istri saya bagaimana?! Siapa yang bertanggung jawab, hah?!" Ardi sudah tidak bisa mengontrol emosinya. Semua mata tercengang mendengar ucapan mengejutkan Ardi."Istri?" lirih Andi."Ya, Dena Artha Kusuma adalah istri saya.""Apa?!" Semua saling pandang dengan wajah dipenuhi penyesalan.Gegas Ardi menarik Andi menuju mobil yayasan untuk mencari Dena."Ya Allah, semoga Dena baik-baik saja."Ardi tidak mempedulikan hujan lebat yang mengguyur, bahkan petir pun terdengar bersahutan. Ia menarik lengan Andi dan bergegas mencari Dena juga Pak Rahmat."Saya ikut juga, Pak!" Suara Pak RT terdengar lantang. Karena merasa bersalah telah meninggalkan mobil Pak Rahmat yang membawa Dena bersamanya."Mari, Pak!" ucap Andi karena Ardi sudah tidak sempat membalas. Akhirnya mobil itu berisi empat orang, bu kepala panti pun turut kembali mencari Dena. Ia khawatir terjadi apa-apa pada salah satu relawan yang terlihat pal
Bab 46B Kepanikan"Yang ini bagus, Mbak Tantri," sahut Ardi sambil melirik ke arah istrinya yang berdecak kesal."Dasar suami berondong. Awas saja kalau besok sampai rumah." Dena melanjutkan kegiatannya sambil sesekali mencuri pandang ke arah suaminya, manatahu suaminya tebar pesona hingga membuat Tantri salah mengartikan.Sampai waktu menjelang senja, beberapa pengunjung telah kembali pulang. Ardi dan Andi serta tim relawan membantu anak panti membawa beberapa barang kembali ke rumah panti. Namun, Dena masih membereskan tempat pameran bersama Tantri, Pak Rahmat, kepala panti dan juga anak-anak."Bu, ada info rombongan dari sekolah SD mobilnya macet di dekat hutan. Apa bisa kita beri pertolongan?" ucap Tantri dengan wajah sedikit khawatir, tangannya memegang ponsel yang baru saja menyala."Ada apa, Mbak?" Dena mendekati Tantri yang mengobrol serius dengan kepala panti."Ada mobil pengunjung yang membawa anak-a
Bab 46A KepanikanPagi itu suasana panti ramai oleh hiruk pikuk anak-anak yang semangat menyiapkan karya mereka yang akan dipamerkan di hari terkahir. Andi sudah bangun awal dan bersiap dengan seragam kaosnya. Pikirannya masih terngiang percakapan semalam dengan Ardi di kamar."Hmm, maaf nih Pak Ardi kalau saya lancang.""Ya, Mas.""Tadi...hmm, saya lihat Pak Ardi keluar dari kamar Mbak Kusuma."Uhuk, uhuk."Pak Ardi nggak apa-apa?""Nggak, Mas. Saya tadi kebetulan lewat depan kamarnya. Ada suara jeritan dari dalam. Katanya sih kecoa. Ya, saya bantu ngusir.""Oh."Andi masih belum percaya, tetapi pikiran aneh-anehnya segera terhempas begitu saja. Ia harus membantu persiapan hari ini."Mbak Kusuma, di mana?" tanya Andi sambil mengangkat dus berisi karya anak-anak panti. Teman relawan yang kebetulan lewat mengambil dus snack pun menjawab."Itu pergi sama Pak Rahmat dan bu kepala panti untuk menjemput rombongan siswa dari sekolah yang ingin kemari, Mas.""Oh, oke. Makasih infonya. Ayo k
Bab 45B Salah Sangka"Sttt!" Dena merapat dengan sigap tangannya menutup mulut Ardi. Tanpa sadar keduanya saling menatap,menyelami manik mata masing-masing. Ada kerinduan yang ingin disampaikan lewat tatapan mata.Ardi mengikis jarak hingga kening keduanya menempel."Aku mencintaimu, Na. Izinkan aku menyelami hatimu hingga tidak ada lagi lara yang tertinggal di sana. Hanya ada kamu dan aku yang akan mengukir masa depan. Menghadirkan keramaian anak-anak kita nantinya."Memilih diam mencerna setiap kata lembut yang keluar dari mulut suaminya, Dena tenggelam dalam pusaran kerinduan yang terobati dengan sentuhan. Hingga tak terasa keduanya merasakan puncak kebahagiaan dengan sentuhan. Dena menarik diri karena harus menghirup oksigen banyak-banyak. Kedua tangannya reflek menutup bibir bahkan mukanya yang sudah memerah seperti buah Cherry."Kamu cantik sekali kalau seperti ini, Na. Kita lanjutkan besok pulang dari sini ya, sekalian ho