Bab 8B Pacar atau Ibu Tiri"Oh, jadi Mas Satria pacar Mbak ya?""Tidak-tidak Satria bukan pacar mbak juga. Kalau sudah ketemu orang yang cocok, mbak mending langsung nikah aja.""Sudah-sudah Arka jangan digodain gurumu nanti kabur lagi ayah yang susah. Oya, besok tiga hari ke depan ayah ada acara menginap di hotel. Ini ayah mau siap-siap dulu, nanti malam kamu nggak apa-apa sendiri ya ditemani Pak Agung dan Bi Marni?"Eyang katanya mau ke sini kok nanti, biar sekalian nemenin kamu. Sekarang eyang baru dalam perjalanan."Siap yah," Arka berbinar mengetahui neneknya mau mengunjunginya.Kentara sekali kasih sayang yang diberikan pada Arka.Hangga meninggalkan keduanya setelah sekilas melihat rona wajah Swari yang masih memerah. Tanpa sadar dia tersenyum dalam hati melihat tingkah guru les Arka."Isshh, ngapain cerita ke ayahmu Ar, mbak jadi malu tau nggak.""Ciieee, yang mulai tergoda dengan ayahku."Swari sudah memukul lengan Arka dengan penggaris di depannya.Aww "Sakit mbak,""Syukur
Bab 9A Masa LaluHangga mengamati sosok perempuan yang sedang berkutat di dapur. Lamunannya terbang ke masa 17 tahun yang lalu.Swari yang merasa ada seseorang sedang mengawasinya segera membalik badannya.Brakk, alat masak yang dipegangnya jatuh terurai."Om Hangga,'"Rahma."Keduanya mematung dalam pikiran masing-masing.Hangga mengerjapkan berkali-kali matanya, merasa apakah dia sedang berhalusinasi mendapati kembali bayangan istrinya yang sedang memasak di dapur.Dia melangkah mendekat, sementara Swari yang merasa Hangga menyebut nama lain saat melihatnya langsung memilih melangkah mundur hingga punggungnya membentur tembok sisi kanan dapur.Tatapan Hangga mengunci manik mata lawannya menyiratkan kerinduan membuat Swari bergidik ngeri, dia takut sesuatu yang tidak diinginkan terjadi."Om, om sadar," celetuk Swari sambil melambaikan tangan di depan wajah Hangga.Saat Hangga tersadar, raut wajah yang berbinar berubah menyiratkan amarah."Apa-apan ini Swari, kenapa kamu bisa ada di s
Bab 9B Masa Lalu'Apakah aku sudah kasar padanya? Bagaimana bisa aku melihat bayangan Rahma ada pada Swari?'Hangga menjambak rambutnya karena frustasi. Dia berjalan menuju ranjang dan menghempaskan badannya.Tok tok"Hangga, boleh ibu masuk?" suara Bu Sari meminta ijin masuk kamar Hangga namun tak dijawab oleh laki-laki yang sedang terhempas ke masa lalu dan berat kembali ke dunia nyata."Maafkan ibu, Ngga. Ibu yang meminjamkan baju Rahma untuk Swari. Dia tidak membawa baju ganti, sementara Arka memaksanya tinggal dan menginap. Arka semalam minta ditemani Swari belajar sekaligus nonton pertandingan badminton sampai larut. Ibu hanya mendengar dari kamar, tapi ibu sudah pesan untuk mereka saling menjaga diri.""Hmm,""Arka mengaku pada ibu kalau Swari sudah dianggapnya seperti kakak, tapi yang ibu lihat interaksi mereka justru seperti ibu dan anak. Swari bisa bersikap sabar dan lebih dewasa menghadapi Arka yang terkesan manja di depannya.""Benarkah, Bu? Aku shock tadi melihat wajah R
Bab 10A MaafTCCD 10Pagi ini Swari berangkat ke kampus tanpa membawa sendiri motornya. Sejak berseteru dengan ayah dari muridnya, dia menjadi ogah-ogahan membawa motor.Swari memilih naik ojek online atau minta dijemput Satria. Menurutnya ini bisa menjadi alasan untuknya tidak bisa mengajar ke rumah Arka.Sudah dua pertemuan Swari memilih mengajar Arka di taman kampus yang ada gasebonya.Selain suasananya memadai untuk belajar, sejatinya Swari mau menghindari Hangga.Dia enggan bertemu dengan ayah muridnya yang pernah mengiranya sebagai almarhum istrinya lalu setelah sadar justru membentaknya. Sebenarnya salah Swari sendiri yang sudah memendam perasaannya terhadap ayah Arka. Satu jam berlalu Swari sudah selesai bimbingan tentang tugas akhirnya yang sudah separo jalan. Meskipun masalah keluarganya datang setiap saat, dia tak mau mengabaikan kuliahnya.Swari tetap bertekad lulus tepat waktu dan membanggakan ayah ibunya. Walaupun ayahnya tetap kurang suka hal yang dilakukannya sepert
Bbab 10B Maaf"Ya, barangkali mau diajak adu karate atau malah adu mulut. Haha."Dengan santainya Arka berpendapat sekaligus meledek Swari.Arka hari ini serius belajar karena sebentar lagi ujian akhir untuk kelulusan. Dia ingin menyiapkan diri untuk masuk perguruan tinggi.Swari yakin Arka bisa masuk universitas ternama jika bersungguh-sungguh karena muridnya itu sebenarnya cerdas.Satu jam berlangsung, Arka serius mengerjakan soal latihan, sementara Swari memeriksa jawaban yang sudah selesai.Tin tinTerdengar suara klakson mobil membuat Pak Agung membukakan pagar dengan lebar.Jantung Swari berpacu kembali mengetahui Hangga pulang sebelum waktunya.Profesinya menjadi CEO memaksanya sering pulang terlambat karena ada meeting atau makan di luar dengan kolega."Terima kasih Swari sudah mau mengajar Arka lagi.""Oh, itu Om aku memang tidak libur mengajar kok.""Maksudku mengajar ke rumah ini.""Ayah tumben pulang cepat?""Ckckck, kamu gimana sih Ar. Kalau ayah pulang malam kamu protes.
Bab 11 ATCCD 11"Tunggu, Ri!"Jantung Swari makin berdebar, dia masih posisi berdiri membelakangi Hangga. "Aku mau minta maaf. Waktu itu aku tak sengaja membentakmu. Aku tidak bisa berpikir jernih melihat dua orang dalam waktu bersamaan."Swari membalik badannya lalu duduk di sofa tepat di depan Hangga yang berbaring di sofa panjang.Hangga berusaha bangun sambil memijit pelipisnya."Om berbaring saja kalau pusing!""Aku tidak mungkin melewatkan jahe spesial ini," ucapnya sambil menyeruput secangkir jahe.Hati siapa yang tidak meleleh disanjung laki-laki tampan dan dewasa seperti Hangga.Swari berusaha bersikap biasa, namun rasa canggung menguasainya. Dia merasa tidak nyaman hanya berduaan dengan ayah muridnya."Sekali lagi trimakasih ya Swari. Sepertinya saran eyangnya Arka perlu aku turuti," ucap Hangga serius membuat Swari mengerutkan keningnya."Kamu boleh melakukan tugasmu menemani belajar Arka. Jika anak itu bermanja-manja sama kamu, tolong abaikan saja. Mungkin dia sekarang l
Bab 11BSepanjang perjalanan, hening terasa. Swari yang biasanya ceria dan banyak omong pun tiba-tiba tak punya hasrat berbicara.Hangga yang mengendarai mobil sesekali melirik penumpang yang duduk di sampingnya.Swari yang tak kunjung berbicara membuat Hangga memutar kemudi mobilnya sesuai tujuan yang diinginkannya. "Tunggu, Om. Memangnya kita mau kemana?"tanya Swari sembari menatap Hangga yang sedang menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang."Tapi ini bukan jalan menuju kosku Om," seru Swari yang mulai khawatir melihat mobil mengarah naik ke wilayah Yogya bagian tenggara."Memangnya dari tadi kamu bilang mau kemana? Dari pada bingung, ya suka-suka sopir kan."Jawaban Hangga sontak membuat Swari sedikit kesal. Dia merasa dikerjai yang kedua kalinya.Tidak sampai satu jam mereka sampai di tempat ketinggian wilayah Yogya yang disebut dengan bukit bintang.Sebenarnya mereka bisa saja ke tempat yang lebih elegan di heha sky view, tetapi Hangga belum yakin Swari mau diajak ke sana. Kare
Bab 12"Apa kamu bersedia menjadi sosok ibu bagi Arka?""Haah," Swari tercekat mendengar ucapan Hangga.Swari hanya bergeming, lalu memutar duduknya membelakangi Hangga. Mereka memilih duduk di lesehan, ia menatap kerlipan lampu kota Yogya bak bintang di langit. Suasana sekitar yang ramai pengunjung bisa sedikit mengalihkan perhatian Hangga padanya yang sudah didera rasa gugup tak menentu. Pengunjung di bukit bintang mayoritas anak muda.Swari tak mampu menolak pesona Hangga. Namun dia juga memikirkan keluarganya. Apa kata orang tuanya kalau dia menjalin hubungan dengan laki-laki yang usianya jauh dibanding dirinya terutama ayahnya bisa murka.Ibunya sendiri karena keturunan putri Solo pastinya juga memiliki kriteria sendiri untuk calon suaminya kelak.Swari memijit pelipisnya, rasanya pusing memikirkan hidupnya yang makin rumit.Tak ingin berlama-lama mendiamkan seseorang yang menanti jawaban dengan harap-harap cemas, Swari menghela nafasnya dan mencoba bersuara."Apa yang kamu suka
"Mas, di mana?" Suara Raihan terdengar dari seberang."Siapa, Mas." tanya Dena penasaran."Astaga, Mas Ardi di mana? Ingat Mas, Mbak Dena belum ketemu kenapa Mas Ardi sama perempuan lain. Suara siapa perempuan tadi?" teriak Raihan memaksa Ardi menjauhkan ponselnya. "Pakai baju, Sayang. Ada Raihan."Ardi lalu mengubah panggilan Raihan menjadi videocall."Ada apa, Rai?""Mas apa-apaan nggak pakai baju gitu. Mas tidur sama...""Hush, jangan sembarangan. Ini Mas sama Mbak Dena.""Hah?!" Dena menyunggingkan senyum di depan layar ponsel. "Dena! Mana Dena putriku?""Mama!" jerit Dena saat melihat wajah mama Ardi dan mamanya ada di layar menggantikan Raihan yang sudah memberi ruang bagi kedua wanita paruh baya itu. Sorot mata sendu terutama terlukis di wajah Bu Sinta--mama Dena. Mamanya beberapa hari menginap di rumah sahabatnya sekaligus besannya itu. Ia tidak tahan sendirian di rumah kare
"Na, tolong dengarkan aku! Semua bisa diselesaikan dengan baik-baik. Jangan gegabah. Jangan berpikiran sempit. Kamu tidak sendiri, Sayang. Ada aku, mama, papa, teman-teman. Kumohon, buka pintunya, Na!"Teriakan memohon dari Ardi sebagai usaha terakhir setelah dengan kalimat lembut tidak mempan, akhirnya membuahkan hasil.Cklek, Ardi bersyukur Dena mau membuka pintu. Namun, begitu ia masuk kamar mandi, Dena masih terisak. Tubuhnya menggigil karena terlalu lama mengguyur dengan air dari shower."Ya Allah, Dena! Apa yang terjadi? Kenapa kamu jadi begini?!"Ardi meraih handuk lalu mengganti baju Dena dengan bathrope. Ia memapah Dena keluar kamar mandi. Hening, tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Ardi membiarkan istrinya tenang dengan memberi segelas teh panas buatannya."Minumlah untuk menghangatkan badanmu, Na!" Ardi memberi ruang pada Dena untuk berpikir dingin supaya tenang hatinya.Tidak berselang lama, Dena justru
Dena berniat menuju restoran untuk menikmati makan malam karena Ardi sudah mengirim pesan agak terlambat datang. Ia sudah merasa lapar, karena Ardi tidak kunjung tiba. Sampai di restoran hotel. Dena berjalan pelan hingga tubuhnya terpaku di pintu masuk restoran. Netranya memicing ke arah sosok yang dilihatnya mirip Ardi.Deg,"Ardi? Kenapa dia malah makan malam sendiri?" Dilihatnya Ardi hanya duduk sendiri menikmati makan dan minuman. Namun, Dena baru mau melangkah terlihat seorang wanita berjalan menuju kursi di seberang Ardi."Hah, siapa wanita itu?" Dena melihat pakaian wanita itu rapi, rambutnya digelung ke atas. Keduanya terlihat akrab saat menikmati makan.Dena merasakan setitik nyeri di dada, pun rasa sesak menyeruak hingga membuatnya susah bernapas."Kenapa kamu melakukan ini padaku, Ar? Apa karena semalam aku menolakmu." Berbagai spekulasi menari-nari di otak Dena hingga membuat kepalanya pening. Ia masih setia berdiri
Bab 49 Bangkit"Suami? Istri? Astaghfirullah." Dena menepuk jidatnya berkali-kali setelah ingat kalau mereka sudah menikah."Iya kamu istriku, tapi belum istri yang sesungguhnya karena belum melakukan ini.""Ardi?!" Dena sudah menjerit akibat sentuhan lembut dan dingin mengejutkan dari Ardi terasa di bibirnya. Dekapan erat pun menyusul menghangatkan tubuhnya, hingga keduanya bersiap melakukan ibadah yang dinantikan selama ini."Aargh. Jangan sentuh aku. Pergi!"Dena berteriak sekencang-kencangnya saat Ardi hendak memberikan sentuhan penuh cinta. Sontak saja Ardi terkejut luar biasa, ternyata istrinya masih trauma. Ia segera mendekap erat Dena yang tubuhnya masih gemetaran. Bahkan istrinya itu meronta-ronta saat ia ingin melakukan lebih jauh."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak akan memaksamu. Tenanglah! Aku di sini melindungimu."Dena masih sesenggukan dengan kepala merebah di dada bidang suaminya. Ia bisa merasakan suaminya mendesah pelan seolah menahan sesuatu. Raut kecewa jelas terlukis
Bab 48"Mbak Kusuma ayo pulang!""Tidak! Tolong pergi! Jangan ikuti saya!" Teriakan histeris Dena semakin membuat Pak Rahmat panik. Ia tidak tahu kejadian tak terduga itu. Bahkan Dena mendadak pingsan karena teriakan disusul tangisannay yang kencang."Mbak, Mbak Kusuma, Bangun!"Pak Rahmat menepuk-nepuk lengan lalu pipi Dena tetapi tidak ada respon."Astaga! Kenapa jadi begini. Kalau terjadi apa-apa bagaimana ini."Pak Rahmat bergegas membobong Dena ke mobil. Pakaian keduanya sudah mulai basah terkena air hujan terutama Pak Rahmat. Setelah dibaringkan di kursi belakang, Pak Rahmat mencari apa saja yang bisa untuk menutupi tubuh Dena supaya tidak kedinginan. Lama mengobrak abrik bagasi hingga akhirnya Pak Rahmat menemukan sebarang kain.Pak Rahmat merasa lega, lalu berniat keluar dari mobil dan harus segera membawa Dena ke rumah sakit. Namun, baru saja hendak keluar, ia dikejutkan oleh sebuah tarikan pada kerahnya.
Bab 47 Trauma itu"Jadi, Bapak tinggalkan mereka berdua?! Kalau terjadi apa-apa dengan istri saya bagaimana?! Siapa yang bertanggung jawab, hah?!" Ardi sudah tidak bisa mengontrol emosinya. Semua mata tercengang mendengar ucapan mengejutkan Ardi."Istri?" lirih Andi."Ya, Dena Artha Kusuma adalah istri saya.""Apa?!" Semua saling pandang dengan wajah dipenuhi penyesalan.Gegas Ardi menarik Andi menuju mobil yayasan untuk mencari Dena."Ya Allah, semoga Dena baik-baik saja."Ardi tidak mempedulikan hujan lebat yang mengguyur, bahkan petir pun terdengar bersahutan. Ia menarik lengan Andi dan bergegas mencari Dena juga Pak Rahmat."Saya ikut juga, Pak!" Suara Pak RT terdengar lantang. Karena merasa bersalah telah meninggalkan mobil Pak Rahmat yang membawa Dena bersamanya."Mari, Pak!" ucap Andi karena Ardi sudah tidak sempat membalas. Akhirnya mobil itu berisi empat orang, bu kepala panti pun turut kembali mencari Dena. Ia khawatir terjadi apa-apa pada salah satu relawan yang terlihat pal
Bab 46B Kepanikan"Yang ini bagus, Mbak Tantri," sahut Ardi sambil melirik ke arah istrinya yang berdecak kesal."Dasar suami berondong. Awas saja kalau besok sampai rumah." Dena melanjutkan kegiatannya sambil sesekali mencuri pandang ke arah suaminya, manatahu suaminya tebar pesona hingga membuat Tantri salah mengartikan.Sampai waktu menjelang senja, beberapa pengunjung telah kembali pulang. Ardi dan Andi serta tim relawan membantu anak panti membawa beberapa barang kembali ke rumah panti. Namun, Dena masih membereskan tempat pameran bersama Tantri, Pak Rahmat, kepala panti dan juga anak-anak."Bu, ada info rombongan dari sekolah SD mobilnya macet di dekat hutan. Apa bisa kita beri pertolongan?" ucap Tantri dengan wajah sedikit khawatir, tangannya memegang ponsel yang baru saja menyala."Ada apa, Mbak?" Dena mendekati Tantri yang mengobrol serius dengan kepala panti."Ada mobil pengunjung yang membawa anak-a
Bab 46A KepanikanPagi itu suasana panti ramai oleh hiruk pikuk anak-anak yang semangat menyiapkan karya mereka yang akan dipamerkan di hari terkahir. Andi sudah bangun awal dan bersiap dengan seragam kaosnya. Pikirannya masih terngiang percakapan semalam dengan Ardi di kamar."Hmm, maaf nih Pak Ardi kalau saya lancang.""Ya, Mas.""Tadi...hmm, saya lihat Pak Ardi keluar dari kamar Mbak Kusuma."Uhuk, uhuk."Pak Ardi nggak apa-apa?""Nggak, Mas. Saya tadi kebetulan lewat depan kamarnya. Ada suara jeritan dari dalam. Katanya sih kecoa. Ya, saya bantu ngusir.""Oh."Andi masih belum percaya, tetapi pikiran aneh-anehnya segera terhempas begitu saja. Ia harus membantu persiapan hari ini."Mbak Kusuma, di mana?" tanya Andi sambil mengangkat dus berisi karya anak-anak panti. Teman relawan yang kebetulan lewat mengambil dus snack pun menjawab."Itu pergi sama Pak Rahmat dan bu kepala panti untuk menjemput rombongan siswa dari sekolah yang ingin kemari, Mas.""Oh, oke. Makasih infonya. Ayo k
Bab 45B Salah Sangka"Sttt!" Dena merapat dengan sigap tangannya menutup mulut Ardi. Tanpa sadar keduanya saling menatap,menyelami manik mata masing-masing. Ada kerinduan yang ingin disampaikan lewat tatapan mata.Ardi mengikis jarak hingga kening keduanya menempel."Aku mencintaimu, Na. Izinkan aku menyelami hatimu hingga tidak ada lagi lara yang tertinggal di sana. Hanya ada kamu dan aku yang akan mengukir masa depan. Menghadirkan keramaian anak-anak kita nantinya."Memilih diam mencerna setiap kata lembut yang keluar dari mulut suaminya, Dena tenggelam dalam pusaran kerinduan yang terobati dengan sentuhan. Hingga tak terasa keduanya merasakan puncak kebahagiaan dengan sentuhan. Dena menarik diri karena harus menghirup oksigen banyak-banyak. Kedua tangannya reflek menutup bibir bahkan mukanya yang sudah memerah seperti buah Cherry."Kamu cantik sekali kalau seperti ini, Na. Kita lanjutkan besok pulang dari sini ya, sekalian ho