Bab 11 ATCCD 11"Tunggu, Ri!"Jantung Swari makin berdebar, dia masih posisi berdiri membelakangi Hangga. "Aku mau minta maaf. Waktu itu aku tak sengaja membentakmu. Aku tidak bisa berpikir jernih melihat dua orang dalam waktu bersamaan."Swari membalik badannya lalu duduk di sofa tepat di depan Hangga yang berbaring di sofa panjang.Hangga berusaha bangun sambil memijit pelipisnya."Om berbaring saja kalau pusing!""Aku tidak mungkin melewatkan jahe spesial ini," ucapnya sambil menyeruput secangkir jahe.Hati siapa yang tidak meleleh disanjung laki-laki tampan dan dewasa seperti Hangga.Swari berusaha bersikap biasa, namun rasa canggung menguasainya. Dia merasa tidak nyaman hanya berduaan dengan ayah muridnya."Sekali lagi trimakasih ya Swari. Sepertinya saran eyangnya Arka perlu aku turuti," ucap Hangga serius membuat Swari mengerutkan keningnya."Kamu boleh melakukan tugasmu menemani belajar Arka. Jika anak itu bermanja-manja sama kamu, tolong abaikan saja. Mungkin dia sekarang l
Bab 11BSepanjang perjalanan, hening terasa. Swari yang biasanya ceria dan banyak omong pun tiba-tiba tak punya hasrat berbicara.Hangga yang mengendarai mobil sesekali melirik penumpang yang duduk di sampingnya.Swari yang tak kunjung berbicara membuat Hangga memutar kemudi mobilnya sesuai tujuan yang diinginkannya. "Tunggu, Om. Memangnya kita mau kemana?"tanya Swari sembari menatap Hangga yang sedang menyetir mobilnya dengan kecepatan sedang."Tapi ini bukan jalan menuju kosku Om," seru Swari yang mulai khawatir melihat mobil mengarah naik ke wilayah Yogya bagian tenggara."Memangnya dari tadi kamu bilang mau kemana? Dari pada bingung, ya suka-suka sopir kan."Jawaban Hangga sontak membuat Swari sedikit kesal. Dia merasa dikerjai yang kedua kalinya.Tidak sampai satu jam mereka sampai di tempat ketinggian wilayah Yogya yang disebut dengan bukit bintang.Sebenarnya mereka bisa saja ke tempat yang lebih elegan di heha sky view, tetapi Hangga belum yakin Swari mau diajak ke sana. Kare
Bab 12"Apa kamu bersedia menjadi sosok ibu bagi Arka?""Haah," Swari tercekat mendengar ucapan Hangga.Swari hanya bergeming, lalu memutar duduknya membelakangi Hangga. Mereka memilih duduk di lesehan, ia menatap kerlipan lampu kota Yogya bak bintang di langit. Suasana sekitar yang ramai pengunjung bisa sedikit mengalihkan perhatian Hangga padanya yang sudah didera rasa gugup tak menentu. Pengunjung di bukit bintang mayoritas anak muda.Swari tak mampu menolak pesona Hangga. Namun dia juga memikirkan keluarganya. Apa kata orang tuanya kalau dia menjalin hubungan dengan laki-laki yang usianya jauh dibanding dirinya terutama ayahnya bisa murka.Ibunya sendiri karena keturunan putri Solo pastinya juga memiliki kriteria sendiri untuk calon suaminya kelak.Swari memijit pelipisnya, rasanya pusing memikirkan hidupnya yang makin rumit.Tak ingin berlama-lama mendiamkan seseorang yang menanti jawaban dengan harap-harap cemas, Swari menghela nafasnya dan mencoba bersuara."Apa yang kamu suka
Bab 13Di sebuah gasebo, Satria sudah menunggu kedatangan Swari yang punya janji ketemu jam 10. Satria sudah datang lebih dulu karena selesai lebih awal bimbingannya dengan dosen. Masih 15 menit menuju jam 10, dia melewati waktu menunggu dengan browsing materi di internet.Dari kejauhan tampak mahasiswi berjalan mendekatinya."Mas Satria sedang apa?" sapanya dengan lembut namun tingkahnya mencurigakan bagi Satria.Hana biasanya gadis agresif yang mengejar-ngejar dirinya."Lagi duduk aja, kamu nggak lihat atau gimana?" ucapnya ketus membuat Hana hanya ber oh ria."Tumben kalem, ada udang di balik batu pasti nih?" tanya Satria heran."Boleh tolongin aku nggak kak?" "Apa? Boleh aja asal nggak aneh-aneh."Hana mendekat membisikkan niatnya pada Satria. Sementara Satria kaget terperanjat dengan permintaan adik tingkatnya itu. Hana mengharapkan pertolongan Satria dan berjanji melakukan apa yang dimintanya."Kamu serius ingin aku berakting di depan cowok itu?" ucap Satria sambil menunjuk se
Bab 14Di ruangan CEO perusahaan tekstil, Raditya Hangga memberitahu sekretarisnya Kartika melalui interkom untuk menyiapkan acara syukuran pembukaan cabang di wilayah Surakarta.Acara diselenggarakan di rumahnya dengan mengundang para kepala divisi dan karyawan non produksi. Untuk acara seluruh karyawan diagendakan lain waktu bersamaan dengan family gathering.Hangga memanggil Kartika ke ruangnya untuk diajak diskusi persiapan acara syukuran minggu depan."Tika, tolong kamu handle acaranya ya!""Baik, Pak. Ini beneran mau dilaksanakan di rumah Pak Hangga?" tanya Kartika serius, tidak biasanya bosnya mengadakan acara di rumah."Iya, masih muat kok halaman rumah saya," canda Hangga membuat sekretarisnya mengulum senyum.Hangga sengaja mengadakan syukuran di rumah sekalian ingin mengenalkan Swari pada karyawannya. Tok.tok.Hangga dan sekretarisnya menoleh ke arah pintu menampakkan sosok cantik yang biasa menyambangi waktu makan siang Hangga. Dia tak lain adalah Dena. Kedatangannya tida
Bab 15A"Om Hangga..."Hangga yang terdiam justru mengeratkan pelukannya."Om..."Swari mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah Hangga yang tak berkedip.Ternyata Hangga terpaku dibuatnya sampai lamunannya melanglang buana."Om melamun?"'Astaga, kenapa pikiranku buruk sekali. Astaghfirullah, kalau begini caranya aku harus segera menghalalkanmu saja, Ri,' guman Hangga yang langsung memalingkan wajahnya. "Ayo, segera keluar dari sini sebelum ada yang ketiga!""Isshh, sudah tahu bahaya mengintai malah nungguin aku di kamar. Dasar laki-laki dewasa pikirannya pasti m*s*m," ucap Swari lirih namun masih di dengar Hangga."Apa kamu bilang?""Ah, tidak-tidak. Bukan apa-apa, Om."Hangga, Arka dan Swari sudah berada di ruang keluarga. Mereka bersantai ditemani jahe hangat dan pisang goreng yang dihidangkan Bi Marni.Hangga menceritakan rencananya mengadakan syukuran pembukaan cabang di Surakarta. Swari kaget tak menyangka kalau dirinya juga akan diundang ke acara itu, bahkan Hangga ingin
Bab 15B"Assalamu'alaikum. Ada apa,Yah?""Wa'alaikumsalam. Kamu nggak berubah, Ri. Nggak nanya kabar ayah justru langsung tanya maksud menelponmu."Swari hanya memutar bola matanya jengah meski ayahnya tidak bisa melihatnya."Nggak usah ditanyakan pastinya ayah sibuk kerja karena jadi kepala divisi,huh.""Haha, anak pintar.""Nggak usah memuji, pasti ada maunya.""Minggu depan, kamu diminta ibumu ke Solo. Ada acara penting untukmu.""Acara apa?" jawab Swari dengan nada datar."Ya mungkin perjodohan kali. Ibu kan keturunan darah biru.""Apa, ibu nggak bilang-bilang sama aku kok.""Lha ini ayah yang bilang. Pokoknya minggu depan kamu ke Solo. Jangan buat ayah dan ibu marah sama kamu.""Ckkkckk."Swari membanting ponselnya ke samping. Ayah dan ibunya sudah membuatnya frustasi kali ini. Bagaimana bisa mau mejodohkan tanpa bilang apa-apa.'Eh tunggu sebentar, bisa jadi bukan masalah perjodohan.' Swari masih menghibur diri sendiri dengan berprasangka yang baik pada ibunya.Dia belum bisa b
Bab 16"Maaf, Pak. Swari ini calon istri saya," ucap Hangga dengan sopan.Pak Dahlan tercengang tak percaya, otaknya seperti mendidih mendengar ucapan Hangga. Meskipun laki-laki di depannya adalah bos tempat kerjanya tapi masalah Swari adalah masalah keluarganya.Karyawan yang mendengarnya pun terperanjat, tak terkecuali Dena yang menampakkan raut kesedihan."Satria, aku menyuruhmu menjaga adikmu. Kenapa jadinya begini?" "Maafkan aku, Yah," jawab Satria dengan lirih.Swari hanya menyaksikan ketegangan dengan wajah terpaku. 'Kenyataan pahit apa ini, Satria kenapa memanggil ayahku dengan panggilan yang sama denganku. Ayah juga kenapa bilang kalau aku adiknya. Jadi, selama ini Satria membohongiku.'Bak disambar petir Swari mendapatkan fakta ini. Di saat dirinya ingin merengkuh bahagia bersama Hangga justru dipatahkan sebuah kenyataan pahit."Satria, kamu tega membohongiku, hah?" teriak Swari dengan berderai air mata menatap nyalang laki-laki yang dianggap sahabatnya ternyata adalah kak
"Mas, di mana?" Suara Raihan terdengar dari seberang."Siapa, Mas." tanya Dena penasaran."Astaga, Mas Ardi di mana? Ingat Mas, Mbak Dena belum ketemu kenapa Mas Ardi sama perempuan lain. Suara siapa perempuan tadi?" teriak Raihan memaksa Ardi menjauhkan ponselnya. "Pakai baju, Sayang. Ada Raihan."Ardi lalu mengubah panggilan Raihan menjadi videocall."Ada apa, Rai?""Mas apa-apaan nggak pakai baju gitu. Mas tidur sama...""Hush, jangan sembarangan. Ini Mas sama Mbak Dena.""Hah?!" Dena menyunggingkan senyum di depan layar ponsel. "Dena! Mana Dena putriku?""Mama!" jerit Dena saat melihat wajah mama Ardi dan mamanya ada di layar menggantikan Raihan yang sudah memberi ruang bagi kedua wanita paruh baya itu. Sorot mata sendu terutama terlukis di wajah Bu Sinta--mama Dena. Mamanya beberapa hari menginap di rumah sahabatnya sekaligus besannya itu. Ia tidak tahan sendirian di rumah kare
"Na, tolong dengarkan aku! Semua bisa diselesaikan dengan baik-baik. Jangan gegabah. Jangan berpikiran sempit. Kamu tidak sendiri, Sayang. Ada aku, mama, papa, teman-teman. Kumohon, buka pintunya, Na!"Teriakan memohon dari Ardi sebagai usaha terakhir setelah dengan kalimat lembut tidak mempan, akhirnya membuahkan hasil.Cklek, Ardi bersyukur Dena mau membuka pintu. Namun, begitu ia masuk kamar mandi, Dena masih terisak. Tubuhnya menggigil karena terlalu lama mengguyur dengan air dari shower."Ya Allah, Dena! Apa yang terjadi? Kenapa kamu jadi begini?!"Ardi meraih handuk lalu mengganti baju Dena dengan bathrope. Ia memapah Dena keluar kamar mandi. Hening, tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Ardi membiarkan istrinya tenang dengan memberi segelas teh panas buatannya."Minumlah untuk menghangatkan badanmu, Na!" Ardi memberi ruang pada Dena untuk berpikir dingin supaya tenang hatinya.Tidak berselang lama, Dena justru
Dena berniat menuju restoran untuk menikmati makan malam karena Ardi sudah mengirim pesan agak terlambat datang. Ia sudah merasa lapar, karena Ardi tidak kunjung tiba. Sampai di restoran hotel. Dena berjalan pelan hingga tubuhnya terpaku di pintu masuk restoran. Netranya memicing ke arah sosok yang dilihatnya mirip Ardi.Deg,"Ardi? Kenapa dia malah makan malam sendiri?" Dilihatnya Ardi hanya duduk sendiri menikmati makan dan minuman. Namun, Dena baru mau melangkah terlihat seorang wanita berjalan menuju kursi di seberang Ardi."Hah, siapa wanita itu?" Dena melihat pakaian wanita itu rapi, rambutnya digelung ke atas. Keduanya terlihat akrab saat menikmati makan.Dena merasakan setitik nyeri di dada, pun rasa sesak menyeruak hingga membuatnya susah bernapas."Kenapa kamu melakukan ini padaku, Ar? Apa karena semalam aku menolakmu." Berbagai spekulasi menari-nari di otak Dena hingga membuat kepalanya pening. Ia masih setia berdiri
Bab 49 Bangkit"Suami? Istri? Astaghfirullah." Dena menepuk jidatnya berkali-kali setelah ingat kalau mereka sudah menikah."Iya kamu istriku, tapi belum istri yang sesungguhnya karena belum melakukan ini.""Ardi?!" Dena sudah menjerit akibat sentuhan lembut dan dingin mengejutkan dari Ardi terasa di bibirnya. Dekapan erat pun menyusul menghangatkan tubuhnya, hingga keduanya bersiap melakukan ibadah yang dinantikan selama ini."Aargh. Jangan sentuh aku. Pergi!"Dena berteriak sekencang-kencangnya saat Ardi hendak memberikan sentuhan penuh cinta. Sontak saja Ardi terkejut luar biasa, ternyata istrinya masih trauma. Ia segera mendekap erat Dena yang tubuhnya masih gemetaran. Bahkan istrinya itu meronta-ronta saat ia ingin melakukan lebih jauh."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak akan memaksamu. Tenanglah! Aku di sini melindungimu."Dena masih sesenggukan dengan kepala merebah di dada bidang suaminya. Ia bisa merasakan suaminya mendesah pelan seolah menahan sesuatu. Raut kecewa jelas terlukis
Bab 48"Mbak Kusuma ayo pulang!""Tidak! Tolong pergi! Jangan ikuti saya!" Teriakan histeris Dena semakin membuat Pak Rahmat panik. Ia tidak tahu kejadian tak terduga itu. Bahkan Dena mendadak pingsan karena teriakan disusul tangisannay yang kencang."Mbak, Mbak Kusuma, Bangun!"Pak Rahmat menepuk-nepuk lengan lalu pipi Dena tetapi tidak ada respon."Astaga! Kenapa jadi begini. Kalau terjadi apa-apa bagaimana ini."Pak Rahmat bergegas membobong Dena ke mobil. Pakaian keduanya sudah mulai basah terkena air hujan terutama Pak Rahmat. Setelah dibaringkan di kursi belakang, Pak Rahmat mencari apa saja yang bisa untuk menutupi tubuh Dena supaya tidak kedinginan. Lama mengobrak abrik bagasi hingga akhirnya Pak Rahmat menemukan sebarang kain.Pak Rahmat merasa lega, lalu berniat keluar dari mobil dan harus segera membawa Dena ke rumah sakit. Namun, baru saja hendak keluar, ia dikejutkan oleh sebuah tarikan pada kerahnya.
Bab 47 Trauma itu"Jadi, Bapak tinggalkan mereka berdua?! Kalau terjadi apa-apa dengan istri saya bagaimana?! Siapa yang bertanggung jawab, hah?!" Ardi sudah tidak bisa mengontrol emosinya. Semua mata tercengang mendengar ucapan mengejutkan Ardi."Istri?" lirih Andi."Ya, Dena Artha Kusuma adalah istri saya.""Apa?!" Semua saling pandang dengan wajah dipenuhi penyesalan.Gegas Ardi menarik Andi menuju mobil yayasan untuk mencari Dena."Ya Allah, semoga Dena baik-baik saja."Ardi tidak mempedulikan hujan lebat yang mengguyur, bahkan petir pun terdengar bersahutan. Ia menarik lengan Andi dan bergegas mencari Dena juga Pak Rahmat."Saya ikut juga, Pak!" Suara Pak RT terdengar lantang. Karena merasa bersalah telah meninggalkan mobil Pak Rahmat yang membawa Dena bersamanya."Mari, Pak!" ucap Andi karena Ardi sudah tidak sempat membalas. Akhirnya mobil itu berisi empat orang, bu kepala panti pun turut kembali mencari Dena. Ia khawatir terjadi apa-apa pada salah satu relawan yang terlihat pal
Bab 46B Kepanikan"Yang ini bagus, Mbak Tantri," sahut Ardi sambil melirik ke arah istrinya yang berdecak kesal."Dasar suami berondong. Awas saja kalau besok sampai rumah." Dena melanjutkan kegiatannya sambil sesekali mencuri pandang ke arah suaminya, manatahu suaminya tebar pesona hingga membuat Tantri salah mengartikan.Sampai waktu menjelang senja, beberapa pengunjung telah kembali pulang. Ardi dan Andi serta tim relawan membantu anak panti membawa beberapa barang kembali ke rumah panti. Namun, Dena masih membereskan tempat pameran bersama Tantri, Pak Rahmat, kepala panti dan juga anak-anak."Bu, ada info rombongan dari sekolah SD mobilnya macet di dekat hutan. Apa bisa kita beri pertolongan?" ucap Tantri dengan wajah sedikit khawatir, tangannya memegang ponsel yang baru saja menyala."Ada apa, Mbak?" Dena mendekati Tantri yang mengobrol serius dengan kepala panti."Ada mobil pengunjung yang membawa anak-a
Bab 46A KepanikanPagi itu suasana panti ramai oleh hiruk pikuk anak-anak yang semangat menyiapkan karya mereka yang akan dipamerkan di hari terkahir. Andi sudah bangun awal dan bersiap dengan seragam kaosnya. Pikirannya masih terngiang percakapan semalam dengan Ardi di kamar."Hmm, maaf nih Pak Ardi kalau saya lancang.""Ya, Mas.""Tadi...hmm, saya lihat Pak Ardi keluar dari kamar Mbak Kusuma."Uhuk, uhuk."Pak Ardi nggak apa-apa?""Nggak, Mas. Saya tadi kebetulan lewat depan kamarnya. Ada suara jeritan dari dalam. Katanya sih kecoa. Ya, saya bantu ngusir.""Oh."Andi masih belum percaya, tetapi pikiran aneh-anehnya segera terhempas begitu saja. Ia harus membantu persiapan hari ini."Mbak Kusuma, di mana?" tanya Andi sambil mengangkat dus berisi karya anak-anak panti. Teman relawan yang kebetulan lewat mengambil dus snack pun menjawab."Itu pergi sama Pak Rahmat dan bu kepala panti untuk menjemput rombongan siswa dari sekolah yang ingin kemari, Mas.""Oh, oke. Makasih infonya. Ayo k
Bab 45B Salah Sangka"Sttt!" Dena merapat dengan sigap tangannya menutup mulut Ardi. Tanpa sadar keduanya saling menatap,menyelami manik mata masing-masing. Ada kerinduan yang ingin disampaikan lewat tatapan mata.Ardi mengikis jarak hingga kening keduanya menempel."Aku mencintaimu, Na. Izinkan aku menyelami hatimu hingga tidak ada lagi lara yang tertinggal di sana. Hanya ada kamu dan aku yang akan mengukir masa depan. Menghadirkan keramaian anak-anak kita nantinya."Memilih diam mencerna setiap kata lembut yang keluar dari mulut suaminya, Dena tenggelam dalam pusaran kerinduan yang terobati dengan sentuhan. Hingga tak terasa keduanya merasakan puncak kebahagiaan dengan sentuhan. Dena menarik diri karena harus menghirup oksigen banyak-banyak. Kedua tangannya reflek menutup bibir bahkan mukanya yang sudah memerah seperti buah Cherry."Kamu cantik sekali kalau seperti ini, Na. Kita lanjutkan besok pulang dari sini ya, sekalian ho