Bab 28B"Tante maunya apa, sih? Kalau nggak mau bicara, aku pergi saja," ancam Swari yang mulai kesal dengan kelakuan Dena."Aku mau kamu tinggalin Hangga. Kamu tahu kan, aku menunggunya dari dulu bahkan sebelum dia menikah. Tapi apa, dia tak pernah membalas perasaanku. Hatiku hancur melihat dia justru akan melamarmu."Dena berucap dengan sirat kemarahan di wajahnya, pun air matanya bergulir di pipi cantiknya."Aku sungguh ingin bahagia bersamanya, tidakkah kamu tahu itu Swari, hah? Kamu masih muda, kenapa harus memilih Hangga?"Swari tergelak dengan bentakan Dena yang disusul isak tangisnya. Dia hanya mampu menelan salivanya, tak tega dengan apa yang dirasakan perempuan cantik di depannya."Tapi Tan, kita tidak bisa memaksakan seseorang untuk mencintai, bukan? Cinta Om Hangga datang secara alami," kilah Swari membuat Dena mengepalkan tangannya kesal."Kamu bisa menjauhinya bukan? Buat Hangga tidak suka padamu.""Itu jahat sekali, Tan. Aku tidak mungkin menyakiti seseorang yang menaru
Bab 29A Swari membuka matanya yang masih sayup. Dia segera mencari jam dinding di ruangan itu namun nihil tak ada penunjuk waktu yang menempel di dinding maupun di meja. "Astaghfirullah jam berapa ini? Kenapa sudah gelap di luar?" Dia melihat waktu dari kondisi di luar yang diyakini sudah menjelang malam. Kebetulan dia lagi halangan sehingga tidak perlu kawatir melewatkan waktu sholat."Bagaimana ini, acara lamarannya harus tertunda karena keberadaanku di sini. Ya Rabb, bagaimana kalau ayah dan ibu atau Om Hangga murka padaku, oh tidak."Dalam kebingungan, terdengar suara kerucuk perut Swari yang kosong.Dia segera menuju dapur mencari apa saja yang bisa dimakan."Wah, kulkasnya lengkap sekali. Bismillah, maaf ya saya minta makanan ini," ucapnya minta izin pada pemilik meskipun dia tidak tahu siapa pemilik ruangan itu.Swari memilih mengambil dua lembar roti dan selai coklat serta susu kotak 1 buah."Alhamdulillah, badanku bertenaga kembali."Saat Swari melangkahkan kaki kembali ke
Bab 29BPak Dahlan hanya bisa duduk dan berdiri tak tenang mengingat Swari tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Padahal hari sudah menjelang malam 30 menit lagi acara lamaran dimulai. "Om Hangga mungkin masih dalam perjalanan," seru Satria menghibur."Sabar dulu, Pak. Mungkin Swari masih di kos dan sedang perjalanan ke rumah juga," hibur ibu Satria."Iya, Sabar Mas. Swari tidak mungkin kemana-mana. Dia kan yang menginginkan acara ini," ucap Bu Mareta menenangkan suaminya."Ckk, kalau sampai Pak Hangga dan keluarganya datang tapi Swari tidak ada bagaimana?""Satria menyusul Swari di kosnya saja, Yah. Telponnya juga tidak bisa dihubungi," saran Satria diangguki Pak Dahlan."Hati-hati ya, Nak. Jangan ngebut?" ucap Ibu Satria memperingatkan. Satria pun mengangguk."Oya, Yah. Tolong lamaran tetap diterima, Satria yakin Swari menyetujuinya. Besok bisa kita jelaskan pada Om Hangga kalau Swari sudah pulang."Pak Dahlan hanya mengangguk dan segera menyuruh Satria mencari Swari.Tiga pulu
Bab 30A"Jangan mendekat, atau aku akan menghajarmu," hardik Swari.Laki-laki itu hanya tersenyum dan berseringai membuat Swari bergidik ngeri mengingat semalam tercium bau alkohol dari laki-laki ini.Laki-laki itu menarik selimut yang masih dipegang Swari membuatnya melompat dari ranjang."Bangun, cepat sholat subuh! Lalu buatkan sarapan untukku. Kamu sudah menumpang gratis semalam," serunya.Swari hanya melongo.'Beneran dia menyuruhku sholat? Bukankah semalam dia mabuk-mabukkan. Apa dia sudah bertobat?' guman Swari dalam lamunannya."Aku sedang tidak sholat. Biarkan aku mandi dulu dan pinjami aku baju," pinta Swari."Ambil sendiri di almari, tapi awas jangan mencuri barang-barang berhargaku," larangnya."Cih, memangnya tampangku seperti pencuri, hah?" Laki-laki itu hanya mengedikkan bahu lalu beranjak meninggalkan Swari yang terpaku. Tak ingin berlama-lama, Swari segera mengambil satu kemeja lengan panjang yang dirasa pantas untuk dipakainya. Selesai mandi, Swari sudah berkutat
Bab 30B"Hah, ini sudah yang terenak masakanku kok cuma dibilang lumayan?" kesal Swari."Iya-iya lezat tuan putri," goda Ardi."Jilbabmu terkena darah, apa kamu tidak berniat menggantinya?" "Aku tidak bawa apa-apa masuk ke sini. Bahkan tas dan ponselku entah dimana sekarang."Raut sedih terbaca dari wajah Swari membuat Ardi tak tega melanjutkan pertanyaannya."Sudahlah, nanti kita cari setelah kamu menjelaskan ke calonmu."Ardi bersiap dengan pakaian kasualnya, celana jin dipadukan dengan kaos berkerah dan sepatu ketznya. 'Fix dia tak kalah tampan dengan pakain itu, fashionable,' kagum Swari dalam hati."Sudah jangan mengagumiku, nanti kamu bisa-bisa pindah ke lain hati, calonmu bisa murka," canda Ardi membuat Swari membuang pandangannya ke arah lain. Dia malu ketahuan mengagumi Ardi.Sampai di lobby apartemen, seorang petugas menenteng sebuah tas dan mengahampiri Swari dan Ardi."Permisi, barangkali ini barang pacarnya, Mas?" Ardi hanya bengong karena selama ini dia tidak punya wan
Bab 31A"Ada tamu Pak," seru Bi Marni."Siapa, Bi?"Hangga masih mengenakan pakaian rumahan segera keluar menyambut tamu, namun matanya terbelalak mendapati Swari tiba-tiba di rumahnya.Lebih kagetnya Swari diantar seorang laki-laki muda yang berparas rupawan.Semangatnya untuk mendapatkan cinta Swari menjadi surut tatkala melihat kedua anak muda dalam pandangannya itu."Mau apa kamu ke sini, hah?""Om Hangga, maafkan aku. Aku bisa jelaskan kejadian tadi malam.""Swari, aku tidak menyangka kamu berbuat ini padaku. Kemana saja kamu kemarin dan ini apalagi kamu pakai pakaian siapa. Tidak bisa dipercaya," cecar Hangga dengan diliputi kemarahan membuat nyali Swari menciut.Semangat membara Swari ingin menceritakan semuanya pada Hangga entah menguap begitu saja. Sementara Ardi yang tidak tahu duduk perkara memilih diam karena merasa belum waktunya diminta angkat bicara."Om, kemarin aku di apartemen tante Dena. Lalu aku terjebak di apartemennya," terang Swari meyakinkan argumennya sembari
Bab 31B"Namanya Swari, Ma. Dia kelaparan tolong izinkan dia sarapan. Aku mau tiduran di kamar sejenak. Badanku pegal-pegal semua," ucap Ardi sambil berlalu meninggalkan mamanya dan Swari."Apa kamu pacar, Ardi?""Maafkan saya tante. Saya bukan pacar Ardi.""Kalau iya juga tidak apa-apa. Siapa tahu dia bisa berubah kalau punya teman dekat perempuan."'Astaga, gimana ini?' "Ardi orang yang baik, tante. Dia telah menolong saya dari kejaran orang yang ingin mencelakai saya," terang Swari."Benarkah Ardi sebaik itu? Biasanya dia selalu membantah ayahnya, pergi ke klub malam bersama teman-temannya dan jarang pulang karena lebih suka di apartemen." Mama Ardi mencurahkan isi hatinya membuat Swari trenyuh dengan kehidupan Ardi yang tidak jauh beda dengan dirinya dulu."Berapa lama kamu mengenal Ardi?""Ah, baru juga semalam tante.""Apa kalian berdua menginap di apartemen?""Iya,tante," ucap spontan Swari tanpa berpikir panjang."Astaghfirullah, tante jangan berpikiran yang tidak-tidak. Hmm
Bab 32A"Maafkan aku, Dena. Aku tidak bisa membalas perasaanmu," lirih Hangga sembari memberikan pelukan sesuai yang diminta Dena sebagai tanda perpisahan."Terima kasih, Ngga. Semoga pelukan ini bukan akhir dari hubungan baik kita. Aku memang tidak bisa meluluhkan hatimu sejak dulu hingga sekarang," balas Dena dengan wajah sendu dan melepaskan diri dari kedua lengan Hangga. Sepertinya dia sudah lelah mengejar cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Usaha yang dilakukan untuk menggagalkan acara lamaran Hangga pada Swari pun tak mampu merubah pendirian Hangga."Kalau begitu aku akan pergi menjauh sementara darimu. Semoga kamu bahagia bersama seseorang yang sudah menempati ruang hatimu.""Kamu pasti menemukan kebahagiannmu meski tidak bersamaku, Dena," ucap Hangga menyemangati."Semoga." Dena pergi meninggalkan Hangga dengan raut kesedihan. Dia mematri hatinya untuk selalu mencintai Hangga dan berharap bisa mengarungi bahtera rumah tangga dengannya. Kini harapan itu telah musnah, kecewa
"Mas, di mana?" Suara Raihan terdengar dari seberang."Siapa, Mas." tanya Dena penasaran."Astaga, Mas Ardi di mana? Ingat Mas, Mbak Dena belum ketemu kenapa Mas Ardi sama perempuan lain. Suara siapa perempuan tadi?" teriak Raihan memaksa Ardi menjauhkan ponselnya. "Pakai baju, Sayang. Ada Raihan."Ardi lalu mengubah panggilan Raihan menjadi videocall."Ada apa, Rai?""Mas apa-apaan nggak pakai baju gitu. Mas tidur sama...""Hush, jangan sembarangan. Ini Mas sama Mbak Dena.""Hah?!" Dena menyunggingkan senyum di depan layar ponsel. "Dena! Mana Dena putriku?""Mama!" jerit Dena saat melihat wajah mama Ardi dan mamanya ada di layar menggantikan Raihan yang sudah memberi ruang bagi kedua wanita paruh baya itu. Sorot mata sendu terutama terlukis di wajah Bu Sinta--mama Dena. Mamanya beberapa hari menginap di rumah sahabatnya sekaligus besannya itu. Ia tidak tahan sendirian di rumah kare
"Na, tolong dengarkan aku! Semua bisa diselesaikan dengan baik-baik. Jangan gegabah. Jangan berpikiran sempit. Kamu tidak sendiri, Sayang. Ada aku, mama, papa, teman-teman. Kumohon, buka pintunya, Na!"Teriakan memohon dari Ardi sebagai usaha terakhir setelah dengan kalimat lembut tidak mempan, akhirnya membuahkan hasil.Cklek, Ardi bersyukur Dena mau membuka pintu. Namun, begitu ia masuk kamar mandi, Dena masih terisak. Tubuhnya menggigil karena terlalu lama mengguyur dengan air dari shower."Ya Allah, Dena! Apa yang terjadi? Kenapa kamu jadi begini?!"Ardi meraih handuk lalu mengganti baju Dena dengan bathrope. Ia memapah Dena keluar kamar mandi. Hening, tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Ardi membiarkan istrinya tenang dengan memberi segelas teh panas buatannya."Minumlah untuk menghangatkan badanmu, Na!" Ardi memberi ruang pada Dena untuk berpikir dingin supaya tenang hatinya.Tidak berselang lama, Dena justru
Dena berniat menuju restoran untuk menikmati makan malam karena Ardi sudah mengirim pesan agak terlambat datang. Ia sudah merasa lapar, karena Ardi tidak kunjung tiba. Sampai di restoran hotel. Dena berjalan pelan hingga tubuhnya terpaku di pintu masuk restoran. Netranya memicing ke arah sosok yang dilihatnya mirip Ardi.Deg,"Ardi? Kenapa dia malah makan malam sendiri?" Dilihatnya Ardi hanya duduk sendiri menikmati makan dan minuman. Namun, Dena baru mau melangkah terlihat seorang wanita berjalan menuju kursi di seberang Ardi."Hah, siapa wanita itu?" Dena melihat pakaian wanita itu rapi, rambutnya digelung ke atas. Keduanya terlihat akrab saat menikmati makan.Dena merasakan setitik nyeri di dada, pun rasa sesak menyeruak hingga membuatnya susah bernapas."Kenapa kamu melakukan ini padaku, Ar? Apa karena semalam aku menolakmu." Berbagai spekulasi menari-nari di otak Dena hingga membuat kepalanya pening. Ia masih setia berdiri
Bab 49 Bangkit"Suami? Istri? Astaghfirullah." Dena menepuk jidatnya berkali-kali setelah ingat kalau mereka sudah menikah."Iya kamu istriku, tapi belum istri yang sesungguhnya karena belum melakukan ini.""Ardi?!" Dena sudah menjerit akibat sentuhan lembut dan dingin mengejutkan dari Ardi terasa di bibirnya. Dekapan erat pun menyusul menghangatkan tubuhnya, hingga keduanya bersiap melakukan ibadah yang dinantikan selama ini."Aargh. Jangan sentuh aku. Pergi!"Dena berteriak sekencang-kencangnya saat Ardi hendak memberikan sentuhan penuh cinta. Sontak saja Ardi terkejut luar biasa, ternyata istrinya masih trauma. Ia segera mendekap erat Dena yang tubuhnya masih gemetaran. Bahkan istrinya itu meronta-ronta saat ia ingin melakukan lebih jauh."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak akan memaksamu. Tenanglah! Aku di sini melindungimu."Dena masih sesenggukan dengan kepala merebah di dada bidang suaminya. Ia bisa merasakan suaminya mendesah pelan seolah menahan sesuatu. Raut kecewa jelas terlukis
Bab 48"Mbak Kusuma ayo pulang!""Tidak! Tolong pergi! Jangan ikuti saya!" Teriakan histeris Dena semakin membuat Pak Rahmat panik. Ia tidak tahu kejadian tak terduga itu. Bahkan Dena mendadak pingsan karena teriakan disusul tangisannay yang kencang."Mbak, Mbak Kusuma, Bangun!"Pak Rahmat menepuk-nepuk lengan lalu pipi Dena tetapi tidak ada respon."Astaga! Kenapa jadi begini. Kalau terjadi apa-apa bagaimana ini."Pak Rahmat bergegas membobong Dena ke mobil. Pakaian keduanya sudah mulai basah terkena air hujan terutama Pak Rahmat. Setelah dibaringkan di kursi belakang, Pak Rahmat mencari apa saja yang bisa untuk menutupi tubuh Dena supaya tidak kedinginan. Lama mengobrak abrik bagasi hingga akhirnya Pak Rahmat menemukan sebarang kain.Pak Rahmat merasa lega, lalu berniat keluar dari mobil dan harus segera membawa Dena ke rumah sakit. Namun, baru saja hendak keluar, ia dikejutkan oleh sebuah tarikan pada kerahnya.
Bab 47 Trauma itu"Jadi, Bapak tinggalkan mereka berdua?! Kalau terjadi apa-apa dengan istri saya bagaimana?! Siapa yang bertanggung jawab, hah?!" Ardi sudah tidak bisa mengontrol emosinya. Semua mata tercengang mendengar ucapan mengejutkan Ardi."Istri?" lirih Andi."Ya, Dena Artha Kusuma adalah istri saya.""Apa?!" Semua saling pandang dengan wajah dipenuhi penyesalan.Gegas Ardi menarik Andi menuju mobil yayasan untuk mencari Dena."Ya Allah, semoga Dena baik-baik saja."Ardi tidak mempedulikan hujan lebat yang mengguyur, bahkan petir pun terdengar bersahutan. Ia menarik lengan Andi dan bergegas mencari Dena juga Pak Rahmat."Saya ikut juga, Pak!" Suara Pak RT terdengar lantang. Karena merasa bersalah telah meninggalkan mobil Pak Rahmat yang membawa Dena bersamanya."Mari, Pak!" ucap Andi karena Ardi sudah tidak sempat membalas. Akhirnya mobil itu berisi empat orang, bu kepala panti pun turut kembali mencari Dena. Ia khawatir terjadi apa-apa pada salah satu relawan yang terlihat pal
Bab 46B Kepanikan"Yang ini bagus, Mbak Tantri," sahut Ardi sambil melirik ke arah istrinya yang berdecak kesal."Dasar suami berondong. Awas saja kalau besok sampai rumah." Dena melanjutkan kegiatannya sambil sesekali mencuri pandang ke arah suaminya, manatahu suaminya tebar pesona hingga membuat Tantri salah mengartikan.Sampai waktu menjelang senja, beberapa pengunjung telah kembali pulang. Ardi dan Andi serta tim relawan membantu anak panti membawa beberapa barang kembali ke rumah panti. Namun, Dena masih membereskan tempat pameran bersama Tantri, Pak Rahmat, kepala panti dan juga anak-anak."Bu, ada info rombongan dari sekolah SD mobilnya macet di dekat hutan. Apa bisa kita beri pertolongan?" ucap Tantri dengan wajah sedikit khawatir, tangannya memegang ponsel yang baru saja menyala."Ada apa, Mbak?" Dena mendekati Tantri yang mengobrol serius dengan kepala panti."Ada mobil pengunjung yang membawa anak-a
Bab 46A KepanikanPagi itu suasana panti ramai oleh hiruk pikuk anak-anak yang semangat menyiapkan karya mereka yang akan dipamerkan di hari terkahir. Andi sudah bangun awal dan bersiap dengan seragam kaosnya. Pikirannya masih terngiang percakapan semalam dengan Ardi di kamar."Hmm, maaf nih Pak Ardi kalau saya lancang.""Ya, Mas.""Tadi...hmm, saya lihat Pak Ardi keluar dari kamar Mbak Kusuma."Uhuk, uhuk."Pak Ardi nggak apa-apa?""Nggak, Mas. Saya tadi kebetulan lewat depan kamarnya. Ada suara jeritan dari dalam. Katanya sih kecoa. Ya, saya bantu ngusir.""Oh."Andi masih belum percaya, tetapi pikiran aneh-anehnya segera terhempas begitu saja. Ia harus membantu persiapan hari ini."Mbak Kusuma, di mana?" tanya Andi sambil mengangkat dus berisi karya anak-anak panti. Teman relawan yang kebetulan lewat mengambil dus snack pun menjawab."Itu pergi sama Pak Rahmat dan bu kepala panti untuk menjemput rombongan siswa dari sekolah yang ingin kemari, Mas.""Oh, oke. Makasih infonya. Ayo k
Bab 45B Salah Sangka"Sttt!" Dena merapat dengan sigap tangannya menutup mulut Ardi. Tanpa sadar keduanya saling menatap,menyelami manik mata masing-masing. Ada kerinduan yang ingin disampaikan lewat tatapan mata.Ardi mengikis jarak hingga kening keduanya menempel."Aku mencintaimu, Na. Izinkan aku menyelami hatimu hingga tidak ada lagi lara yang tertinggal di sana. Hanya ada kamu dan aku yang akan mengukir masa depan. Menghadirkan keramaian anak-anak kita nantinya."Memilih diam mencerna setiap kata lembut yang keluar dari mulut suaminya, Dena tenggelam dalam pusaran kerinduan yang terobati dengan sentuhan. Hingga tak terasa keduanya merasakan puncak kebahagiaan dengan sentuhan. Dena menarik diri karena harus menghirup oksigen banyak-banyak. Kedua tangannya reflek menutup bibir bahkan mukanya yang sudah memerah seperti buah Cherry."Kamu cantik sekali kalau seperti ini, Na. Kita lanjutkan besok pulang dari sini ya, sekalian ho