Bab 30A"Jangan mendekat, atau aku akan menghajarmu," hardik Swari.Laki-laki itu hanya tersenyum dan berseringai membuat Swari bergidik ngeri mengingat semalam tercium bau alkohol dari laki-laki ini.Laki-laki itu menarik selimut yang masih dipegang Swari membuatnya melompat dari ranjang."Bangun, cepat sholat subuh! Lalu buatkan sarapan untukku. Kamu sudah menumpang gratis semalam," serunya.Swari hanya melongo.'Beneran dia menyuruhku sholat? Bukankah semalam dia mabuk-mabukkan. Apa dia sudah bertobat?' guman Swari dalam lamunannya."Aku sedang tidak sholat. Biarkan aku mandi dulu dan pinjami aku baju," pinta Swari."Ambil sendiri di almari, tapi awas jangan mencuri barang-barang berhargaku," larangnya."Cih, memangnya tampangku seperti pencuri, hah?" Laki-laki itu hanya mengedikkan bahu lalu beranjak meninggalkan Swari yang terpaku. Tak ingin berlama-lama, Swari segera mengambil satu kemeja lengan panjang yang dirasa pantas untuk dipakainya. Selesai mandi, Swari sudah berkutat
Bab 30B"Hah, ini sudah yang terenak masakanku kok cuma dibilang lumayan?" kesal Swari."Iya-iya lezat tuan putri," goda Ardi."Jilbabmu terkena darah, apa kamu tidak berniat menggantinya?" "Aku tidak bawa apa-apa masuk ke sini. Bahkan tas dan ponselku entah dimana sekarang."Raut sedih terbaca dari wajah Swari membuat Ardi tak tega melanjutkan pertanyaannya."Sudahlah, nanti kita cari setelah kamu menjelaskan ke calonmu."Ardi bersiap dengan pakaian kasualnya, celana jin dipadukan dengan kaos berkerah dan sepatu ketznya. 'Fix dia tak kalah tampan dengan pakain itu, fashionable,' kagum Swari dalam hati."Sudah jangan mengagumiku, nanti kamu bisa-bisa pindah ke lain hati, calonmu bisa murka," canda Ardi membuat Swari membuang pandangannya ke arah lain. Dia malu ketahuan mengagumi Ardi.Sampai di lobby apartemen, seorang petugas menenteng sebuah tas dan mengahampiri Swari dan Ardi."Permisi, barangkali ini barang pacarnya, Mas?" Ardi hanya bengong karena selama ini dia tidak punya wan
Bab 31A"Ada tamu Pak," seru Bi Marni."Siapa, Bi?"Hangga masih mengenakan pakaian rumahan segera keluar menyambut tamu, namun matanya terbelalak mendapati Swari tiba-tiba di rumahnya.Lebih kagetnya Swari diantar seorang laki-laki muda yang berparas rupawan.Semangatnya untuk mendapatkan cinta Swari menjadi surut tatkala melihat kedua anak muda dalam pandangannya itu."Mau apa kamu ke sini, hah?""Om Hangga, maafkan aku. Aku bisa jelaskan kejadian tadi malam.""Swari, aku tidak menyangka kamu berbuat ini padaku. Kemana saja kamu kemarin dan ini apalagi kamu pakai pakaian siapa. Tidak bisa dipercaya," cecar Hangga dengan diliputi kemarahan membuat nyali Swari menciut.Semangat membara Swari ingin menceritakan semuanya pada Hangga entah menguap begitu saja. Sementara Ardi yang tidak tahu duduk perkara memilih diam karena merasa belum waktunya diminta angkat bicara."Om, kemarin aku di apartemen tante Dena. Lalu aku terjebak di apartemennya," terang Swari meyakinkan argumennya sembari
Bab 31B"Namanya Swari, Ma. Dia kelaparan tolong izinkan dia sarapan. Aku mau tiduran di kamar sejenak. Badanku pegal-pegal semua," ucap Ardi sambil berlalu meninggalkan mamanya dan Swari."Apa kamu pacar, Ardi?""Maafkan saya tante. Saya bukan pacar Ardi.""Kalau iya juga tidak apa-apa. Siapa tahu dia bisa berubah kalau punya teman dekat perempuan."'Astaga, gimana ini?' "Ardi orang yang baik, tante. Dia telah menolong saya dari kejaran orang yang ingin mencelakai saya," terang Swari."Benarkah Ardi sebaik itu? Biasanya dia selalu membantah ayahnya, pergi ke klub malam bersama teman-temannya dan jarang pulang karena lebih suka di apartemen." Mama Ardi mencurahkan isi hatinya membuat Swari trenyuh dengan kehidupan Ardi yang tidak jauh beda dengan dirinya dulu."Berapa lama kamu mengenal Ardi?""Ah, baru juga semalam tante.""Apa kalian berdua menginap di apartemen?""Iya,tante," ucap spontan Swari tanpa berpikir panjang."Astaghfirullah, tante jangan berpikiran yang tidak-tidak. Hmm
Bab 32A"Maafkan aku, Dena. Aku tidak bisa membalas perasaanmu," lirih Hangga sembari memberikan pelukan sesuai yang diminta Dena sebagai tanda perpisahan."Terima kasih, Ngga. Semoga pelukan ini bukan akhir dari hubungan baik kita. Aku memang tidak bisa meluluhkan hatimu sejak dulu hingga sekarang," balas Dena dengan wajah sendu dan melepaskan diri dari kedua lengan Hangga. Sepertinya dia sudah lelah mengejar cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Usaha yang dilakukan untuk menggagalkan acara lamaran Hangga pada Swari pun tak mampu merubah pendirian Hangga."Kalau begitu aku akan pergi menjauh sementara darimu. Semoga kamu bahagia bersama seseorang yang sudah menempati ruang hatimu.""Kamu pasti menemukan kebahagiannmu meski tidak bersamaku, Dena," ucap Hangga menyemangati."Semoga." Dena pergi meninggalkan Hangga dengan raut kesedihan. Dia mematri hatinya untuk selalu mencintai Hangga dan berharap bisa mengarungi bahtera rumah tangga dengannya. Kini harapan itu telah musnah, kecewa
Bab 32B"Halo?""Swari, kamu kemana saja? Apa kamu baik-baik saja? Sekarang kamu di mana?" cecar seorang laki-laki di seberang sana yang tak lain adalah Satria. Swari menjauhkan ponselnya karena suara teriakan dari seberang yang memekakkan telinga."Satu-satu, Sat. Aku ada di kos, ke sini saja!" ucapnya parau."Kamu menangis? Ada apa?""Aku nggak bisa cerita lewat telepon.""Oke, aku segera ke situ."Lima belas menit berselang, Satria sudah berada di teras kos Swari. Mereka hanya menatap satu sama lain ditemani dua cup jus alpukat toping coklat kesukaan Swari. Katanya rasa coklat bisa mengurangi rasa sedih.Satria terbelalak melihat pipi bagian kiri Swari ada goresan luka yang tergolong masih baru.'Apa dia berkelahi? Kalau iya, sama siapa?' guman Satria."Pipi kamu kenapa?""Ough, sakit Sat." Satria menanyakan sembari memegang lengan kiri membuat Swari menjerit kesakitan."Kamu habis berkelahi?"Swari hanya mampu menunduk lalu balik bertanya."Apa ayah dan ibu marah saat acara lamara
Bab 33Drrt,drrt. Ponsel Hangga berdering di sela kesibukannya menyiapkan meeting yang akan dimulai tiga puluh menit lagi.'Arka,' gumannya"Assalamu'alaikum, Yah.""Wa'alaikumsalam, ada apa Ar? Ayah sebentar lagi mau meeting.""Arka izin belajar di rumah Rayhan, Yah. Dia punya guru les baru. Katanya pintar dan siap mendampingi sampai tes masuk PT.""Baiklah, pulangnya ayah jemput kalau pekerjaan sudah beres ya?""Arka bisa naik taksi.""Ayolah.""Ya sudah terserah ayah kalau luang bolehlah jemput aku.""Oke, nanti ayah kabari lagi."Tut,tut.Hangga lebih menyibukkan dirinya dengan pekerjaan dan membersamai Arka supaya pikirannya tidak serta merta terfokus pada Swari. Tok.tok"Masuk. Ada apa, Tik?""Ada Pak Dahlan mencari Bapak."Hangga mengernyitkan dahinya. Pasalnya tidak biasanya Pak Dahlan menemuinya di ruang CEO. Biasanya mereka berinteraksi di divisi keuangan karena posisi beliau sebagai manager di bagian itu."Silakan duduk Pak Dahlan! Ada angin apa ya?" Hangga berusaha bers
Bab 34A"Assalamu'alaikum," sapa Arka."Wa'alaikumsalam.""Lho Mbak Swari di sini?""Kalian sudah saling kenal?" tanya Rayhan heran."Dia pengajar lesku, Ray.""Oh yang kamu ceritakan dulu itu, ya. Yang kamu suruh masakin nasgor sampai ayahmu kena getahnya?" Rayhan sudah terbahak mengingat cerita dari Arka. Sementara Swari justru malu, bisa-bisanya Arka bercerita kekonyolannya."Sudah-sudah hentikan. Kalau kalian tidak mau belajar lebih baik Mbak pulang saja."Swari pura-pura beranjak pergi namun Arka segera menahan lengannya."Ough, sakit, Ar."Arka kaget karena tak sengaja menarik lengan Swari yang terluka karena melawan suruhan Dena."Mbak Swari tangannya kenapa? Habis berkelahi?""Iya tuh, Ar. Mbak Swari jago karate. Tapi kemarin-kemarin dikeroyok sampai-sampai terkunci di apartemen Mas Ardi."Arka yang mendengarnya hanya mampu mengernyitkan dahi dan penasaran kelanjutan ceritanya."Hush, nggak usah diceritakan. Sungguh memalukan," cegah Swari lalu memulai mengajar mereka berdua.
"Mas, di mana?" Suara Raihan terdengar dari seberang."Siapa, Mas." tanya Dena penasaran."Astaga, Mas Ardi di mana? Ingat Mas, Mbak Dena belum ketemu kenapa Mas Ardi sama perempuan lain. Suara siapa perempuan tadi?" teriak Raihan memaksa Ardi menjauhkan ponselnya. "Pakai baju, Sayang. Ada Raihan."Ardi lalu mengubah panggilan Raihan menjadi videocall."Ada apa, Rai?""Mas apa-apaan nggak pakai baju gitu. Mas tidur sama...""Hush, jangan sembarangan. Ini Mas sama Mbak Dena.""Hah?!" Dena menyunggingkan senyum di depan layar ponsel. "Dena! Mana Dena putriku?""Mama!" jerit Dena saat melihat wajah mama Ardi dan mamanya ada di layar menggantikan Raihan yang sudah memberi ruang bagi kedua wanita paruh baya itu. Sorot mata sendu terutama terlukis di wajah Bu Sinta--mama Dena. Mamanya beberapa hari menginap di rumah sahabatnya sekaligus besannya itu. Ia tidak tahan sendirian di rumah kare
"Na, tolong dengarkan aku! Semua bisa diselesaikan dengan baik-baik. Jangan gegabah. Jangan berpikiran sempit. Kamu tidak sendiri, Sayang. Ada aku, mama, papa, teman-teman. Kumohon, buka pintunya, Na!"Teriakan memohon dari Ardi sebagai usaha terakhir setelah dengan kalimat lembut tidak mempan, akhirnya membuahkan hasil.Cklek, Ardi bersyukur Dena mau membuka pintu. Namun, begitu ia masuk kamar mandi, Dena masih terisak. Tubuhnya menggigil karena terlalu lama mengguyur dengan air dari shower."Ya Allah, Dena! Apa yang terjadi? Kenapa kamu jadi begini?!"Ardi meraih handuk lalu mengganti baju Dena dengan bathrope. Ia memapah Dena keluar kamar mandi. Hening, tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Ardi membiarkan istrinya tenang dengan memberi segelas teh panas buatannya."Minumlah untuk menghangatkan badanmu, Na!" Ardi memberi ruang pada Dena untuk berpikir dingin supaya tenang hatinya.Tidak berselang lama, Dena justru
Dena berniat menuju restoran untuk menikmati makan malam karena Ardi sudah mengirim pesan agak terlambat datang. Ia sudah merasa lapar, karena Ardi tidak kunjung tiba. Sampai di restoran hotel. Dena berjalan pelan hingga tubuhnya terpaku di pintu masuk restoran. Netranya memicing ke arah sosok yang dilihatnya mirip Ardi.Deg,"Ardi? Kenapa dia malah makan malam sendiri?" Dilihatnya Ardi hanya duduk sendiri menikmati makan dan minuman. Namun, Dena baru mau melangkah terlihat seorang wanita berjalan menuju kursi di seberang Ardi."Hah, siapa wanita itu?" Dena melihat pakaian wanita itu rapi, rambutnya digelung ke atas. Keduanya terlihat akrab saat menikmati makan.Dena merasakan setitik nyeri di dada, pun rasa sesak menyeruak hingga membuatnya susah bernapas."Kenapa kamu melakukan ini padaku, Ar? Apa karena semalam aku menolakmu." Berbagai spekulasi menari-nari di otak Dena hingga membuat kepalanya pening. Ia masih setia berdiri
Bab 49 Bangkit"Suami? Istri? Astaghfirullah." Dena menepuk jidatnya berkali-kali setelah ingat kalau mereka sudah menikah."Iya kamu istriku, tapi belum istri yang sesungguhnya karena belum melakukan ini.""Ardi?!" Dena sudah menjerit akibat sentuhan lembut dan dingin mengejutkan dari Ardi terasa di bibirnya. Dekapan erat pun menyusul menghangatkan tubuhnya, hingga keduanya bersiap melakukan ibadah yang dinantikan selama ini."Aargh. Jangan sentuh aku. Pergi!"Dena berteriak sekencang-kencangnya saat Ardi hendak memberikan sentuhan penuh cinta. Sontak saja Ardi terkejut luar biasa, ternyata istrinya masih trauma. Ia segera mendekap erat Dena yang tubuhnya masih gemetaran. Bahkan istrinya itu meronta-ronta saat ia ingin melakukan lebih jauh."Maafkan aku, Sayang. Aku tidak akan memaksamu. Tenanglah! Aku di sini melindungimu."Dena masih sesenggukan dengan kepala merebah di dada bidang suaminya. Ia bisa merasakan suaminya mendesah pelan seolah menahan sesuatu. Raut kecewa jelas terlukis
Bab 48"Mbak Kusuma ayo pulang!""Tidak! Tolong pergi! Jangan ikuti saya!" Teriakan histeris Dena semakin membuat Pak Rahmat panik. Ia tidak tahu kejadian tak terduga itu. Bahkan Dena mendadak pingsan karena teriakan disusul tangisannay yang kencang."Mbak, Mbak Kusuma, Bangun!"Pak Rahmat menepuk-nepuk lengan lalu pipi Dena tetapi tidak ada respon."Astaga! Kenapa jadi begini. Kalau terjadi apa-apa bagaimana ini."Pak Rahmat bergegas membobong Dena ke mobil. Pakaian keduanya sudah mulai basah terkena air hujan terutama Pak Rahmat. Setelah dibaringkan di kursi belakang, Pak Rahmat mencari apa saja yang bisa untuk menutupi tubuh Dena supaya tidak kedinginan. Lama mengobrak abrik bagasi hingga akhirnya Pak Rahmat menemukan sebarang kain.Pak Rahmat merasa lega, lalu berniat keluar dari mobil dan harus segera membawa Dena ke rumah sakit. Namun, baru saja hendak keluar, ia dikejutkan oleh sebuah tarikan pada kerahnya.
Bab 47 Trauma itu"Jadi, Bapak tinggalkan mereka berdua?! Kalau terjadi apa-apa dengan istri saya bagaimana?! Siapa yang bertanggung jawab, hah?!" Ardi sudah tidak bisa mengontrol emosinya. Semua mata tercengang mendengar ucapan mengejutkan Ardi."Istri?" lirih Andi."Ya, Dena Artha Kusuma adalah istri saya.""Apa?!" Semua saling pandang dengan wajah dipenuhi penyesalan.Gegas Ardi menarik Andi menuju mobil yayasan untuk mencari Dena."Ya Allah, semoga Dena baik-baik saja."Ardi tidak mempedulikan hujan lebat yang mengguyur, bahkan petir pun terdengar bersahutan. Ia menarik lengan Andi dan bergegas mencari Dena juga Pak Rahmat."Saya ikut juga, Pak!" Suara Pak RT terdengar lantang. Karena merasa bersalah telah meninggalkan mobil Pak Rahmat yang membawa Dena bersamanya."Mari, Pak!" ucap Andi karena Ardi sudah tidak sempat membalas. Akhirnya mobil itu berisi empat orang, bu kepala panti pun turut kembali mencari Dena. Ia khawatir terjadi apa-apa pada salah satu relawan yang terlihat pal
Bab 46B Kepanikan"Yang ini bagus, Mbak Tantri," sahut Ardi sambil melirik ke arah istrinya yang berdecak kesal."Dasar suami berondong. Awas saja kalau besok sampai rumah." Dena melanjutkan kegiatannya sambil sesekali mencuri pandang ke arah suaminya, manatahu suaminya tebar pesona hingga membuat Tantri salah mengartikan.Sampai waktu menjelang senja, beberapa pengunjung telah kembali pulang. Ardi dan Andi serta tim relawan membantu anak panti membawa beberapa barang kembali ke rumah panti. Namun, Dena masih membereskan tempat pameran bersama Tantri, Pak Rahmat, kepala panti dan juga anak-anak."Bu, ada info rombongan dari sekolah SD mobilnya macet di dekat hutan. Apa bisa kita beri pertolongan?" ucap Tantri dengan wajah sedikit khawatir, tangannya memegang ponsel yang baru saja menyala."Ada apa, Mbak?" Dena mendekati Tantri yang mengobrol serius dengan kepala panti."Ada mobil pengunjung yang membawa anak-a
Bab 46A KepanikanPagi itu suasana panti ramai oleh hiruk pikuk anak-anak yang semangat menyiapkan karya mereka yang akan dipamerkan di hari terkahir. Andi sudah bangun awal dan bersiap dengan seragam kaosnya. Pikirannya masih terngiang percakapan semalam dengan Ardi di kamar."Hmm, maaf nih Pak Ardi kalau saya lancang.""Ya, Mas.""Tadi...hmm, saya lihat Pak Ardi keluar dari kamar Mbak Kusuma."Uhuk, uhuk."Pak Ardi nggak apa-apa?""Nggak, Mas. Saya tadi kebetulan lewat depan kamarnya. Ada suara jeritan dari dalam. Katanya sih kecoa. Ya, saya bantu ngusir.""Oh."Andi masih belum percaya, tetapi pikiran aneh-anehnya segera terhempas begitu saja. Ia harus membantu persiapan hari ini."Mbak Kusuma, di mana?" tanya Andi sambil mengangkat dus berisi karya anak-anak panti. Teman relawan yang kebetulan lewat mengambil dus snack pun menjawab."Itu pergi sama Pak Rahmat dan bu kepala panti untuk menjemput rombongan siswa dari sekolah yang ingin kemari, Mas.""Oh, oke. Makasih infonya. Ayo k
Bab 45B Salah Sangka"Sttt!" Dena merapat dengan sigap tangannya menutup mulut Ardi. Tanpa sadar keduanya saling menatap,menyelami manik mata masing-masing. Ada kerinduan yang ingin disampaikan lewat tatapan mata.Ardi mengikis jarak hingga kening keduanya menempel."Aku mencintaimu, Na. Izinkan aku menyelami hatimu hingga tidak ada lagi lara yang tertinggal di sana. Hanya ada kamu dan aku yang akan mengukir masa depan. Menghadirkan keramaian anak-anak kita nantinya."Memilih diam mencerna setiap kata lembut yang keluar dari mulut suaminya, Dena tenggelam dalam pusaran kerinduan yang terobati dengan sentuhan. Hingga tak terasa keduanya merasakan puncak kebahagiaan dengan sentuhan. Dena menarik diri karena harus menghirup oksigen banyak-banyak. Kedua tangannya reflek menutup bibir bahkan mukanya yang sudah memerah seperti buah Cherry."Kamu cantik sekali kalau seperti ini, Na. Kita lanjutkan besok pulang dari sini ya, sekalian ho