Awalnya Rahardian begitu kaget saat tahu-tahu Ivan membawa kedua orang tuanya. Jelas itu bukan kedua orang tua aslinya. Aku harus memberitahu soal ini kepada Graha dan Rosalinda. Gumam Rahardian. Namun, tentu Rahardian tidak menyinggung hal tersebut. Ia membiarkannya demi berlangsungnya pernikahan ini. Di meja para tamu, ada seorang wanita yang berpenampilan mencolok, modis dan serba mewah, dilengkapi dengan kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya, ikut menyaksikan acara pernikahan Ivan dan Susan. Wanita itu adalah Monica, putri pebisnis sekaligus mafia. Dia adalah wanita yang beberapa hari lalu bertemu dengan Ivan dan menawari pekerjaan untuk menjadi bodyguardnya. Tentu saja Monica tidak menyerah begitu saja setelah mendapat penolakan yang pertama dari Ivan. Berani sekali pria itu tidak menghubunginya? Padahal, ia telah memberikan kartu nama. Namun mendapati jika pria tampan yang jago bela diri itu menikah dengan seorang CEO perusahaan besar membuatnya benar-bena
"Jangan mimpi kita akan melakukannya malam ini!" seru Susan sengit seraya menjauh dari Ivan. Dengan mendengus, Susan menatap Ivan tajam dan melanjutkan bicara. "Tidak ada malam pertama! Paham!?" Ivan menghela napas, ia telah menduga jika Susan akan merespon demikian. Namun, ia masih ingin menggoda Susan. "Tapi, kakek mengatakan kepada kita tadi kalau sudah tidak sabar ingin segera mempunyai cicit, Nona." Susan mendelik, "Ya tidak harus dilakukan sekarang. Toh, tadi kakek hanya mengungkapkan kebahagiaan yang tengah dirasakan saja. Setelah ini, juga pasti akan lupa." Ivan memilih tak melanjutkan bahasan mengenai hal tersebut. "Aku tidur di mana, Nona?" Susan tidak mungkin membiarkan dirinya tidur satu ranjang dengannya, bukan? Dengan sinis dan dingin, Susan menunjuk sofa dekat dinding. "Kamu tidur di sofa," "Mana mungkin aku mengijinkanmu tidur di ranjang bersamaku," kata Susan lagi. Mungkin jika ini adalah pernikahan sungguhan, malam ini akan menjadi malam panas penuh gai
Mendapati Susan bersikap demikian, Ivan tersenyum miring. Lalu, ia menarik diri dari hadapan Susan. Berdiri di hadapan wanita itu yang kini masih rebah di atas kasur dengan ekspresi wajah marah sekaligus cemas. "Aku tidak akan memperkosa, Nona. Aku tidak akan berbuat macam-macam pada, Nona. Aku hanya bercanda barusan." Seketika Susan mendelik, gelagapan untuk beberapa saat. Ivan hanya bercanda? Tersenyum geli, Ivan lanjut bicara, "Aku tidak akan melakukannya, apalagi dengan cara pemaksaan, kecuali Nona yang menginginkannya." Sontak saja, Susan langsung melemparkan tatapan mematikan ke arah Ivan. Sambil beranjak bangun, Susan menunjuk muka Ivan, "Jangan harap aku mau melakukannya bersamamu lagi, Ivan kecuali—" "Kecuali kalau keadaan mendesak untuk kita melakukannya, bukan?" potong Ivan mendadak. Susan merespon sinis sambil melipat tangan di depan dada. "Kalau pun iya, aku akan mencoba mengulur waktu, mencari alasan, sehingga hal tersebut tidak akan terjadi." Di ti
Seminggu telah berlalu, kini saatnya Susan dan Ivan kembali beraktivitas seperti biasa. Selama cuti itu, keduanya malah sibuk dengan urusan masing-masing. Terlihat mesra kalau sedang ada pembantu, sopir, pengawal di apartemen saja. Juga kalau sedang ada anggota keluarga. Selebihnya, Susan perang dingin dengan Ivan. Kerap terjadi hal-hal yang mengesalkan bagi Susan. Ia sering marah-marah kepada Ivan sebab Ivan terus menggoda dirinya. Pun sebenarnya keduanya sama-sama memendam hasrat. Namun Susan tak mau goyah, tetap pada rencananya. Ivan sendiri tidak akan memaksa kecuali Susan menginginkannya, juga jika ada hal yang membuat keduanya terpaksa melakukan hubungan suami istri, sesuai yang tertulis di surat perjanjian. Dan hal yang ditakutkan Susan akhirnya terjadi juga saat sang kakek menyinggung tentang bulan madu. Susan beralasan jika sedang ada banyak pekerjaan di kantor dan ia harus segera bekerja kembali. Namun Susan berjanji jika pekerjaanya sudah selesai, memiliki wakt
Tiga orang itu adalah Johan beserta dua pengawalnya yang merupakan musuh Monica sekaligus keluarganya sebab telah membuat bodyguard Monica sebelumnya masuk rumah sakit. Hal tersebut terjadi karena awalnya perebutan wilayah kekuasaan. Tidak terima kalah dengan keluarganya Monica, alhasil Johan membayang-bayangi keluarga tersebut. Oleh sebab itu, Monica begitu gencar meminta Ivan untuk menjadi bodyguardnya sebagai pengganti bodyguard sebelumnya. Setelah terkesima dengan kemampuan bertarung yang dimiliki Ivan, tentu pria itu sangat mampu menghadapi Johan. Melihat kedatangan mereka, Monica seketika mengepalkan tangan seraya menatap Johan dengan geram. "Kau benar-benar pengecut, licik, Johan!" seru Monica marah. "Kau mengikutiku, hah!?" Mendengar itu, Johan malah menyeringai lebar. "Apa yang sedang kau lakukan di sini, Nona Monica?" tanya Johan berbasa-basi. Monica mendengus, "Itu bukan urusanmu!" sembur Monica dengan gigi gemeretak. Mendapati Monica bersikap demikian, Jo
Ivan mengepalkan tinju, memasang kuda-kuda, menatap kedua lawannya tajam, bersiap menghadapi mereka. Begitu pula dengan dua pengawal tersebut. Bedanya, keduanya sangat santai dan tenang. Senyum meremehkan terus terkembang di bibir mereka sejak tadi. Bagaimana tidak, lawannya terlihat sangat mudah dikalahkan. Salah satu dari mereka kini maju lebih dulu dan langsung mengerahkan serangkaian jurus. Kombinasi pukulan dan tendangan atas, bawah yang dilakukannya dengan begitu cepat. Sementara Ivan langsung menangkis dan mengelak ke samping. Selagi Ivan melakukan hal tersebut, orang satunya menyerang Ivan dari arah belakang. Wus! Namun, tinju orang itu hanya mengenai udara kosong saja. Berkali-kali. Atau Ivan berhasil mengelak. Seolah tahu ia akan menyerangnya dari sudut mana pun. Hal tersebut membuatnya geram sekaligus heran. Tendangan salah satu dari mereka nyaris saja mengenai kepala rekannya saat Ivan menunduk menghindari dua serangan sekaligus. Suasana basement apartemen i
Johan membawa paksa Monica menuju mobilnya dengan masih menekan pistol pada pelipis wanita tersebut. Selagi Johan melakukan hal demikian, Ivan mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi, memberikan tanda bahwa ia tidak akan berbuat macam-macam. Lalu, Johan buru-buru memasukan Monica ke dalam mobil dan ia masuk setelahnya. Sebelumnya, ketika Ivan berhasil menjatuhkan pengawalnya, pertarungan belum sepenuhnya usai, Johan yang panik tiba-tiba menemukan ide untuk menggunakan Monica sebagai tameng. Monica yang tidak menduga hal itu akan terjadi, pun tengah menikmati kemenangan, tidak sempat berlindung dan melawan. Kini, pada saat bersamaan, Johan baru saja masuk ke dalam mobil. Sementara Ivan juga berjalan cepat ke arah mobil, lalu menghantam tutup mesin depan mobil itu hingga ringsek ke dalam, menghujam mesin mobil mewah tersebut. Kejadian itu terjadi begitu cepat. Johan terlambat menyadari. Lalu, Ivan bergerak cepat ke samping mobil, kepalan tangan kanannya menghantam kaca samp
Johan telah pergi dengan membawa dua pengawalnya dengan kondisi mengenaskan yang sebelumnya hendak diproses oleh satpam dan yang lainnya, tapi Monica mengatakan kepada mereka jika mau melepaskan saja, berpura-pura mengampuni sebab itu masalah orang-orang dunia bawah. Begitu satpam dan para penghuni apartemen yang lain bubar, Monica menghadap Ivan dan berkata. "Ivan... aku benar-benar berterima kasih kepadamu... kalau kamu tidak kembali. Entah lah, pasti aku sudah berakhir di tangan Johan sialan itu!" "Sebaiknya Nona segera pulang dan jangan berpergian seorang diri karena itu sangat berbahaya. Apalagi dengan kondisi keluarga Nona saat ini. Aku tidak yakin kalau Johan-Johan itu tidak sepenuhnya takut. Bahkan, dia semakin dendam pada Nona dan keluarga Nona." Mendengar itu, Monica malah tersenyum penuh arti. "Kau... mengkhawatirkanku?" Seketika wajah Ivan berubah. Wanita ini begitu berbanding terbalik dengan Susan yang suka menggoda duluan dan genit. Kentara dari sikapnya. Ivan
"Nona Monica... " ucap Ivan sekaligus terkejut, "ada apa Nona kemari? Menemuiku?" Kini, Monica telah berdiri di hadapan Ivan sembari menatap pria itu penuh arti. "Ada hal yang mau aku bicarakan padamu, Van!" ucap Monica setelah terdiam sebentar dengan gelisah. Mendapati kegelisahan di wajah wanita itu, Ivan tahu bahwa Monica sedang tidak baik-baik saja. Bagaimana mungkin wanita itu baik-baik saja, Ayahnya dibunuh oleh pengkhianat keluarganya! Tidak hanya itu, rumah sekaligus markas keluarganya telah dikuasai. Monica diusir. Ivan paham betul mengenai situasi dan kondisi seperti itu. Di dunia bawah, jangankan itu, di mana pun, pasti tidak terlepas dari yang namanya pengkhianatan. Lebih mengerikannya lagi adalah pengkhianatan dari orang dalam. Apalagi di dunia bawah, tidak jarang, cara-cara licik dan kotor terus digunakan! Meski Monica adalah seorang perempuan, tapi pasti Monica telah dipersiapkan sebelumnya untuk menghadapi segala situasi dan kondisi seperti itu. Sete
Tanpa menoleh ke arah Ayahnya, Ivan berkata, "Apa saja yang dilakukan oleh Ayah bersama Kakek Rahardian dalam upaya membuatku dan Susan bersatu?" "Ayah meminta Rahardian untuk mempercepat pernikahan kalian, lalu Ayah juga menyuruhnya untuk membuat kalian berdua supaya segera berbulan madu." "Hanya itu saja?" "Hanya itu, Van. Ayah tidak melakukan hal lainnya!" jawab Graha penuh keyakinan. Lalu, ia kembali menatap Ivan yang masih mencerna perkataannya, "Jika kamu tidak percaya, kamu bisa—" "Aku percaya padamu, Yah," sela Ivan. Graha begitu tersentak mendengarnya. Sungguh? "Termasuk Ayah dan Kakek Rahardian yang tidak ada sangkut pautnya atas pertemuanku dengan Susan. Pertemuanku dengan Susan itu murni karena takdir. Dan aku percaya bahwa apa yang dilakukan oleh Ayah dan Kakek Rahardian itu hanya untuk mewujudkan harapan kalian dulu!" Graha menggeleng tidak percaya begitu kata-kata itu keluar dari mulut Ivan. Graha buru-buru mengondisikan diri dan berkata, "Terima kasih, Van k
Tanpa berani menatap kedua mertuanya, Susan berkata, "Maafkan aku, Ayah, Ibu, mengenai kalian yang tidak bisa datang sebagai orang tua Ivan di pesta pernikahan kami. Aku sendiri saja tidak tahu dengan rencana Ivan itu. Juga, tidak tahu jika ternyata Ivan adalah pewaris keluarga Graha, anaknya Ayah dan Ibu... " "Itu bukan salahmu, Susan. Jadi, berhenti lah merasa bersalah. Meski kami sedih tidak bisa menghadiri pesta pernikahan kalian, tapi tidak bisa dipungkiri bahwa kami begitu bahagia karena Ivan telah menikah denganmu," sela Rosalinda yang dibenarkan oleh Graha. Ivan yang mendengar itu juga tiba-tiba merasa bersalah, ia tahu betul bahwa pasti kedua orang tuanya sangat sedih sebab tidak bisa menghadiri pesta pernikahannya. Ivan, dengan menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan kasar angkat bicara, "Maafkan aku, Ayah, Ibu, jika apa yang aku lakukan itu membuat kalian merasa sedih dan kecewa." "Tidak apa, Van. Kami sudah tidak mempermasalahkan hal itu. Yang penting, ka
Sesampainya di rumah bak istana, keduanya langsung disambut para bodyguard dan pelayan di depan rumah itu yang membungkukan badan dengan hormat begitu mereka berdua turun dari mobil. "Selamat datang kembali, Tuan Muda!" "Selamat datang di kediaman keluarga Graha, Nona Susan!" Kini Susan tengah terpana, menggeleng penuh takjub dengan penyambutan serta rumah bak istana milik keluarga Graha. Sementara itu, Ivan tiba-tiba merasa cemas. Bagaimana jika Susan mengetahui fakta bahwa sebenarnya keduanya dulu hendak dijodohkan oleh kedua belah pihak keluarga masing-masing? Apa kira-kira reaksi Susan setelah tahu bahwa ia dulu menolak perjodohan? Susan akan marah atau tidak? Namun, Ivan buru-buru membuang jauh kekhawatirannya. Berharap Susan tidak akan marah! Tiba-tiba... "Ivan! Susan!" "Kalian sudah sampai!" Suara yang terdengar begitu menggelegar itu membuat perhatian keduanya teralihkan, lalu kompak menoleh ke arah sumber suara. Dari dalam rumah, muncul Tuan Graha dan Nyon
Pukul lima sore, Basuki telah sampai. Kini, keduanya duduk saling berhadap-hadapan di sebuah cafe yang dipilih Ivan. Tujuan Ivan meminta asisten pribadi Ayahnya untuk bertemu karena mau menanyakan jadwal Ayahnya setelah kembali menjalankan aktivitasnya seperti biasa belakangan ini. Begitu mendengar bahwa jadwal sang Ayah yang lebih sering bertemu dengan Kakek Rahardian dibandingkan dengan teman-teman yang lainnya membuat Ivan penasaran. Apa yang Ayahnya itu bicarakan dengan Kakek Rahardian? "Apa yang mereka bicarakan, Pak Bass? Sehingga sering bertemu akhir-akhir ini?" tanya Ivan setelah terdiam sebentar. "Saya tidak tahu, Tuan Muda." Jawab Basuki sambil menggeleng. "Tidak mungkin anda tidak tahu!" Tiba-tiba, rahang Basuki mengeras, "Mungkin membahas soal bisnis, Tuan Muda. Atau hanya sekadar bertemu sebab keduanya adalah teman sekaligus partner bisnis. Selain itu, juga berolahraga bersama sebab Tuan Besar sudah pulih total." Tidak puas dengan jawaban Basuki, Ivan menat
"Aku belum memberitahu Susan bahwa Ivan anakmu adalah pria yang dulu akan dijodohkan dengannya." "Bagus lah jika demikian," balas Graha. Lalu, terdengar gumaman sebentar di sebrang sana sebelum akhirnya Graha kembali bicara. "Apakah Ivan sudah pernah mengajakmu bicara empat mata? Menyinggung soal pertemanan diantara kita?" Rahang Rahardian mengeras, "Belum pernah, Graha. Kami masih bersikap layaknya seorang Kakek dan cucu saja. Sebagai menantu di keluargaku. Ivan juga terus memposisikan dirinya sebagai orang biasa yang berprofesi sebagai guru. Tapi, sepertinya Ivan sudah tahu kalau aku itu adalah temanmu. Hanya saja, dia berpura-pura tidak tahu." Lengang sejenak di ujung ponsel. "Biar lah Ivan yang menanyakan tentang perjodohan itu sendiri kepadaku, Bang. Kalau pun tidak, hal itu malah bagus. Toh, mereka berdua sudah sama-sama saling mencintai, sudah menikah dan sebentar lagi akan memiliki anak." Graha kembali menyahut setelah terdiam beberapa saat. Perkataan Graha langs
Sebelumnya, Susan berencana memberitahu Kakeknya mengenai Ivan yang tidak semiskin yang semua orang kira. Ternyata, Ivan yang dianggap sebagai suami yang hanya numpang hidup pada istri dan keluarganya mempunyai uang 500 miliar serta Lamborghini yang merupakan harta warisan dari Kakek Neneknya. Demikian, setidaknya di mata orang-orang, Ivan tidak akan dianggap parasit lagi. Namun, kini Susan telah mengetahui bahwa Ivan terpaksa berbohong mengenai hal itu sebab masih menyembunyikan identitas aslinya, ditambah fakta yang begitu mencengangkan. Tidak lain dan tidak bukan adalah Ivan yang merupakan anak dari keluarga konglomerat kaya raya dan terpandang di negara Ferania! Terang saja Susan ingin cepat-cepat memberitahukan hal itu kepada Kakeknya. Akhirnya Susan pun meminta ijin dan Ivan memperbolehkannya. Namun reaksi dari Kakeknya malah membuatnya kaget bukan main. Malahan, membuatnya semakin pusing, hingga rasanya mau pingsan. Bagaimana tidak, Kakeknya malah lebih dulu mengetah
Susan telah menanyakan sekaligus memastikan semua hal yang memenuhi benaknya kepada Ivan. Begitu pula dengan Ivan yang telah memberitahu semua kebohongan dan rahasianya kepada sang istri. Sudah tidak ada yang ditutup-tutupi lagi. Meski demikian, kini Susan masih saja terdiam seperti orang linglung. Tengah mencerna fakta bahwa Ivan adalah suaminya yang miskin bergaji kecil, tapi ternyata kaya raya! Susan masih merasa hal tersebut bagai mimpi! Di saat ini, Ivan meraih kedua tangan Susan dan menatapnya dengan senyum tidak berdaya. Hal tersebut membuat Susan tersadar, balik menatap Ivan dengan sayu. "Bersiap lah, sayang sebab aku akan membawamu ke hadapan kedua orang tuaku. Aku akan mengenalkanmu pada mereka," ucap Ivan, "Dan perlu kamu ketahui bahwa itu adalah permintaan dari Ayah dan ibuku langsung yang ingin segera melihatmu!" Mendengar itu, Susan terperangah. "T-tuan Graha dan Nyonya Rosalinda memintamu untuk segera membawaku? Kedua orang tuamu sudah tahu jika aku adala
Kini, Susan mematung dengan punggung bersandar pada tepi ranjang. Telah pindah dari pangkuan Ivan. Tentu, pengakuan Ivan barusan terdengar gila! Mendapati Susan seperti itu, Ivan memilih diam, membiarkan sang istri mencerna apa yang barusan ia katakan. Ia telah menduga bahwa Susan pasti akan bereaksi demikian. Setelah tersadar dari keterkejutan, Susan menatap Ivan dengan tidak karuan. Juga sekujur tubuh gemetaran. Benar kah? Pria yang ada di depannya adalah pewaris keluarga kaya raya? Suaminya adalah anak pemilik perusahaan terbesar yang ada di negara ini? Lalu, dengan suara tergagap, Susan mulai angkat suara. "Ta-tapi kenapa kamu tinggal di kota ini? Dengan menjadi Guru? Dan sebelumnya kenapa kamu memilih tinggal di kos-kos san sempit dan kecil, padahal kamu adalah... " Susan tidak kuasa melanjutkan kalimatnya. Begitu suara Susan terdengar, Ivan buru-buru menghadap sang istri. "Aku pergi dari rumah sebab mempunyai masalah dengan kedua orang tuaku dan hidup sebagai ora