Mendapati Susan bersikap demikian, Ivan tersenyum miring. Lalu, ia menarik diri dari hadapan Susan. Berdiri di hadapan wanita itu yang kini masih rebah di atas kasur dengan ekspresi wajah marah sekaligus cemas. "Aku tidak akan memperkosa, Nona. Aku tidak akan berbuat macam-macam pada, Nona. Aku hanya bercanda barusan." Seketika Susan mendelik, gelagapan untuk beberapa saat. Ivan hanya bercanda? Tersenyum geli, Ivan lanjut bicara, "Aku tidak akan melakukannya, apalagi dengan cara pemaksaan, kecuali Nona yang menginginkannya." Sontak saja, Susan langsung melemparkan tatapan mematikan ke arah Ivan. Sambil beranjak bangun, Susan menunjuk muka Ivan, "Jangan harap aku mau melakukannya bersamamu lagi, Ivan kecuali—" "Kecuali kalau keadaan mendesak untuk kita melakukannya, bukan?" potong Ivan mendadak. Susan merespon sinis sambil melipat tangan di depan dada. "Kalau pun iya, aku akan mencoba mengulur waktu, mencari alasan, sehingga hal tersebut tidak akan terjadi." Di ti
Seminggu telah berlalu, kini saatnya Susan dan Ivan kembali beraktivitas seperti biasa. Selama cuti itu, keduanya malah sibuk dengan urusan masing-masing. Terlihat mesra kalau sedang ada pembantu, sopir, pengawal di apartemen saja. Juga kalau sedang ada anggota keluarga. Selebihnya, Susan perang dingin dengan Ivan. Kerap terjadi hal-hal yang mengesalkan bagi Susan. Ia sering marah-marah kepada Ivan sebab Ivan terus menggoda dirinya. Pun sebenarnya keduanya sama-sama memendam hasrat. Namun Susan tak mau goyah, tetap pada rencananya. Ivan sendiri tidak akan memaksa kecuali Susan menginginkannya, juga jika ada hal yang membuat keduanya terpaksa melakukan hubungan suami istri, sesuai yang tertulis di surat perjanjian. Dan hal yang ditakutkan Susan akhirnya terjadi juga saat sang kakek menyinggung tentang bulan madu. Susan beralasan jika sedang ada banyak pekerjaan di kantor dan ia harus segera bekerja kembali. Namun Susan berjanji jika pekerjaanya sudah selesai, memiliki wakt
Tiga orang itu adalah Johan beserta dua pengawalnya yang merupakan musuh Monica sekaligus keluarganya sebab telah membuat bodyguard Monica sebelumnya masuk rumah sakit. Hal tersebut terjadi karena awalnya perebutan wilayah kekuasaan. Tidak terima kalah dengan keluarganya Monica, alhasil Johan membayang-bayangi keluarga tersebut. Oleh sebab itu, Monica begitu gencar meminta Ivan untuk menjadi bodyguardnya sebagai pengganti bodyguard sebelumnya. Setelah terkesima dengan kemampuan bertarung yang dimiliki Ivan, tentu pria itu sangat mampu menghadapi Johan. Melihat kedatangan mereka, Monica seketika mengepalkan tangan seraya menatap Johan dengan geram. "Kau benar-benar pengecut, licik, Johan!" seru Monica marah. "Kau mengikutiku, hah!?" Mendengar itu, Johan malah menyeringai lebar. "Apa yang sedang kau lakukan di sini, Nona Monica?" tanya Johan berbasa-basi. Monica mendengus, "Itu bukan urusanmu!" sembur Monica dengan gigi gemeretak. Mendapati Monica bersikap demikian, Jo
Ivan mengepalkan tinju, memasang kuda-kuda, menatap kedua lawannya tajam, bersiap menghadapi mereka. Begitu pula dengan dua pengawal tersebut. Bedanya, keduanya sangat santai dan tenang. Senyum meremehkan terus terkembang di bibir mereka sejak tadi. Bagaimana tidak, lawannya terlihat sangat mudah dikalahkan. Salah satu dari mereka kini maju lebih dulu dan langsung mengerahkan serangkaian jurus. Kombinasi pukulan dan tendangan atas, bawah yang dilakukannya dengan begitu cepat. Sementara Ivan langsung menangkis dan mengelak ke samping. Selagi Ivan melakukan hal tersebut, orang satunya menyerang Ivan dari arah belakang. Wus! Namun, tinju orang itu hanya mengenai udara kosong saja. Berkali-kali. Atau Ivan berhasil mengelak. Seolah tahu ia akan menyerangnya dari sudut mana pun. Hal tersebut membuatnya geram sekaligus heran. Tendangan salah satu dari mereka nyaris saja mengenai kepala rekannya saat Ivan menunduk menghindari dua serangan sekaligus. Suasana basement apartemen i
Johan membawa paksa Monica menuju mobilnya dengan masih menekan pistol pada pelipis wanita tersebut. Selagi Johan melakukan hal demikian, Ivan mengangkat kedua tangan tinggi-tinggi, memberikan tanda bahwa ia tidak akan berbuat macam-macam. Lalu, Johan buru-buru memasukan Monica ke dalam mobil dan ia masuk setelahnya. Sebelumnya, ketika Ivan berhasil menjatuhkan pengawalnya, pertarungan belum sepenuhnya usai, Johan yang panik tiba-tiba menemukan ide untuk menggunakan Monica sebagai tameng. Monica yang tidak menduga hal itu akan terjadi, pun tengah menikmati kemenangan, tidak sempat berlindung dan melawan. Kini, pada saat bersamaan, Johan baru saja masuk ke dalam mobil. Sementara Ivan juga berjalan cepat ke arah mobil, lalu menghantam tutup mesin depan mobil itu hingga ringsek ke dalam, menghujam mesin mobil mewah tersebut. Kejadian itu terjadi begitu cepat. Johan terlambat menyadari. Lalu, Ivan bergerak cepat ke samping mobil, kepalan tangan kanannya menghantam kaca samp
Johan telah pergi dengan membawa dua pengawalnya dengan kondisi mengenaskan yang sebelumnya hendak diproses oleh satpam dan yang lainnya, tapi Monica mengatakan kepada mereka jika mau melepaskan saja, berpura-pura mengampuni sebab itu masalah orang-orang dunia bawah. Begitu satpam dan para penghuni apartemen yang lain bubar, Monica menghadap Ivan dan berkata. "Ivan... aku benar-benar berterima kasih kepadamu... kalau kamu tidak kembali. Entah lah, pasti aku sudah berakhir di tangan Johan sialan itu!" "Sebaiknya Nona segera pulang dan jangan berpergian seorang diri karena itu sangat berbahaya. Apalagi dengan kondisi keluarga Nona saat ini. Aku tidak yakin kalau Johan-Johan itu tidak sepenuhnya takut. Bahkan, dia semakin dendam pada Nona dan keluarga Nona." Mendengar itu, Monica malah tersenyum penuh arti. "Kau... mengkhawatirkanku?" Seketika wajah Ivan berubah. Wanita ini begitu berbanding terbalik dengan Susan yang suka menggoda duluan dan genit. Kentara dari sikapnya. Ivan
"Apa benar? Aku ditunjuk menjadi kepala sekolah oleh Pak Ilyaz, tidak ada campur tangan dari Nona?" tanya Ivan hendak memastikan. "Nona tidak menyuruh Pak Ilyaz untuk membuatku menjadi kepala sekolah, kan?" Setelah makan malam bersama, keduanya ke kamar bersiap untuk tidur. Kini Ivan duduk di sofa tempat biasa ia tidur. Kadang ia tidur di lantai dengan beralasan tikar yang bagi Ivan itu tidak buruk. Bahkan, itu lebih baik dari kasur yang ditempati Ivan ketika ngekos dulu. Tentu semenjak menikah 'menikah kontrak' dengan Susan lebih tepatnya, ia keluar dari kos-kos san dan tinggal di apartemen ini bersama Susan. Masih ingat dengan Ibu pemilik kos yang waktu itu pernah meminta dipuaskan Ivan sebab butuh kehangatan? Dia mencoba menahan Ivan supaya tetap ngekos di tempatnya, bahkan akan memberikan diskon. Sepertinya dia belum menyerah untuk merasakan digagahi Ivan, tapi ketika Ivan bilang jika dia keluar karena hendak menikah dan tinggal bersama istrinya, baru Ibu pemilik kos
Seketika Ivan beranjak bangun dan langsung menelusuri penampilan istri kontraknya tersebut dari atas kepala hingga ujung kaki seraya menelan ludah yang kini juga tengah tersenyum menggoda ke arahnya. Saat ini Susan mengenakan bra berbahan renda dan underwater tipe thong yang sangat tipis. Malahan dia lebih terlihat seperti tidak mengenakan kain apa pun di tubuhnya. Terang saja dengan penampilan Susan seperti itu membuat gairah Ivan bangkit. Susan sengaja menggodanya bukan? Dengan berpakaian seperti itu dan duduk di atas perutnya? Jadi ia tidak mau disalahkan jika Susan marah sebab ia yang main menerkamnya. Di sisi lain, Ivan harus dibuat bingung sekaligus heran. Bagaimana tidak, Susan tidak ingin ada hubungan suami istri dalam pernikahan kontrak mereka, kecuali ada hal yang mendesak untuk mereka berdua melakukannya. Tapi sepertinya masih lama hal itu terjadi. Atau apa yang tengah Susan lakukan ini kode untuknya? Melihat Ivan bersikap demikian, Susan berkata, "Bagaiman
"Katanya kamu ingin cepat-cepat pulang dan bermesraan denganku, sayang—" Mendengar itu, Susan mendecakan lidah, "Ivan, jangan bercanda, jangan mengalihkan pembicaraan. Aku lagi serius. Jawab pertanyaanku sekarang... siapa kamu sebenarnya, hah!?" potong Susan kesal. Usai berkata, Susan berjalan menuju ke arah sofa dan menjatuhkan diri di sana. Ivan tidak kunjung menjawab, ikut duduk di sofa, di hadapan sang istri kontraknya yang tampak begitu frustasi. Tak sabar. "Aku adalah anak dari Bu Yuni dan Pak Joko yang memang dari keluarga biasa-biasa saja. Bahkan miskin—" jawab Ivan setelah terdiam sebentar. Mendengar jawaban Ivan, Susan kembali mendecak, "Itu aku juga tahu Ivan! Masalahnya adalah kenapa kamu yang berasal dari keluarga miskin itu tiba-tiba memiliki banyak uang dan memiliki Lamborghini?!" "Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu? Kapan kamu membeli Lamborghini itu? Selama ini Lamborghinimu kamu tempatkan di mana? Kenapa baru sekarang kamu memperlihatkan Lamborg
Rasya dan para pendukungnya harus tahu hal ini! Maka, mereka pun menahan Ivan dan Susan untuk jangan pulang dulu. Terpaksa, mereka berdua menurut. Alamat akan terjadi kehebohan lagi! Lalu, salah satu dari mereka menghubungi salah satu para pendukung Rasya yang semuanya masih berada di atas. Tidak lama kemudian, beberapa teman-teman lama Susan telah muncul. Tidak semua. Juga Rasya tidak ikut bersama mereka karena dia buru-buru dilarikan ke rumah sakit untuk segera mendapat pertolongan. Luka yang didapatkan akibat pukulan Ivan begitu serius! Seketika orang-orang itu langsung memberitahu mereka bahwa Ivan memiliki Lamborghini dan menunjukan surat-surat bukti kepemilikan Lamborghini itu atas nama Ivan. Sontak saja, teman-teman Susan bereaksi sama seperti orang-orang itu sebelumnya. Benar saja, kehebohan kembali terjadi di area parkiran hotel tersebut. Saking shocknya untuk membuktikan kebenaran, mereka bahkan sampai mengecek berulang-ulang. Tentu mereka tidak masalah den
Hal tidak terduga kembali terjadi untuk kesekian kali, Ivan berhasil membuat semua bodyguardnya Rasya KO! Satu bodyguard telah Ivan habisi lebih dulu yang kini tergeletak di lantai tidak sadarkan diri ; pingsan. Dua orang lagi ditendang Ivan hingga terpental menabrak ke meja tamu. Ivan mengakhiri pertarungan itu dengan sebuah pukulan tepat di ulu hati dua bodyguard tersisa. Suara keduanya pun seketika menggema di seluruh ruangan. Kini mereka berdua tengah meraung dan berguling-guling di lantai. Satu tangan keduanya sama-sama patah. Setelah itu, segalanya mendadak senyap. Semua orang kompak membuka mulut lebar-lebar ke arah Ivan. Mendapati kekalahan bodyguardnya, Rasya murka bukan main. Namun ia sudah tidak berdaya, tidak tahu harus membalas Ivan dengan cara apa lagi. Bagaimana tidak, keadaan dirinya pun sudah mengenaskan akibat keganasan pria itu tadi. Juga ia yang sudah malu dengan semua orang. Kini harga dirinya benar-benar telah jatuh ke dalam jurang yang paling dal
Namun, tentu saja Ivan akan membalas, balik menyerang Rasya. Kini Ivan tengah menatap Rasya dengan tersenyum miring seraya menyeka sudut bibirnya yang berdarah dengan santai, giliran Ivan yang merangsek maju, melayangkan pukulan di wajah pria tersebut. Dalam sekejab, situasi telah berbalik! Rasya yang tidak menduga Ivan akan balas menyerang tidak mampu melindungi diri. Dan ketika mau membalas, tak sempat sebab pukulan Ivan sangat cepat. Juga tanpa jeda. Melihat hal itu, seruan desakan dari pendukung Ivan dan Susan pun terdengar saling bersahut-sahutan. "Ayo! Hajar Rasya, Van!" "Dia pantas diberi pelajaran!" Susan sendiri menyeringai, bersikap tenang menyaksikan hal tersebut, mendukung apa yang dilakukan Ivan sepenuhnya sebab Rasya memang pantas diberi pelajaran! Sementara pendukung Rasya panik. Menyuruh Rasya untuk melawan Ivan balik. BUGH! BUGH! BUGH! Kini Ivan terus mencecar wajah Rasya dengan pukulan. Gerakan Ivan yang begitu cepat tidak memberikan jeda sedik
Beberapa saat kemudian... Lagi-lagi, semua orang harus dibuat terkejut. Bagaimana tidak, ketika Manager hotel kembali ke ruangan tempat diadakannya acara reuni itu, dia mengatakan jika pembayaran berhasil. Saldo yang ada di dalam kartunya Ivan cukup untuk membayar total biaya reuni sebesar 295 juta. Seketika ruangan tersebut menjadi riuh oleh orang-orang yang langsung ribut. Susan kaget sejadi-jadinya, bak disambar petir di siang bolong! Kini semua orang menjadi bertanya-tanya. Kenapa Ivan memiliki banyak uang? Dari mana dia mendapatkan uang itu? Di titik ini, mereka menduga bahwa uang itu adalah milik Susan. Alhasil, mereka mencecar Susan dengan pertanyaan. Susan yang merasa itu bukan uangnya langsung buru-buru membantah, "Kalian tidak melihatku yang panik sekali tadi? Aku sendiri saja shock, tidak percaya kalau Ivan akan dapat membayarnya. Aku pikir, dia berbohong tadi!" "Asal kalian tau saja, aku sendiri sedang tidak memiliki cash sebanyak itu! Dan kalau pun aku p
Namun, yang terjadi selanjutnya diluar dugaan! Ivan mematahkan kartu itu! Terang saja hal tersebut membuat semua orang terkejut bukan main. Senyum lebar di wajah Rasya dan para pendukungnya mendadak pudar. Alhasil, mereka berseru-seru marah. "Apa kau sudah gila, Ivan!" "Di dalam kartu itu terdapat uang 500 juta dan kau patahkan begitu saja!?" "Bodoh kau, Ivan! Bodoh sekali! Tidak punya otak kau!" "Kau pikir, kartu itu mainan, yang bisa kau patahkan seenak jidatmu! Di dalam kartu itu berisi uang! Kau benar-benar... " "Bisa-bisanya seorang pria bodoh sepertimu menjadi guru?!" Ivan tidak menghiraukan hardikan mereka yang begitu nyaring di telinga, malah tertawa puas dalam hati. "Aduh, aku tidak sengaja mematahkan kartunya, gimana dong ini?" balas Ivan seraya memasang wajah tertekuk. Mendapati Ivan bersikap demikian, semua orang tahu kalau Ivan sengaja mematahkan kartunya. Bukan tidak sengaja. Demikian, sepertinya Ivan menolak pemberian uang dari Rasya. Namun se
"Kau harus sujud di kakiku sambil meminta maaf dan menggonggong layaknya seekor anjing," ucap Rasya seraya tersenyum penuh kemenangan. Seketika wajah Ivan berubah. Susan sendiri terkejut, begitu pula dengan yang lain. Kasak-kusuk pun terdengar, membicarakan Rasya yang dianggapnya sangat keterlaluan. Setelah sebelumnya Rasya hendak merebut Susan dari Ivan, duel minum, hingga Rasya tidak mau mengakui kekalahan. Dilanjut menjebak Ivan dan sekarang?! Kini mereka benar-benar dibuat jengkel oleh kelakuan Rasya. Sementara itu, Susan mendelik, "Apaan! Sudah jelas-jelas kalau kau yang menjebak Ivan!" bentak Susan menggelegar. Terang saja Rasya geregetan bukan main sebab Susan yang begitu pintar. Puas menghardik Rasya, Susan beralih menatap Manager hotel yang langsung menundukan kepala, merasa bersalah dengan apa yang ia lakukan kepada Ivan tadi. Apalagi saat tahu jika Susan adalah CEO Malice Inc—yang perusahaannya telah diakuisisi oleh Graha Group! Hal tersebut membuat
Di saat ini, Susan menoleh ke arah Rasya yang kini sudah turun dari panggung yang langsung mengalihkan pandangan. Bersikap acuh tak acuh. Juga sedikit menahan senyuman. Seperti puas menyaksikan kejadian tersebut. Apakah ini ulah Rasya? Pikir Susan. Selagi semua orang ribut, Ivan yang masih membela diri. Susan buru-buru menatap Manager hotel kembali dengan tajam dan berkata, "Pak, kami bisa melaporkan Bapak dan hotel ini atas tindakan penipuan dan pemerasan loh. Termasuk orang-orang yang mungkin saja ikut terlibat. Jelas-jelas suami saya tidak merasa memesan ruangan ini dan tidak pernah mengatakan akan membayar semua biayanya!" Sontak saja, Manager hotel itu mengerjap. Sedikit gelagapan sebelum kemudian mendengus, "Jadi, suami anda tidak mau membayarnya?!" "Baik lah, maka—" "Bapak mempunyai buktinya atau tidak? Bisa tunjukan bukti itu pada kami? Jika benar ada buktinya, kami pasti akan membayarnya. Jika tidak, kami tidak akan! Kami hanya akan membayar biaya per orang saja
Dengan senyum penuh arti, mulut Rasya kembali bicara, "Tenang saja, Pak. Orang itu tidak akan bisa kabur!" Sementara itu, Ivan dan Susan berbalik diikuti yang lain, tampak seorang pria paruh baya berpakaian jas rapi bersama dua karyawan hotel tampak berjalan menghampiri mereka berdua. Ternyata orang yang baru memanggil Ivan adalah manager hotel tersebut. Tertambat pin manager di dadanya. "Ada apa, Pak?" tanya Susan diikuti tatapan penasaran Ivan begitu manager hotel itu tiba di hadapan keduanya. "Anda istrinya Pak Ivan?" tanya Manager itu hendak memastikan yang langsung diiyakan oleh Susan. Menghembuskan napas berat, Manager itu beralih menatap Ivan tajam, "Bagaimana mungkin anda mau main pergi begitu saja tanpa membayar terlebih dahulu!" Mendengar itu, Susan mengernyitkan kening. Hanya perkara belum membayar saja mereka berdua harus didatangi Manager! Sebagai seorang CEO, tentu, hal tersebut merupakan penghinaan terbesar! Menurut mereka, ia tidak sanggup membayar? A