Tiba-tiba, Felix yang sedang menghisap rokok dengan bersandar pada tembok, tersadar akan kedatangan Ivan. Seketika ia menoleh menatap Ivan dengan senyum licik di bibirnya. Sedangkan Herlambang yang tengah fokus pada ponselnya kini juga telah sadar. "Akhirnya kau pulang juga, Ivan," ucap Herlambang dengan nada ramah. Juga tersenyum lebar. Tak seperti biasanya. Hal tersebut membuat Ivan merasa aneh. Lalu, Ivan pun melanjutkan langkahnya mendekat dan berdiri di hadapan mereka berdua. "Kenapa kau baru pulang, Van? Apakah habis ada acara di sekolahmu?" Felix menambahi, berbasa-basi. Juga bersikap ramah. Ivan tak kunjung membalas, malah menatap keduanya bergantian dengan kening berkerut dan berkata. "Ada perlu apa kalian datang kemari?" Felix tergelak, "Kau tidak menyuruh dua tamu agungmu ini untuk masuk dulu ke dalam?" Herlambang menimpali, "Ada hal yang mau kita bicarakan kepadamu," Bertanya-tanya, Ivan membuka pintu kos san nya dan mempersilahkan mereka berdua masuk.
Rata-rata tamu undangan yang datang dalam acara adalah kerabat dekat, kenalan, teman dan rekan bisnisnya Susan mau pun keluarganya. Susan sengaja tidak mengundang banyak orang sebab menginginkan pernikahannya tidak banyak orang yang tahu. Namun karena Susan adalah seorang CEO perusahaan besar, tentu kabar pernikahannya cepat sekali menyebar. Bahkan, ada teman-temannya yang datang tanpa diundang. Susan yang sudah berusaha meminimalisir tamu yang hadir, sang kakek justru mengundang banyak kenalannya dan Susan hanya bisa pasrah. Dari pihak Ivan sendiri, hanya kedua orang tua pura-puranya yang datang, kepala yayasan, rekan guru, serta beberapa muridnya. Sebelumnya, mereka semua dibuat kaget—sekaget-kagetnya—saat mendengar kabar jika Ivan akan menikah, yang tentu menurut mereka mendadak sekali. Juga belum pernah mendengar jika Ivan memiliki kekasih dan merencana menikah. Pun tidak ada undangan yang disebar. Mereka kian kaget saat mengetahui ternyata Ivan menikah dengan donatur
Awalnya Rahardian begitu kaget saat tahu-tahu Ivan membawa kedua orang tuanya. Jelas itu bukan kedua orang tua aslinya. Aku harus memberitahu soal ini kepada Graha dan Rosalinda. Gumam Rahardian. Namun, tentu Rahardian tidak menyinggung hal tersebut. Ia membiarkannya demi berlangsungnya pernikahan ini. Di meja para tamu, ada seorang wanita yang berpenampilan mencolok, modis dan serba mewah, dilengkapi dengan kaca mata hitam yang bertengger di hidungnya, ikut menyaksikan acara pernikahan Ivan dan Susan. Wanita itu adalah Monica, putri pebisnis sekaligus mafia. Dia adalah wanita yang beberapa hari lalu bertemu dengan Ivan dan menawari pekerjaan untuk menjadi bodyguardnya. Tentu saja Monica tidak menyerah begitu saja setelah mendapat penolakan yang pertama dari Ivan. Berani sekali pria itu tidak menghubunginya? Padahal, ia telah memberikan kartu nama. Namun mendapati jika pria tampan yang jago bela diri itu menikah dengan seorang CEO perusahaan besar membuatnya benar-bena
"Jangan mimpi kita akan melakukannya malam ini!" seru Susan sengit seraya menjauh dari Ivan. Dengan mendengus, Susan menatap Ivan tajam dan melanjutkan bicara. "Tidak ada malam pertama! Paham!?" Ivan menghela napas, ia telah menduga jika Susan akan merespon demikian. Namun, ia masih ingin menggoda Susan. "Tapi, kakek mengatakan kepada kita tadi kalau sudah tidak sabar ingin segera mempunyai cicit, Nona." Susan mendelik, "Ya tidak harus dilakukan sekarang. Toh, tadi kakek hanya mengungkapkan kebahagiaan yang tengah dirasakan saja. Setelah ini, juga pasti akan lupa." Ivan memilih tak melanjutkan bahasan mengenai hal tersebut. "Aku tidur di mana, Nona?" Susan tidak mungkin membiarkan dirinya tidur satu ranjang dengannya, bukan? Dengan sinis dan dingin, Susan menunjuk sofa dekat dinding. "Kamu tidur di sofa," "Mana mungkin aku mengijinkanmu tidur di ranjang bersamaku," kata Susan lagi. Mungkin jika ini adalah pernikahan sungguhan, malam ini akan menjadi malam panas penuh gai
Mendapati Susan bersikap demikian, Ivan tersenyum miring. Lalu, ia menarik diri dari hadapan Susan. Berdiri di hadapan wanita itu yang kini masih rebah di atas kasur dengan ekspresi wajah marah sekaligus cemas. "Aku tidak akan memperkosa, Nona. Aku tidak akan berbuat macam-macam pada, Nona. Aku hanya bercanda barusan." Seketika Susan mendelik, gelagapan untuk beberapa saat. Ivan hanya bercanda? Tersenyum geli, Ivan lanjut bicara, "Aku tidak akan melakukannya, apalagi dengan cara pemaksaan, kecuali Nona yang menginginkannya." Sontak saja, Susan langsung melemparkan tatapan mematikan ke arah Ivan. Sambil beranjak bangun, Susan menunjuk muka Ivan, "Jangan harap aku mau melakukannya bersamamu lagi, Ivan kecuali—" "Kecuali kalau keadaan mendesak untuk kita melakukannya, bukan?" potong Ivan mendadak. Susan merespon sinis sambil melipat tangan di depan dada. "Kalau pun iya, aku akan mencoba mengulur waktu, mencari alasan, sehingga hal tersebut tidak akan terjadi." Di ti
Seminggu telah berlalu, kini saatnya Susan dan Ivan kembali beraktivitas seperti biasa. Selama cuti itu, keduanya malah sibuk dengan urusan masing-masing. Terlihat mesra kalau sedang ada pembantu, sopir, pengawal di apartemen saja. Juga kalau sedang ada anggota keluarga. Selebihnya, Susan perang dingin dengan Ivan. Kerap terjadi hal-hal yang mengesalkan bagi Susan. Ia sering marah-marah kepada Ivan sebab Ivan terus menggoda dirinya. Pun sebenarnya keduanya sama-sama memendam hasrat. Namun Susan tak mau goyah, tetap pada rencananya. Ivan sendiri tidak akan memaksa kecuali Susan menginginkannya, juga jika ada hal yang membuat keduanya terpaksa melakukan hubungan suami istri, sesuai yang tertulis di surat perjanjian. Dan hal yang ditakutkan Susan akhirnya terjadi juga saat sang kakek menyinggung tentang bulan madu. Susan beralasan jika sedang ada banyak pekerjaan di kantor dan ia harus segera bekerja kembali. Namun Susan berjanji jika pekerjaanya sudah selesai, memiliki wakt
Tiga orang itu adalah Johan beserta dua pengawalnya yang merupakan musuh Monica sekaligus keluarganya sebab telah membuat bodyguard Monica sebelumnya masuk rumah sakit. Hal tersebut terjadi karena awalnya perebutan wilayah kekuasaan. Tidak terima kalah dengan keluarganya Monica, alhasil Johan membayang-bayangi keluarga tersebut. Oleh sebab itu, Monica begitu gencar meminta Ivan untuk menjadi bodyguardnya sebagai pengganti bodyguard sebelumnya. Setelah terkesima dengan kemampuan bertarung yang dimiliki Ivan, tentu pria itu sangat mampu menghadapi Johan. Melihat kedatangan mereka, Monica seketika mengepalkan tangan seraya menatap Johan dengan geram. "Kau benar-benar pengecut, licik, Johan!" seru Monica marah. "Kau mengikutiku, hah!?" Mendengar itu, Johan malah menyeringai lebar. "Apa yang sedang kau lakukan di sini, Nona Monica?" tanya Johan berbasa-basi. Monica mendengus, "Itu bukan urusanmu!" sembur Monica dengan gigi gemeretak. Mendapati Monica bersikap demikian, Jo
Ivan mengepalkan tinju, memasang kuda-kuda, menatap kedua lawannya tajam, bersiap menghadapi mereka. Begitu pula dengan dua pengawal tersebut. Bedanya, keduanya sangat santai dan tenang. Senyum meremehkan terus terkembang di bibir mereka sejak tadi. Bagaimana tidak, lawannya terlihat sangat mudah dikalahkan. Salah satu dari mereka kini maju lebih dulu dan langsung mengerahkan serangkaian jurus. Kombinasi pukulan dan tendangan atas, bawah yang dilakukannya dengan begitu cepat. Sementara Ivan langsung menangkis dan mengelak ke samping. Selagi Ivan melakukan hal tersebut, orang satunya menyerang Ivan dari arah belakang. Wus! Namun, tinju orang itu hanya mengenai udara kosong saja. Berkali-kali. Atau Ivan berhasil mengelak. Seolah tahu ia akan menyerangnya dari sudut mana pun. Hal tersebut membuatnya geram sekaligus heran. Tendangan salah satu dari mereka nyaris saja mengenai kepala rekannya saat Ivan menunduk menghindari dua serangan sekaligus. Suasana basement apartemen i
Wajah Ivan mengernyit. "Kabar gembira apa?" "Aku, hamil, sayang!" ucap Susan riang. Sontak saja, ucapan Susan membuat Ivan terhenyak! Lalu, Ivan menatap istrinya itu justru dengan tatapan tak percaya ... "A-apa? Ka-kamu hamil, sayang? Benar kah?" Tanpa merespon perkataan Ivan terlebih dahulu, Susan langsung berbalik dan bergegas ke arah meja mengambil sesuatu di atas sana. Dengan wajah ceria, lalu perempuan itu kembali menghampiri Ivan dengan memegang testpack di kedua tangannya. Susan langsung memperlihatkan testpack tersebut di depan wajah Ivan, "Lihat lah! Testpack ini menunjukan dua garis yang menandakan jika aku positif hamil sayang!" ucap Susan sambil tersenyum lebar, "tadi aku juga sudah diperiksa oleh dokter dan setelah itu, dokter memberikan ucapan selamat padaku atas kehamilanku!" Ivan tercengang, kini ia masih mengamati testpack yang barusan diberikan oleh Susan. Sedangkan Susan dengan mendecak kesal, lanjut bicara, "ternyata apa yang terjadi padaku tadi pagi
"Selamat Bu Susan atas kehamilannya," ucap seorang dokter perempuan di hadapan Susan sambil tersenyum lebar, "sebentar lagi, Bu Susan akan menjadi seorang Ibu," Susan termangu, tidak langsung menjawab, kini ia tengah menatap dokter di hadapannya dengan pandangan kosong. Seakan ingin memastikan bahwa ia tidak salah dengar. Sementara di kedua tangan perempuan itu terdapat testpack kehamilan yang memperlihatkan dua garis—yang mana mendandakan bahwa ia positif hamil. Susan masih belum bisa mencerna apa yang kini tengah terjadi. Mulai dari ia yang merasa aneh dengan sakitnya, memikirkan ia yang telat datang bulan yang membuat ia berpikir kemungkinan yang terjadi, testpack yang akhirnya menjawab dengan menunjukan dua garis dan hal tersebut diperkuat dengan dokter yang memberikan ucapan selamat atas kehamilannya. A-aku hamil? tanya Susan kepada dirinya sendiri. Seketika Susan merasa tidak karu-karuan. Setelah berhasil mengondisikan diri, Susan kembali menatap dokter dengan sorot mat
Informasi itu memuat hubungan antara Doni dengan Samuel lebih detail lagi yang disertai dengan foto-foto. Juga dijabarkan segala macam bentuk teror yang dulu dialami oleh anggota keluarga Rahardian merupakan ulah Doni. Sebenarnya, hal tersebut sudah mencurigakan dari awal mengingat teror itu tiba-tiba berhenti ketika keluarganya Susan berhenti mengusutnya. Selesai membaca dokumen dan mengamati foto yang telah dikumpulkan oleh para bawahannya, Ivan menghempaskan punggung ke sandaran kursi dengan rahang mengeras. Sembilan puluh sembilan persen semua bukti mengarah kepada Doni yang merupakan dalang dibalik kasus hilangnya Natasha. Terang saja, kini Ivan sudah tidak ragu untuk segera memanggil mereka berdua untuk diintrogasi. Kemudian, Ivan menempelkan ponsel di telinga lagi, "Segera jadwalkan pertemuanku dengan mereka berdua, Renata!" ucap Ivan tegas, "kita akan bicara baik-baik terlebih dahulu dengan mereka, mengundang mereka! Itu adalah plan A," "Jika tidak berhasil, maka, ter
"Kami berhasil menemukan saksi kejadian delapan belas tahun silam yang memberikan keterangan jika melihat Natasha waktu itu terjebur ke sungai dan tenggelam sebelum akhirnya hanyut terbawa arus, tuan muda." Di sebrang sana, suara Renata terdengar. Ivan begitu tersentak. Lalu, ia refleks menarik tubuh dari sandaran kursi dan berkata, "Apakah dia benar-benar melihatnya? Atau dia berbohong?!" "Dia berbohong, tuan muda," balas Renata. Kini Ivan menghela napas. Demikian, ada seseorang yang menyuruhnya, supaya kejadiannya jadi seperti itu. Lalu, rahang Ivan mengeras. Jelas, itu adalah salah satu skenario yang dibuat oleh dalang dibalik penculikan Natasha! Sebelum Ivan angkat bicara, suara Renata di ujung ponsel kembali terdengar, "Ternyata saksi itu memberikan keterangan palsu kepada orang-orang yang waktu itu ada di sana, juga yang ikut melakukan pencarian dan tentu saja kepada pihak kepolisian, tuan muda," "Sebenarnya, dia tidak melihat adiknya Nyonya Susan itu terjebur dan te
"Benar, sayang. Om Doni lah orangnya!" ucap Ivan sambil menatap Susan dengan memasang ekspresi wajah datar. "Aku harap, setelah ini, mata kamu terbuka dan dapat menerima kenyataan bahwa Om Doni tidak sebaik yang kamu kira selama ini. Om Doni adalah orang yang sebenarnya jahat kepada keluargamu! Bukan Pak Mahendra, dia hanya dijadikan kambing hitam!" Ucapan Ivan membuat Susan tersadar dari lamunannya. Kemudian, Susan menatap suaminya sambil mengangguk, "Sekarang, aku sudah sepenuhnya percaya jika om Doni lah yang jahat, sayang. Kebaikannya yang selama ini dia ulurkan kepada keluarga kami itu palsu. Ck, Kenapa aku bisa tertipu olehnya..." Susan mendecak kesal seraya menyugar rambut dengan kasar. Disaat yang sama, matanya berkaca-kaca. Kini perasaanya begitu campur aduk tidak karuan. Bagaimana tidak, selama bertahun-tahun, ia telah mempercayai orang yang salah! Orang yang ia anggap saudara, ternyata adalah musuh. Benar-benar musuh dalam selimut! "Hei, sekarang kamu sudah menge
Mendengar itu, Ivan mengangguk. Tanda setuju dengan apa yang barusan Susan katakan. Ivan, dengan rahang mengeras menimpali, "Urusan ini serius, sayang. Musuh sedang mengincar untuk menumbangkan perusahaan!" "Jelas, jika perusahaan dan pabrik Malice runtuh. Maka, bisnis keluarga Rahardian akan terganggu!" Seketika Susan gelagapan. Kentara langsung cemas. Lalu, ia kembali menoleh, menatap suaminya sebentar. Kenapa tiba-tiba saingan bisnis keluarganya menyerang perusahaan? Padahal, beberapa tahun belakangan ini, adem ayem saja. Tidak ada serangan secara sembunyi mau pun terang-terangan. Meski hal itu lazim terjadi di dunia bisnis, tapi mengingat Malice Inc yang diakusisi oleh Graha Group membuat para kompetitor diluar sana merasa iri. Mungkin, hal itu lah yang membuat para kompetitor Malice ingin menghancurkannya. Sebenarnya, Susan selalu berhati-hati, waspada semenjak ia menjabat sebagai CEO. Namun, setahun yang lalu, Susan sedikit lengah. Bagaimana tidak, pikirannya
Sebab Ivan yang telah berkontribusi besar dalam menangani krisis keuangan dan sabotase yang terjadi pada Malice Inc. Kini, Ivan jadi dihormati, dipuji oleh petinggi perusahaan dan karyawan Malice setelah sebelumnya sempat dipandang rendah. Bahkan, tidak sedikit yang sebelumnya menghina, juga merendahkan. Sebenarnya, Ivan mulai dipandang berbeda semenjak Ivan diketahui berteman dekat dengan Tuan Muda Aditama. Demikian, seseorang itu akan dianggap hebat jika bisa berteman dengan pewaris dari keluarga terkaya negara Ferandia tersebut. Apalagi hanya segelintir orang saja di negara Ferania yang mengenalnya. Sementara itu, orang yang tidak suka atas keberhasilan Ivan dan Susan dalam mengatasi krisis kali ini tidak lain adalah Herlambang. Tentu, hal itu membuat Ivan pasti akan lebih disayang oleh kakek Rahardian. Diterima oleh orang-orang. Herlambang pun tidak tahan untuk tidak mempermasalahkan hal itu, "Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu, Ivan? Kau meminjamnya dari sia
Mendengar itu, Herlambang tertawa. Lalu, ia menatap Ivan dengan sinis sekaligus jijik, "Dengar, uang yang dibutuhkan Malice itu bukan uang satu juta, dua juta, melainkan satu triliun!" ucap Herlambang penuh penekanan. "Kau saja belum pernah memiliki uang dengan nominal segitu banyaknya. Dan sekarang, dengan sangat percaya dirinya, kau akan meminjamkan uang satu triliun kepada Malice? Astaga, orang-orang miskin memang suka berkhayal ya!" Ivan hanya tersenyum miring sambil menyilangkan tangan di depan dada menyaksikan Herlambang yang lanjut terkekeh usai berkata demikian. Sedangkan Susan sendiri jengah bukan main. Susan, dengan mendengus menimpali, "Paman, aku tau paman sangat tidak percaya. Tapi, Ivan sungguh akan meminjamkan uang kepada Malice. Sehingga, kita tidak perlu meminjam uang kepada orang lain!" Tanpa menunggu respon Herlambang, Susan segera memberikan tanda pada Ivan untuk mengirimkan uangnya. Mendapati hal tersebut, Ivan mengangguk. Lantas, segera berkutat dengan
Ivan mendapat informasi tentang Irwandi dari Renata yang sangat mengejutkan. Hingga membuat ia berpikir ; apakah sang paman memiliki niat jahat dibaliknya? Tiba-tiba, Ivan angkat bicara yang membuat keduanya seketika berhenti mengobrol dan menoleh ke arahnya. Lalu, Ivan menatap Herlambang dengan pandangan memicing, "Paman yakin, akan meminjam uang padanya?" Mendapatkan pertanyaan itu, kening Herlambang ikutan berkerut. "Yakin sekali! Kenapa aku harus ragu meminjam uang padanya? Dia itu pebisnis handal. Pemilik bank swasta terkenal di negara kita, salah satu bank swasta terbesar!" Sementara Susan yang kebingungan dengan perkataan Ivan buru-buru menghadapnya yang kini langsung balik menatap istrinya. Tahu apa yang tengah Susan pikirkan, Ivan segera menyodorkan ponsel padanya, "Baca lah, sayang. Nanti, kamu akan mengerti siapa Pak Irwandi lebih dalam!" Separuh masih bingung sekaligus penasaran, Susan menerima ponsel yang disodorkan Ivan dan seketika langsung membaca informas