Sementara di dalam rumah tempat diberlangsungkannya pesta hari jadi pernikahan Herlambang dan Hesti, Susan begitu geram dengan anggota keluarganya yang menjadikan Ivan pelayan! Susan baru menyadari bahwa sudah pasti keluarganya akan memperlakukan Ivan dengan buruk, mereka sudah berkata secara terang-terangan jika tidak akan menganggap Ivan bagian dari keluarga ini meski ia telah menikah dengannya, juga mengancam akan membuat hidup Ivan menderita. Mungkin, apa yang tengah mereka lakukan saat ini, termasuk salah satunya. Mendapati Susan yang marah-marah karena hal tersebut, membuat Herlambang merasa sangat puas. Pasalnya, rasa benci terhadap wanita itu tidak akan pernah pupus. Kegagalan dirinya dalam merebut posisi CEO dari Susan membuatnya murka. Juga kecewa berat dengan sang Ayah yang lebih memihak Susan dari pada dirinya. Maka, ia pun akan terus berusaha menjatuhkan Susan. Kini, Herlambang menatap Susan sinis, "Bukan kah sedari awal kamu sudah tahu, Susan? Jika Paman tida
Susan pun akhirnya memilih tidak mempermasalahkan Ivan yang menjadi pelayan lagi. Toh, sudah terlanjur, protesnya tidak digubris oleh anggota keluarganya, juga ia yang tidak bisa pergi dari pesta itu lantaran tamu-tamu Paman dan Kakeknya tengah mengajak berbincang. Susan memutuskan akan menunggu kedatangan sang Kakek saja yang hingga saat ini kenapa belum tampak batang hidungnya?! Ia berharap ketika Kakeknya datang dan melihat Ivan menjadi pelayan, akan langsung menyuruh Ivan untuk berhenti dan memarahi anggota keluarganya. Sementara itu, Ivan yang telah berganti baju pelayan tampak sibuk membawakan nampan berisi gelas minuman kepada para tamu. Ivan terpaksa menurut sebab ia mempunyai rencana. Namun jika sampai terjadi apa-apa dengan Susan, ia akan langsung pasang badan. Ia tahu anggota keluarganya begitu tidak suka dengan sang istri, selalu ingin menjatuhkannya, berambisi merebut posisinya. Selagi Ivan memberikan gelas-gelas minuman kepada para tamu, tak lupa hinaan d
Mendapati Felix bersikap demikian, Ivan seketika menyeringai. Secara tidak langsung memberikan jawaban bahwa dirinya lah yang menaruh garam pada minuman Felix. Ivan tahu bahwa apa yang ia lakukan kekanakan. Tapi terlepas dari itu, memberikan pelajaran kecil-kecilan kepada Felix seru juga. Setelah terdiam sejenak, ekspresi wajah Ivan berubah seperti orang yang langsung merasa bersalah, "Ah, maafkan aku. Sepertinya tadi aku tidak sengaja memasukan garam ke dalam minumanmu yang aku pikir itu gula karena aku sedang terburu-buru," Felix yang sudah emosi, mendengar alasan Ivan mengernyitkan kening. Tahu jika Ivan sedang berpura-pura. Apa-apaan! Dia sengaja melakukan hal tersebut! Felix pun kini tidak peduli lagi soal Ivan yang jago berkelahi, demi harga diri, ia segera merangsek maju seraya berseru murka dan langsung melayangkan pukulan ke wajah Ivan. Namun, pukulannya tidak terkena sasaran sebab Ivan yang dengan cepat menghindar, padahal pria itu sedang memegang nampan. Ha
Tiba-tiba... "Ada apa ini?!" Seruan itu membuat perhatian semua orang menjadi teralihkan. Kepala-kepala kompak tertoleh, ke arah sumber suara. Tampak Kakek Rahardian yang tengah berjalan ke arah mereka. Sang kepala keluarga itu baru tiba. Melihat kedatangan sang kakek, Felix buru-buru menghampiri dan mengadu, "Kek, sampah itu baru saja memelintir tanganku dan menendangku sampai terjatuh ke lantai!" Rahardian langsung terperanjat! Kemudian, tatapannya teralihkan kepada Ivan. Benar kah hal itu? "Aku harap Ayah bisa bertindak adil kali ini. Dia telah membuat cucu Ayah kesakitan! Pria itu ternyata berandalan jalanan, Yah! Preman rendahan yang selalu menggunakan kekerasan! Selain itu, dia juga membuat keributan di pesta ini!" ucap Herlambang menambahi Felix. Ucapan Herlambang langsung dibenarkan oleh yang lainnya. Sementara Susan terang saja marah. "Mereka yang memulai duluan, Kek. Apa yang dilakukan Ivan itu hanya untuk membela diri!" seru Susan. Hal tersebut membuat
Seorang perempuan cantik dengan gaun berwarna merah tampak tengah berjalan ke arah para anggota keluarga Rahardian. Tubuhnya yang anggun dan berisi menghipnotis orang-orang yang ada di sana! Tamu penting pesta ini akhirnya datang juga. Siapa lagi kalau bukan Renata. Salah satu orang kepercayaan keluarga Graha. Melihat sosok yang terpandang dan disegani, semua anggota keluarga Rahardian buru-buru menyapa. Begitu pula dengan para tamu. Mengajak ngobrol, segera memanggil pelayan, menawarkan minum, jamuan yang katanya hasil masakan chef ternama yang didatangkan langsung dari luar negeri. Penyambutan yang begitu terhormat! Setelah mengajak Renata basa basi, Herlambang menyinggung soal bisnis. "Maaf jika terkesan lancang, sebab membicarakan masalah bisnis, pekerjaan di sini. Seperti yang Nona Renata ketahui bahwasannya Malice Inc baru saja melewati krisis keuangan yang mana nyaris saja membuat perusahaan kami diambang kebangkrutan. Hal itu tentu disebabkan oleh CEO kami yang masi
Dua orang, pria dan wanita yang sepertinya adalah pasangan suami istri! Dibuktikan dengan sang pria yang menggandeng wanitanya, terlihat sangat mesra. "Tu-tuan Muda Aditama dan Nyonya Vania!" salah satu tamu yang mengenali mereka berdua berseru heboh. "Astaga... ternyata keluarga Rahardian mengenal mereka! Mengundangnya ke pesta ini!" "Tidak disangka!" Para tamu berpikir demikian sebab mereka berdua datang kemari yang pasti hendak menghadiri pesta hari jadi pernikahan Herlambang dan Hesti! Bagaimana mereka tidak menghebohkan semua orang, Aditama adalah pewaris keluarga Gandara sekaligus Presiden Direktur Gandara Group, sebuah perusahaan multinasional terbesar yang ada di negara Ferandia. Sementara istrinya yang bernama Vania, merupakan anak dari pemilik Hermanto Group. Selain itu, keluarga Gandara, keluarga konglomerat kaya raya dan pemimpin kelompok mafia paling kuat dan berpengaruh di negara Ferandia. Dengan kekuasannya dalam dunia bisnis dan dunia bawah, keluarga te
Aditama mengangguk takzim. "Tidak hanya mengenal, Ivan adalah teman saya," jawab Aditama sesekali menoleh ke arah Ivan. Sontak saja, semua orang yang ada di sana terhenyak! Ivan berteman dengan Pewaris keluarga Gandara? Seketika ruangan itu dipenuhi kasak-kasuk. Felix langsung menatap Ivan tajam, "Sampah sepertimu bisa berteman dengan Tuan Aditama yang sangat berpengaruh dan kaya raya?!" Herlambang, dengan menggeleng tegas menimpali, "Dia hanya lah suami yang numpang hidup pada istrinya, Tuan Muda Aditama! Pada keluarga kami, berprofesi sebagai Guru yang gajinya kecil. Bagaimana mungkin anda yang seorang pewaris keluarga Gandara yang begitu terhormat, Presiden Direktur Gandara Group tidak malu dan risih berteman dengannya?" Mereka terang saja tidak percaya. Bagaimana tidak, hanya segelintir orang saja di negara Ferania yang mengenal anggota keluarga Gandara itu. Termasuk, mungkin saja para anggota keluarga Graha. Mereka saja sangat mustahil bisa mengenal keluarga Gand
Aditama membela Ivan di depan para anggota keluarga Rahardian, juga tamu undangan. Hal tersebut tentu saja membungkam mereka. Setelah itu, para tamu bergantian meminta maaf kepada Ivan. "Maafkan kami, Ivan atas apa yang telah kami katakan kepadamu tadi... menghinamu... " "Kami benar-benar tidak menyangka..." "Kau yang hanya berasal dari keluarga biasa saja, tapi ternyata berteman dengan seorang putra pewaris keluarga konglomerat dari negara Ferandia!" "Kami saja hanya bisa bermimpi dapat mengenal dan berteman dengannya!" Mereka bersikap demikian sebab takut dengan Aditama. Bukan tidak mungkin dia akan membalas mereka setelah apa yang mereka lakukan kepada Ivan! Meskipun Ivan orang miskin, tapi Ivan terbukti berteman baik dengan Aditama! "Aku tidak mengharapkan kalian bersikap sebaliknya setelah tahu aku berteman dengan orang kaya raya, karena bagi aku yang terpenting adalah kami berdua sama-sama saling mencintai, juga Kakek Rahardian yang mendukung kami. Jadi, percuma
Graha menggeleng takjub, "Renata dan Basuki benar-benar bisa diandalkan! Tak salah lagi aku memilih mereka berdua!" Kemudian, wajah Graha tiba-tiba berubah. "Rasakan kau tuan muda Charles. Siapa suruh kau menyinggung keluarga kami dan keluarga Fairuz, akan menyesal karena telah mencari masalah dengan keluarga Graha!" ucap Graha lagi dengan geram. Ivan, Graha dan Rahardian tengah membahas mengenai Renata juga Basuki yang berhasil meringkus Charles dan menyelamatkan Natasha darinya. Rahardian, dengan raut muka cemas juga tidak sabaran menimpali, "Di mana sekarang mereka, Van?" Ivan menghadap kakek Rahardian, "Renata dan Basuki sedang membawa Natasha ke rumah sakit, kek sekedar untuk mengecek kondisinya." Seketika raut muka Rahardian berubah kala mendengar kabar itu, "Apakah dia terluka, Van? Sehingga..." "Tidak ada luka serius padanya kok, kek. Kakek tenang saja. Hanya luka-luka ringan dan akan segera diobati," jawab Ivan sambil tersenyum. Rahardian tak ayal menghembuskan naf
Ke empat anak buah Ivan akhirnya berhasil menemukan lokasi si perakit bom. Adalah di apartemen mewah dekat markas besar milik Doni yang dipilih sebagai tempat mengirim dan memonitor bom. Namun mereka mendapat sedikit masalah saat hendak masuk ke dalam apartemen. Tapi, tentu saja mereka langsung bisa mengatasinya. Petugas keamanan apartemen itu berusaha mencegah mereka masuk. Tanpa pikir panjang, sebab mereka yang sedang diburu waktu, salah satu dari mereka meninjunya yang membuatnya tersungkur. Setelah itu, mereka pun bergegas masuk ke dalam apartemen. Begitu tiba di dalam, mereka segera berlarian menuju pintu tangga darurat dan menaiki anak tangga. Mereka memutuskan lewat tangga, alih-alih lift, sebab lebih aman. Boleh jadi perakit bom itu memantau menggunakan CCTV. Tiba di lantai lima, mereka melanjutkan langkah dan masuk ke lorong lantai. Sebelumnya, mereka sudah mendapatkan petunjuk mengenai keberadaan si perakit bom. Demikian, mereka tidak bingung, langsung bisa tahu
Rahardian kembali mendesak Doni dan Samuel untuk memberitahu keberadaan Natasha sekaligus menyerahkan padanya. Sebab, keduanya yang menginginkan Rahardian semakin tersulut amarah, akhirnya mereka berdua memberitahu bahwa Natasha sudah dibawa pergi tuan muda Charles ke negara Lordia. Hal tersebut tentu saja membuat Rahardian murka sejadi-jadinya! Akan tetapi, saat Rahardian hendak menghajar keduanya lagi, Ivan buru-buru menahannya. "Natasha sudah bersama Renata dan Basuki, kek. Mereka berhasil merebut Natasha dari Charles dan menggagalkan Charles membawa Natasha ke negara Lordia," bisik Ivan. Sontak saja, Rahardian tertegun. Mencerna perkataan Ivan dalam sepersekian detik, lalu langsung menghembuskan napas lega, "Be-benar kah, Van? Astaga, puji tuhan ... " Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya dengan kasar, Ivan lanjut berkata, "Oleh sebab itu, sebaiknya kakek bersikap tenang karena kita telah mendapatkan Natasha. Kita selangkah ada di depan daripada dua manusia lak
"Kalian tidak takut padaku? Aku bisa membuat karir kalian berakhir, bisnis kalian hancur dan kehilangan semuanya dalam sekejab!" tiba-tiba, Graha berujar sambil melangkah menghampiri teman baiknya dan berdiri di sebelahnya. Kini mereka berdua kompak menatap tajam Doni dan Samuel. Perkataan Graha barusan membuat mereka berdua beralih menatap kepala keluarga terkaya di negara Ferania itu. Detik berikutnya, keduanya saling pandang sebelum kemudian seringaian tampak menghiasi bibir masing-masing. Lalu, mereka berdua kembali menatap Graha. "Saya tahu. Tuan Graha pasti akan melakukan hal itu pada kami berdua. Tapi saat ini, kami tidak mengkhawatirkan apa pun, tuan Graha!" jawab Doni dengan rahang mengeras sambil menggeleng sinis. Graha termangu! Graha yang kesal pun menggertakan gigi. Di saat yang sama, tangannya mengepal. Mereka berdua pikir, ia tidak tahu apa-apa? Demikian, Doni dan Samuel bersikap santai seperti itu sebab mendapat perlindungan dari Charles. Keluarga Fairuz t
Belum sempat Doni membalas, Rahardian sudah lanjut berkata, "Dan bagaimana mungkin Robin mau menurut padamu?! Kau itu menyentuh sesuatu yang ilegal dan seharusnya kau juga tahu bahwa Robin punya prinsip, tidak akan pernah menyentuh bisnis itu! Tapi, apa yang malah kau lakukan, hah?!" "Wajar jika dia berubah! Dan jangan pernah bicara lagi, seolah-olah Robin lah yang memulai semua ini! Ingat, itu karena keegoisan dan keiridengkianmu sendiri!" Mendengar itu, Doni tergelak. Lalu, pandangannya mengedar ke sekeliling. Kalimat kakek Rahardian itu... Melihat respon Doni seperti itu, Rahardian semakin geram, "Kau benar-benar tidak punya hati, Don! Disaat Robin dan istrinya meninggal, tapi kau tetap tidak mau mengembalikan Natasha pada kami dan tetap membiarkannya berpisah dengan kami selama hampir 18 tahun!" Seketika wajah Doni berubah. Begitu pula dengan Samuel. Senyum di bibir keduanya mendadak pudar. Namun, mereka berdua buru-buru bersikap santai, sebab begitu tidak khawatir soal k
"Bajingan kau, Doni! Biadab kau! Kau, adalah manusia paling jahat yang pernah aku kenal! Aku, sungguh menyesal membiarkan Robin berteman denganmu. Tega sekali kau melakukan hal ini kepada sahabatmu, hah?! Kau, telah mengkhianati sahabatmu sendiri, Don!" seru Rahardian berapi-api sambil jarinya menunjuk-nunjuk. "Ternyata, sikap baikmu selama ini kepada keluarga kami itu, hanya lah kedok belaka untuk menutupi kebusukanmu! Kejahatanmu!" Usai berkata, Rahardian beralih melemparkan tatapan mematikan ke arah Samuel yang kini berdiri di samping Doni. Seraya menunjuk muka partner Doni tersebut, Rahardian lanjut berkata, "Dan, anda Irjen Samuel! Anda juga sama biadabnya! Dasar polisi korup! Apa jadinya jika atasan dan rekan-rekanmu tahu apa yang anda perbuat?! Terutama membantu Doni dalam setiap rencananya untuk menghancurkan keluarga kami!" "Orang seperti anda, Irjen Samuel. Sama sekali tidak pantas disebut polisi! Yang seharusnya mengayomi masyarakat, tapi, malah menusuk!" seru Rahardia
Pertempuran terhenti sejenak. Melihat pasukan keluarga Fairuz bergabung dalam pertempuran, pasukan Doni dan Samuel berteriak garang. Semangat mereka pun kembali membara, menjadi sangat siap menghadapi para penyerang. Lalu, semua pasukan gabungan itu kompak menatap pasukan keluarga Graha dengan senyum sinis sekaligus merendahkan. "Mereka bukan tukang pukul sembarangan, tuan besar," bisik Letnan. Mendengar itu, Graha mendengus. Di saat yang sama, tangannya mengepal kuat. Tanpa menoleh ke arah Letnan yang tengah mengajaknya bicara, Graha berujar, "Jelas, karena mereka adalah pasukan keluarga Fairuz!" Seraya menelan ludah, Letnan itu lanjut berkata, "Kita harus tetap berhati-hati, tuan besar. Mereka tidak bisa kita anggap remeh!" "Kita buktikan kepada mereka bahwa kekuatan pasukan keluarga kita jauh lebih unggul! Mereka, tidak akan pernah bisa menyamai keluarga Graha, tidak akan pernah!" ucap Graha tegas sambil menatap tajam semua orang yang ada di depannya secara bergantian.
Graha membentuk dua tim. Tim satu dipimpin dirinya. Rahardian ikut dengannya. Sedangkan tim dua dipimpin oleh Ivan. Tim satu berangkat dengan menggunakan mobil, yang menyerang dari depan markas dan tim dua berangkat menggunakan helikopter yang nantinya akan mendarat di rooftop markas, menyerang dari atas. Kebetulan, markas Doni memiliki helipad di atasnya. Begitu ke empat helikopter itu hendak mendarat, pasukan pihak lawan yang bertugas menyerang di rooftop telah mengangkat senjatanya dalam posisi tembak. Mereka sudah berada di situ beberapa menit yang lalu, menunggu kedatangan helikopter-helikopter itu. Begitu pula dengan Ivan dan pasukannya, yang juga segera bersiap dalam posisi yang sama. Helikopter-helikopter itu kini mulai turun bersamaan. Persis saat kaki-kaki helikopter menyentuh lapangan, salah satu anggota pasukan Doni dan Samuel langsung berteriak nyaring. "Serbu!!!" Seketika mereka berlompatan, keluar dari persembunyian, mulai melepas tembakan. Trr tat tat! Tr
Mendapatkan pertanyaan itu, Doni tertawa renyah, "Yang pasti, dari keluarga yang kekayaan, kekuatan dan kekuasaanya setara dengan keluarga Graha!" Namun, Ivan tidak berniat membahas hal itu lebih lanjut. "Baik lah. Coba kita lihat nanti. Apakah bantuan dari keluarga yang katamu, kekayaan, kekuatan dan kekuasaannya setara dengan keluarga kami itu akan bisa menang melawan pasukan keluarga kami atau tidak!" Tawa Doni terhenti, lantas ia mendecih, "Jangan harap kalian bisa menghancurkan markas saya dengan mudah! Walau saya tau kalau belum pernah ada yang bisa mengalahkan pasukan keluarga Graha. Tapi, jangan remehkan pasukan saya kali ini, tuan muda Ivan karena saya akan mengukir sejarah!" Selesai menelfon, Ivan menatap semua orang di hadapannya secara bergantian yang kini tengah balik menatapnya dengan tangan terkepal juga waja-wajah bersemangat. "Kita berangkat sekarang!" *** DOR! DOR! DOR! Di bawah hujan peluru, Charles tampak tergesa menaiki tangga pesawat jet miliknya diik