Susan tidak jadi memberitahu anggota keluarganya mau pun para tamu mengenai Ivan yang memiliki Lamborghini dan mendapatkan harta warisan sebesar 500 miliar. Sebab, kemunculan Aditama dan Vania di di pesta Paman Bibinya begitu menyita pikirannya sepenuhnya. Ditambah perkataan Vania yang juga penuh misteri. Alih-alih mobil mewah dan uang yang banyak dapat digunakan untuk membungkam mulut semua orang, kedatangan dua tamu agung tersebut sudah menggantikannya. Demikian, Susan merasa sangat puas saat mendapati reaksi orang-orang dan apa yang dilakukan oleh mereka setelahnya. Susan pun berencana akan memberitahu hal itu kepada Kakeknya lebih dulu sebelum kepada anggota keluarga yang lain. Setelah pesta usai, satu persatu para tamu beranjak pulang. Tersisa para anggota keluarga Rahardian yang masih di sana, kembali membicarakan Ivan yang berteman dengan Aditama! Sementara itu, Ivan mengajak Aditama dan Vania ke apartemennya. Sebab, Aditama mengatakan jika ada hal yang mau dia bicara
Sebab, kedua orang tuanya Ivan yang melarang dirinya untuk tidak mengatakan kepada Ivan bahwa mereka lah yang memberitahu. Dengan kata lain, kedua orang tuanya Ivan meminta Aditama untuk merahasiakannya. Aditama pun menurut. Kini ia bereaksi seakan kaget mendengar pengakuan Ivan. "Eh? Ayah dan ibumu belum tahu jika kamu telah menikah?" balas Aditama, "Bagaimana mungkin! Apa yang terjadi pada kalian? Bukan kah kau sudah kembali pada keluargamu? Dan kenapa kau tidak berkata jujur saja kepada mereka?!" Ivan menoleh, menatap Aditama sesaat, "Kau tau kan, Kak jika aku pergi dari rumah karena tidak mau dijodohkan?" balas Ivan seraya menggaruk keningnya. Aditama manggut-manggut. "Lalu?" Dengan menatap lurus ke depan, mulut Ivan kembali bicara, "Emm... bagaimana aku menjelaskannya padamu? Aku menikah dengan Susan itu... sebenarnya karena terpaksa, buru-buru, sebab Kakeknya Susan menginginkan Susan untuk segera menikah. Padahal, kami baru saling kenal. Akhirnya pernikahan cepat-cep
"Aku tidak salah dengar? Kak Aditama meminta bantuan kepadaku? Dengan keadaan... " Aditama langsung menggeleng, ekspresi wajahnya masih nampak serius, menandakan bahwa ia tidak main-main meminta bantuan kepada Ivan. "Apa masalahnya? Kau juga sudah kembali ke keluargamu." "Belum sepenuhnya, Kak. Aku masih hidup sebagai orang biasa, tinggal bersama istriku yang belum tahu identitasku yang asli, juga aku masih menjadi seorang guru." "Hanya keluarga kalian, keluarga Graha yang bisa aku mintai bantuan. Selain itu, keluarga kita berhubungan baik. Maka dari itu, aku memutuskan membentuk aliansi dengan keluargamu untuk menyerang keluarga Gao, Van!" Kedelapan keluarga penguasa Asia begitu tidak akur. Konflik, perebutan kekuasaan dan perang antar keluarga kerap kali terjadi. Mereka saling ingin menunjukan kekuatan dan taring masing-masing. Selalu ingin merasa diatasnya keluarga yang lain. Bahkan, saling menjatuhkan. Tak jarang, cara kotor dan licik ditempuh. Tentu, sebenarnya ha
Namun, Susan buru-buru menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin Ivan sama seperti Aditama! "Yakin lah bahwa kekuatan cinta kalian akan membuat semua orang merasa capek sendiri. Hiraukan saja segala caci maki, hinaan dan cemoohan yang kalian terima. Terus yakinkan anggota keluargamu jika kamu tidak salah pilih suami." Vania menggusap lembut tangan Susan. Tahu betul tekanan yang diterima oleh wanita tersebut. Perkataan Vania membuat lamunan Susan terbuyar. Ia pun kembali menatap Vania dengan sendu, "Sekarang aku lebih santai menghadapi segala macam hinaan, caci maki, Nona. Meskipun kadang-kadang masih terpancing emosi, tidak bisa dikontrol." Kemudian, Susan menghela napas, "Baik lah. Aku akan terus berusaha meyakinkan semua orang bahwa aku tidak salah pilih suami dan bahagia menikah dengan Ivan." Mendengar itu, Vania manggut-manggut seraya tersenyum. Lalu, Vania memicingkan mata! "Apalagi Kakekmu memihakmu, bukan?" Susan mengangguk. Tiba-tiba, Susan terhenyak kala ter
"Ibumu mengatakan jika kamu tidak pernah tuh merantau ke luar negeri!" Ivan tetap bersikap santai dan tenang, "Ah, soal itu. Aku berbohong kepada kedua orang tuaku karena tidak ingin membuat mereka khawatir," Susan terdiam, tidak langsung menjawab, tengah mencerna perkataan Ivan. Demi membuat Susan tambah yakin, mulut Ivan kembali bicara, "Itu sebabnya aku sangat jago berkelahi, sayang karena diajari oleh orang-orang hebat seperti Tuan Muda Aditama, juga Tuan Delon." Di saat ini, Susan malah menutup mata. Tidak menggubris penjelasan Ivan. Sebab, tiba-tiba teringat perkataan Vania tadi bahwa tidak semua kebingungan harus terjawab saat itu juga. Memang, Susan merasa tidak mengenal sosok Ivan yang dulu. Kini begitu berbeda! Termasuk sikap dan perlakuannya kepadanya. Hal tersebut membuatnya semakin dibuat tidak berdaya. Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya Susan membuka mata. Tiba-tiba, Susan main menubrukan diri dan menenggelamkan wajah di dada bidang Ivan. Mend
Ivan pulang dari sekolah lebih awal karena mau mempersiapkan bulan madu besok. Namun, Ivan tidak pulang ke apartemen, melainkan pulang ke rumah kedua orang tua kandungnya. Sudah beberapa hari ini ia tidak pulang ke sana. Sesuai janji kepada kedua orang tuanya bahwa akan sering-sering pulang dan sesekali menginap. Selain itu, Ivan hendak menanyakan perihal Aditama yang meminta bantuan pasukan keluarganya untuk menyerang keluarga Gao kepada Ayahnya. Melihat anak satu-satunya pulang, Rosalinda seketika senang bukan main. Langsung memeluknya erat, "Kenapa sudah dua minggu kamu tidak pulang, Nak? Janjimu apa kepada Ibu dan Ayahmu, hah?!" Rosalinda langsung mengeluh begitu pelukan terlepas. Mendengar itu, Ivan hanya bisa tersenyum pahit, "Maafkan Ivan, Ibu. Akhir-akhir ini Ivan sangat sibuk. Apalagi Ivan sekarang sudah menjadi kepala sekolah. Jadi, tugas Ivan semakin bertambah banyak." Seketika wajah Rosalinda tertekuk, "Tapi kamu harus tetap mengusahakannya, Nak untuk sering-
Beberapa menit kemudian, pintu kamar Ivan diketuk, pelayan memberitahu jika sang Ayah telah pulang. Ivan pun segera beranjak dari kamar dan melangkah keluar. Kini anggota keluarga Graha yang telah utuh kembali tengah makan malam bersama. Sungguh makan malam yang sudah lama didamba-dambakan. Begitu makan malam selesai, dilanjut dengan ngobrol santai penuh canda dan tawa. Setelah itu, Ivan mengajak Ayahnya bicara empat mata. Anak dan Ayah itu berbincang di taman rumah yang dibelakangnya terdapat pemandangan air mancur. Disekelilingnya, dihiasi lampu-lampu. Indah sekali. "Ayah sudah menyuruh Delon untuk menyiapkan pasukan untuk besok?" Graha mengangguk. "Sudah, Van," jawab Graha mantap, "Berapa tukang pukul yang dibutuhkan Aditama? Dia belum memberitahu Ayah berapa jumlahnya," "Lima puluh, Yah. Ditambah tiga Letnan," Mendengar hal tersebut, rahang Graha mengeras seraya manggut-manggut, "Berapa pun tukang pukul yang Aditama butuhkan, akan Ayah berikan!" Kemudian, Grah
Kini, Susan tengah mengeringkan rambut Ivan dengan menggunakan hairdryer. Selagi Susan melakukan hal itu, hatinya berdebar-debar. Sebab, kali pertama wanita cuek dan dingin itu memberikan perhatian kepada prianya. Sementara Ivan menganggap apa yang tengah Susan lakukan padanya serasa mimpi. Meski demikian, Ivan begitu senang bukan main. Namun, kali ini Ivan memilih tidak menggoda sang istri, takut membuat Susan kesal yang mengakibatkan suasana hatinya berubah buruk. Jika hal itu terjadi, bisa gawat! Selesai mengeringkan rambut, Susan bilang kepada Ivan jika hendak ke dapur untuk menyiapkan hidangan bersama pembantu. Tidak lama kemudian, Ivan menyusul sang istri ke dapur. Sesampainya di sana, Ivan harus dibuat terkesima dengan pemandangan hidangan yang sudah tersaji di atas meja. Terlebih, Susan yang katanya membuat hidangan itu dan menyajikan khusus untuknya. "Ini, aku tidak salah lihat? Kamu menyiapkan minuman hangat, makanan, sup untukku, sayang?" ucap Ivan seteng
Informasi itu memuat hubungan antara Doni dengan Samuel lebih detail lagi yang disertai dengan foto-foto. Juga dijabarkan segala macam bentuk teror yang dulu dialami oleh anggota keluarga Rahardian merupakan ulah Doni. Sebenarnya, hal tersebut sudah mencurigakan dari awal mengingat teror itu tiba-tiba berhenti ketika keluarganya Susan berhenti mengusutnya. Selesai membaca dokumen dan mengamati foto yang telah dikumpulkan oleh para bawahannya, Ivan menghempaskan punggung ke sandaran kursi dengan rahang mengeras. Sembilan puluh sembilan persen semua bukti mengarah kepada Doni yang merupakan dalang dibalik kasus hilangnya Natasha. Terang saja, kini Ivan sudah tidak ragu untuk segera memanggil mereka berdua untuk diintrogasi. Kemudian, Ivan menempelkan ponsel di telinga lagi, "Segera jadwalkan pertemuanku dengan mereka berdua, Renata!" ucap Ivan tegas, "kita akan bicara baik-baik terlebih dahulu dengan mereka, mengundang mereka! Itu adalah plan A," "Jika tidak berhasil, maka, ter
"Kami berhasil menemukan saksi kejadian delapan belas tahun silam yang memberikan keterangan jika melihat Natasha waktu itu terjebur ke sungai dan tenggelam sebelum akhirnya hanyut terbawa arus, tuan muda." Di sebrang sana, suara Renata terdengar. Ivan begitu tersentak. Lalu, ia refleks menarik tubuh dari sandaran kursi dan berkata, "Apakah dia benar-benar melihatnya? Atau dia berbohong?!" "Dia berbohong, tuan muda," balas Renata. Kini Ivan menghela napas. Demikian, ada seseorang yang menyuruhnya, supaya kejadiannya jadi seperti itu. Lalu, rahang Ivan mengeras. Jelas, itu adalah salah satu skenario yang dibuat oleh dalang dibalik penculikan Natasha! Sebelum Ivan angkat bicara, suara Renata di ujung ponsel kembali terdengar, "Ternyata saksi itu memberikan keterangan palsu kepada orang-orang yang waktu itu ada di sana, juga yang ikut melakukan pencarian dan tentu saja kepada pihak kepolisian, tuan muda," "Sebenarnya, dia tidak melihat adiknya Nyonya Susan itu terjebur dan te
"Benar, sayang. Om Doni lah orangnya!" ucap Ivan sambil menatap Susan dengan memasang ekspresi wajah datar. "Aku harap, setelah ini, mata kamu terbuka dan dapat menerima kenyataan bahwa Om Doni tidak sebaik yang kamu kira selama ini. Om Doni adalah orang yang sebenarnya jahat kepada keluargamu! Bukan Pak Mahendra, dia hanya dijadikan kambing hitam!" Ucapan Ivan membuat Susan tersadar dari lamunannya. Kemudian, Susan menatap suaminya sambil mengangguk, "Sekarang, aku sudah sepenuhnya percaya jika om Doni lah yang jahat, sayang. Kebaikannya yang selama ini dia ulurkan kepada keluarga kami itu palsu. Ck, Kenapa aku bisa tertipu olehnya..." Susan mendecak kesal seraya menyugar rambut dengan kasar. Disaat yang sama, matanya berkaca-kaca. Kini perasaanya begitu campur aduk tidak karuan. Bagaimana tidak, selama bertahun-tahun, ia telah mempercayai orang yang salah! Orang yang ia anggap saudara, ternyata adalah musuh. Benar-benar musuh dalam selimut! "Hei, sekarang kamu sudah menge
Mendengar itu, Ivan mengangguk. Tanda setuju dengan apa yang barusan Susan katakan. Ivan, dengan rahang mengeras menimpali, "Urusan ini serius, sayang. Musuh sedang mengincar untuk menumbangkan perusahaan!" "Jelas, jika perusahaan dan pabrik Malice runtuh. Maka, bisnis keluarga Rahardian akan terganggu!" Seketika Susan gelagapan. Kentara langsung cemas. Lalu, ia kembali menoleh, menatap suaminya sebentar. Kenapa tiba-tiba saingan bisnis keluarganya menyerang perusahaan? Padahal, beberapa tahun belakangan ini, adem ayem saja. Tidak ada serangan secara sembunyi mau pun terang-terangan. Meski hal itu lazim terjadi di dunia bisnis, tapi mengingat Malice Inc yang diakusisi oleh Graha Group membuat para kompetitor diluar sana merasa iri. Mungkin, hal itu lah yang membuat para kompetitor Malice ingin menghancurkannya. Sebenarnya, Susan selalu berhati-hati, waspada semenjak ia menjabat sebagai CEO. Namun, setahun yang lalu, Susan sedikit lengah. Bagaimana tidak, pikirannya
Sebab Ivan yang telah berkontribusi besar dalam menangani krisis keuangan dan sabotase yang terjadi pada Malice Inc. Kini, Ivan jadi dihormati, dipuji oleh petinggi perusahaan dan karyawan Malice setelah sebelumnya sempat dipandang rendah. Bahkan, tidak sedikit yang sebelumnya menghina, juga merendahkan. Sebenarnya, Ivan mulai dipandang berbeda semenjak Ivan diketahui berteman dekat dengan Tuan Muda Aditama. Demikian, seseorang itu akan dianggap hebat jika bisa berteman dengan pewaris dari keluarga terkaya negara Ferandia tersebut. Apalagi hanya segelintir orang saja di negara Ferania yang mengenalnya. Sementara itu, orang yang tidak suka atas keberhasilan Ivan dan Susan dalam mengatasi krisis kali ini tidak lain adalah Herlambang. Tentu, hal itu membuat Ivan pasti akan lebih disayang oleh kakek Rahardian. Diterima oleh orang-orang. Herlambang pun tidak tahan untuk tidak mempermasalahkan hal itu, "Dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak itu, Ivan? Kau meminjamnya dari sia
Mendengar itu, Herlambang tertawa. Lalu, ia menatap Ivan dengan sinis sekaligus jijik, "Dengar, uang yang dibutuhkan Malice itu bukan uang satu juta, dua juta, melainkan satu triliun!" ucap Herlambang penuh penekanan. "Kau saja belum pernah memiliki uang dengan nominal segitu banyaknya. Dan sekarang, dengan sangat percaya dirinya, kau akan meminjamkan uang satu triliun kepada Malice? Astaga, orang-orang miskin memang suka berkhayal ya!" Ivan hanya tersenyum miring sambil menyilangkan tangan di depan dada menyaksikan Herlambang yang lanjut terkekeh usai berkata demikian. Sedangkan Susan sendiri jengah bukan main. Susan, dengan mendengus menimpali, "Paman, aku tau paman sangat tidak percaya. Tapi, Ivan sungguh akan meminjamkan uang kepada Malice. Sehingga, kita tidak perlu meminjam uang kepada orang lain!" Tanpa menunggu respon Herlambang, Susan segera memberikan tanda pada Ivan untuk mengirimkan uangnya. Mendapati hal tersebut, Ivan mengangguk. Lantas, segera berkutat dengan
Ivan mendapat informasi tentang Irwandi dari Renata yang sangat mengejutkan. Hingga membuat ia berpikir ; apakah sang paman memiliki niat jahat dibaliknya? Tiba-tiba, Ivan angkat bicara yang membuat keduanya seketika berhenti mengobrol dan menoleh ke arahnya. Lalu, Ivan menatap Herlambang dengan pandangan memicing, "Paman yakin, akan meminjam uang padanya?" Mendapatkan pertanyaan itu, kening Herlambang ikutan berkerut. "Yakin sekali! Kenapa aku harus ragu meminjam uang padanya? Dia itu pebisnis handal. Pemilik bank swasta terkenal di negara kita, salah satu bank swasta terbesar!" Sementara Susan yang kebingungan dengan perkataan Ivan buru-buru menghadapnya yang kini langsung balik menatap istrinya. Tahu apa yang tengah Susan pikirkan, Ivan segera menyodorkan ponsel padanya, "Baca lah, sayang. Nanti, kamu akan mengerti siapa Pak Irwandi lebih dalam!" Separuh masih bingung sekaligus penasaran, Susan menerima ponsel yang disodorkan Ivan dan seketika langsung membaca informas
Sebelum menuju ruang rapat, Ivan dan Susan telah membahas soal laporan gedung perusahaan dan pabrik yang disabotase di apartemen. Yang mana, hal tersebut mengakibatkan kerusakan parah dan perusahaan mengalami kerugian hebat. Ivan yang sudah tahu apa yang terjadi dengan Malice langsung meminta Susan untuk menyerahkan masalah itu padanya saja. Setelah itu, Ivan pun langsung memerintah Delon untuk mengecek lokasi dan mencari tahu siapa pelakunya. Baik Ivan mau pun Susan menduga jika itu adalah ulah diantara Mahendra dan Doni. Siapa lagi jika bukan saingan bisnis Malice? Perusahaan yang mengalami krisis diambang kebangkrutan, cara-cara licik kerap dilakukan oleh musuh. Juga serbuan terang-terangan atau sabotase. Sementara itu, berdiri dari tempat duduknya, adalah Herlambang yang barusan berbicara dengan lantang sekaligus penuh ketidaksukaan yang ditunjukan kepada Ivan. Mendengar itu, wajah Susan seketika berubah. Sedangkan Ivan hanya menatap Herlambang dengan memasang ekspresi
"Tante sudah gila?!" Ivan langsung meraih dan mencengkram pergelangan tangan Irene untuk menahan gerakan tangannya yang nyaris saja menuju ke bawah perut Ivan. Menggeleng tegas dengan wajah mengeras, Ivan lanjut berkata, "Aku bukan pria bayaran! Selain itu, aku dan Susan itu saling mencintai. Sebentar lagi, kami akan memiliki anak! Jika tante tidak percaya, tanyakan saja kepada Susan!" Ivan berkata demikian sebab menduga jika Irene belum mengetahui bahwa Susan telah mencintai dirinya sepenuhnya. Begitu pula dengan Susan yang sepertinya belum bercerita dengan Irene. Kini Ivan mengusap muka dengan kasar sembari menghembuskan napas besar. Sebab begitu shock mendengar perkataan Irene barusan. Sementara senyum Irene mendadak pudar kala mendapat penolakan dari Ivan. Namun, perempuan itu tidak langsung menampakan kekesalannya di depan Ivan. Kentara berusaha mengendalikan emosinya dengan bersikap tenang dan angkuh. "Baik lah. Aku akan tanyakan hal itu kepada Susan. Jika memang demikia