Ini adalah pertama kalinya Elsy dipanggil kakak ipar, dia agak malu.Dia memeluk anak kucing itu dengan canggung.Alice berlari mendekat."Kak Elsy, kamu juga menyukai anak kucing? Namanya Roro, hadiah ulang tahun yang kuberikan pada Kak Louis.""Roro?"Elsy merasa nama ini sungguh manis."Aku punya kucing Ragdoll di rumah, namanya Tara, sedikit lebih besar dari Roro.""Ragdoll? Kamu punya fotonya? Tunjukkan padaku!"Karena seumuran dan sama-sama menyukai kucing, mereka langsung akrab.Ketika Elsy hendak meninggalkan rumah tua, mereka sudah bertukar kontak dan tidak rela untuk berpisah.Melihat Alice tidak ingin melepaskan Elsy, ekspresi Louis berubah muram."Aku dan Elsy masih ada urusan. Kalau kamu merindukannya, datanglah ke Apartemen Nuansa."Sebenarnya, Alice agak takut dengan Louis. Biasanya, dia jarang berbicara dengan Louis. Hari ini, berkat Elsy, mereka banyak berkomunikasi.Mendengar ucapan ini, dia memanyunkan bibir dan melepaskan tangannya dengan patuh."Baiklah kalau begit
Melihat Louis, dia agak gugup. Dia menanyakan apa yang Louis katakan pada Gavin.Louis memahami kekhawatirannya."Kami cuma mengobrol santai. Jangan khawatir, aku nggak memberitahunya soal pernikahan kita."Entah mengapa Elsy merasa dia agak sedih."Maaf, aku bukan sengaja ingin menyembunyikan pernikahan kita. Aku cuma mau hindari masalah."Louis mengiakan sambil memainkan hiasan di atas meja."Aku tunggu sampai kamu mau umumkan hubungan kita."Kalimat ini terdengar sangat menyedihkan, seperti suami yang ditindas oleh istri. Reaksinya ini membuat Elsy makin merasa bersalah.Keduanya makan malam di rumah Keluarga Dagon sebelum kembali ke Apartemen Nuansa.Setelah memindahkan semua perlengkapan Tara, waktu sudah sangat larut.Elsy terus mengulur waktu dan tidak ingin masuk ke kamar.Setelah mandi, Louis keluar dan melihat Elsy sedang memainkan ponsel di ruang tamu."Belum ngantuk?"Elsy mengangkat kepala. Louis mengenakan piyama hitam dengan kerah terbuka sehingga bagian dadanya pun terl
Aura yang mencekam ini membuat Elsy bersandar ke sofa.Tadi, sepertinya Elsy memanggil Louis kakak ipar. Sebelumnya, Louis sudah memperingatkan Elsy untuk tidak salah memanggilnya.Memikirkan hal ini, mata Elsy mengembara dan dia pun panik."Lo, Louis ...."Louis mengangguk puas."Jangan salah panggil lagi. Kalau nggak, aku bakal menghukummu."Elsy agak linglung."Hukum? Apa hukumannya?"Mata Louis beralih dari matanya ke pangkal hidungnya dan pada akhirnya mendarat di bibir merahnya."Hukumannya ...."Melihat Louis mendekat, jantung Elsy berdebar kencang. Dia bahkan dapat merasakan napas Louis. Tiba-tiba, Tara mengeong.Elsy langsung tersadar dan mendorong Louis menjauh."Eh, aku mau mandi. Nikmati minumanmu pelan-pelan!"Setelah didorong oleh Elsy, Louis masih mempertahankan posturnya, dia hanya sedikit bersandar ke belakang. Melihat Elsy melarikan diri dengan panik, dia tersenyum nakal. 'Pemalu sekali ....'Elsy berdiri di bawah pancuran. Adegan Louis hampir menciumnya terus melinta
Punggungnya lebar dan gagah. Setiap ototnya tampak sangat indah.Sepertinya Louis mendengar suara dari belakang. Dia mengancing manset kemejanya sambil membalikkan badan. Kemejanya terbuka sehingga kulitnya yang putih dan ototnya yang kencang pun terlihat."Selamat pagi."Elsy terpukau. Setelah mendengar suara serak Louis, dia baru tersadar.Ketika mereka bertatapan, Elsy merasa dirinya seolah-olah tertangkap basah. Wajahnya langsung memanas, dia segera membalikkan badan."Selamat, selamat pagi!"Sudut bibir Louis terangkat. Dia menunduk untuk mengancing kemejanya."Kok hari ini pagi sekali bangunnya?"Hawa panas di wajah Elsy belum menghilang."Helen meneleponku, dia mengajakku pergi berbelanja di sore hari. Aku terbangun.""Oh," tanggap Louis."Kebetulan, hari ini aku mau pergi ke kantor, nggak bisa temani kamu di rumah. Baguslah kalau kamu mau pergi jalan-jalan."Elsy mengusap jarinya."Sebenarnya, kamu nggak usah luangkan waktu buat temani aku. Aku bukan anak kecil."Samar-samar, E
Gavin sudah menyadari keberadaan Elsy. Saat ini, matanya tertuju pada Elsy.Perlu diakui bahwa rok ini sangat cocok dengan Elsy. Ia menonjolkan keindahan tubuh Elsy dengan sempurna. Dipadukan dengan wajah anggun Elsy, Elsy tampak sangat memukau.Gavin berpikir dalam hati, 'Sejak kapan gadis berkucir dua itu memiliki sisi yang begitu memesona?'Ketika dia termenung, gadis di sampingnya mengguncang lengannya dengan kesal."Gavin, apa kamu dengar? Aku mau coba gaun itu!"Gavin tersadar dan mengalihkan pandangannya dari Elsy."Cobalah. Suruh pelayan ambilkan yang baru."Pelayan menyadari bahwa gadis ini menginginkan gaun yang dikenakan oleh Elsy, dia pun membungkuk untuk meminta maaf."Maaf, Pak, Bu, gaun ini cuma ada satu."Wanita itu mengerutkan kening."Tunggu apa lagi? Suruh dia lepaskan gaun itu, aku mau coba.""Atas dasar apa?"Elsy hendak mengatakan sesuatu, tetapi Helen sudah kehilangan kesabaran."Memangnya kami ada bilang nggak mau beli? Kenapa harus dilepaskan dan biarkan kamu m
Akhirnya, dia menyadari bahwa dirinya menyukai Elsy!Karena tidak sabar ingin menemui Elsy, dia mencampakkan gadis itu di mal dan kembali mencari Elsy. Tak disangka, dia malah mendengarkan hal yang mengejutkan.Saat ini, dia mengerti mengapa Elsy menjauhkan diri sejak munculnya Cheryl dan hubungan mereka pun menjadi makin asing.Dia juga mengerti mengapa Helen menyebutnya berengsek, bahkan selalu mengasarinya.Gavin pulang ke rumah dengan linglung.Dia harus menyelesaikan masalah di antara dia dengan Elsy. Selain itu, dia harus memikirkan cara untuk memperbaiki situasi....Setelah membeli pakaian, Elsy dan Helen lanjut berkeliling mal.Saat melewati toko jam, Elsy menghentikan langkahnya.Dia tiba-tiba teringat bahwa dia berjanji akan membalas hadiah Louis.Dia menarik Helen masuk ke dalam. Melihat mereka datang, pelayan pun menyambut mereka dengan ramah."Nona, buat pakai sendiri atau kasih orang? Aku bisa bantu rekomendasikan.""Kasih orang.""Kalau begitu, buat perempuan atau pria?
"Jangan!"Karena Louis tiba-tiba menggendongnya, Elsy pun mencengkeram kerah Louis."Ada obat di tasku, bisa redakan rasa sakitku. Tolong carikan."Louis mengerutkan kening."Sering sakit? Kok ada obat di tasmu?"Elsy agak malu, dia membenamkan wajahnya di dada Louis."Menstruasi ...."Mendengar kata ini, tangan Louis sedikit membeku, dia merasa lebih lega."Kamu yakin bisa sembuh dengan minum obat?"Elsy mengangguk."Yakin."Louis membaringkan Elsy di sofa, lalu pergi ke kamar tidur untuk mengambil obat dari tasnya. Setelah memberikan segelas air hangat dan melihat Elsy meminum obat? dia duduk di samping Elsy."Nggak boleh dibiarkan sakit seperti ini. Lain hari, kita periksa ke dokter."Elsy menggenggam perutnya."Ibuku pernah membawaku ke dokter, nggak ada masalah besar. Aku cuma perlu menghindari makanan dingin, tapi aku nggak bisa menahan diri."Louis mengerti, dia mengangkat tangannya untuk merapikan rambut yang dibasahi oleh keringat di kening Elsy."Kalau begitu, aku akan mengaw
Tentu saja, Elsy tahu bahwa semua ini adalah niat baik Louis. Dia dapat merasakan suatu tatapan di atas kepalanya, tetapi dia malu menatap Louis."Eh, aku punya hadiah buat kamu."Setelah berkata demikian, dia pergi ke kamar utama. Tak lama kemudian, dia keluar dengan membawa sebuah kotak mewah.Louis menyipitkan matanya dengan penasaran."Apa itu?"Pipi Elsy memerah, dia menyerahkan kotak hadiah itu pada Louis."Hadiah yang kujanjikan."Louis tersenyum sambil membuka kotak hadiah itu, terlihat sebuah jam tangan pria.Elsy melirik jam di pergelangan tangan Louis, dia merasa agak tertekan."Nggak sebanding dengan jam yang kamu beli sendiri, karena aku masih kuliah. Kelak, kalau aku sudah bisa menghasilkan uang, aku akan membelikan yang lebih bagus."Louis tersenyum menawan."Sepakat. Aku tunggu hadiahmu."Sembari berbicara, dia melepas jam tangannya dan mengeluarkan jam tangan yang diberikan Elsy."Bolehkah kamu memakaikannya padaku?"Jeff duduk di sofa, dia memotret cangkir teh di tang
Menghiburnya?Mata Elsy tertuju pada Louis."Bagaimana caranya?"Louis mencondongkan badannya, napasnya yang harum menyelimuti pipi Elsy. Nada bicaranya sangat lembut."Kamu masih ingat bagaimana kamu memanggilku semalam?Semalam?Semalam, dia memanggil Louis apa?Elsy mengingat dengan hati-hati. Tiba-tiba, sebuah kata melintas di benaknya. Pipinya terasa panas.Louis tahu bahwa dia sudah mengingat kata itu, nada bicaranya agak manja."Ayo, panggilah sekali lagi?"Elsy sangat malu.Dia memanggil Louis seperti itu karena pengaruh alkohol. Sekarang, dia sudah sadarkan diri. Dia tidak sanggup memanggil Louis seperti itu.Ketika dia sedang memikirkan cara untuk mengalihkan topik pembicaraan, terdengar suara mengeong dari samping kakinya.Mata Elsy bersinar, dia segera melepaskan diri dari genggaman Louis dan menggendong "si penyelamat kecil"."Hei! Tara, kapan kamu keluar?"Louis kecewa. Melihat Elsy bermain di atas karpet dengan Tara, dia sungguh tidak berdaya.Saat ini, Jeff menelepon da
Louis mengerutkan bibirnya."Setelah mandi, turunlah untuk sarapan."Elsy mengiakan dan berjalan menuju kamar mandi.Setelah mengunci pintu kamar mandi, Elsy memegang wajahnya sambil mengembuskan napas panjang.Gawat. Sekarang, setiap melihat Louis, dia akan teringat pada momen Louis menciumnya.Pipinya memerah, kakinya melemas, dia bahkan tidak berani bertatapan dengan Louis.Elsy curiga bahwa ini adalah gejala samping dari berciuman.Setelah menghabiskan banyak waktu di kamar mandi, dia mengambil sweter berwarna pink dan celana kain berwarna krem. Dia mengganti pakaian, lalu berkaca di depan cermin.Kemudian, dia keluar dari kamar mandi.Louis sudah menunggunya di meja makan.Elsy hendak berjalan ke kursi di seberang Louis, tetapi Louis mengisyaratkan Elsy untuk duduk di sampingnya. Nada bicaranya sangat lembut."Kemarilah, duduk di sampingku."Elsy mengiakan dan berjalan ke arah Louis.Keduanya makan dengan tenang.Louis tidak mempunyai selera makan. Setelah memakan sedikit, dia mel
Ketika melihat Louis, Elsy masih teringat pada ciuman itu. Dia diam-diam mencengkeram baju tidurnya."Butuh waktu buat mengeringkannya. Aku sudah ngantuk dan ingin tidur, nanti juga kering sendiri."Louis melangkah maju, lalu menariknya ke samping kasur."Tidur dengan rambut basah bisa membuatmu sakit kepala. Berbaringlah, biar kukeringkan."Elsy berbaring di kasur dan kepalanya bertumpu di kaki Louis. Begitu merasakan angin hangat yang berembus di kepalanya, dia pun tertidur....Keesokan paginya, Elsy dibangunkan oleh dering ponsel.Dia mengambil ponselnya dengan mata tertutup.Begitu panggilan tersambung, terdengar suara nyaring Helen."Ah! Elsy, gawat, gawat!"Rasa kantuk Elsy langsung menghilang, dia sedikit menjauhkan ponselnya dari telinganya."Helen, masih pagi, kenapa teriak-teriak?"Sepertinya Helen berada di jalan raya, suasana di sekitarnya agak berisik."Aku pun nggak percaya. Semalam, aku tidur dengan Jason. Tidur!"Tidur?Sekarang, Elsy sudah sepenuhnya bangun."Kalian?
"Maaf, aku nggak sengaja. Keningku agak keras. Dulu, waktu berlaga kepala dengan ayahku, ayahku selalu kalah."Louis tertawa pelan. Elsy yang mabuk lebih menawan dari biasanya."Kenapa tertawa? Sudah berdarah, masih tertawa."Elsy berlutut tegak agar tingginya seimbang dengan Louis yang sedang berdiri di samping kasur."Sini, kutiup."Setelah berkata demikian, dia memanyunkan bibirnya dan meniup dengan lembut. Aroma anggur pun menyebar.Jakun Louis berguling, tatapannya menjadi makin dalam.Elsy tidak menyadari perubahan Louis, dia masih meniup bibir Louis. Dia tiba-tiba diselimuti oleh suatu bayangan.Detik berikutnya, suatu hawa panas menyelimuti bibirnya. Elsy mengedipkan matanya dengan heran, dia tidak bereaksi. Tiba-tiba, sebuah tangan menarik kepalanya.Kemudian, Louis mengecup bibirnya. Suatu hawa panas mengalir di sepanjang garis bibirnya. Tubuh Elsy seolah-olah tersengat listrik, dia pusing dan melemas."Tarik napas."Louis mengingatkannya dengan suara serak. Kemudian, hawa pa
Mendengar ucapan ini, Elsy langsung menoleh ke arahnya. Karena terlalu kuat, Elsy makin pusing."Kenapa kamu marah?"Louis menatap Elsy dengan galak."Sebagai wanita yang sudah menikah, kamu menerima bunga dari pria lain dan minum-minum dengan pria yang ingin mengejarmu. Kalau nggak bertemu aku, mungkin dia sudah menggendongmu sampai rumah. Menurutmu, bukankah wajar kalau aku marah?"Louis berbicara dengan sangat jelas dan teratur, setiap perkataannya masuk akal.Mendengar ucapan Louis, Elsy menyingkirkan ekspresi marahnya dan nada bicaranya melembut."Kamu melihat Gavin memberiku bunga?"Melihat Louis menatapnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Elsy makin merasa bersalah. Dia memanyunkan bibirnya."Aku bisa jelaskan ...."Louis sudah mempersiapkan diri."Kalau begitu, jelaskan."Elsy mengusap pelipisnya. Karena mabuk, suaranya agak lembut."Tapi, sekarang aku sakit kepala, nggak ingin bicara. Bolehkah ditunda sampai besok?"Mendengar ucapan ini, Louis kecewa. Awalnya, dia ingin mem
Meskipun Elsy agak pusing, dia masih sadarkan diri. Dia pun tidak menyangka akan bertemu Louis di sini. Melihat ekspresi Louis, dia takut Louis akan menyalahkan Helen dan yang lainnya."Kami memainkan permainan, yang kalah minum. Mereka mengalah padaku dan aku minum paling sedikit, aku yang nggak kuat minum."Louis mengiakan, nada bicaranya menjadi lebih lembut."Sudah tahu nggak kuat minum, masih saja minum sebanyak itu.""Ayo, kuantar pulang."Setelah berkata demikian, dia mengulurkan tangan untuk mengambil Elsy dari Gavin dan Helen.Gavin menggenggam erat lengan Elsy, dia tidak ingin menyerahkan Elsy pada Louis."Kak Louis, nggak usah repot-repot. Lagian aku juga mau pulang, aku sekalian antar Elsy pulang."Louis mengangkat kelopak matanya dan menatap Gavin selama beberapa detik. Tatapannya sangat dingin dan mencekam."Kamu juga minum, harus cari sopir pengganti. Aku nggak tenang serahkan Elsy padamu."Gavin membuka mulutnya, dia merasa ucapan Louis sungguh kasar."Kak Louis, aku tu
Setelah beberapa saat, Helen mendengar Jason melontarkan satu kata."Ya."Helen mengangguk bahagia. Untungnya, Jason tidak menyia-nyiakan kesempatan yang dia ciptakan."Pertanyaan kedua, apakah orang yang kamu sukai berada di sini?'Ekspresi Gavin berubah muram, dia teringat Jason pernah menonton film bersama Elsy."Helen, kuperingatkan jangan macam-macam!"Helen mengabaikannya dan terus memberikan isyarat pada Jason."Abaikan dia, jawab pertanyaanku."Mereka saling bertatapan. Wajah Jason memerah, dia tampak sangat malu."Ya."Helen diam-diam berseru dalam hati, seolah-olah dirinya berhasil menjalankan misi."Kalau begitu, apa orang yang kamu sukai adalah Elsy?"Katakan ya! Cepat!Helen menatap Jason dengan penuh harapan. Kalau sekarang dia tidak menyatakan cinta, dia tidak memiliki kesempatan lagi!"Bukan."Bukan?Ekspresi Helen membeku, dia hampir terjatuh ke lantai. Dia berusaha keras menciptakan kesempatan buat Jason, alhasil, Jason takut? Menyerah?Sulit dipercaya!Melihat Jason
Meskipun Elsy terlihat tidak senang, Elsy tetap menerima bunga darinya. Dalam sekejap, Gavin tersenyum cerah. Sepertinya usahanya dalam beberapa hari ini tidak sia-sia.Setelah mereka memasuki restoran, sebuah Maybach yang terparkir tidak jauh menurunkan kaca jendela. Terlihat sebuah wajah dingin.Tak lama kemudian, Louis memalingkan wajah dan memasukkan sebatang rokok ke mulutnya. Dia memiringkan kepala sambil mengisap rokok itu.Jeff duduk di kursi penumpang dengan tenang, dia tidak berani mengeluarkan sedikit pun suara. Seketika, suhu di dalam mobil seolah-olah menurun drastis. Dia mengintip Louis melalui kaca spion sambil menelan air liur."Pak Louis, Pak Lonel sudah tiba sepuluh menit yang lalu. Kita mau masuk sekarang atau ...."Louis mengisap rokok, lalu mengembuskan asap rokok secara perlahan-lahan."Sepertinya belakangan ini Keluarga Lorenzo agak santai. Selidiki bisnis mereka, carikan kesibukan buat mereka."Jeff mengangguk, dia teringat akan adegan Gavin memberikan hadiah pa
Ketika Elsy dan Helen tiba di restoran, Jason sudah tiba.Dia berdiri di depan pintu restoran dengan mengenakan kaus berwarna krem dan celana jin berwarna biru. Didukung dengan parasnya yang tampan, keberadaannya sangat menarik perhatian.Saat Elsy dan Helen hendak menghampiri Jason, dua gadis berpakaian seksi sedang berbicara dengannya."Kak, kamu terlihat seperti calon pacarku. Bolehkah kita bertukar kontak?"Jason tidak menyangka kedua gadis itu akan begitu terus terang, dia mundur dua langkah."Maaf, aku sudah menyukai orang lain.""Apa hubungannya denganku? Kamu menyukai orang lain, bukan berarti aku nggak boleh menyukaimu. Aku nggak keberatan."Gadis itu sangat kukuh. Jason yang lugu pun tidak berdaya.Emosi Helen terpancing, dia bergegas maju untuk melindungi Jason."Dik, berapa umurmu? Sudah selesai kerjakan PR?"Gadis yang menggoda Jason itu memanyunkan bibir."Bibi, siapa kamu? Kok tiba-tiba muncul?"Helen hampir memuntahkan seteguk darah. Bibi?"Aku? Tentu saja, aku adalah .